Anda di halaman 1dari 19

TAFSIR AL-MUNIR KARYA WAHBAH ZUHAILI

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Studi Naskh Tafsir

Dosen Pengampu: Juhairiyah M. Ag

Oleh:

Maulana Arifin Nur 190103020386

Noor Annisa 190103020000

Nor Khatimah 190103020055

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

BANJARMASIN

2022

1
PENDAHULUAN

Sejalan dengan meningkatnya taraf kehidupan dan kemampuan daya


fikir manusia mempunyai pengaruh nyata terhadap peningkatan dari cara
penafsiran, sehingga cukup dengan menguasai ilmu bahasa Arab dan ilmu
Ma’ani (salah satu cabang ilmu bahasa Arab yang berkaitan dengan
pengungkapan makna kalimat) berhak menafsirkan Al-Quran. Bahkan ada
juga yang berpendapat bahwa setiap manusia berhak memikirkan isi
kandungan Al-Quran, berusaha untuk memahami menurut kemampuannya
serta menarik kesimpulan sesuai dengan batas kemampuannya.

Perkembangan selanjutnya ahli tafsir banyak jumlahnya dan masing


masing menempuh cara pilihannya sendiri. Di antara mereka ada yang
lebih tertarik kepada penafsiran kalimat yang aneh-aneh seperti dilakukan
alZajjaj dan al-Wahidi. Ada juga yang menitikberatkan kepada riwayat-
riwayat hadis, seperti al-Tabari, atau yang menekuni balaghah (retorika
dan ketinggian mutu bahasa) seperti al-Zamakhsyari, Ada lagi yang
mementingkan soal I’rah (syntax, liku-liku perubahan kedudukan kata
dalam rangkain kalimat), ada yang memusatkan perhatiannya kepada
hukum-hukum fiqh, ada yang mengutamakan hadis-hadis dalam kaitannya
dengan ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah akidah dan tauhid, ada
yang mengkhususkan kepada soal-soal yang mengandung makna
peringatan keras dan ajakan-ajakan lemah lembut, ada pula yang
menyajikan uraian-uraian dengan singkat dan ringkas seperti tafsir
Jalalain dan sebagainya

Pada era berikutnya, sebuah karya tulis bidang tafsir yang turut
mengisi kegiatan penafsiran dan pantas untuk menjadi bahan kajian, yaitu;
Al-Tafsir al-Munir fi al-"Aqidah wa al-Syari'ah wa al al-Manhaj yang ditulis
oleh al-Ustadz Doktor Wahbah al-Zuhaily (edisi pertama diterbitkan pada
tahun 1991 M/1411 H).

2
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Intelektual Penulis

1. Biografi dan Nasab Wahbah Zuhaili.

Wahbah Az-Zuhaili adalah salah satu sosok ulama fiqh abad ke-20
yang terkenal dari Syiria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh fiqh yang
telah berjasa dalam dunia keilmuan Islam abad ke-20. Prof. Dr. Wahbah
Az-Zuhaili. Dilahirkan disuatu perkampungan yang bernama Dair ‘Athiyah,
salah satu arah menuju Damaskus. Pada tanggal 6 Maret 1932 Masehi
atau bertepatan dengan tahun 1351 Hijriyah, ia dilahirkan oleh seorang
wanita pilihan Allah SWT yang menjadi ibunya bernama Hj. Fatimah binti
Musthafa Sa’dah.

Sedangkan ayahnya adalah H. Musthafa Az-Zuhaili yang


merupakan seorang yang terkenal keshalehan dan ketakwaannya serta
hafidz Al-Quran, orang yang biasa saja, bukan dari kalangan ilmuan,
ulama, ataupun cendikiawan akan tetapi ayah beliau adalah seorang
petani. Pada tahun 2014 beliau masuk daftar 500 tokoh Muslim
berpengaruh di dunia. Tokoh berpengaruh kebanyakan melakukan
sesuatu yang luar biasa dalam hidupnya. Menurut kesaksian murid-
muridnya, Syeikh Wahbah Az- Zuhaili meluangkan waktu sekitar 15 jam
per hari untuk menulis dan membaca.

Syeikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, ulama fikih kontemporer


dipanggil Allah Subhanahu Wata’ala. Kabar ini rupanya cepat menyebar
ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Beliau meninggal
pada malam Sabtu, 8 Agustus, di usia 83 tahun. Berita kewafatan Al-
Syeikh Dr Wahbah Az-Zuhaili mendukacitakan umat Islam. Suatu
kehilangan besar kehilangan besar. Sumbangan ilmunya kepada umat di
zaman kini amatlah bermakna. Beliau guru kita semua. Semoga Allah
menerima segala sumbangan dan jasanya kepada agama dan umat ini.

2. Pendidikan, Guru, dan Murid Wahabah Zuhaili.

Sebagai seorang ayah yang taat beribadah menjalankan tuntunan


agama, meskipun Musthafa Az-Zuhaili (ayah Wahbah Az-Zuhaili) hanya
seorang petani, dia senantiasa mendorong putranya (Wahbah Az-Zuhaili)
senantiasa untuk menuntut ilmu. Wahbah Az-Zuhaili mulai dari kecil

3
belajar Al-Qur’an dan sekolah Ibtidaiyah di kampungnya. Dan Tsanawiyah
di Damaskus pada umur remaja yakni 14 tahun yaitun pada tahun 1946
Masehi. Ia sangat suka belajar, terbukti setelah ia menamatkan
sekolahnya pada tingkat Tsanawiyah, ia tidak lantas puas, lalu ia
melanjutkan pendidikannya di Kulliyyah Syar’iyyah Damaskus dan tamat
pada tahun 1952 m. Kemudian melanjutkan pendidikan lagi ke kairo. Ia
mengikuti beberapa kuliah secara bersamaan, yaitu Fakultas Syari’ah
dan Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al-Azhar dan Fakultas Hukum di
Universitas ‘Ain Syam.

Ia memperoleh ijazah sarjana Syari’ah di Al-Azhar dan


memperoleh ijazah Takhassus pengajaran bahasa Arab di Al-Azhar pada
tahun 1956 M. Kemudian ia memperoleh ijazah Licence (Lc) bidang
hokum di Universitas ‘Ain Syam pada tahun 1957 M, Magister Syari’ah
dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada tahun 1959 M, dan Doktor
pada tahun 1963 M. Satu catatan penting bahwa, Wahbah Az-Zuhaili
senantiasa menduduki rengking teratas pada semua jenjang
pendidikannya, menurutnya, rahasia kesuksesannya dalam belajar
terletak pada kesungguhannya menekuni pelajaran dan menjauhkan diri
dari segala hal yang mengganggu belajar. Motto hidupnya adalah:

‫وﺟﻞ ﻋﺰﺑﺎ ﻟﻠﮫ اﻟﺼﯿﻠﺔ اﻟﺤﯿﺎة ﻓﻰ اﻟﻨﺠﺎة ﺳﺮان‬

Artinya: “Sesungguhnya, rahasia kesuksesan dalam hidup adalah


membaikkan hubungan dengan Allah ‘Azza wa Jalla.”

Dalam masa lima tahun beliau mendapatkan tiga ijazah yang


kemudian diteruskan ke tingkat pasca serjana di Universitas Kairo yang
ditempuh selama dua tahun dan memperoleh gelar M.A dengan tesis
berjudul “al- Zira’i fi al- Siyasah al-Syar’iyyah wa al- Fiqh al-Islam”, dan
merasa belum puas dengan pendidikannya beliau melanjutkan ke
program doktoral yangdiselesaikannya pada tahun 1963 dengan
disertasi “Atsar al- Harb fi al-Fiqhal-Islami” dibawah bimbingan Dr.
Muhammad Salam Madkur.

Tahun 1963 M, beliau di angkat sebagai dosen di Fakultas Syari’ah


Universitas Damaskus, dan kemudian menjadi Wakil Dekan di
Universitas tersebut. Pada tahun 1967-1970 M. Beliau di angkat sebagai
Dekan dan Ketua Jurusan Fiqh Islami wa Madzahibuhu di Fakultas yang

4
sama. Setiap hari beliau mengabdikan diri dalam bidang ilmu yang
digelutinya dalam kurun waktu 16 jam, dan ditempuh selama lebih dari
tujuh tahun, sehingga beliau dikenal pakar dalam bidang Fiqh dan Ushul
Fiqh. Masih banyak lagi profesi beliau dalam bidang syari’ah yang
digelutinya, diantaranya: sebagai kepala pengawas studi syari’ah
lembaga perbankan Islam dan salah satu anggota majelis Syari’ah Bank
Islam.

Sebagai anggota lembaga-lembaga fiqh diberbagai Negara,


seperti di Makkah, Jeddah, Sudan, Hindia dan Amerika.Sebagai pimpinan
bidang syari’ah dan hukum Islam di Universitas Uni Emirat Arab selama
empat tahun. Beliau juga pernah menjabat sebagai anggota lembaga
kenegaraan salah satu lembaga Ahlul Bait pada bidang penelitian
peradaban Islam di Urdun. Sebagai pembimbing para kandidat master
dan doctor di Universitas Damaskus dan Universitas Imam al-Auza’I di
Lebanon, dan sebagai pembimbing dan penguji lebih dari tujuh puluh
tesis dan disertasi di berbagai kota, seperti Bairut, Damaskus dan
Khurtum.

Beliau adalah pencetus kurikulum studi Fakultas Syari’ah Ialamiyah


di Universitas Damaskus, dan Syari’ah wal Qanun di Universitas Uni
Emirat Arab. Pada tahun 1988 M, sebagai contributor majalah Syari’ah
dan studi Islam di Universitas Kuwait, dan pada tahun 1999 M beliau
juga ikut berkecimpung dalam membuat metode atau perencanaan
lembaga Syari’ah di Syiria, dan masih banyak lagi jabatan, profesi dan
kontribusi beliau pada umat, agama dan Negara.

Antara guru-gurunya ialah Muhammad Hashim al-Khatib al-Syafie,


(w. 1958M) seorang khatib di Masjid Umawi. Beliau belajar darinya fiqh
alSyafie; mempelajari ilmu Fiqh dari Abdul Razaq al-Hamasi (w. 1969M);
ilmu Hadits dari Mahmud Yassin (w.1948M); ilmu faraid dan wakaf dari
Judat al-Mardini (w. 1957M), Hassan al-Shati (w. 1962M), ilmu Tafsir
dari Hassan Habnakah al-Midani (w. 1978M); ilmu bahasa Arab dari
Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986M); ilmu usul fiqh dan Mustalah
Hadits dari Muhammad Lutfi al-Fayumi (w. 1990M); ilmu akidah dan
kalam dari Mahmud al-Rankusi.

Sementara selama di Mesir, beliau berguru pada Muhammad Abu

5
Zuhrah, (w. 1395H), Mahmud Shaltut (w. 1963M) Abdul Rahman Taj, Isa
Manun (1376H), Ali Muhammad Khafif (w. 1978M), Jad al-Rabb
Ramadhan (w.1994M), Abdul Ghani Abdul Khaliq (w.1983M) dan
Muhammad Hafiz Ghanim. Di samping itu, beliau amat terkesan dengan
buku-buku tulisan Abdul Rahman Azam seperti al-Risalah al-Khalidah
dan buku karangan Abu Hassan al-Nadwi berjudul Ma dza Khasira al-
‘alam bi Inkhitat al-Muslimin.1

3. Karya-Karya Wahbah Zuhaili.

Wahbah Az-Zuhaili sangat produktif menulis. Mulai dari diktat


perkuliahan, artikel untuk majalah dan koran, makalah ilmiah, sampai
kitabkitab besar yang terdiri atas enam belas jilid, seperti kitab Tafsir Al-
Wasith. Ini menyebabkan Wahbah az-Zuhhaili juga layak disebut sebagai
ahli tafsir. Bahkan, ia juga menulis dalam masalah aqidah, sejarah,
pembaharuan pemikiran Islam, ekonomi, lingkungan hidup, dan bidang
lainnya, yang menunjukkan kemultitalenannya dan multidisiplinernya.
Wahbah az-Zuhhaili banyak menulis buku, kertas kerja dan artikel dalam
pelbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 200 buah buku dan jika
digabungkan dengan tulisan-tulisan kecil melebihi lebih 500 judul. Satu
usaha yang jarang dapat dilakukan oleh ulama saat ini. Wahbah az-
Zuhhaili diibaratkan sebagai al-Suyuti kedua (al-Sayuthi al-Tsani) pada
zaman ini jika dipadankan dengan Imam al-Sayuti.2

Diantara buku-bukunya adalah sebagai berikut:

1) Athar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami - Dirasat Muqaranah, Dar al-Fikr,


Damsyiq, 1963.

2) Al-Wasit fi Usul al-Fiqh, Universiti Damsyiq, 1966.

3) Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Hadithah, Damsyiq,


1967.

1
Aiman, Ummul. "Metode Penafsiran Wahbah Al-Zuhayli: Kajian al-Tafsir al-
Munir." MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 36.1 (2016).
2
Muhammadun, Muhammadun. "Pemikiran Hukum Islam Wahbah Az-Zuhaili Dalam
Pendekatan Sejarah." Eduprof: Islamic Education Journal 2.2 (2020): 278-294.

6
4) Nazariat al-Darurat al-Syar’iyyah, Maktabah al-Farabi, Damsiq,
1969.

5) Nazariat al-Daman, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1970.

6) Al-Ushul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah


alAbassiyah, Damsyiq, 1972.

7) Al-Alaqat al-Dawliah fi al-Islam, Muassasah al-Risalah, Beirut,


1981.

8) Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (8 jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1984.

9) Usul al-Fiqh al-Islami (dua Jilid), Dar al-Fikr al-Fikr, Damsyiq, 1986.

10) Juhud Taqnin al-Fiqh al-Islami, (Muassasah al-Risalah, Beirut,


1987.

11) Fiqh al-Mawarith fi al-Shari’at al-Islamiyah, Dar al-Fikr, Damsyiq,


1987.

12) Al-Wasaya wa al-Waqf fi al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Damsyiq,


1987.

13)Al-Islam Din al-Jihad La al-Udwan, Persatuan Dakwah Islam


Antara bangsa, Tripoli, Libya, 1990.

14)al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Shari’at wa al-Manhaj, (16 jilid),


Dar al-Fikr, Damsyiq, 1991.

15)al-Qisah al-Qur’aniyyah Hidayah wa Bayan, Dar Khair, Damsyiq,


1992.

16)Al-Qur’an al-Karim al-Bunyatuh al-Tasyri’iyyah aw Khasa’isuh


alHadariah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1993.

17)al-Rukhsah al-Syari’at – Ahkamuha wa Dawabituha, Dar al-Khair,


Damsyiq, 1994.

18)Khasa’is al-Kubra li Huquq al-Insan fi al-Islam, Dar al-Maktabi,


Damsyiq, 1995.

19)Al-Ulum al-Shari’at Bayn al-Wahdah wa al-Istiqlal, Dar al-Maktab,

7
Damsyiq, 1996.

20)Al-Asas wa al-Masadir al-Ijtihad al-Mushtarikat bayn al-Sunnah wa


al-Shiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.

21)Al-Islam wa Tahadiyyat al-‘Asr, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.

22)Muwajahat al-Ghazu al-Thaqafi al-Sahyuni wa al-Ajnabi, Dar


alMaktabi, Damsyiq, 1996.

23)al-Taqlid fi al-Madhahib al-Islamiah ‘inda al-Sunnah wa al-Shiah,


Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996

24)Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadith, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.

25)Al-Uruf wa al-Adat, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.

26)Bay al-Asham, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.

27)Al-Sunnah al-Nabawiyyah, Dar al-Maktabi Damsyiq, 1997.

28)Idarat al-Waqaf al-Khairi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.

29)al-Mujadid Jamaluddin al-Afghani, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.

30)Taghyir al-Ijtihad, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.

31)Tatbiq al-Shari’at al-Islamiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.

32)Al-Insan fi al-Qur’an, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.

33)Al-Islam wa Usul al-Hadarah al-Insaniah, Dar al-Maktabi, Damsyiq,


2001.

34)Usul al-Fiqh al-Hanafi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.

B. Metode Penafsiran

Wahbah Zuhaili menjelaskan pada muqaddimahnya beberapa


pengetahuan penting yang sangat dibutuhkan dan penting dalam penafsiran
Alquran, Seperti:

1. Pengertian Alquran, cara turunnya Alquran dan pengumpulannya Cara

8
penulisannya dan Rasm Usmani

2. Menyebutkan sekaligus menjelaskan huruf sab'ah dan qira'ahnya

3. Adanya penegasan terhadap Alquran yang benar-benar murni kalam Allah


dan disertai dalil yang bisa membuktikan kemukjizatanny.

4. Keaslian Alquran dalam menggunakan bahasa Arab dan penjelasan


tentang penggunaan terjemah ke bahasa lain.

5. Menyebutkan dan menjelaskan tentang huruf-huruf yang terdapat pada


awal surah (huruf Muqatta'ah). Menjelaskan balaghah yang ada dalam
Alquran, semisal tasybih, isti'arah, majaz, dan kinayah.

Metode yang digunakan beliau untuk menulis kitab ini dengan metode
tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayatnya. Namun, ada sebagian kecil
juga yang menggunakan metode tafsir maudhu'i. Tapi dalam kitab tafsir ini
lebih dominan menggunakan metode tafsir tahlili, karena metode ini yang
hampir digunakan oleh Wahbah Zuhaili dalam semua kitab tafsirnya.

Pada setiap awal surat sebelum memasuki bahasan ayat wahbah


zuhaili selalu mendahulukan penjelasan mengenai keutamaan dan
kandungan surat tersebut secara global dan beberapa tema yang secara
garis terkait dengan surat tersebut. Setiap tema yang dibahas selalu ada
aspek bahasa, dengan menjelaskan beberapa istilah yang tertulis dalam
sebuah ayat, dengan cara menerangkan beberapa segi balaghah dan
gramatika bahasanya. Selain itu beliau juga menafsirkan secara detail,
memberikan keterangan tambahan dengan menyertakan riwayat-riwayat
yang bisa dipertanggung jawabkan, dan bersumber pada kitab-kitab yang
sesuai dengan tuntunan syari'ah.

C. Corak Tafsir al-Munir

Dilihat dari corak penafsiran yang telah dikemukakan oleh Abd Hayy al-
Farmawi dalam kitabnya yang berjudul muqaddimah tafsir maudhu'i, bahwa
ada tujuh corak dalam penafsiran, yaitu Tafsir bi al-Ma'tsur, Tafsir bi al-Ra'yi,
Tafsir bi al-Shufi, Tafsir bi al-Fiqh, Tafsir bi al-Falsafi, Tafsir bi al-'Ilm, Dan
Tafsir adab al-Ijtima'i. Begitu juga dengan Tafsir al-Munir yang memiliki
corak penafsiran sendiri. Jika dilihat dari manhaj dan metode yang
digunakan serta analisa dari penulis lainnya bahwa corak penafsiran Tafsir
al-Munir ini adalah bercorak adabi alIjtima'i (sosial kemasyarakatan) selain

9
itu ada juga nuansa fiqh karena terdapat penjelasan hukum yang terkandung
di dalamnya. Bahkan, meskipun tafsir ini juga bercorak fiqh tapi dalam
penjelasannya menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan yang
sedang terjadi pada masyarakat. Sehingga, bisa dikatakan corak penafsiran
tafsir al-munir ini corak yang ideal karena selaras antara 'adabi ijtima'i dan
fiqhinya.3

D. Contoh Penafsiran

Pengetahuan mengenai kepastian hari kiamat adalah hak khusu milik


Allah zat yang mengetahui yang ghaib, terdalam dalam QS. Al-Jinn ayat 25-
28.

‫ﻈِﻬُﺮ‬
ْ ‫ﺐ َﻓَﻠﺎ ُﻳ‬
ِ ‫ﻢ اْﻟَﻐْﻴ‬ ٰ ٢٥ - ‫ﻲ َاَﻣًﺪا‬
ُ ‫ﻋِﻠ‬ ْٓ ‫ﻞ َﻟٗﻪ َرِّﺑ‬
ُ ‫ﺠَﻌ‬
ْ ‫ن َاْم َﻳ‬
َ ‫ﻋُﺪْو‬
َ ‫ﺐ َّﻣﺎ ُﺗْﻮ‬
ٌ ‫ي َاَﻗِﺮْﻳ‬
ْٓ ‫ن َاْدِر‬
ْ ‫ﻞ ِا‬
ْ ‫ُﻗ‬
‫ﺧْﻠِﻔٖﻪ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻦ َﻳَﺪْﻳِﻪ َوِﻣ‬
ِ ‫ﻦ َﺑْﻴ‬
ْۢ ‫ﻚ ِﻣ‬
ُ ‫ﺴُﻠ‬
ْ ‫ل َﻓِﺎَّﻧٗﻪ َﻳ‬
ٍ ‫ﺳْﻮ‬
ُ ‫ﻦ َّر‬
ْ ‫ﻀﻰ ِﻣ‬ ِ ‫ ِاَّﻟﺎ َﻣ‬٢٦ - ۙ‫ﺣًﺪا‬
ٰ ‫ﻦ اْرَﺗ‬ َ ‫ﻏْﻴِﺒٖٓﻪ َا‬
َ ‫ﻋٰﻠﻰ‬
َ
‫ﻲٍء‬
ْ ‫ﺷ‬
َ ‫ﻞ‬
َّ ‫ﺼﻰ ُﻛ‬
ٰ ‫ﺣ‬
ْ ‫ﻢ َوَا‬
ْ ‫ط ِﺑَﻤﺎ َﻟَﺪْﻳِﻬ‬
َ ‫ﺣﺎ‬
َ ‫ﻢ َوَا‬
ْ ‫ﺖ َرِّﺑِﻬ‬
ِ ‫ﺳٰﻠ‬
ٰ ‫ن َﻗْﺪ َاْﺑَﻠُﻐْﻮا ِر‬ َ ‫ ِّﻟَﻴْﻌَﻠ‬٢٧ - ۙ‫ﺻًﺪا‬
ْ ‫ﻢ َا‬ َ ‫َر‬
٢٨ - ‫َﻋَﺪًدا‬
Artinya: “katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mengetahui, apakah azab
yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat ataukah Tuhanku menetapkan
waktunya masih lam” “Dia mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak
memperlihatkan kepada siapapun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada
rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-
penjaga (malaikat) didepan dan di belakangnya. Agar Dia mengeahui, bahwa
rasul-rasul itu sungguh, sedang (ilmu-Nya) meliputi yang ada pada mereka,
dan Dia mengetahui segala sesuat satu persatu.” (QS. Al-Jinn: 25-28).

Mufrudaat Lughawiyyah

(‫ي‬ ْ ‫ )ِا‬aku tidak tahu. (‫ن‬


ْٓ ‫ن َاْدِر‬ َ ‫ﻋُﺪْو‬
َ ‫( )ُﺗْﻮ‬apa yang diancamkan kepada kalian)
ً ‫ )َاَﻣ‬akhir dan ajal yang tidak bisa diketahui
maksudnya adalah adzab. (‫ﺪا‬

kecuali oleh Allah. zaman yang jauh. (‫ﺐ‬


ِ ‫ﻢ اْﻟَﻐْﻴ‬ ٰ ) apa yang gaib (‫ )َاَﻣًﺪا‬bagi
ُ ‫ﻋِﻠ‬
ْ ‫ )َﻓَﻠﺎ ُﻳ‬tidak ada yang bisa melihat. ( ‫ﺣًﺪۙا‬
hamba-hamba. (‫ﻈِﻬُﺮ‬ َ ‫ﻏْﻴِﺒٖٓﻪ َا‬ َ ) hal
َ ‫ﻋٰﻠﻰ‬
3
Luthfiyyah, Aini. Sulh dalam nushuz suami: kajian terhadap tafsir al-munir wahbah
zuhaili surat an-nisa [4]: 128-130. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2020.

10
yang gaib yang hanya diketahui oleh ilmu-Nya. (‫ل‬
ٍ ‫ﺳْﻮ‬
ُ ‫ﻦ َّر‬
ْ ‫ﻀﻰ ِﻣ‬ ِ ‫)ِاَّﻟﺎ َﻣ‬
ٰ ‫ﻦ اْرَﺗ‬
sesungguhnya rasul diberitahu oleh Allah akan beberapa yang gaib sebagai
mukjizat baginya. (‫ﻚ‬
ُ ‫ﺴُﻠ‬
ْ ‫ ) َﻳ‬menjadikan dan mendirikan. ( ‫ﻦ َﻳَﺪْﻳِﻪ‬ ْۢ ‫ )ِﻣ‬di
ِ ‫ﻦ َﺑْﻴ‬
hadapan rasul yang diridhai. ( ‫ﺪۙا‬ َ ‫ )َر‬penjaga dan pelindung berupa malaikat
ً ‫ﺻ‬
yang melindunginya sehingga dia bisa menyampaikan semua wahyu.
Adapun karamah para wali mengenai hal-hal yang gaib maka itu datang dari
malaikat.

(‫ﻮا‬
ْ ‫ن َﻗْﺪ َاْﺑَﻠُﻐ‬
ْ ‫ﻢ َا‬
َ ‫ ) ِّﻟَﻴْﻌَﻠ‬supaya pengetahuan Allah menjadi tampak
sebagaimana yang teriadi dalam realita tanpa tambahan atau pengurangan.
Atau supaya Nabi Muhammad saw., orang yang diberi wahyu itu mengetahui
bahwasanya) Jibril dan malaikat bersama Jibril itu telah menyampaikan
wahyu tanpa ada penyimpangan dan perubahan. Oleh karena itu, (‫ﻮا‬ْ ‫)َاْﺑَﻠُﻐ‬
berdasarkan makna yang pertama adalah rasul, berdasarkan makna kedua
adalah para malaikat. Dhamir diiamakkan adalah demi mempertimbangkan
makna kata (‫ﻦ‬
ِ ‫ﻢ( )َﻣ‬
ْ ‫ﺖ َرِّﺑِﻬ‬ ٰ ‫ )ِر‬mereka menyampaikan
ِ ‫ﺳٰﻠ‬

Risalah Allah sebagaimana adanya tanpa perubahan. (‫ﻢ‬ْ ‫ط ِﺑَﻤﺎ َﻟَﺪْﻳِﻬ‬


َ ‫ﺣﺎ‬
َ ‫) َوَا‬
Dia mengetahui benar-benar apa yang ada pada para rasul. Ini adalah 'athaf
muqaddar, yakni (maka Dia mengetahui hal itu dan ilmu-Nya mengetahui
apa yang ada pada rasul dengan sebenar-benarnya). ( ‫ﺪًدا‬
َ ‫ﻋ‬
َ ‫ﻲٍء‬
ْ ‫ﺷ‬
َ ‫ﻞ‬
َّ ‫ﺼﻰ ُﻛ‬
ٰ ‫ﺣ‬
ْ ‫َوَا‬
- ) dia menghitung bilangan segala sesuatu.

Sebab Turunnya ayat

Muqaatil mengatakan bahwa orang-orang musyrik ketika mendengar


firman Allah SWT," sehingga apabila mereka melihat (adzab) yang
diancamkan kepadanya, maka mereka mengetahuiyang lebih lemah
penolongnya dan Iebih sedikit iumlahnya." (al Jinn: 24) An-Nadhr bin al-
Harits mengatakan, "Kapankah hari yang diancamkan kepada kami akan
terjadi?" Lalu Allah menurunkan ayat (‫ن‬
َ ‫ﻋُﺪْو‬
َ ‫ﺐ َّﻣﺎ ُﺗْﻮ‬
ٌ ‫ي َاَﻗِﺮْﻳ‬
ْٓ ‫ن َاْدِر‬ ْ ‫ )ُﻗ‬sampai
ْ ‫ﻞ ِا‬
akhir ayat.

11
Tafsir dan Penjelasan

"Katakanlah (Muhammad), Aku tidak mengetahui, apakah adzab yang


diancamkan kepadamu ittt sudah dekat ataukah Tuhanku menetapkan
waktunya masih lama," (al Jinn:25)
Katakan wahai rasul, “Aku tidak mengetahui mengenai dekatnya
adzab yang mana kalian diancam oleh Allah. Aku juga tidak mengetahui
apakah dekat waktu hari Kiamat itu atau jauh? Dan apakahAllah
menjadikannya batas akhir dan waktu tertentu? Tidak ada yang mengetahui
kapan hari Kiamat, kecuali Allah semata. Kandungan ayat ini adalah perintah
dari Allah kepada rasul-Nya agar berkata kepada manusia bahwasanya tidak
ada pengetahuan baginya mengenai waktu hari Kiamat. Artinya, penyerahan
pengetahuan kepastian hari Kiamat hanyalah kepada Allah karena Dia
adalah Zat Yang Maha Mengetahui yang gaib.

Ini dikuatkan dengan riwayat yang ada pada hadits Imam Muslim dari
Umar ketika Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad saw, "Beritahulah aku
mengenai hari Kiamat?" Rasulullah saw. menjawab, "Orangyang ditanya
mengenainya tidaklah lebih mengetahui dari pada yang bertanya."

"Dia mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada


siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai'Nya,
maka sesungguhnya Dia mengadakan peniaga'peniaga (malaikat) di depan
dan di belakangnya." (al-Jinn 26-27)

Sesunggunya Allah semata Yang Maha Mengetahui barang-barang


gaib. Tidak ada yang mengetahui yang gaib yakni segala sesuatu yang
gaib/tidak tampak oleh para hamba. Tidak seorang pun dari mereka, kecuali
para utusan yang diridhai. Allah memperlihatkan kepada mereka beberapa
hal yang gaib supaya meniadi mukizat bagi mereka dan dalil yang benar
akan kenabian mereka. Ini mencakup rasul dari bangsa malaikat dan
manusia. Seperti firman-Nya, "Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa
pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendakr." (al-Baqarah: 255)

Di antara contoh Allah mengabarkan hal-hal yang gaib kepada para


rasul adalah ucapan Nabi Isa a.s., "Dan aku beritahukan apa yang kamu
makan dan apayang kamu simpan di rumahmu." (Aali'Imraan: 49)

12
Kemudian, Allah menciptakan untuk rasul, pengawas dan penjaga dari
malaikat yang menjaganya dari gangguan setan karena hal gaib yang
diperlihatkan oleh Allah kepada rasul untuk mengendalikan wahyu,
menghalangi para setan untuk mencuri kabar-kabar gaib untuk diberikan
kepada para dukun. Dalam firman ini ada, penyimpanan kalimat.
Perkiraannya adalah kecuali rasul yang diridhai, Allah menunjukkan kepada
rasul, hal yang gaib melalui wahyu. Kemudian, menciptakan penjaga dari
jenis malaikat di hadapan rasul dan di belakangnya. Kata ar-Rashdu arlnya
para malaikat penjaga yang menjaga setiap rasul dari gangguan jin dan
setan-setan.

Ayat ini adalah dalil mengenai batalnya perdukunan, ramalan bintang,


dan sihir. Para pelakunya mengaku mengetahui yang gaib tanpa adanya dalil.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa manusia yang diridhai Allah untuk
membawa kenabian kadang-kadang ditunjukkan oleh Allah beberapa hal
yang gaib. Adapun ilmu para dukun dan tukang ramal adalah dugaan dan
asumsi belaka. Hal itu tidak masuk dalam ilmu gaib. Sementara itu, ilmu
para wali dan penampakan keramat di tangan mereka adalah ilham yang
diterima dari malaikat dan tidak bisa naik ke deraiat ilmu para Nabi.

Ar-Razi menalnryilkan ayat ini bahwa sesungguhnya aku tidak


mengetahui waktu terjadinya hari Kiamat. Allah Maha Mengetahui yang gaib,
Dia tidak menuniukkan kepada siapa pun mengenai waktu terjadinya hari
Kiamat. Itu adalah termasuk hal gaib yang tidak ditunjukkan oleh Allah
kepada siapa pun akan sedikit pun dari hal-hal gaib, kecuali kepada para
utusan-Nya. Hal itu karena dalil-dalil berikut.

Pertama, bahwasanya terbukti dengan hadits-hadits yang mendekati


mutawaatir bahwa Syaqq dan Sathih adalah dua dukun yang mengabarkan
kemunculan Nabi Muhammad saw. sebelum waktu kemunculannya. Dua
orang itu di kalangan orangArab masyhur dengan ilmu macam ini sehingga
Kaisar Romawi menjadikan keduanya referensi untuk mengetahui berita-
berita mengenai Nabi Muhammad saw.. Terbuktilah bahwa Allah kadang-
kadang menunjukkan kepada selain rasul sedikit dari yang gaib.

Kedua, sesungguhnya semua pembesar kepercayaan dan agama


menerapkan kebe- naran ilmu ta'bir (pengungkapan, penalorvilan rahasia-
rahasia). Orang yang mengungkapkannya kadang-kadang mengabarkan
terjadinya kejadian-kejadian yang akan datang dan dia benar dalam hal ini.

13
Ketiga, seorang dukun perempuan Baghdad yang dibawa oleh Sultan
Sinjar bin raja Syah dari Baghdad sampai Khurasan. Raja menanyakan dukun
perempuan itu mengenai keadaan-keadaan yang akan datang, lalu dia
menyebutkan beberapa hal, kemudian teriadi sesuai dengan ucapannya.

Keempat, kita menyaksikan hal itu pada orang-orang yang


mempunyai ilham yang benar. Ini tidak khusus bagi para wali, kadang-
kadang terjadi pula pada para tukang sihir; kadang-kadang benar pula dalam
kabar-kabar yang diberikan. fika tukang sihir berbohong di sebagian besar
kabar; kadang-kadang hukum perbintangan juga sesuai dengan realita, dan
sesuai dengan masalahnya. Jika hal itu disaksikan dengan kasat mata, bisa
dikatakan bahwa Al-Qur'an menunjukkan hal yang berbeda, yang mana bisa
menyebabkan pencelaan pada Al-Qur'an. Ini batal maka kita mengetahui
bahwa ta'wil yang benar adalah yang telah kami sebutkan."

Fiqhuh Kehidupan atau Hukum-Hukum

Ayat-ayat di atas menunjukkan hal-hal sebagai berikut.

1. Tidak seorang pun, selain Allah mengetahui hal-hal yang gaib.


Kemudian Allah mengecualikan para rasul yang diridhai. Allah
menuniukkan kepada mereka hal gaib yang dikehendaki melalui
wahyu kepada mereka. Dia menjadikannya sebagai mukjizat bagi
mereka, dalil yang benar akan kenabian mereka, yakni rasul yang
diridhai-Nya. Adapun tukang ramal dan seienisnya yang melempar
kerikil, melihat kitab-kitab, menakut-nakuti dengan petanda dari
burung dia telah kufur kepada Allah, membuat kebohongan kepada
Allah dengan dugaannya, perkiraan dan kebohongannya.

Namun, kadang'kadang realita sesuai dengan kabar para


peramal dan sebagainya mengenai beberapa kejadian di masa depan,
demi mendasarkan pada beberapa dalil- dalil, petanda-petanda dan
perhitungan-perhitungan. Namun, hal ini tidak cocok dengan kaidah
umum. Tidak pula prinsip yang berlaku yang tidak salah. Ilmu tentang
yang gaib yang khusus milik Allah adalah ilmu yang menyeluruh dan
benar di setiap keadaan. Sebagaimana Allah SWT kadang-kadang
memperlihatkan beberapa karamah dengan ilham di tangan
beberapa wali yang ikhlas. Mereka mengabarkan teriadinya beberapa
peristiwa di masa depan. Ini terbukti dengan contoh-contoh yang

14
banyak dulu dan sekarang. Ilmu modern menguatkannya, tetapi itu
tidak boleh dianggap sebagai ciptaan, profesi, atau hukum segala
sesuatu sebab referensi itu semua adalah kepada Allah, kekuasaan
dan kehendak-Nya. Tidak pada eksperimen yang pasti atau
perbuatan manusia sesuai yang diinginkan.

2. Allah menjaga para rasul dan wahyu-Nya dari pencurian para setan
dan penyampaian hal itu kepada para dukun. Adh-Dhahak berkata,
"Allah tidak mengutus seorang Nabi, kecuali bersamanya ada
malaikat yang melindunginya dari setan untuk menyerupai bentuk
malaikat. jika ada setanberbentuk malaikat yang mendatanginya
mereka berkata, "lni setan, waspadalah." jika malaikat datang
kepadanya, mereka berkata, "ini utusan Tuhanmu."

3. Allah SWT mengabarkan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw.,


mengenai penjagaan- Nya kepada wahyu supaya dia mengetahui
bahwa para rasul sebelumnya adalah seperti keadaannya, yalmi
menyampaikan risalah dengan hak dan benar atau supaya
mengetahui bahwa fibril dan para malaikat bersamanya telah
menyampaikan risalah Tuhan kepadanya.

Az-Zaijai berkata: artinya supaya Allah mengetahui bahwa para


rasul-Nya telah menyampaikan risalah Allah. Sebagaimana firman-
Nya,

"Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di


antara kamu, dan belum nyata orang'orang yang sabar." (Aali'Imraanz
7.42)

Supaya Allah mengetahui hal itu dengan ilmu musyaahadah


(mengetahui sesuatu dalam keadaannya yang tampak),
sebagaimana dia mengetahuinya dalam keadaan sesuatu itu tidak
tampak gaib). Ilmu Allah SWT meliputi apa yang ada pada para rasul
dan malaikat.

4. Ilmu Allah meliputi bilangan segala sesuatu, mengenalnya dan


mengetahuinya, Tida ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya Dialah
Allah SWT Yang Maha Menghitung, Maha Meliputi, Maha Mengetahui

15
4
dan Maha Menjaga segala sesuatu.

E. Komentar Ulama Tentang Tafsir Al-Munir

Menurut ‘Ali Iyazi, Tafsir al-Munir membahas seluruh ayat al Qur’an dari
awal surat Al fatihah sampai akhir surat An-nas. Pembahasan kitab tafsir ini
menggunakan gabungan antara corak tafsir bi al-ma’thur dengan tafsir bi ar-
ra’y, serta menggunakan gaya bahasa dan ungkapan yang jelas, yakni gaya
bahasa kontemporer yang mudah dipahami bagi generasi sekarang ini. Oleh
sebab itu, al-Zuhaily membagi ayat-ayat berdasarkan topik untuk
memelihara bahasan dan penjelasan di dalamnya.5

Dalam Pengantar Penerjemah buku biografi Syaikh Wahbah, Dr.


Ardiansyah menjelaskan, “Tidaklah berlebihan kiranya saya mengatakan
bahwa Syaikh Wahbah adalah ulama paling produktif dalam melahirkan
karya pada abad ini, sehingga dapat disamakan dengan al-Imam as-Suyuthi.
Demikian pula dengan sambutan luar biasa dari kalangan akademisi dan
masyarakat luar terhadap karya-karya monumentalnya seperti al-Fiqh al-
Islamiy wa Adillatuhu, at-Tafsir al-Munir, dan Ushul al-Fiqh, sehingga layak
disamakan dengan karya-karya al-Imam an-Nawawi. Prestasi dan
keberhasilan yang langkah diraih oleh siapa pun pada masa sekarang ini,
merupakan anugrah dari Allah SWT, serta kesungguhan beliau dalam
membaca, menelaah, dan menulis.”

Syaikh Muhammad Kurayyim Rajih, dan ahli qira’at di Syam sangat


memuji tafsir al-Munir ini, dia berkata, “Kitab ini sungguh sangat luar biasa,
sarat ilmu, disusun dengan metode ilmiah, memberikan pelajaran layaknya
seorang guru, sehingga setiap orang yang membacanya memperoleh ilmu.
Kitab ini layak dibaca setiap kalangan, baik yang berilmu maupun orang
awam. Mereka akan mendapatkan inspirasi dari kitab ini dalam
kehidupannya, sehingga ia tidak perlu lagi merujuk kepada kitab-kitab yang
lain.”

Kitab ini mendapat penghargaan “karya terbaik untuk tahun 1995 M”


4
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir AL-Munis, Aqidah, Syariah, Manhaj, jilid 15 (Gema Insani)
191-196
5
Syafaat, “Telaah terhadap Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhayli tentang Konsep
Poligami dalam Konsep Keadilan Gender”, dalam Jurnal Penelitian Kependidikan, Vol. 18, No. 1
(April, 2008), 24.

16
dalam kategori keilmuan Islam yang diselenggarakan oleh pemerintah
Republik Islam Iran. Kitab ini juga disambut oleh berbagai negara dengan
cara menerjemahkannya dalam berbagai bahasa, seperti Turki, Prancis,
Malaysia, dan menyusul Indonesia.6

F. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Munir

Tafsir ini mudah dicerna bahkan oleh orang asing, karena bahasa yang
digunakan sangat sederhana. Selain itu, kitab ini disusun dengan
sistematika yang manarik, tidak amburadul, sehingga pembaca dengan
mudah mencari apa yang diingikannya, walaupun tidak membaca secara
keseluruhan. Tafsir ini juga mengarahkan pembaca pada tema pembahasan
setiap kumpulan ayat-ayat yang ditafsirnya, karena tafsir ini membuat sub
bahasan dengan tema yang sesuai dengan ayat yang ditafsirkan. Selain
mengaitkan ayat dengan ayat yang semakna, melalui munasabah dan lain-
lain, tafsir ini juga memudahkan bagi pembaca untuk mengambil
kesimpulan hukum atau hikmah yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, karena Wahbah sendiri, di penghujung pembahasan,
menyimpulkan ayat yang ditafsirkan dengan pembahasan Fiqh al-Hayah au
al-Ahkam.

Termasuk dalam kategori karya ilmiah yang memiliki referensi yang


sudah masyhur dan merujuk pada sumber-sumber yang asli. Selain itu juga,
dalam pejelasannya dengan bahasa yang sederhana namun diuraikan
secara ilmiah yakni mengompromikan dengan pengetahuan ketika
menjawab terhadap problematika kekinian. Sehingga keberadaan al-Qur’an
benar-benar dirasakan kemukjizatannya dengan tidak terkalahkan pada
dunia modern dan teknologi sains.7

Sulit untuk mencari kelemahan dari tafsir ini. Karena tafsir ini adalah
kumpulan dari buku-buku tafsir klasik dan kontemporer. Seolah-olah
pengarang menutup kekurangan yang ada dalam suatu tafsir dengan tafsir
yang lain, sehingga penafsirannya menjadi sempurna. Namun, satu hal yang
mungkin perlu disadari bahwa dengan menggabungkan tafsir-tafsir yang
ada, seolah-olah penulis tidak mengungkapkan suatu tafsiran baru yang
6
Muhammad Arifin Jahari dalam sebuah artikel “Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dan Tafsir
Al-Munir”
7
Lisa Rahayu, “Makna Qaulan dalam al-Qur’an; Tinjauan Tafsir Tematik Menurut Wahbah al-
Zuhailī” (Skripsi Sarjana, Fakutas Ushuluddin Univesitas UIN SUSKSA Riau, Pekanbaru, 2010), 33
-34.

17
sesuai dengan kehidupan modern sekarang, dan ini adalah suatu kelemahan.
Yang dilakukan oleh Wahbah az-Zuhaily hanya mengutip dan melakukan
sistematika pembahasan yang lebih rapi dari tafsir-tafsir yang lain.8

Kesimpulan

Tafsir al-munir merupakan karya dari seorang wahbah zuhaili, beliau


sangat produktif menulis. Mulai dari diktat perkuliahan, artikel untuk majalah
dan koran, makalah ilmiah, sampai kitab-kitab besar yang terdiri atas enam
belas jilid, seperti kitab Tafsir Al-Wasith. Ini menyebabkan Wahbah az-
Zuhhaili juga layak disebut sebagai ahli tafsir. Bahkan, ia juga menulis dalam
masalah aqidah, sejarah, pembaharuan pemikiran Islam, ekonomi,
lingkungan hidup, dan bidang lainnya, yang menunjukkan kemultitalenannya
dan multidisiplinernya. banyak menulis buku, kertas kerja dan artikel dalam
pelbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 200 buah buku dan jika
digabungkan dengan tulisan-tulisan kecil melebihi lebih 500 judul. Satu
usaha yang jarang dapat dilakukan oleh ulama saat ini. Wahbah az-Zuhhaili
diibaratkan sebagai al-Suyuti kedua (al-Sayuthi al-Tsani) pada zaman ini jika
dipadankan dengan Imam al-Sayuti.

dengan menggunakan metode tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayatnya.


Namun, ada sebagian kecil juga yang menggunakan metode tafsir maudhu'i.
Tapi dalam kitab tafsir ini lebih dominan menggunakan metode tafsir tahlili,
karena metode ini yang hampir digunakan oleh Wahbah Zuhaili dalam semua
kitab tafsirnya. Dengan corak adabi al-Ijtima'i (sosial kemasyarakatan)
selain itu ada juga nuansa fiqh karena terdapat penjelasan hukum yang
terkandung di dalamnya. Bahkan, meskipun tafsir ini juga bercorak fiqh tapi
dalam penjelasannya menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
yang sedang terjadi pada masyarakat.

8
Muhammad Arifin Jahari dalam sebuah artikel “Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dan Tafsir Al-
Munir”

18
Daftar Pustaka

Aiman, Ummul. "Metode Penafsiran Wahbah Al-Zuhayli: Kajian al-Tafsir al-


Munir." MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 36.1 2016
Az-Zuhaili Wahbah, Tafsir AL-Munis, Aqidah, Syariah, Manhaj, jilid 15 Gema
Insani 191-196
Jahari Muhammad Arifin dalam sebuah artikel “Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dan
Tafsir Al-Munir”
Luthfiyyah, Aini. Sulh dalam nushuz suami: kajian terhadap tafsir al-munir
wahbah zuhaili surat an-nisa [4]: 128-130. Diss. UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2020.

Muhammad Arifin Jahari dalam sebuah artikel “Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dan
Tafsir Al-Munir”

Muhammadun, Muhammadun. "Pemikiran Hukum Islam Wahbah Az-Zuhaili


Dalam Pendekatan Sejarah." Eduprof: Islamic Education Journal 2.2 2020
Rahayu Lisa, “Makna Qaulan dalam al-Qur’an; Tinjauan Tafsir Tematik Menurut
Wahbah al-Zuhailī” (Skripsi Sarjana, Fakutas Ushuluddin Univesitas UIN
SUSKSA Riau, Pekanbaru, 2010),
Syafaat, “Telaah terhadap Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhayli tentang
Konsep Poligami dalam Konsep Keadilan Gender”, dalam Jurnal
Penelitian Kependidikan, Vol. 18, No. 1, April, 2008

19

Anda mungkin juga menyukai