Disusun Oleh:
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2022 M/1444 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Allah telah menurunkan al-Quran kepada umat Islam melalui Rasulullah
SAW sebagai petunjuk untuk menjalani kehidupan di dunia dengan baik
dengan tujuan agar sampai ke kehidupan akhirat dengan baik pula dan selamat
dari api neraka.Sebagai petunjuk kehidupan, al-Quran sarat dengan berbagai
muatan yang mencakup semua aspek kehidupan. Al-Quran merupakan
petunjuk yang masih bersifat sangat umum, yang oleh karenanya perlu dirinci dan
diperjelas lebih lanjut.Sejakmasa Rasulullah SAW, usaha untuk memahami al-
Quran telah terjadi di kalangan sahabat yang senantiasa bertanya kepada beliau bila
mendapatkan ayat yang tidak atau kurang mereka pahami. Usaha ini terus berlanjut
hingga sampai pada masa sekarang ini.
PEMBAHASAN
1
Muhammad Yusud, dkk., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Cet. I: Yogyakarta: Teras, 2006), hlm. 49
2
Sya’roni as-Samfuriy, Biografi Ulama dan Habaib: Biografi Singkat Mufassir Syaikh Ali Ash-Shabuni,
Blog Sya’roni as-Samfuriy. http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/12/biografi-singkat-mufassir-syaikh-
ali_6083.html (13 Juni 2014)
Syeikh Muhammad Ragib al-Tabbakh dan Syeikh Muhammad Najib Khayyatah. 3
Setelah menamatkan pendidikan dasar, beliau kemudian melanjutkan pendidikan
formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah Tijariyyah, di madrasah ini ia
hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian meneruskan pendidikan
di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat sekolah di
Khasrawiyya, beliau tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu islam, tetapi juga
bidang ilmu-ilmu umum. Kemudian ia berhasil menyelesaikan pendidikan di
Khasrawiyya dan lulus pada tahun 1949.
3
Muhammad Hasyim , dkk., Merubah Pena Menjadi Pedang Peradaban, Majalah Langitan, Jumat 3
Mei 2013. http;//majalah langitan.com/merubah-pedang-menjadi-peradaban/(13 Juni 2014)
4
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhun wa Manhajuhum, Wizarah al-Syaqafah wa al-Irsyad
al-Islami, t.th., hlm 507-508
5
Putri Saima, Metodologi Penafsiran Surah Al-Fatihah Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni Dalam
Tafsir Rawai’ul Al-Bayan Fi Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al-qur’an, Medan: Skripsi, UIN SUMUT, 2019, hlm.28
tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di televisi. Proses
rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Ash-Shabuni ini diselesaikan pada tahun
1998.
Berkat kiprahnya dalam dunia pendidikan Islam, pada tahun 2007 panitia
penyelenggara Dubai International Qur’an Award (DIQA) menetapkan Ash-Shabuni
sebagai Personality of The Muslim World. Beliau dipilih dari beberapa ora g
kandidat yang diseleksi langsung oleh Pangeran Muhammad Ibn Rasyid al-Muktum,
wakil Kepala Pemerintahan Dubai. Penghargaan serupa juga pernah diberikan
kepada sejumlah ulama dunia lainnya, seperti Syeikh Yusuf Qardhawi. Selain sibuk
pada bidang pendidikan, al-Shabuni juga aktif dalam bidang organisasi Liga Muslim
Dunia, saat di Liga Muslim Dunia beliau menjabat sebagai penasehat pada Dewan
Riset Kajian Ilmiah mengenai Al-Qur’an dan Sunnah dalam beberapa tahun. Saat ini
ia juga dipercaya menjadi ketua Persatuan Ulama Suriah.6
8
Muhammad Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur’an, Jilid I hlm 8
9
Al-Sayyid Muhammad Ali Iyazi, h. 471
Metode muhammad Ali Ash-Shabuni ketika menafsirkan ayat dalam
Rawāiu’ al Bayān hanya mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum,
sehingga disusun per materi. Terdapat beberapa langkah yang harus ia lakukan
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, pemaparan yang baru dengan yang
mudah, yakni dengan metodologi penulisan yang cermat dan penuh kehati-hatian,
ayat-ayat dibahas dan ditinjau dari sepuluh segi, seperti yang disebut diatas.
11
Muhammad Ali al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam, Beirut : Muassasah
Manahil al-Irfan, 1980), hlm. 3
para mufasir sebagai sumber perbandingan, kemudian ia menguatkan pendapat
yang paling sahih di antara pendapat-pendapat yang telah ia bandingkan.
12
Muhammad Ali As Shabuni, “Rawāiu’l Bayān Tafsīru Āyāti’l Ahkām mina’l Qurān” (Syiria
Damaskus,: Maktabah Al-Ghazali, 1980) vol. I, hlm. 11
Mujtahid mutlak atau Mujtahid Mutlak Mustaqil adalah seseorang yang memiliki
kemampuan untuk membuat kaidah dalam membuat kesimpulan-kesimpulan
hukum fikih. Atau ketika berfatwa terhadap suatu masalah mereka menggunakan
kaidah-kaidah yang diciptakan sendiri sebagai hasil dari pemahaman mereka
yang dalam terhadap Al-Quran dan Sunnah. Misal dari mujtahid ini adalah Imam
Abu Hanifah (80-150 H), Imam Malik bin Anas (93-179 H), Imam Muhammad
bin Idris Asy-Syafi’I (150-204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
b. Mujtahid Mutlak Ghairu Mustaqil
Mereka adalah seorang ulama yang memenuhi kriteria Mujtahid Mutlak
Mustaqil, hanya saja ia belum dapat membuat kaidah-kaidah sendiri dalam
menyimpulkan masalah-masalah fikih. Meeka masih menggunakan kaidah-
kaidah yang dipakai oleh para imam madzhab masing-masing dalam ijtihadnya.
Diantara mereka yang berada pada level ini adalah para murid Imam Madzhab,
yaitu, Abu Yusuf, Muhammad, Zufar bermazhab Hanif, Ibnu Qasim, dan Asad
Ibnu Furat bermazhab Maliki, Al- Buwaithi dan Al-Muzani bermazhab Syafi’i,
dan Abu Bakar Al-Astram bermazhab Hambali. Menurut Ibnu Abidin mereka
mampu menyimpulka hukum fikih berdasarkan dalil-dalil yang merujuk pada
kaidah yang digunakan oleh guru-guru mereka.
c. Mujtahid Muqayyad
Mereka adalah ulama yang berijtihad daam masalh-masalah yang tidak terdapat
keterangannya dalam kitab-kitab madzhab, seperti Al-Hashafi, Al-Thahawi, Ibnu
Abu Zaid, Ibnu Khuzaimah, Abu Ya’la dan Abi Musa. Mereka juga dinami imam
wujuh, karena mereka dapt menyimpulkan suatu hukum yang tidak ada
keterangannya dalam kitab mazhab mereka. Dinamakan wajhan dalam mazhab
maksudnya adalah satu versi dalam mazhab atau satu pendapat dalam mazhab.
d. Mujtahid Tarjih
Mereka adalah ulama yang mampu menguatakan (Mentarjih) salah satu pendapat
daru satu imam mazhab dari pendapat-pendapat mazhab imam lain. Atau dapat
menguatkan pendapat salah satu imam mazhab dari pendapat para muridnya atau
pendapat imam lainnya. Yang termasuk di antara mereka seperti Al-Murghainain
(pengarang kitab Al-Hidayah) bermadzhab Hanafi, Imam Kholil bermazhab
Maliki, Imam Rafi’I dan Imam Nawawi bermazhab Syafi’i, Abu Khottob Mahfuz
bin Ahmad al-Kalwadzani bermazhab Hambali.
e. Mujtahid Fatwa
Mereka adalah ulama yang senantiasa mengikuti salah satu mazhab, mengambil
dan memahami masalah-masalah yang sulit ataupun yang mudah, dapat
membedakan mana pendapat yang kuat dari yang lemah, mana pendapat yang
rajih dan marjuh. Namun demikian, kekurangan mereka ialah lemah dalam
menetapkan dalil-dalil.
f. Muqallid
Mereka adalah siapa saja yang tidak mampu melakukan hal-hal di atas, seperti
membedakan mana yang kuat dan yang lemah, namun demikian ia masih
mengikuti pendapat- pendapat ulama yang ada.
Ash-Shabuni dalam karyanya Rawāi’ul Bayāndapat dimasukkan dalam
katagori Mujtahid Tarjih, yakni ulama yang mampu menguatakan (Mentarjih)
salah satu pendapat daru satu imam mazhab dari pendapat-pendapat mazhab
imam lain. Atau dapat menguatkan pendapat salah satu imam mazhab dari
pendapat para muridnya atau pendapat imam lainnya. Hal itu lantaran ia dalam
mengemukakan permasalahan-permasalahan hukum selalu menyebutkan
beberbagai pendapat yang berbeda disertai dengan dalil-dalil dan alasannya. Lalu
kemudian, ia mengakhiri pembahasannya dengan tarjih (penguatan pendapat)
antara yang lebih sahih ketimbang yang sahih, atau antara yang sahih dan tidak
sahih.
Di saat yang sama, kaya Ash-Shabuni ini, juga tidak terikat pada salah
satu mazhab tetentu. Misalnya pembahasan mengenai sihir, menurutnya,
pendapat jumhur ulama lebih kuat ketimbang pendapat Mu’tazilah. Dalam hal
wajib tidaknya qadha puasa sunah yang rusak, ia lebih memilih pendapat
Hanafiyah ketimbang Syafi’iyah, sementara mengenai “Kesucian debu” ia
menguatkan pendapat Syafi’iyah ketimbang Hanafiyah.13
َأنَّ ُه ْمCِ َك بCِس ۚ ٰ َذل َّ ُهCُو ُم الَّ ِذي يَت ََخبَّطCCُونَ ِإاَّل َكمَا يَقCCالَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُم
ِّ ْيطَانُ ِمنَ ا ْل َمCالش
الربَا ۚ فَ َمنْ جَ ا َءهُ َم ْو ِعظَةٌ ِمنْ َربِّ ِه فَا ْنتَ َه ٰى ِّ قَالُوا ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربَا ۗ َوَأ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َوحَ َّر َم
قُ ﴾ يَ ْم َح٢٧٥ ﴿ َاب النَّا ِر ۖ ُه ْم فِي َها َخالِدُون ُ ص َح ْ سلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ ۖ َو َمنْ عَا َد فَُأو ٰلَِئ َك َأ َ فَلَهُ َما
واCCُوا َو َع ِملCCُ﴾ ِإنَّ الَّ ِذينَ آ َمن٢٧٦ ﴿ يم ٍ ِ َّل َكفَّا ٍر َأثCCت ۗ َوهَّللا ُ اَل يُ ِح ُّب ُك ِ َدقَاCCالصَّ ربِيCC ْ ُالربَا َوي ِّ ُ هَّللا
َد َربِّ ِه ْم َواَل خَ ْوفٌ َعلَ ْي ِه ْم َواَل ُه ْمC ُر ُه ْم ِع ْنCاَل ةَ َوآتَ ُوا ال َّزكَاةَ لَ ُه ْم َأ ْجC الص
َّ ت َوَأقَا ُموا
ِ الِ َحاC الص
َّ
هَّللا َ َو َذ ُروا مَا بَقِ َي ِمنَ ال ِّربَا ِإنْ ُك ْنتُ ْمCواCCCCُوا اتَّقCCCCُ﴾ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن٢٧٧ ﴿ َونCCCCُيَ ْح َزن
ُ ولِ ِه ۖ وَِإنْ تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُءCCس
وس ٍ وا فَْأ َذنُوا بِحَ ْرCC ُ﴾ فَِإنْ لَ ْم تَ ْف َعل٢٧٨ ﴿ َْؤ ِمنِينCC ُم
ُ ب ِمنَ هَّللا ِ َو َر
ْ َر ٍة ۚ َوَأنCCس ْ ﴾ وَِإنْ كَانَ ُذو ع٢٧٩ ﴿ َونCCونَ َواَل تُ ْظلَ ُمCC َوالِ ُك ْم اَل تَ ْظلِ ُمCCَأ ْم
َ َرةٌ ِإلَ ٰى َم ْيCC َر ٍة فَنَ ِظCCُس
﴾٢٨٠ ﴿ ون َ ص َّدقُوا َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ۖ ِإنْ ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم
َ َت
Kata makan ini sering pula dipakai dengan arti mempergunakan harta
orang lain dengan cara yang tidak benar dan selainnya hanya mengikuti
Dipersamakannya pemakan-pemakan riba dengan orangorang yang kesurupan,
adalah suatu ungkapan yang halus sekali, yaitu: Allah swt memasukkan riba
kedalam perut mereka itu, lalu barang itu memberatkan mereka. Hingga mereka itu
sempoyongan bangun dan jatuh. Hal itu akan menjadi tanda mereka nanti di hari
kiamat sehingga semua orang akan mengenalnya. Perkataan innamal bai‟u mitslu
riba(sesungguhnya jual beli sama dengan riba) itu disebut tasybih maqlub
(persamaan terbalik. Sebab musyabah bih-nya memiliki nilai lebih tinggi. Sedang
yang dimaksud disini ialah: riba itu sama dengan jual beli. Sama sama halalnya.
Tetapi mereka berlebihan dalam kenyakinannya, Bahwa riba itu dijadikan sebagai
pokok dan hukumnya halal, sehingga dipersamakan dengan jual beli. Disinilah
letak kehalusannya. 14
Dalam ayat tersebut yang menjadi menjadi titik tinjauan ialah kata
Yamhakullah al-Ribaawa yurbhi Sadaqaah (Allah swt memusnahkan riba dan
menumbuhkan sedekah), ialah bahwa periba mencari keuntungan harta dengan
cara riba, dan pembangkang sedekah mencari keuntungan harta dengan jalan tidak
mengeluarkan sedekah. Untuk itulah, maka Allah swt. Menjelaskan bahwa riba
menyebabkan kurangnya harta dan penyebab tidak berkembangnya harta itu.
Sedang sedekah adalah penyebab tumbuhnya harta dan bukan penyebab
berkurangnya harta. Keduanya itu ditinjau dari akibatnya di dunia dan akhirat
kelak.15
Menurut Muhammad Ali ash Shabuni, kata “perang” (harbun) dengan bentuk
nakirah adalah untuk menunjukan besarnya persoalan ini, lebih-lebih dengan
dinisbatkannya kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Seolah-seolah Allah swt
mengatakan: percayalah akan ada suatu peperangan dahsyat dari Allah swt dan
Rasul-Nya yang tidak dapat dikalahkan. Ini memberi isyarat, bahwa akibat yang
14
Ash Shabuni, Rawai‟ul al Bayan fii Tafsir ayatil ahkam , hlm. 78.
15
Ash Shabuni, Rawai‟ul al Bayan fii Tafsir ayatil ahkam , hlm. 79.
paling buruk akan dialami oleh orang-orang yang biasa makan harta riba. Dalam
kitab tafsir Jalalain karya Al-Imamaini yakni Syeh Jalaluddin Muhammad bin
Ahmad Al Mahallii dan Jalaluddin Abdul Ar Rohman bin Abu Kar As Syuyuti,
menafsiri bahwa Lafadz ““وما أتيتم من رباyakni umpamanya sesuatu yang diberikan
atau dihadiahkan kepada orang lain supaya dari apa yang telah diberikan orang lain
memberikan kepadanya basalan yang lebih banyak dari apa yang telah ia berikan,
pengertian sesuatu dalam ayat ini dinamakan tambahan yang dimaksudkan dalam
masalah muamalah. Di dalam Surat Ali Imron ayat 130 ahli tafsir menjelaskan
أيهالذين أمنوا ياbahwa lafadz ini yang dimaksud adalah kaum Sakif atau golongan
manusia dari bani Sakif, kemudian lafadz عافاccا أضccل الربcc ال تأكini yang dimaksud
adalah di dalam harta dirham yang berlebihan, disusul lagi lafadz sebagai penguat
yaitu مضاعفةini maksudnya adalah الَجمmisi atau tujuan, kemudian dilanjutkan lagi
dengan kata واتقوا هللاtakutlah kamu semua orang yang beriman kepada Allah di
dalam memakan sesuatu yang mengandung riba. ونcc لعلكم تفلحini dengan maksud
supanya kamu semua mendapatkan keselamatan dari murka siksaan Allah swt.16
Adapun Makna Ayat Secara Global menurut Muhammad Ali ash Shabuni
bahwa Allah Swt. memberi kabar kepada orangorang yang melakukan praktek
riba, yang menghisap darah orang lain, bahwa mereka tidak akan bangkit dari
kuburnya, melainkan dalam keadaan seperti orang yang terkena penyakit epilepsy
ketika kambuh penyakitnya dan kemasukan syaitan. Mereka tergelincir dan lalu
jatuh dan tidak bisa berjalan tegak karena kesurupan syaitan. Semuanya itu terjadi
akibat ulah mereka yang menghalalkan riba, padahal Allah swt. telah
mengharamkannya. Mereka mengatakan, bahwa riba itu sma dengan jual beli,
karena itu mengapa diharamkan, Alllah swt., lalu menjawab dengan tegas kepada
mereka, tentang penyerupaan yang tidak sehat itu, yaitu bahwa jual beli adalah
tukar menukar manfaat yang dihalalkan oleh Allah swt., sedangkan riba adalah
tambahan biaya dari hasil jerih payah orang yang berhutang atau dari dagingnya
yang telah diharamkan-Nya.17
Haramnya riba adalah baik yang di ambil sedikit maupun banyak, baik yang
mengambil keuntungan riba secara berlipat ganda maupun yang tidak berlipat
16
Ibn Thohir bin Ya‟kub Al-Fauruzi zadi, Tanwirul Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas
terjemahan,( Dar Al-Fikr, tth), hlm. 56
17
al-Shobuni. Rawai‟ul al-Bayan fi Tafsir Ayat al- Ahkam min Alquran,hlm. 152
ganda. Seperti pengharaman khomar, bahwa khomar sedikit maupun banyak
adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar yang merupakan salah
satu budaya dari masyarakat Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya
masyarakat Arab yang sangat kuat. Oleh karena itu Allah swt dalam pengharaman
riba menurunkan ayatnya secara bertahap sebagaimana pengharaman khomar yang
juga bertahap Menurut Muhammad Ali ash-Shabuni, riba yang di syariatkan dalam
hukum Islam itu ada dua macam: Riba Nasiah dan Riba Fahdl. Riba Nasi;‟ah ialah
riba yang sudah ma‟ruf di kalangan jahiliyah, yaitu: seseorang menghutang uang
dalam jumlah tertentu kepada seseorang dengan batas tertentu, misalnya sebulan
atau setahun, dengan syarat berbunga sebagai imbalan limit waktu yang diberikan
itu.18
18
Misaeropa, Penafsiran Ayat-Ayat Riba Menurut Muhammad Ali AShobuny Analisis Tafsir
Rawaiul Bayan fi Tafsi>r Ayat Ahka min Al-Qur’an. hlm.85
19
Misaeropa, Penafsiran Ayat-Ayat Riba Menurut Muhammad Ali AShobuny Analisis Tafsir
Rawaiul Bayan fi Tafsi>r Ayat Ahka min Al-Qur’an .hlm.85
Sistematika penulisannya yang komprehensif dengan menggunakan
Bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami.
2. Kekurangan
BAB III
KESIMPULAN
20
Muhammad Ali al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam, Beirut : Muassasah
Manahil al-Irfan, 1980), hlm. 3
21
Al-Sayyid Muhammad Ali Iyazi, hlm. 471
Muhammad ‘Ali Ibn ‘Ali Ibn Jamil ash-Shabuni, lahir di daerah Halb
atau yang lebih dikenal dengan Aleppo di Suriah pada tahun 1928 M yang
bertepatan pada tahun 1347 H. Muhammad ‘Ali ash-Shabuni adalah seorang
pemikir kontemporer yang cukup produktif dalam menghasilkan karya tulis,
khususnya di bidang tafsir Al-Qur’an (mufassir), dan lebih tepatnya adalah
mufassir kekinian atau penafsir kontemporer. Kitab tafsir karya Ali al-Shabuni
ini termasuk kitab tafsir yang bercorak fiqh, dalam hal ini, beliau menyebut
kitabnya sebagai kitab tafsir yang khusus membahas ayat-ayat hukum dengan
referensi kitab-kitab tafsir klasik dan modern yang dianggap paling kuat dan
disajikan dengan gaya bahasa yang lugas.
Dalam tafsir ini, Ali al-Shabuni merangkum berbagai pendapat
dan pemikiran para mufassir, baik klasik maupun modern, para fuqaha,
muhaddits, ahli bahasa, ahli ushul, dan para ulama yang menulis tentang al-
Quran al-Karim. Tafsir karya al-Shabuni ini merupakan karya yang sangat
memudahkan bagi para pencari ilmu, khususnya dalam bidang tafsir yang
berkaitan dengan fiqh (tafsir ahkam).
DAFTAR PUSTAKA
Cetakan I, 1414 H,
Qurthubi, Muhammad ibn Ahmad al-Anshari, al-, al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Beirut:
Shabuni, Muhammad Ali al-, Rawa’i Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam, Beirut :
15November 2020pukul10:10WIB
Putri Saima, Metodologi Penafsiran Surah Al-Fatihah Menurut Muhammad Ali Ash-
Shabuni Dalam Tafsir Rawai’ul Al-Bayan Fi Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al-qur’an,
Muhammad Yusud, dkk., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Cet. I: Yogyakarta: Teras,
2006)
Muhammad Ali As Shabuni, Rawāiu’l Bayān Tafsīru Āyāti’l Ahkām mina’l Qurān
Ibid. vol I
Al-Fauruzi zadi, bin Ya‟kub Ibn Thohir, Tanwirul Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas