Anda di halaman 1dari 19

TELAAH KITAB AHKAM MIN AL-QUR’AN AL-KARIM

KARYA MUHAMMAD IBN SHALIH AL-‘UTHAIMIN

Faradila Nur Afifah (E03218010), Siti Khofifah ( E03218027), Liza Nur


Fauziatun Nabilah (E03218013)

UIN Sunan Ampel Surabaya


Jl. Ahmad Yani No. 117, Jemur Wonosari, Wonocolo, Surabaya, jawa Timur
Kode Pos 60237

Abstrak
Kitab Ah}ka>m min Al-Qur’an Al-Kari>m adalah sebuah kitab tafsir yang dikarang
oleh Muhammad Ibn Shalih al-‘Uthaimin. Kitab ini memiliki termasuk pada
kitab tafsir yang bercorak Fiqh dengan ciri khas tersendiri yang menunjukkan
kecenderungan mufassirnya. Oleh karenanya, dalam artikel ini akan menjelaskan
perihal biografi, karya, serta metodologi dalam kitab ini sehingga diketahui
bagaimana cara Al-‘Uthaimin dalam menafsirkan Alquran. Al-‘Uthaimin sendiri
adalah seorang penganut ajaran Ibnu Taymiyah yang mana penafsirannya sangat
dipengaruhi oleh ajaran yang ia anut. Selain itu kitab ini juga dikemas dengan
bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele yang menjadikan penjelasan dalam kitab
ini mudah untuk dipahami.

Kata Kunci: Al-‘Uthaimin, Kitab Ah}ka>m min Al-Qur’an Al-Kari>m, Tafsir Fiqhi

Pendahuluan
Alquran diwahyuhkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Proses
pewahyuan ini sekaligus bertujuan agar diresapi dan diamalkan dalam prilaku
keseharian. Alquran disebut sebagai pedoman hidup dalam berbagai aspek
kehidupan misalnya, hubungan antar sesama manusia dan hubungan manusia
dengan alam.1
Alquran sebagai pentujuk dan sumber hukum islam senantiasa menjadi
rujukan umat islam. Petunjuk Allah dalam Alquran tetap akan relevan dalam
setiap kondisi dan situasi apapun. Sehingga, pemahaman makna-makna ayat

1
Lilik Ummi Kaltsum dan Abd. Maqsith, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, ( Ciputat : Uin Press,
2015), 1.
Alquran merupakan hal yang sangat penting untuk memahami petunjuk Allah
melalui firman-Nya.
Sejalan dengan isi kandungan Alquran yang beraneka ragam, para
mufassir mengklasifikasikan ayat-ayat Alquran kedalam beberapa kelompok.
Misalnya, ayat-ayat yang berhubungan dengan akidah dinamakan ayat al-‘aqa’id,
ayat-ayat yang membahas masalah etik disebut ayat akhlak, ayat yang berisikan
sejarah dinamakan al-qashah, begitu juga dengan ayat ahkam yang membahas
tentang hukum fiqih.2
Tafsir ayat ahkam adalah salah satu corak penafsiran ayat Alquran yang
mana lebih memfokuskan kepada pada penafsiran yang berpotensi pada dasar
3
hukum fiqih. Pada kali ini, pemateri akan sekilas membahas tafsir ayat ahkam
min Quran karya Syaikh Shalih bin Muhammad bin Sulaiman bin Abdurrahman
Utsaimin.

Biografi Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin


Beliau mempunyai nama lengkap Muhammad bin Shalih bin Muhammad
bin Sulaiman bin Abdurrahman al-Utsaimin4. Sedangkan dikalangan umat islam,
terkenal dengan sebutan Syaikh Ibn Ustaimin atau Syaikh Utsaimin. Beliau lahir
dilahirkan dikota Unaizah daerah propinsi Qhasim, kerajaan Arab Saudi pada
malam 27 Ramadhan 1347 H/ 8 Maret 1929 M. Beliau dilahirkan dalam
lingkungan keluarga yang taat beragama dan dalam lingkungan keluarga yang
penuh dengan pancaran ilmu. Kakek beliau dari jalur ibunya bernama Syaikh
Abdurrahman bin Sulaiman Abu Damigh. Kakek beliau merupakan salah satu
seorang ulama yang dikenal didaerah Qosim saat itu.5
Saat kecil Syaikh Utsaimin belajar membaca Alquran kepada kakek dari
ibunya yang bernama Syaikh Abdurrahman bin Sulaiman Alu Damigh, hingga

2
Muhammad, Amin Suma, tafsir Ahkam ayat-ayat Ibadah, ( Tangerang : Lentera Hati,
2016), 2.
3
Nur Azizah, Mengenal Tafsir Ahkam, (Tangerang : Lentera hati, tt), 5.
4
Muhamma>d S}alih al-Utsaimin, Ahka>m min al-Qur’an, (Saudia Arabiyah : Dar al-wat}an,
2013), 7.
5
Saifuddin Amin, Etika Peserta Didik menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin, (Yogyakarta : Budi Utama, 2019), 33.
beliau hafal Alquran. Setelah itu, beliau mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis
menulis), ilmu hitung, dan beberapa ilmu sastra kepada kakeknya. Beliau, Syaikh
Utsaimin juga belajar ilmu faraidh (warid), dan fiqh kepada Syaikh Abdurrahman
bin Ali bin ‘Audan. Sedangkan, untuk ilmu tauhid, tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh,
faraidh, mustalahah hadis, nahwu, shorof, ia belajar kepada guru pertamanya yaitu
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Ketika beranjak dewasa, Syaikh Utsaimin
belajar kepada guru yang kedua yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz,
disini Syaikh Ustaimin mempelajari kitab Shahih Bukhari.6
Berdasarkan pemaparan tersebut maka diketahui bahwa sejak kecil beliau
telah menerima dasar-dasar ilmu agamanya berupa Alquranul Karim langsung
dari kakeknya tersebut, kemudian mempelajari baca tulis dan hisab serta masuk
kesebuah madrasah. Beliau menghafal Alquran Karim dalam usia dini,
sebagaimana beliau juga telah hafal beberapa matan (isi/ teks) kitab hadis dan
fiqih. System pendidikan seperti ini memang masih berlangsung dikalangan
keluarga muslim secara umum terlebih lagi didaerah timur tengah khususnya di
Saudi Arabiyah sampai sekarang.
Beliau Syaikh Utsaimin, diawal pengembaraan mencari ilmu dilakukan
dengan cara halaqoh, beliau menghabiskan satu buku untuk dipelajari dari seorang
Syaikh, kemudian barulah pindah kesyaikh yang lainnya dengan pelajaran yang
berbeda. Dan system pendidikan saat itu juga masih dilakukan dengan system
halaqoh. Materi yang diajarkan masih berorientasi kepada pembelajaran kitab
klasik dan lebih menekankan kepada aspek hafalan. Sampai saat ini pun system
masih berlaku di Saudi Arabia.
Selanjutnya, beliau juga menimba ilmu pengetahuan dari beberapa ulama
yang terkenal di Saudi Arabiah seperti Syaikh ‘Abdurrazaq ‘Afifi yang
mengajarkan ilmu Nahwu dan Balaghah kepada Syaikh Utsaimin. Sekitar tahun
1371 H, beliau mulai mengajar disebuah lembaga pengajaran yang ada dimasjid
Agung. Ketika sudah dibuka lembaga Ma’had Al-‘Ilmi (lembaga pendidikan
formal dan perguruan tinggi) di Riyadh.7

6
Imam Naawi, Syarah Hadis Arba’in¸(Solo : Pustaka Arafah, 2006), 28.
7
Ibid.., 37
Setelah dua tahun belajar dan menyelesaikan studinya di Ma’had ‘Ilmi,
beliau diangkat sebagai guru di ma’had Unaizah Al-‘Ilmi. Disamping itu, beliau
melanjutkan studi jarak jauh di Fakultas Syari’ah serta terus berguru kepada
Syaikh Abdurrahman As-Sa’adi. Ketika Syaikh Abdurrahman As-Sa’di wafat
maka Syaikh Utsaimin menggantikan posisinya sebagai imam masjid Agung
Unaizah dan mengajar diperpustakaan Nasional Unaizah. Kemudian, beliau
berpindah mengajar di fakultas Syari’ah dan fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Al-Imam Muhammad bin Sa’ud cabang Qashim.
Beliau, Syaikh Muammad Utsaimin wafat pada hari rabu 15 Syawwal
tahun 1421 H (74 tahun) pada jam enam sore dirumah sakit Raja Faishal Jeddah,
setelah terserang penyakit kanker usus dan dimakamkan dikota Makkah al-
Mukarramah.

Karya-Karya Muhammad Ibn Shalih al-‘Uthaimin


Adapun karya-karya yang telah ditulis al-‘Uthaimin terdiri dari berbagai
bidang, karena memang pengetahuannya yang luas, bukan hanya dalam satu
bidang saja. Hal ini dikarenakan dukungan dari keluarganya karena memang al-
‘Uthaimin dilahirkan dari keluarga yang berpendidikan, sedari kecil sudah banyak
belajar dari langsung dari kakeknya. Karya-karyanya yang telah ditulisnya tampak
hebat selama 50 tahun dari segi pemberian dan kerja kerasnya dalam
menyebarkan ilmu, pengajar, menasehati, memberi petunjuk, mengarahkan,
menyampaikan perkuliahan dan dakwah Allah. Ia lalu tertarik untuk
membukukan, memperbaiki pemuda pemudi dan menyajikan tentang perbedaan
dasar pembelajaran yang menurutnya penting. Ia menerbitkan puluhan kitab,
catatan-catatan, ceramah ketika diperkuliahan, fatwa-fatwa, pidato, petemuan-
pertemuan dan artikel-artikel. Ia juga mempublikasikan ribuan jam yang keilmuan
dalam Tafsir al-Qur’an serta keterangan-keterangan yang tercantum dalam hadis,
kisah Nabi, nadham-nadham dalam ilmu syariat.
Beragam ilmu yang banyak didapat dari beliau, karena semangatnya, juga
disertai dengan dukungan dari gurunya untuk belajar dan terus belajar, tidak
cukup dengan hanya satu guru saja, seperti yang telah disebut di atas bahwa
gurunya juga termasuk guru-guru yang ahli dalam bidang mereka masing-masing.
Diantara karya-karya al-‘Uthaimin diantaranya:
1. Dalam bidang Tafsir:
a. Tafsir Surah al- Fatihah dan al-Baqarah 2 jilid
b. Tafsir Juz ‘Amma
c. Tafsir Surah al-Nisa’
d. Tafsir Surah Yasin yang terdiri dari 2 jilid
e. Tafsir Ahkam min al-Qur’an al-Karim
2. Karya dibidang hadis diantaranya:
a. Syarah Riyad al-Salihin yang terdiri dari 6 jilid
b. Syarah al-Arba al-Nawaai
c. Syarah Hadis Jibril wa al-Salam
d. Fathu dzi al-Jalali wa al-Ikram
3. Dalam bidang ‘Aqidah, diantaranya:
a. Syarah ‘Aqidat Wasitiyyah
b. Syarah Syarah thalathatu Usul
c. Aqidah Ahl Sunnah wa al-Jama’ah
d. Syarah al-Saffariniyyah
4. Kitab nya dalam bidah Fiqh:
a. Min Ahkam al-Faqhiyyah fi Tharah wa Salat wa al-Janaiz
b. Risalah al-Hijab
c. Risalah fi Hukmi tariki Salat
d. Risalah fi sujud Sahwi
5. Kitab Usul : Usul f al-Tafsir
6. Kitab Nahw : Syarah al-Jurumiyyah dan Mukhtasar Mughni al-Labib
7. Dan kitab-kitabnya yang lain diantaranya:
a. Al-Jihad
b. Kitab al-‘ilmi
c. Zad al-Da’iyah ila Allah
d. Al-Sahwah al-Islamiyyah Dhowabit wa Taujihat
e. Makaram al-Akhlaq
f. Min Musykilat al-Sabab
g. Daur al-Mar’ah fi al-Islah8
h. Halal haram dalam Islam9

Latar Belakang Penulisan Tafsir Ah}kam min Al-Qur’an Al-Kari>m

Dalam bukunya yang merupakan syarah dari kitab yang dikarang oleh
Ibnu Taymiyah yang berjudul Muqaddimah al-Tafsir, dia beranggapan bahwa
kebutuhan umat terhadap pemahaman Alquran, menariknya untuk menulis segala
sesuatu yang diketahui dan dipahaminya, sehingga al-Uthaimin banyak menulis
tafsir dan buku lainnya yang isinya berupa maksud-maksud Allah, berupa
penjelasan tentang hukum, dan banyak mengeluarkan fatwa hukum. Salah satunya
adalah kitab Ahkam min al-Qur’an al-Karim yang berorientasi pada dhahirnya
menjelaskan akan hukum, tetapi didalam kitab ini banyak mengandung penjelasan
hikmah-hikmah dan faedah setiap ayat Alquran.

Dalam bukunya dijelaskan bahwa10 “Alquran adalah firman Allah yang


kokoh, merupakan peringatan yang penuh hikmah, jalan yang lurus, tidak goyah
oleh berbagai keinginan, dan tidak tercampur dengan bahasa apapun, meskipun
umurnya telah berabad-abad, tetapi tidak akan pernah using karena selalu dibaca
secara berulang-ulang, keajaibannya tidak akan habis meskipun umur dunia telah
menua,” kanjutnya “barang siapa yang berbicara sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Alquran, maka ucapannya pasti benar, siapa saja yang
mengamalkannya segala yang dijelaskan didalam Alquran pasti akan mendapat
pahala, dan siapa saja yang memutuskan perkara dengannya, pasti perkara itu adil,
dan barang siapa yang menyeru kepadanya, dia akan mendapat petunjuk terhadap

8
Fatih Mufarrikh, Pemikiran Muhammad bin Salih al-‘Uthaimin tentang Pendidikan
Islam, Tesis, (Surakata: Universitas Muhammadiyah, 2018), 16
9
Putri Mifatkhul Khusnaini, Pandangan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat terhadap
Perederan Jual Beli Tuak di Kabupaten Tuban Jawa Timur, Tesis, (Malang: UIN Maulana
Malik Ibrahim, 2016), 28

Muhammad Shalih Al-‘Uthaimin, dkk, Syarah Pengantar Studi Ilmu Tafsir, terj.
10

Sholihin, (Jakarta, al-Kausar, 2014), 36


jalan yang benar, dan sebaliknya barang siapa yang meninggalkannya karena
kesombongan, maka dia akan membinasakannya, dan barang siapa yang mencari
petunjuk kepada selainnya, maka Allah akan menyesatkannya.” Pernyataan ini
dikuatkan oleh firman Allah pada surah Taha ayat 123-126 :

‫عد ٌُّو فَ ِإ َّما يَأْتِيَنَّ ُك ْم ِمنِي هُدًى فَ َم ِن‬


َ ‫ض‬ ُ ‫{قَا َل ا ْهبِ َطا ِم ْن َها َج ِميعًا بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم ِلبَ ْع‬
ُ‫ض ع َْن ِذ ْك ِري فَ ِإ َّن لَه‬ َ ‫) َو َم ْن أَع َْر‬321( ‫شقَى‬ ْ َ‫َاي فَال يَ ِض ُّل َوال ي‬ َ ‫اتَّبَ َع ُهد‬
‫ب ِل َم َحش َْرتَنِي‬ ِ ‫) قَا َل َر‬321( ‫ض ْنكًا َونَ ْحش ُُرهُ يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة أ َ ْع َمى‬ َ ً‫َم ِعيشَة‬
َ‫) قَا َل َكذَ ِلكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيت َ َها َو َكذَ ِلك‬321( ‫يرا‬ ً ‫أ َ ْع َمى َوقَ ْد ُك ْنتُ بَ ِص‬
} )321( ‫سى‬ َ ‫ا ْل َي ْو َم ت ُ ْن‬
Allah berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-
sama, sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika
datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa
berpaling dari per ingatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta.” Berkatalah ia, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?” Allah berfirman, "Demikianlah telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan
begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.”

Al-‘Uthaimin lebih lanjut menjelaskannya dengan lebih detail menganai


upayanya dalam menulis dan mengarang kitab, salah satunya kitab tafsir ini,
beliau adalah Ulama yang sangat produktif memperhatikan kebutuhan umat
manusia, dalam setiap fatwa-fatwanya pun disampaikan dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh berbagai golongan, baik ilmuan ataupun golongan awam.
Adapun latar belakang penulisan tafsirnya dapat dilihat dari kitab yang telah
disusun oleh Ibnu Taymiyah yang disyarahi, diantaranya:
a. Kebutuhan Umat terhadap pemahaman Alquran sangat mendesak
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa manusia sangat membutuhkan
sebuah ilmu yang benar yaitu ilmu untuk memahami Alquran. al’Uthaimin
beranggapan bahwa kebutuhan umat sangat kuat terhadap pemahaman
Alquran dikarenakan hakikat Alquran sebagai kitab petunjuk sebagai
pedoman hidup manusia di dunia untuk mencapai kebahagiaan hidup di
akhirat.
b. Alquran adalah petunjuk kepada jalan yang lurus
Jalan yang lurus adalah jalan yang tidak berbelok-belok (jalan yang
tidak menyimpang dai Aquran)
c. Yang tidak goyah oleh berbagai keinginan
Yang dimaksud disini adalah ketika manusia dihiasi oleh hawa
nafsu yang hendak membuat makar terhadap isi kandungan Alquran, maka
Alquran akan selalu kokoh meskipun banyak manusia yang
menggoyahkannya, karena Alquran merupakan petunjuk bagi sekalian
alam.
d. Tidak bercampur dengan bahasa apapun
Alquran diturunkan dengan bahasa Arab, sehingga tidak mungkin
jika bercampur dengan bahasa lain, bahkan seandainya orang asing hendak
membaca Alquran, ia pasti dan harus membaca Alquran engan bahasa
Arab, jika Alquran dibaca dengan bahasa lain, maka bacaannya tidak
dinilai ibadah.
e. Yang tidak akan using karena diulang-ulang
Jika manusia serius dalam membaca Alquran dan mengulang-
ulang, maka tidak akan membuatnya merasa bosan, tetapi ia akan merasa
rindu untuk membaca dan menghayati maknanya. Berbeda jika akan
merasa bosan dengan lagu tersebut. Hal ini salah satu keajaiban dari
Alquran.
f. Keajaibannya tidak pernah habis
Keajaiban Alquran akan selalu muncul seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan manusia. Dari banyak penelitian yang
telah dilakukan memunculkan kesimpulan bahwa Alquran bukanlah
bacaan biasa, tetapi Alquran memuat berbagai macam ilmu pengetahuan.
Sehingga Alquran pun telah menyeru kepada manusia agar memikirkan
ayat-ayatnya.
g. Ulama tidak akan puas darinya
Sikap ini tidak hanya dirasakan oleh satu ulama saja, tetapi para
ulama yang senantiasa telah menemukan satu Keajaiban dari Alquran
maka mereka beranggapan bahwa masih banyak lagi keajaiban yang
didalamnya. Sikap ini disebabkan karena mereka mengenal Allah dan
Rasulallah disertai dengan persaan cinta, yang membuat mereka juga
mencintai Alquran. Sehingga merekan akan selalu haus untuk
memikirkannya.
Diatas meruapakan latar belakang al’Uthaimin menulis kitab tafsir
ini, didorong dengan keinginan yang kuat yakni agar manusia bisa
memahami maknanya dengan baik dan benar sesuai dengan syariat yang
telah dijelaskan dalam Alquran itu sendiri. Keinginan untuk membuktikan
bahwa Alquran merupakan kitab yang tidak hanya bisa dipahami dari satu
segi saja, tetapi Alquran jika dipelajari lebih dalam sehingga
memunculkan berbagai hikmah (al-Ahkam al-A’dam), ilmu pengetahuan,
segala penjelasan yang pernah terjadi didunia ini, bahkan peristiwa hari
akhir sudah dijelaskan didalamnya.

Metodologi Penafsiran Kitab Tafsir Ah}kam min Al-Qur’an Al-Kari>m


Kitab Ahka>m min Al-Qur’an al-Kari>m adalah salah satu karya besar dari
seorang mufassir yang berasal dari Unaizah yaitu al-‘Uthaimin. Al-‘Uthaimin
sendiri merupakan salah satu penganut Ibnu Taymiyah, sehingga dalam
menafsirkan Al-Qur’an banyak mengikuti ajaran-ajaran yang telah dijelaskan oleh
Ibnu Taymiyah.11 Adapun metodologi yang digunakan dalam kitab Ahka>m min
Al-Qur’an al-Kari>m diantaranya ialah sebagai berikut.
1. Metode Penyajian
Dalam penyajian tafsir Al-Qur’an, Al-‘Uthaimin menggunakan
metode Tartib Mushafi yaitu menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan
urutan surat dalam mushaf utsmani. Beliau memulai penafsirannya dari

Latifatul Muhajiroh, Metodologi dan Corak Tafsir Ah}ka>m min Al-Qur’a>n Al-Kari>m
11

Karya Muhammad s}a>lih> Al-‘Uthaimin, Skripsi, (Surabaya, UIN Sunan Ampel, 2019), 75
surah Al-Fa>tih}ah kemudian dilanjut kepada surah Al-Baqarah sampai
pada akhir juz 29. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Al-
‘Uthaimin dalam menafsirkan Al-Qur’an diantaranya:
a. Menafsirkan ayat Al-Qur’an secara langsung secara tahlili dengan
berdasar pada ayat Al-Qur’an dan hadis serta dalil-dalil para
ulama.
b. Al-‘Uthaimin juga menjelaskan dalil-dalil yang ia ambil dari setiap
ayatnya, bahkan dari penggalan ayat.
c. Jika ayat yang ditafsirkan mengandung hukum syariat, maka akan
ditarik hukum syariat yang dikandung oleh ayat tersebut, dan jika
ayat Al-Qur’an tidak mengandung hukum syariat, maka beliau
menafsirkannya dengan menjelaskan hikmah yang terkandung
pada ayat tersebut, terkadang mengutip dari hadis Bukhari,
Muslim, Imam Ahmad yang dituliskan dalam catatan kaki, akan
tetapi beliau tidak memberikan penilaian terhadap hadis yang
beliau kutip.12
Al-‘Uthaimin dalam menjelaskan sebuah ayat Al-Qur’an maupun
hadis menggunakan perkataan yang jelas dan tidak berbelit-belit serta
selalu diiringi dengan untaian nasihat.13 Beliau juga tidak banyak
menyebutkan perkataan dan masalah-masalah cabang yang banyak
terdapat pada kitab tafsir lainnya, seperti penjelasan tentang masalah
balaghah dan I’rab.14
2. Sumber Penafsiran
Sebagai seorang penganut Ibnu Taymiyah, beliau menggunakan
metode yang sama dengan panutannya. Al-‘Uthaimin menggunakan

12
Ibid, 77
13
Kesi Iswardani, Studi Komparasi Pandangan Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin dan
Yusuf Al-Qardhawi Tentang Zakat Fitri, Skripsi, (Yogyakarta, Universitas
Muhammadiyah, 2019), 84.
Hanisah, Penafsiran Syeikh Al-‘Utsaimin Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah dalam Al-
14

Qur’an, Skripsi (Jambi: UIN Sulthan Thaha Saipuddin, 2020), 19


metode tafsir bi al-Ma’thur dalam menafsirkan Al-Qur’an. Hal ini
terlihat jelas dengan menggunakan ayat Al-Qur’an, Hadis, dan juga
dalil-dalil Ulama sebagai landasan dalam penafsiran. Metode tafsir bi
al-Ma’thur sendiri adalah sebuah metode panafsiran yang mendasari
dirinya pada atsar-atsar maupun Riwayat-riwayat baik yang berasal
dari Nabi Muhammad, sahabat, maupun tabi’in.15
Al-‘Uthaimin menggunakan dalil-dalil yang sedikit banyak
terpengaruh oleh pemikiran Imam Hanbali dan Ibnu Taymiyah,
terlebih lagi dalam bidang aqidah, ibadah, dan mu’amalah. Sehingga
dalam menafsirkan ketiga bidang itu, beliau akan lebih cenderung
kepada ajaran kedua tokoh salafi tersebut. Oleh karenanya, hasil
penafsiran Al-‘Uthaimin ini lebih banyak dipengaruhi oleh madzhab
yang dianutnya.
3. Metode Penafsiran
Jika dilihat dari aspek pemaparannya, dalam kitab Ahka>m min Al-
Qur’an al-Kari>m menggunakan metode Tahlili. Al-‘Uthaimin
menjelaskan secara rinci makna dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan
menggunakan dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadis, dan pendapat tabi’in,
selanjutnya beliau juga menjelaskan dalil-dalil yang diambil sehingga
diketahui kandungan ayat Al-Qur’an yang ditafsirkannya, baik berupa
hukum maupun hikmah. Metode Tahlili ini dilakukan dengan cara
mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam Al-
Qur’an, susunan ayat dan suratnya sesuai dengan susunan mushaf,
kemudian menguraikan sedikit banyak tentang penjelasan ayat yang
ditafsirkannya.16
4. Corak Penafsiran
Corak yang digunakan Syekh al-Utsaimin dalam tafsirnya yaitu
dengan menggunakan corak fiqih. Beliau akan menjelaskan dengan
15
Muhammad Zaini, Sumber-Sumber Penafsiran Al-Qur’an, Substansia Vol. 14 No. 1,
April 2012, 29
16
Latifatul Muhajiroh, Metodologi dan Corak Tafsir,…76
rinci ketika membahas hukum-hukum Alquran dan menjelaskan
masalah yang rajih berdasarkan dalil tanpa ta’asub terhadap mazhab
tertentu. Hal ini mudah kita ketahui Syekh al-Utsaimin adalah ahli
fiqih sekaligus mujtahid sehingga tidak ada suatu masalah hukum yang
tidak beliau perinci penjelasannya.17
Dalam kitab Tafsir ahkam min Quran, Syaikh al-Utsaimin lebih
condong kepada corak hukum. Corak hukum yang dimaksud al-
Uthaimin bukan hanya hukum yang berorientasi pada hukum syari’at
saja tetapi hukum ini juga mengarah kepada makna hikmah dan
faedah. Al-Uthaimin menyatakan bahwa Alquran banyak mengandung
hikmah yang agung, sehingga penafsirannya ketika ayat Alquran tidak
mengandung hukum syari’at, maka dia akan menariknya kepada
hikmah dan faedah dari ayat tersebut. Corak hukum merupakan corak
yang lebih cenderung kepada makna-makna hukum yaitu hukum fiqh.

Contoh Penafsiran Ayat Ahkam Q.S Al-Baqarah Ayat 1-5

‫الم‬
Di ayat pertama, Surah Al-Baqarah ini para Ulama’ berselisih pendapat tentang
huruf-huruf yang mengawali dibanyak surah Al-Qur’an. diantaranya ada yang
mengatakan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang hanya dimengerti oleh Allah
swt saja, maka mereka pun mengembalikan pengertian ini kepada Allah dan tidak
berani menafsirkannya. Hal ini menurut riwayat Al-Qurtubi melalu kitab tafsirnya
Abu Bakae, Umar, Utsman, Ali dan Ibnu Mas’ud.

ُ ‫َٰذ لِ ك الْ ِك ت ا‬
‫ب َل ر يْب ۛ ف ِ ي ِه ۛ ه ُ د ًى لِ لْ ُم ت َّقِ ين‬
Di ayat Kedua, Firman Allah Swt.
“dhalika al-Kitab” yakni Kitab Alquran, Allah menggunakan isim isyarat karena
untuk menunjukkan bahwa kitab tersebut berada ditempat yang jauh, karena

17
Hanisah, Penafsiran Syekh Al-Utsaimin , …19.
kedudukannya yang tinggi, tempatnya yang agung, juga karena Alquran
merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Allah telah
memberi sifat agung kepada Alquran. Allah menyebut sebagai “kitab” karena
ditulis di Lauhul al-Mahfuz. Dan ditulis ke dalam lembaran-lembaran yang ada
pada malaikat, juga dalam bentuk lembaran-lembaran seperti yang telah ditangan
manusia saat ini. Kemudian Firman Allah,
“la raibafihi” maksudnya ialah bahwa kitab ini tidak ada keraguan didalamnya
dan juga tidak ada prasangka akan otentitasnya, sebab Alquran benar-benar turun
dari Allah,
“Hudan li al-muttaqin” maksudnya ialah orang-orang yang takut kepada azab
Allah, baik dengan cara menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

َّ ‫ال َّ ِذ ين ي ُ ْؤ ِم ن ُون ب ِ الْ غ يْ بِ و ي ُقِ ي ُم ون ال‬


‫ص َل ة و ِم َّم ا ر ز قْ ن ا ه ُ ْم ي ُنْ فِ ق ُون‬
Di ayat yang Ketiga, Firman Allah:
“alladhina yu’minuna bi al-Ghaib” ialah orang-orang yang beriman dengan apa
yang tidak tampak pada mereka sebagaiman yang dikabarkan oleh Rasul-Nya.
‘Wayuqimuna al-Salat” maksudnya mereka mendirikan shalat secara konsisten,
terus-menerus sesuai dengan perintah dan aturan syariat,
“wa mimma razaqnahum yunfiqun” ialah mereka yang menginfakkan dari apa
yang telah Allah rezekikan kepada mereka berupa membayar zakat, sedakah yang
dianjurkan serta infaq-infaq lainnya sebagaimana yang lazim ditunaikan

َٰ ْ ‫والَّ ِذيْن يُؤْ ِمنُ ْون ِبما ٓ ا ُ ْن ِزل اِليْك وما ٓ ا ُ ْن ِزل ِم ْن ق ْب ِلك ۚ و ِب‬
‫اَل ِخرةِ ُه ْم يُ ْوقِنُ ْون‬
Ayat 4 mempunyai makna, kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul ada kitab
taurat, Kitab Injil, Kitab zabur, dengan keyakinan yang sempurna dan tanpa ada
penolakan terhadapnya.18

ٓ َٰ ُ ‫ول ِٕٮك ع َٰلى ُهدًى ِم ۡن َّربه ۡم وا‬


‫ول ِٕٮك ُه ُم ۡال ُم ۡف ِل ُح ۡون‬ ٓ َٰ ُ ‫ا‬
ِِ

18
Muhamma>d S}alih al-Utsaimin, Ahka>m min al-Qur’an.., 63.
Ayat 5 mempunyai makna, orang-orang yang mendapatkan petunjuk jalan yang
lurus dan ilmu yang bermanfaat dan orang yang mendapatkan petunjuk berupa
hidayah dari Allah dan mengikuti petunjuk yang Allah turunkan yaitu Alquran,
maka keberuntungan yang akan mereka dapatkan, keberuntungan disini
mempunyai maksud bahwa sampainya apa yang dicari dan keselamatan dari
berbagai bencana.

Keutamaan dan hukum-hukum Qs. Al-Baqarah ayat 1-5 Menurut Syaikh Shalih
Utsaimin

1. Pada ayat-ayat awal surat al-Baqarah ini memberikan petunjuk tentang


golongan manusia. Manusia terbagi menjadi tiga golongan. Pertama,
yaitu orang-orang yang beriman secara dhahir dan batin. Kedua, adalah
orang-orang yang secara dhahir tampak beriman, tetapi secara batin
mereka ingkar / kafir. Ketiga, adalah golongan yang ingkar/kafir baik
dhahir maupun batinnya. Menurut al-Utsaimin ini merupakan urutan
penggolongan yang paling terbaik dan jelas. Pertama Allah menyebut
golongan orang yang mulia, lalu golongan sebaliknya yaitu hina, secara
berlawanan, lalu golongan yang tidak termasuk golongan orang yang
beriman tidak pula kafir. Salah satu alasan mengapa disebut demikian,
karna untuk menerangkan kondisi mereka dan menjelaskan sifat-sifat
mereka.
Dalam firman-Nya ‫ الم‬adalah isyarat yang menunjukkan bahwa
Alquran itu agung, yang telah mampu mengalahkan para sastrawan dan
ahli bahasa, dimana mereka tidak mampu mengeluarkan satu huruf pun
untuk mengalahkan bahasa Alquran, itulah salah satu indikator bahwa
Alquran telah menunjukkan mukjizatnya, sebagaimana dalam firman
Allah surat al-Thur ayat 34 :

ٍ ‫ف ْليأْتُوا بِحدِي‬
‫ث ِمثْ ِل ِه إِ ْن كانُوا صا ِدقِين‬
Artinya : “Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal
Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.”19

19
Alquran, 52:34.
Ungkapan dalam penggalan ayat ini ialah ungkapan yang
melemahkan, meskipun itu dengan nada yang ringan. Dan masih banyak
surat yang menjelaskan tentang hal ini, diantaranya surat al-Baqarah ayat
23, surat Hud ayat 13, surat al-Isra’ ayat 88. Hikmah disebutkannya huruf
hijaiyah diawal surat adalah ahli bahasa berkata “kami tidak familiar
mengenai huruf-huruf itu tetapi kami tidak mampu menciptakannya.”
Huruf-huruf itu disebut dengan fawa>tih} al-Suwa>r, dan jika huruf tersebut
berdiri sendiri maka tidak dapat diketahui maknanya. Sebab Allah telah
menurunkan Alquran dengan lisan bangsa Arab yang jelas. Sedangkan
huruf hijaiyah yang tersusun tersebut tidak memiliki arti dalam kultur
bahasa Arab secara umum.
2. Dalam firman Allah ‫ ذلك الكتاب‬disebutkan sebagai dalil yang menunjukkan
bahwa derajat Alquran itu tinggi karna Alquran adalah kalamullah yang
turun tidak membawa kebathilan, melainkan membawa kebenaran
tentang apa yang ada dimasanya juga masa setelahnya. Bahasa yang
digunakan para sastrawan pun adalah bahasa yang fasih yang didalamnya
terdapat ilmu yang bermanfaat.
3. Firman Allah ‫ الكتاب‬sebagai dalil bahwa Alquran ditulis di lauhul mahfudz
seperti firman Allah Qs. Al-Buruj 21-22. Dan Qs. Abasa 12-16.
4. Firman Allah ‫ ذلك الكتاب‬al-Ta’ri>f sebagai dalil yang menunjukkan bahwa
kitab ini telah ma‟ruf dan dijanjikan. Sebab kitab Allah yaitu Alquran
sangat terkenal dikalangan sahabat Nabi, tidak ada satupun yang
mengingkarinya dan para Qurra’ telah sepakat bahwa siapa saja yang
mengingkari satu huruf berarti kafir.
Adapun perbedaan pendapat dalam Qira>’ah Sab’ah bahwa
sesungguhnya perbedaan pendapat sudah ada sejak zaman Nabi
Muhammad, sebab ketujuh qiraat tersebut semuanya diperbolehkan dalam
pembacaan Alquran.
5. Firman Allah َ‫ ُهدًى ِل ْل ُمت َّ ِق ْين‬merupakan dalil atas kegunaan Alquran sebagai
petunjuk yang dikaitkan dengan ketaqwaan, karena pada umumnya orang
yang bertaqwa kepada Allah itu mereka mendapatkan petunjuk dari
Alquran.
6. Firman Allah َ‫ ُهدًى ِل ْل ُمت َّ ِق ْين‬merupakan bukti bahwa sesungguhnya orang
yang tidak bertaqwa, tentu tidak mendapatkan petunjuk dari Alquran dan
begitu seterusnya. Dan karena inilah Allah berfirman dalam surat al-
Mut}affifi>n ayat 7-9 dan ayat 10-14, bahwa Allah mengabarkan tentang
keadaan menunjukkan ketika mereka dibacakan ayat-ayat Allah, tidak
memberikan manfaat apapun bagi mereka, tidak sampai masuk ke hati.
Mereka tidak melihat keadaan yang agung dari Alquran, mereka bahkan
mengatakan “itu seperti dongeng orang-orang terdahulu” sebagaimana
cerita-cerita yang dikisahkan orang-orang terdahulu. Karena mereka
terlalu sering melakukan dosa sehingga hatinya tidak bisa tersentuh oleh
Alquran. Sementara orang yang bertaqwa, menyesuaikan diri dengan
petunjuk Alquran, diantara ayat Alquran yang menunjukkan hal ini ialah
surat Maryam ayat 76, al-Taubah ayat 124. Ketika ketaqwaan seseorang
berkurang, mereka kebanyakan mengurangi intensitas mencari
petunjuknya dalam Alquran, sebanyak berkurangnya ketaqwaan mereka.
Adapun firman Allah surat al-Baqarah ayat 3-4. Allah telah berfirman
tentang sifat-sifat orang-orang yang bertaqwa. Allah mensifati mereka dengan
sifat-sifat keimanan, yaitu iman kepada yang ghaib, yang tidak terlihat, yang
telah dikabarkan kepada mereka oleh Allah dan Rasul-Nya. Sifat-sifat orang
bertaqwa adalah mereka yang mendirikan sholat, yang istiqomah dengan
shalatnya dengan memenuh syarat dan rukunnya, kewajibannya, sekaligus
menyempurnakan pelaksanaan shalat mereka. dengan melaksanakan sunnah-
sunnahnya, menginfaqkan sebagian harta yang mereka peroleh dari Allah sebagai
rezeki mereka sebagaima yang ditetapkan dalam syariat sebagai infaq atau
sedekah dengan cara moderat, yakni tidak berlebih-lebihan sebagaimana firman
Allah surat al-Furqan ayat 67: Dan orang-orang yang apabila mereka berinfaq,
mereka tidak berlebih-lebihan, mereka juga tidak kikir, mereka melakukan
pembelanjaan dengan jalan yang tengah-tengah.
ٰٰۤ ٰٰۤ
Firman Allah َ‫ول ِٕىكَ ُه ُم ا ْل ُم ْف ِل ُح ْون‬ ُ ‫ول ِٕىكَ ع َٰلى ُهدًى ِم ْن َّربِ ِه ْم ۙ َوا‬ ُ ‫ ا‬memiliki kandungan
makna bahwa Allah telah mengabarkan kepada manusia bahwa orang-orang yang
mendapat petunjuk ialah orang-orang yang juga mendapat anugerah ilmu dari
Allah, tempat kembali mereka adalah keberuntungan. Keberuntungan dalam hal
ini ialah keberuntungan dengan tercapainya apa yang diharapkan dan selamat
dari bahaya.

Keutamaan-Keutamaan Q.S Albaqarah ayat 1-5


1. Sesungguhnya iman dengan yang ghaib bagi orang yang bertaqwa kepada
Allah adalah bagian dari dasar utama ketaqwaan. Sementara manusia,
sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah dan rasul-Nya, terbagi menjadi
tiga golongan. : yaitu golongan orang-orang yang beriman kepada yang
gaib dan meyakininya, golongan yang mengingkari yang gaib dan
menghindarinya, dan golongan yang meragukan yang gaib. Sedangkan
golongan yang paling selamat adalah golongan pertama. Yaitu golongan
yang beriman dan membenarkan Alquran, membenarkan wahyu Alquran.
2. Keutamaan mendirikan shalat, yang merupakan bagian dari ciri-ciri sifat
taqwa kepada Allah. Shalat di sini adalah shalat-shalat yang wajib
maupun yang sunnah.
3. Mendirikan shalat dengan tuma’ninah. Sholat tanpa tuma’ninah maka sholatnya
tidak sah dan menjadi kurang sempurna. Interpretasi tentang makna mendirikan
sholat lainnya adalah dengan menjaga sholat 5 waktu.
4. Keutamaan berinfaq, Keutamaan berinfaq dan rejeki yang Allah berikan kepada
kita sesuai dengan firman Allah wamimma> razaqna>hum yunfiqu>n. Adapun infaq
harta dibagi menjadi dua, yaitu infaq wajid dan infaq sunnah. Adapun infaq wajib
adalah membayar zakat, selain zakat yang termasuk infaq wajib juga infaq
kepada istri, kerabat, budak atau orang yang menjadi tanggungannya, al-
Ustaimin berpendapat demikian dikarenakan terkadang kebanyakan orang kikir
dengan karunia yang telah Allah berikan kepadanya. Mereka menyangka bahwa
kekikirannya itu baik bagi mereka, tetapi hakikatnya bahwa menunaikan zakat
itu wajib, zakat dan infaq lainnya sesungguhnya adalah washilah bagi
berkembangnya harta.

Kesimpulan
Tafsir Ah}kam min Al-Qur’an Al-Kari>m adalah salah atu kitab tafsir
karangan Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Sulaiman bin Abdurrahman
al-Utsaimin atau yang lebih dikenal dengan Al-‘Uthaimin. Beliau adalah seorang
ulama yang berasal dari Unaizah. Kitab tafsir ini termasuk karya tafsir yang
bercorak fiqh, akan tetapi kitab ini tidak terkhusus pada penjelasan hukum syariat
saja, melainkan banyak juga hikmah-hikmah yang terkandung dalam ayat Al-
Qur’an yang diungkap oleh Al-‘Uthaimin. Al-‘Uthaimin sendiri adalah penganut
ajaran Ibnu Taymiyah sehingga penafsirannya banyak dipengaruhi oleh ajaran
Ibnu Taymiyah, seperti pada sumber rujukan yang diambil yaitu tafsir bi al-
Riwayah dan juga dalil-dalil yang digunakan banyak menganut pendapat Imam
Hanbali dan juga Ibnu Taymiyah. Beliau juga menggunakan metode Tahlili dalam
penafsirannya yaitu metode penafsiran yang memaparkan segala aspek yang
terkandung dalam sebuah ayat serta menjelaskan makna yang terkandung
didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir, sehingga
penjelasan runtut dan juga Ayat al-Qur’an ditafsirkan secara rinci. Akan tetapi
beliau mengungkapkan bahwa bahasa yang beliau gunakan dalam penafsirannya
jelas dan tidak berbelit-belit, sehingga beliau tidak mencantumkan penjelasan
perihal masalah balaghah dan I’rab seperti pada kitab tafsir lainnya.

Daftar Pustaka
Alquran
Kaltsum, Lilik Ummi dan Abd. Maqsith. 2015. Tafsir Ayat-Ayat Ahkam. Ciputat
: Uin Press
Suma, Muhammad Amin. 2016. Tafsir Ahkam ayat-ayat Ibadah,Tangerang :
Lentera Hati
Azizah, Nur. Tt. Mengenal Tafsir Ahkam. Tangerang : Lentera hati
al-Utsaimin, Muhamma>d S}alih. 2013. Ahka>m min al-Qur’an Al-Kari>m, Saudia
Arabiyah : Dar al-wat}an
Amin, Saifuddin. 2019. Etika Peserta Didik menurut Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin. Yogyakarta : Budi Utama
Nawawi, Imam. 2006. Syarah Hadis Arba’in. Solo : Pustaka Arafah.
Mufarrikh, Fatih. 2018. Pemikiran Muhammad bin Salih al-‘Uthaimin tentang
Pendidikan Islam. [Tesis]. Surakata: Universitas Muhammadiyah

Khusnaini, Putri Mifatkhul. 2016. Pandangan Tokoh Agama dan Tokoh


Masyarakat terhadap Perederan Jual Beli Tuak di Kabupaten Tuban Jawa
Timur. [Tesis]. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim

Al-‘Uthaimin, Muhammad Shalih, dkk. 2014. Syarah Pengantar Studi Ilmu


Tafsir, terj. Sholihin. Jakarta: al-Kausar

Hanisah. Penafsiran Syeikh Al-‘Utsaimin Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah dalam Al-


Qur’an. [Skripsi]. Jambi: UIN Sulthan Thaha Saipuddin

Zaini, Muhammad. 2012. Sumber-Sumber Penafsiran Al-Qur’an. Substansia,


14(1): 29

Muhajiroh, Latifatul. 2019. Metodologi dan Corak Tafsir Ah}ka>m min Al-Qur’a>n
Al-Kari>m Karya Muhammad s}a>lih> Al-‘Uthaimin. [Skripsi]. Surabaya:
UIN Sunan Ampel
Iswardani, Kesi. 2019. Studi Komparasi Pandangan Muhammad Bin Shalih Al-
‘Utsaimin dan Yusuf Al-Qardhawi Tentang Zakat Fitri. [Skripsi].
Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai