Zulfafadhila6@gmail.com
Biodata Mufassir
Ibnu Jazi adalah seorang cendekiawan muslim. Nama lengkap Ibnu Jazi yaitu, Abu al-
Qasim bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Jazi al-Kalbi al-Gharnathi. Beliau lahir di
Granada, pada hari Kamis tanggal 9 bulan Rabi’ al-Tsani 693 H/1294 M. Beliau wafat pada
hari Senin 7 Jumadi al-Ula 741 H/1340 M. Sejak kecil beliau hidup di tengah lingkungan
keluarga dan masyarakat yang religius. Sejak kecil, beliau belajar dasar-dasar agama Islam
selain kepada orang tuanya, juga kepada sejumlah ulama terkemuka. Beliau mempelajari tak
hanya satu disiplin keilmuan, akan tetapi lintas disiplin keilmuan. Misalnya, fikih, bahasa Arab,
ushul, dan sastra. Beliau juag terobsesi ingin menjadi yang menguasai bidang syariat. Beliau
berkata, “Inginku adalah kesehatan dan kelapangan. Menggali ilmu syariat sedalam-dalamnya
merupakan kesudahanku dalam hidup. Bagiku cukup sudah dunia yang menipu. Hidup yang
nyaman ketika dahaga selalu terpuaskan.”
Murid dari Ibnu Jazi yakni, Muhammad, Abu Bakar Ahmad, Abdullah, Lisan Al-Din
bin Al-Khatib dan Ibrahim Al-Khazraji, dan yang paling terkenal dari anak-anaknya adalah
Abu Abdullah Muhammad, dan kemudian menjadi penulis agung, pendapat ahli hukumnya,
berilmu, berwawasan hadits dan prinsip.
1
Metode dan corak tafsir
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, Ibnu Jazi menggunakan metode tafsir Ijmali.
Tafsir Ibnu Jazi berbeda dengan kebanyakan mufassir pada masanya. Sebelum menulis tafsir
ini, beliau mencermati karya mufassir yang beragam. Mereka menggunakan Bahasa yang lugas
dan ringkas. Namun tak sedikit pula yang berbelit-belit. Bahkan mereka cenderung menukil
pendapat ulama sebagai patokan dalam menafsirkan Al-Quran.
Karena itulah Ibnu Jazi tergerak untuk menulis tafsir yang menghimpun banyak hal
meski penyusunannya sederhana. Maka beliau merumuskan empat tujuan penulisan tafsir
tersebut. Pertama, menghimpun berbagai disiplin ilmu. Beliau telah meringkas, menyeleksi,
dan memilah-milah ilmu-ilmu Al-Quran yang digemari. Bahasa penafsiran yang digunakan
pun ringkas, sederhana, dan tidak terbelit-belit.
Kedua, mengajukan hal-hal baru yang belum dieksplorasi sebelumnya oleh tafsir lain.
Tafsir yang ditulis itu diakuinya sebagai sebuah refleksi pribadi yang menghimpun serangkaian
ajaran yang diterima dari guru-gurunya.
Pada corak penafsiran ini, Ibnu Jazi menggunakan corak pemikiran kalam dan corak
teologis. Terekam dalam diskusi yang dibangunnya pada tafsir ayat-ayat yang bersinggungan
dengan perkara akidah. Pokok pembahasan cenderung ke pembahasan tentang ketuhanan.1
Beliau sendiri juga tidak lepas dari dialektika tata bahasa Arab. Apabila ditinjau dari segi
sumber tafsir at-Tashil li Ulum at-Tanzil ini, dalam pendekatannya Ibnu Jazi mampu
menyajikan tafsir bi al-ra’yi dan tafsir bi al-ma’tsur secara proposional. Beliau mengutip dan
merangkum dari rujukan pendapat para ulama. Beliau juga adalah sosok penafsir yang mampu
berdiri sendiri dengan pertimbangan pendapatnya sendiri. Ibnu Jazi lebih cenderung ke mazhab
1
Karina Purnama Sari, “PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KALAM KLASIK DAN MODERN”, Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal
Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78],hlm.64
2
al-Asy’ariyah. Madzhab ini cenderung dengan kalam dan teologisnya. Menjadi
karakteristiknya, mengedepankan kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan.
Tafsir ini terbagi menjadi 2 bagian bab besar, yakni pada bagian pertama tentang bab
yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan kaidah umum. Pada bagian ini ia mengklasifikasikan
menjadi dua belas bab. Secara berurutan membahas tentang proses turunnya Al-Quran kepada
Nabi Muhammad, periodesasi Mekkah dan Madinah, makna dan pengetahuan yang terkandung
dalam Al-Quran, disiplin ilmu yang berkaitan dengan Al-Quran, asal usul perbedaan pendapat
mufassir, tentang ahli tafsir, konsep nasakh-mansukh, himpunan qiraat, wakaf, fasahah-
balagah-bayan, kemukjizatan Al-Quran, dan keutamaan Al-Quran. Dan pada bagian kedua
membahas tentang kosakata benda, kerja, dan sisipan dalam Al-Qur’an.2
Contoh penafsiran
Peserta Didik dalam Perspektif al-Qur’an. Peserta didik yang baik harus memiliki
ketawadlu’an di dalam mengikuti proses pembelajaran. Ia tidak seharusnya berperilaku
berlebihan, lebih-lebih berbuat hal yang mendahului apa yang dilakukan oleh gurunya. Allah
menegaskan hal tersebut dalam al-Qur’an Surat al-Hujurat (49); 1:
س ْول ِٖهَواتَّقُ ه
واَّٰللاَۗا َِّن ه
ََّٰللاَسمِ ْي ٌعَعَ ِل ْي ٌم ِ يٰٓاَيُّهاَالَّ ِذيْنَامنُ ْواََلَتُق ِد ُم ْواَبيْنَيدي ِ ه
ُ َّٰللاَور
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Q.S. al-Hujurat (49); 1).
Ibnu Jazi dalam tafsirnya, at-Tashil li ulum at-Tanzil mengatakan bahwa pada kalimat
َس ْول َِٖه ِ َلَتُق ِد ُم ْواَبيْنَيدي ِ هmemiliki tiga pengertian, pertama adalah janganlah kamu mengatakan
ُ َّٰللاَور
tentang suatu urusan sebelum dia mengatakannya, dan janganlah memutuskan suatu urusan
tanpa pendapatnya. Kedua, jangan mengistimewakan seorang penguasa yang ada di depannya
karena sesungguhnya Dia mengistimewakan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Ketiga, jangan
mendahuluinya saat berjalan dengannya. Bila dihubungkan dengan dunia pendidikan, ayat ini
menjelaskan tentang kewajiban seorang peserta didik yang tidak boleh mendahului apa yang
2
Sumber: Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Insan Madani, 2007),
https://cintaibuku.wordpress.com/2010/03/20/ibnu-jazi/
3
dikerjakan oleh pendidik/guru. Peserta didik hendaknya senantiasa mendahulukan gurunya
dalam setiap urusan.3
Penafsiran Ibnu Jazi ini menggunakan metode ijmali dan corak dari tafsir bi al ra’yi dan
tafsir bi al ma’tsur. Jika dilihat penafsiran ini memiliki kelebihan dan kekurangan melalui
pendekatannya. Adapun kelebihannya dengan melalui metodenya tafsir ini praktis dan mudah
dipahami, ringkas dan bersifat umum karena menyajikan kesimpulan dan pokok-pokok pikiran
yang dirumuskan dari Al-Qur’an. Akrab dengan bahasa Al-Qur’an, Penggunaan bahasa yang
singkat dan akrab dengan bahasa Al-Qur’an dan pemahaman kosakata dari ayat-ayat,
menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan sinonimnya dan tidak mengemukakan ide-ide
atau pendapatnya secara pribadi. Berupaya memberikan penekanan pada pembahasan yang
dianggap penting, yaitu dengan cara menghadirkan pendapat yang dianggapnya kurang tepat.
4
Berdasarkan paparan dialogis yang diutarakan oleh Ibnu Jazi, bisa ditarik sikap teologisnya
secara menyeluruh.
Dan Adapun kekurangan pada tafsir ini, yakni Tidak terdapat ruang untuk
mengemukakan analisis mufassir yang memadai atau uraian yang memuaskan berkenaan
dengan pemahaman satu ayat. Kajian ini hanya dalam terbatas pada beberapa tema tertentu.
Dibatasi dengan objek naskah yang dipilih yaitu kitab tafsirnya.
Kontribusi
Sebagai seorang ulama besar, pastilah ia memberikan kontribusi ilmu kepada para
manusia. Sehingga, ilmu yang ia dapatkan tidak sia-sia. Ibnu Jazi terbilang ulama yang sangat
produktif. Karya-karyanya meliputi beragam disiplin keilmuan. Misalnya:
3
Muhamad Fatoni, M.Pd.I dan Ahmad Fikri Amrullah, M.Pd.I, “Penafsiran Kontekstual Ayat-Ayat Tarbawi
(Pendekatan Asbabun Nuzul)”, Jurnal Ilmu–Ilmu Ushuluddin Vol. 07, No.01, Juli 2019,hlm.27-28
4
Lailatul Fadhilah,” METODOLOGI TAFSIR TAHLILI – IJMALI”, makalah, PROGAM PASCASARJANA UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2014,hlm.24
4
4. An-Nur al-Mubin fi Qawaid Aqaid ad-Din.
9. Namun dari kesemua karyanya, beliau memiliki sebuah karya tafsir yang monumental,
yaitu at-Tashil li ‘Ilmi at-Tanzil.6 Kitab al-Tashil li’Ulum al-Tanzil (Buku Mudah untuk
Ilmu-ilmu Al-Qur’an). Menafsirkan seluruh surah al-Qur’an yakni dari surah al-
Fatihah sampai surah an-Nas, namun tidak menafsirkan keseluruhan ayatnya. Dan
terdapat 12 bab. Pada awal muqaddimah terdapat pemaknaan huruf hijaiyah.
5
https://cintaibuku.wordpress.com/2010/03/20/ibnu-jazi/
6
Fadhlurrahman Armi,” PEMIKIRAN KALAM ULAMA ANDALUSIA ABAD 8 H IBNU JUZAY AL-KALBI DALAM KITAB
TAFSIRNYA: AL-TAS-HIL LI ‘ULUM AL-TANZIL”, BIDAYAH: Volume 10, No. 2, Desember 2019,hlm.133
5
KESIMPULAN
Pada tafsir At-Tahil li Ulum At-Tanzil pada metode dan corak mampu menyajikan
tafsir bi al-ra’yi dan tafsir bi al-ma’tsur secara proposional. Tafsir yang ditulis sebagai refleksi
pribadi menghimpun rangkaian ajaran yang diterima dari guru-guru beliau. Beliau
membedakan pendapat mana yang lebih benar dan mana yang hanya benar. Pada tafsir ini
berurutan dari membahas tentang proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad,
periodesasi Mekkah dan Madinah, makna dan pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an,
kemudian ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, asal-usul perbedaan pendapat mufassir
tentang ahli tafsir, konsep nasakh-mansukh, himpunan qiraat, wakaf, fasahah-balagah-bayan,
kemukjizatan Al-Quran, dan keutamaan Al-Quran. Adapun kelebihannya dengan melalui
metodenya tafsir ini praktis dan mudah dipahami, ringkas dan bersifat umum karena
menyajikan kesimpulan dan pokok-pokok pikiran yang dirumuskan dari Al-Qur’an. Akrab
dengan bahasa Al-Qur’an, Penggunaan bahasa yang singkat dan akrab dengan bahasa Al-
Qur’an dan pemahaman kosakata dari ayat-ayat, menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan
sinonimnya dan tidak mengemukakan ide-ide atau pendapatnya secara pribadi. Berupaya
memberikan penekanan pada pembahasan yang dianggap penting, yaitu dengan cara
menghadirkan pendapat yang dianggapnya kurang tepat. Dan Adapun kekurangan pada tafsir
ini, yakni Tidak terdapat ruang untuk mengemukakan analisis mufasir yang memadai atau
uraian yang memuaskan berkenaan dengan pemahaman satu ayat.
6
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Insan
Madani, 2007), https://cintaibuku.wordpress.com/2010/03/20/ibnu-jazi/
Muhamad Fatoni, M.Pd.I dan Ahmad Fikri Amrullah, M.Pd.I, “Penafsiran Kontekstual
Ayat-Ayat Tarbawi (Pendekatan Asbabun Nuzul)”, Jurnal Ilmu–Ilmu Ushuluddin Vol. 07,
No.01, Juli 2019.
ilmubermanfaat933.blogspot.com/2016/05/metode-metode-tafsir-dan-contohnya.html