Anda di halaman 1dari 26

MODEL PENELITIAN TAFSIR

(makalah)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam

Dosen pengampu: Afri Eka Budiono M.Pd.

Disusun Oleh:

Nama NPM

Yuda Suhendar 21300006

Rifki Nur Romadeni 21300007

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) DARUL ISLAH

TULANG BAWANG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................

1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................


1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................
1.3 TUJUAN .............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tafsir Dan Fungsinya.........................................................................

2.2 Latar Belakang Penelitian Tafsir..........................................................................

2.3 Model-Model Penelitian Tafsir............................................................................

BAB III SIMPULAN ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya kepada kita semua sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusun
makalah ini di dasari pada tinjauan pustaka mengenai pengertian tafsir dan
fungsinya,serta yang melatar belakangi penelitian tafsir,dan memahami model-
model penelitan tafsir.makalah ini disusun dala rangka guna menyelesaikan tugas
metode study islam.pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan


penyempurnaan.oleh karena itu, krtik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi para siswa sebagai sarana pembelajaran.

Tulang bawang 28 september 2021

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

TAFSIR adalah ilmu yang menjelskan tentang makna dari sebuah ayat dengan
petunjuk yang dzahir dalam batas kemampuan manusia.

Upaya dalam meneliti dan mentfsirkan al quran merupakan seruan risalah dan
syariat islam.dengan adanya gagasan lontaran para pakar dalam bentuk untuk
kembali menelaah al qur’an dan tafsirnya adalah salah satu idikator luaapan
perhatian untuk kembali besandar ke al qur’an dengan menggali kehidayahnya
berupa ilmu dan amaliyahnya.

Dengan menggunakan metode yang tepat dan langkah-langkah yang sistematis


dengan didasari niat suci,secara ideal akan mampu mendapatkan kehidayahan al-
qur’an, ilmi dan amaliyahnya.

1.2 Rumusan Masalah

1.bagaimana penertian tafsir dan fungsinya?

2.apa yang melatar belakangi penelitian tafsir?

3.apa saja model-model penelitian?

1.3 Tujuan

1.Agar Mengerti apa itu Tafsir Dan Fungsinya

2.serta mengetahui Latar Belakang penelitian Tafsir

3.dan, mengetahui Model-Model penelitian Tafsir

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Tafsir dan Fungsinya
Kata "model" yang terdapat pada judul di atas berarti contoh, acuan, ragam,
atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang
dilakukan dengan berbagai cara secara seksama dengan tujuan mencari
kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-data yang
terkumpul.[1]
Adapun tafsir bersal dari bahasa arab, fassara, yufassir, tafsiran yang
berarti penjelasan, pemahaman, dan secara perincian. Selain itu, tafsir dapat pula
berarti al-idlah wa at-thabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain
mengatakan bahwa kata tafsir sejajar dengan timbangan (wazan) kata taf’il,
diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan) dan al-kasyf yang
berarti membuka atau menyingkap; dan dapat pula diambil dari kata al-tafsarah,
yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter
untuk mengetahui penyakit.[2]
Tafsir secara etimologi mengiuti wazan taf’il,berasal dari kata fasr yang
berarti al idah,al sharh dan al bayan(penjelasan atau keterangan)[3]
Tafsir juga berarti al ibanah(kemenangan),al kashf(menyingkap) dan izhar
al ma’na al ma’qul(menampakan makna yang rasional)[4]
Ibnu manzur dalam lisan al arab menjelaskan bahwa “fasr” adalah
menyingkap sesuat yang tertutup dan tafsir adalah menyikapi dari makna yang
musykil[5]
Dengan demikian, secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa
yang dimaksud dengan model penelitian Tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan
atau macam dari penyelidik secara seksama terhadap penafsiran Al-Qur’an yang
pernah dilakukan generasi terdahulu ejek pembahasan tafsir, yaitu Al-Qur’an
merupakan sumber ajaran.[6]

4
AHLI TAFSIR ternama di INDONESIA

1. Mahmud Yunus ·

2. Oemar Bakri

3. Bisri Musthofa ·

4. Buya HAMKA ·

5. M. Quraish Shihab.

4 PENAFSIR AL-QUR;AN TERKEMUKA

-HAMMAD BIN JARIR ATH-THABARI

(224-310)

-ABU ABDILLAH MUHAMMAD BIN AHMAD AL


QURTUBI(w 671 H)

-IMADUDDIN ABUL FIDA’ISMAIL BIN AMR BIN


KATSIR(w 771H)

-JALAL AD-DIN AL-MAHALI

5
  Mengenal Kitab-Kitab Tafsir

o 1.1 Tafsir Ibnu Abbas


o 1.2 Jami al-Bayan fi Tafsir al-Quran karangan at-Thabari
o 1.3 Al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz karangan Ibnu
‘Atiyah
o 1.4 Tafsir al-Quran al-Adzim karangan Ibnu Katsir
o 1.5 Mafatih al-Ghaib karangan Fakhr ar-Razi
o 1.6 Al-Bahr al-Muhith karangan Abu Hayan
o 1.7 Al-Kasyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun at-Takwil karangan
az-Zamakhsyari
o 1.8 Al-Jawahir fi Tafsir al-Quran karangan Syaikh Thanthawi
Jauhari
o 1.9 Tafsir al-Manar karangan Syaikh Rasyid Ridha
o 1.10 Fi Dhilal al-Quran karangan Sayid Qutb
o 1.11 Tafsir al-Bayan li al-Quran al-Karim karangan ‘Aisyah
Abdurrahman bint as-Shathi’
o 1.12 Al-Jami; li Ahkam al-Quran karangan Abu Abdullah al-
Qurtubi
o 1.13 Tafsir as-Sanqithi
o 1.14 Tafsir Taysiir al-Kariim ar-Rahmaan Fii Tafsiir Kalaam al-
Mannaan karangan Syaikh Nashr as-Sa’di
Mengenal Kitab-Kitab Ilmu Tafsir

o 2.1 Buhuts fi Ushul at-Tafsir wa Manahijuhu


o 2.2 At-Tahbir fi al-Ilm al-Tafsir
o 2.3 Al-Iksir fi al-Ilmu at-Tafsir karangan ath-Thufi
o 2.4 Muqaddimah fi Ushul at-Tafsir karangan Ibnu Taimiyah
o 2.5 Al-Qawa’id al-Hasan li at-Tafsir al-Quran karangan Ibnu as-
Sa’di
o 2.6 At-Tafsir wa al-Mufasirun karangan Husain az-Zahabi
o 2.7 Manhaj al-Madrasah al-Aqliyah al-Haditsah di at-Tafsir
o 2.8 Buku-buku Tulisan Syaikh Musa’id bin Sulaiman Ath-Thayyar
o 2.9 Ali Ahmad dan Mujāhid Muhammad, al-Taysi̅r fī Uṣūl al-
Tafsi̅r, Iskandariya: Dār alImān, 2006.
o 2.10 Khālid ʽAbd al-Raḥmān, Uṣūl al-Tafsīr wa Qawāiduh, Bairūt:
Dār al-Nafāis, 1986.
o 2.11 Khālid ʽUthmān al-Sabt, Qawāid al-Tafsīr Jamʽan wa
Dirāsatan, Bairūt: Dār Ibn ʽAffān
6
o 2.12 Dr Ahmad Kusyairi Suhail dan Ringkasan Kitab Al-Mufassir,
Syurutuhu, Adabuhu wa Mashadiruhu

2.2       Latar Belakang Penelitian Tafsir


Dilihat dari segi usianya, penafsiran al-Qur’an termasuk yang paling tua
dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainya dalam Islam. Pada saat Al-Qur’an
diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasululloh SAW. yang
berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) telah menjelaskan arti dan
kandungan Al-Qur’an kepada sahabat-sahabatnya, khusus menyangkut ayat-ayat
yang tidak dipahami atau sama artinya.
Kalau pada masa Rasulullah SAW., para sahabat menanyakan persoalan
yang tiadak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya mereka terpaksa
melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan semacam Ali
bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibn Mas’ud.
Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-
Qur’an: Sementara itu ada pula sahabat yang menanyakan beberapa masalah,
khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an
kepada tokoh-tokoh Ahlul kitab (kaum Yahudi dan dan Nasrani) yang telah
memeluk agama Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab Al-Akhbar. Inilah yang
selanjutnya merupakan benih lahirnya Israailiyat.
Para tokoh tafsir dari kalangan para sahabat yang telah disebutkan diatas
mempunyai murid-murid dari para tabi’in khususnya dikota-kota tempat mereka
tinggal, sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dikalangan tabi’in. Misalnya,
Sa’id bin Jubair, Mujahid bin Jabr, di Makkah yang ketika itu berguru kepada
Ubay bin Ka’ab dan Al-Hasan Al-Bashriy, Amir al-Sya’bi di Irak yang ketika itu
berguru kepada Abdullah bin Mas’ud.[7]

7
Berakhirnya masa tabi’in, sekitar 150 Hijriyah, yang merupakan periode
kedua dari sejarah perkembangan tafsir. Pada periode ini, hadist-hadist sudah
berkembang dengan sangat pesat dan banyak bermunculan hadist palsu ditengah-
tengah masyarakat. Sementara itu, persolan umat semakin berkembang seiring
dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman. Kondisi ini yang semakin
mendorong berkembangnya tafsir al-Quran. Tafsir berkembang menjadi disiplin
ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari hadist. Pada masa itu, kajian tafsir yang
membahas seluruh ayat al-Quran ditulis dan disusun sesuai dengan susunan yang
terdapat di dalam al-Mushaf.[8]
Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ijtihad
masih sangat terbatas dan terikat kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang
terkandung oleh satu kosakata. Namun, sejalan dengan
lajunya  perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi
peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga
bermunculan berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya.
Keragaman tersebut ditunjang pula oleh Al-Qur'an, yang keadaanya seperti
dikatakan oleh 'Abdullah Darraz dalam Al-Naba' Al-Azhim: "Bagaikan intan yang
setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang yang
terpancar dari sudut-sudut lain, dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan
orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat".
[9]
Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya yang melatarbelakangi penelitian
tafsir ialah wafatnya rasulullah yang memberikan penjelasan arti dan kandungan
al-Quran yang membuat para sahabat melakukan ijitihad untuk menafsirkan al-
Quran sebagaimana yang dilakukan oleh Ali bin Thalib serta adanya indikasi
persoalan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan tuntutan
kemajuan zaman.

8
2.3      Model-Model Penelitian Tafsir
1.      Model Quraish Shihab
H.M Quraish Shihab (lahir th. 1944)- pakar di bidang tafsir dan hadis se-Asia
Tenggara-, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama
terdahulu di bidang tafsir. Ia misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhammad
Abduh dan H. Rasyid Ridha dengan judul Studi Kritis Tafsir Al-Manar karya
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang telah diterbitkan dalam bentuk buku
oleh pustaka Hidayah pada tahun 1994. Model penelitian tafsir yang
dikembangkan oleh H.M Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif,
deskriptif, analitis, dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya
menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir
terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsirbaik yang tafsir primer, yakni  yang
ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun lainya.[10]
Selanjutnya, dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab
telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu.
Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan
dengan tafsir. Antara lain tentang : (1) periodesasi pertumbuhan dan
perkembangan tafsir, (2) corak-corak penafsiran, (3) macam-macam
metode penafsiran Al-qur'an, (4) syarat-syarat dalam menafsirkan Al-Qur'an, dan
(5) hubungan tafsir modernisasi. Berbagai aspek yang berkaitan dengan
penafsiran Al-Qur'an ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut.[11]
a.    Periodesasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir
9
Pada saat al-Quran diturunkan, Rasul SAW, yang berfungsi
sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya
tentang arti dan kandungan al-Quran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak
dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya
Rasul SAWW, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita
ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang
Rasul SAW sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Quran.[12]
Sementara sahabat ada pula yang menanyakan beberapa masalah, khususnya
sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam al-Quran kepada tokoh-
tokoh Ahlul-Kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti 'Abdullah bin Salam,
Ka'ab al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang merupakan benih lahirnya Israiliyat.[13]
Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu penafsiran Rasul SAWW,
penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran tabi'in, dikelompokkan menjadi satu
kelompok yang dinamai Tafsir bi al-Ma'tsûr.Dan masa ini dapat dijadikan periode
pertama dari perkembangan tafsir. Berlakunya periode pertama tersebut dengan
berakhirnya masa tabi'in, sekitar tahun 150 H, merupakan periode kedua dari
sejarah perkembangan tafsir.[14]
Menurut hasil penelitian Quraish, jika tafsir dilihat dari segi
penulisannya (kodifikasi), perkembangan tafsir dapat di bagi menjadi tiga
periode, Periode I, yaitu Masa Rasulullah, sahabat, dan permulaan tabi'in, di
mana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar secara
lisan. Periode II, bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa
pemerintahan 'Umar bin Abdul Aziz (99-101) di mana tafsir ketiak itu ditulis
bergabung dengan penulisan hadis, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab
hadis walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir bi al-
Ma'tsur. Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus
dan berdiri sendiri, oleh sementara ahli menduga dimulai oleh Al-Farra' (w.207)
dengan kitabnya berjudul ma'ani Al-Qur'an.[15]
b.    Corak-corak Penafsiran
Berdasarkan hasil penelitianya. Quraish Shihab mengatakan bahwa corak-
corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain: Corak-corak penafsiran yang
dikenal selama ini antara lain: (a) Corak Sastra Bahasa, yang timbul akibat
10
banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-
kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan
untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti
kandungan al-Quran di bidang ini. (b) Corak filsafat dan teologi, akibat
penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat
masuknya penganut agama; agama lain ke dalam Islam yang dengan sadar atau
tanpa sadar masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.
Kesemuanya menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tecermin dalam
penafsiran mereka. (c) Corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu
pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat al-Quran sejalan
dengan perkembangan ilmu. (d) Corak fiqih atau hukum, akibat berkembangnya
ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan
berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran
mereka terhadap ayat-ayat hukum. (e) Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakan-
gerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi,
atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan. (f) Bermula pada
masa Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905 M), corak-corak tersebut mulai
berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak sastra budaya
kemasyarakatan. Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk
ayat-ayat al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta
usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah
mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-
petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar[16]
c.    Macam-macam Metode Penafsiran Alqur'an
Metode penafsiran Alqur'an secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni
corak ma'tsur (riwayat), dan corak penalaran. Kedua corak tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1)      Corak Ma'tsur (riwayat)
Tafsir bilma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada Alquran atau riwayat
shohih. Empat hal yang menjadi sumber penafsiran Alqur’an[17] ;
a)    Alqur’an dengan Alqur’an.
b)   Alqur’an dengan hadist.
11
c)    Atsar para sahabat, contoh penafsiran Ibnu Abbas pada surat An Nasr.
d)   Pendapat tokoh-tokoh tabi’in yang dianggap sebagai yang bertemu langsung
dengan para sahabat. Contoh Penafsiran As-shoffat ayat 65 dentgan syair Imr Al
Qays. Namun, mengenai para tabi’in ini ada yang memperdebatkan karena
mereka tidak bertemu langsung dengnan rosululloh SAW.
Keistimewaan metode tafsir bi al-Ma'tsur antara lain :
a)    Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Alquran
b)   Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesanya
c)    Mengikat mufassir dalam teks ayat-ayat agar tidak terjerumus dalam
subjektifitas berlebihan.[18]
2)      Metode Penalaran: Pendekatan dan Corak-coraknya
Banyak cara, pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan nalar,
sehingga akan sangat luas pembahasannya apabila kita bermaksud menelusurinya
satu per satu. Menurut Al-Farmawi metode tafsir di bagi menjadi empat macam
yakni tahlily, ijmaly, muqrin, dan maudhu'i.[19]
a)    Metode Tahlily
Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya.Di dalam
tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di
dalam mush-haf.Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa
kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat.Ia juga
mengemukakan munâsabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan
maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas
mengenai sabab al-nuzûl (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang
berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabi’in, yang kadang-kadang
bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar
belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan
kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash (teks)
al-Quran tersebut.[20]
Muhammad Baqir ash-Shadr menyebut tafsir metode tahlîliy ini dengan
tafsir tajzî’iy, yang secara harfiah berarti “tafsir yang menguraikan berdasarkan
bagian-bagian atau tafsir parsial”.[21]
12
Kelebihan Metode Tahlîliy antara lain adanya potensi untuk memperkaya
arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno
dan kaidah-kaidah ilmu nahwu.[22]  Dan dapat mengetahui dengan mudah tafsir
suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan
sebagaimana terdapat dalam mushaf; mudah mengetahui
relevansi/munâsabah antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya;
memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat, meskipun
inti penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat yang lain, jika
ayat-ayat yang ditafsirkan sama atau hampir sama; mengandung banyak aspek
pengetahuan, meliputi hukum, sejarah, sains, dan lain-lain.[23] Itulah kelebihan
dari metode tafsir tahlily, yang mana kita bisa lebih banyak mengerti kosa kata
dalam menafsirkan suatu ayat.
Kelemahan metode Tahlily antara lain dapat menghasilkan pandangan-
pandangan yang parsial dan kontradiktif dalam kehidupan umat Islam; faktor
subjektivitas tidak mudah dihindari misalnya adanya ayat yang ditafsirkan dalam
rangka membenarkan pendapatnya; terkesan adanya penafsiran berulang-ulang,
terutama terhadap ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama masuknya
pemikiran isrâîliyyât.[24]
b)   Metode Ijmaly
Metode ini disebut juga dengan metode global. Cara menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur'an dengan menunjukkan kandungan secara global. Dalam praktiknya
metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily karena itu seringkali  metode
ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup
dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dala ayat tersebut secara garis
besar saja.[25]
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan metode ini, mufassir juga meneliti,
mengkaji dan menyajikan asbâb al-nuzûl atau peristiwa yang melatar belakangi
turunnya ayat, dengan cara meneliti Hadis-Hadis yang berhubungan dengannya.
[26]
c)    Metode Muqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir Al-Qur'an yang dilakukakan
denga cara membandingkan ayat Al-Qur'an yang satu denga yang lainnya, yaitu
13
ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang
berbeda, dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus
yang sama atau diduga sama, dan atau membandingkan ayat-ayat Al-Qur'an
dengan hadis Nabi Muhammad SAW., yang tampak bertentangan, serta
membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-
Qur'an.[27]
Sejalan dengan kerangka tersebut di atas, maka prosedur penafsiran denga
cara muqarin tersebut dilakukan sebagai brikut.[28]
(1)     Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi.
(2)     Meneliti kasus yang berkaitan denga ayat-ayat tersebut
(3)     Mengadakan penafsiran.
ْ ‫َو َما َج َعلَهُ هللاُ إِالَّ بُ ْش َرى َولِت‬
ِ ‫َط َمئِ َّن بِ ِه قُلُوْ بُ ُك ْم َو َما النَّصْ ُر اِالَّ ِم ْن ِع ْن ِد هللاِ إِ َّن هللاَ ع‬
)10 : ‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم ( االنفال‬
ْ ‫َو َما َج َعلَهُ هللاُ إِالَّ بُ ْش َرى لَ ُك ْم َولِت‬
)162 : ‫َط َمئِ َّن قُلُوْ بُ ُك ْم َو َما النَّصْ ُر اِالَّ ِم ْن ِع ْن ِد هللاِ ْال َع ِزي ِْز ْال َح ِك ْي ٌم (ال عمران‬

Dua ayat tersebut redaksinya kelihatan mirip, bahkan sama-sama


menjelasakan pertolongan Allah kepada kaum Muslimin ketika melawan musuh-
musuhnya, namun berbeda pada hal-hal sebagai berikut. Surat Al-Anfal (1)
mendahulukan ‫بِ ِه‬ daripada )2( ‫ قُلُوْ بُ ُك ْم‬memakai kata )3( ‫ إِ َّن‬berbicara mengenai prang
Badar. Surat Ali Imran: (1) memakai kata )2( ‫ لَ ُك ْم‬berbicara tentang perang uhud.
[29]
Keterdahuluan kata ‫بِ ِه‬ dan penambahan kata ‫إِ َّن‬ dalam ayat pertama diduga
keras sebagai tauhid terhadap kandungan utama ayat, yakni bantuan dari Allah
pada perang Badar, mengingat perang itu yang pertama, dan jumlah kaum
muslimin sedikit.[30]
Dalam perang uhud, tauhid itu tidak diperlukan, sebab pengalaman perang
sudah ada, dan umat islam sudah banyak, dan pemakaian kata di sini menandakan
kegembiraan itu hanya bagi sahabat, bukan kegembiraan seperti kasus ayat
pertama.[31]
d)   Metode Maudhu'i
Metode tafsir maudhû’iy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu
menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti,

14
sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar
kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut., Kemudian penafsir mulai
memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara
khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhû’iy, dimana
ia melihat ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar
ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok
permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah
dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk
memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.[32]
Metode mawadhu’i adalah cara menafsirkan al-Quran dengan menghimpun
ayat-ayat yang mempunyai maksud yang sama atau ayat-ayat yang membicrakan
tentang topik yang sama dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab-
sebab turunnya ayat tersebut. Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib: “Ajaklah al-
Quran berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya”. Pesan ini antara lain
mengharuskan penafsiran merujuk kepada al-Quran dalam rangka memahami
kandungannya. Dari sini lahir metode maudlu’ iy dimana mufasirnya berupaya
menghimpun ayat-ayat al-Quran dari berbagai surat yang berkaitan dengan
persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas
dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan
yang utuh.[33]
2.      Model Ahmad Al-Syarbasi
Ahmad ays-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir pada tahun 1985
dengan menggunaan metode deskriptif, eksploratif , dan analisis sebagai mana
dilakukan oleh Quraish Shihab.[34] Menurut Al-Syarbashi penelitian ini di bagi
menjadi tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsirn Al-Qur'an yang dibagi
kedalam tafsir masa sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir
ilmiah, tafsir sufi dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan di
bidang tafsir.[35]
Menurutnya, tafsir pada zaman Rasulullah SAW., pada awal mula
pertumbuhan Islam disusun pendek dan tampak ringkas karena penguasaan bahasa
Arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat
Al-Qur'an. Pada masa-masa sesudah itu  penguasaan bahasa Arab yang murni tadi
15
mengalami kerusakan akibat percampuran masyarakat Arab dengan bangsa-
bangsa lain, yaitu ketika pemeluk Islam berkembang meluas ke berbagai negeri.
Untuk memelihara keutuhan bahasanya, orang-orang Arab mulai meletakkan
kaidah-kaidah bahasa Arab seperti ilmu Nahwu(gramatika)
dan  Balaghah (retorika).[36]
Tentang Tafsir Ilmiah, Al-syarbashi mengatakan, sudah dapat kita pastikan
bahwa dalam Al-Qur'an tidak terdapat suatu teks induk yang bertentangan dengan
bermacam kenyataan ilmiah. Ini merupakan satu segi dari kedudukannya sebagai
mu'jizat. Munculnya istilah tafsir ilmiah yang dikemukakan Al-Syarbashi tersebut
antara lain didasarkan data pada kitab Tafsir Ar-Razi.[37]
Selanjutnya, tentang tafsir sufi, Al-Syarbashi mengatakan ada kaum sufi
yang sibuk menafsirkan huruf-huruf Al-Qur'an dan berusaha menerangkan
hubungannya yang satu dengan yang lainnya. Adanya tafsir sufi tersebut, Al-
Syarbashi mendasarkan kepada kitab-kitab tafsir yang  dikarang para Ulama' sufi.
[38]
Selanjutnya, mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir, Ahmad Al-
Syarbashi mendasarkan pad beberapa karya ulama yang muncul pada awal abda
ke-20. Ia menyebutkan Sayyid Ridha –murid Syekh Muhammad Abduh yang
mencatat dan menuangkan kuliah-kuliah gurunya kedalam majalah Al-Manar. Itu
merupakan langkah pertama. Langkah selanjutnya, ia menghimpun dan
menambah penjelasan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir yang diberi
nama Tafsur Al-Manar, yaitu kitab tafsir yang mengandung pembaharuan dan
sesuai dengan perkembangan zaman.[39]

3.        Model Syekh Muhammad Al-Ghazali


Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal dengan sebagai tokoh pemikir Islam
Abad modern yang produktif. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Al-Ghazali adalah berjudul Berdialog dengan Al-Qur'an.[40]
Tentang macam-macam metode memahami Al-Qur'an, Al-Ghazali
membaginya ke dalam metode klasik dan modern. Modern dalam memahami Al-
Qur'an menurutnya dalam berbagi kajian tafsir , kita banyak menemukan metode
memahami Al-Qur'an yang berawal dari ulama generasi terdahulu. Mereka
16
memahami Al-Qur'an, sehingga lahirlah yang kita kenal dengan metode
memahami Al-Qur'an.[41]
Berbagai macam metode atau kajian yang dikemukakan Muhammad Al-
Ghazali tersebut oleh ulama lainya diesebut sebagai pendekatan, dan bukan
metode. Selanjutnya Muhammad Al-Ghazali mengemukakan adanya metode
modern dalam memahami Al-Qur'an . metode modern ini timbul sebagi akibat
dari adanya kelemahan pada berbagi metode yang telah disebutkan di atas.[42]
Berangkat dari adanya berbagai kelemahan yang terkandung dalam metode
penafsiran masa lalu, terutama jika dikaitkan dengan keharusan memberikan
jawaban terhadap berbagi masalah kontemporer dan modern.[43]

17
 GAMBAR SKEMA METODE ILMU TAFSIR.

KOMPONEN

METODE TAFSIR
BENTUK TAFSIR CORAK TAFSIR

GLOBAL

(IJMALIY)
RIWAYAH
ANALISIS
(MA’TSUR)
(TAHLILY)

 TASAWUF
KOMPARATIF
(syufi/asyari)
(MUQORIN)  FIQH
 FILSAFAT
TEMATIK (falsafi)
 ILMIAH (adabi
(MAUDHU’) ijtima’)

PEMIKIRAN

(RA’Y)
18
Pada GAMBARAN SKEMA DIATAS telah dibicarakan bahwa dalam
perkembangan ilmu tafsir secara umum terdapat empat macam metode tafsir,
yaitu: [a] metode Ijmali [Global], [b] Metode Tahlili [analitis], [c] Metode
Muqarin [perbandingan], dan [d] Metode Maudhu’i [tematik].

A. METODE IJMALY
Metode tafsir ijmali yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara singkat dan global
tanpa uraian panjang lebar. ”Metode Ijmali [global] menjelaskan ayat-ayat Qur’an
secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti,
dan enak dibaca. Sistimatika penulisannya mengikuti susunan ayat-ayat di dalam
mushaf. Penyajiannya, tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an22. Dengan
demikian, ciri-ciri dan jenis tafsir Ijmali mengikuti urut-urutan ayat demi ayat
menurut tertib mushaf, seperti halnya tafsir tahlili. Perbedaannya dengan tafsir
tahlili adalah dalam tafsir ijmali makna ayatnya diungkapkan secara ringkas dan
global tetapi cukup jelas, sedangkan tafsir tahlili makna ayat diuraikan secara
terperinci dengan tinjauan berbagai segi dan aspek yang diulas secara panjang
lebar.
Kelebihan metode ijmali di antaranya, adalah: [1] Praktis dan mudah dipahami:
Tafsir yang menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami.
Tanpa berbelit-belit pemahaman al-Qur’an segera dapat diserap oleh pembacanya.
Pola penafsiran serupa ini lebih cocok untuk para pemula. Tafsir dengan metode
ini banyak disukai oleh ummat dari berbagai strata sosial dan lapisan masyakat.
[2] Bebas dari penafsiran israiliah: Dikarenakan singkatnya penafsiran yang
diberikan, maka tafsir ijmali relatif murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran
19
Israiliat yang kadang-kadang tidak sejalan dengan martabat al-Qur’an sebagai
kalam Allah yang Maha Suci. Selain pemikiran-pemikiran Israiliat, dengan
metode ini dapat dibendung pemikiran-pemikiran yang kadang-kadang terlalu
jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an seperti pemikiran-pemikiran spekulatif
yang dikembangkan oleh seorang teologi, sufi, dan lain-lain. [3] Akrab dengan
bahasa al-Qur’an: Tafsir ijmali ini menggunakan bahasa yang singkat dan padat,
sehingga pembaca tidak merasakan bahwa ia telah membaca kitab tafsir. Hal ini
disebabkan, karena tafsir dengan metode global menggunakan bahasa yang
singkat dan akrab dengan bahasa arab tersebut. Kondisi serupa ini tidak dijumpai
pada tafisr yang menggunakan metode tahlili, muqarin, dan maudhu’i. Dengan
demikian, pemahaman kosakata dari ayat-ayat suci lebih mudah didapatkan dari
pada penafsiran yang menggunakan tiga metode lainnya
Kelemahan dari metode ijmali antara lain: [1] Menjadikan petunjuk al-Qur’an
bersifat parsial: al-Qur’an merupakan satu-kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat
dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, tidak terpecah-pecah
dan berarti, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam suatu ayat, maka pada
ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci. Dengan menggabungkan kedua
ayat tersebuat akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh dan dapat terhindar
dari kekeliruan25. [2] Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang
memadai: Tafsir yang memakai metode ijmali tidak menyediakan ruangan untuk
memberikan uraian dan pembahasan yang memuaskan berkenaan dengan
pemahaman suatu ayat. Oleh karenanya, jika menginginkan adanya analisis yang
rinci, metode global tak dapat diandalkan. Ini disebut suatu kelemahan yang
disadari oleh mufassir yang menggunakan metode ini. Namun tidak berarti
kelemahan tersebut bersifat negatif, kondisi demikian amat posetif sebagai ciri
dari tafsir yang menggunakan metode global26 . Di antara kitab-kitab tafsir
dengan metode ijmali, yaitu tafsir al-Jalalain karya Jalal al-Din al-Suyuthy dan
Jalal al-Din al-Mahally, Tafsir al-Qur’an al- ’Adhin olah Ustadz Muhammad
Farid Wajdy, Shafwah al-Bayan li Ma’any al-Qur’an karangan Syaikh Husanain
Muhammad Makhlut, al-Tafsir alMuyasasar karangan Syaikh Abdul al-Jalil Isa,
dan sebagainya

20
B.METODE TAHLILY
Metode tahlili, adalah metode yang berusaha untuk menerangkan arti ayat-ayat
al-Qur’an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam
mushaf, dengan menonjolkan kandungan lafadzlafadznya, hubungan ayat-ayatnya,
hubungan surah-surahnya, sebab-sebab turunnya, hadis-hadis yang berhubungan
dengannya, pendapat-pendapat para mufassir terdahulu dan mufassir itu sendiri
diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya.

C.METODE MUQARIN
metode komporatif ialah: [a] membandingkan teks [nash] ayat-ayat al-Qur’an
yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan
atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang sama, [b]
membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada lahirnya terlihat
bertentangan, dan [c] membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam
menafsirkan al-Qur’an36 .

D.METODE MAUDHU’
Metode tematik ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai
dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan
dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang
terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya. Semua
dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari
al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional39. Jadi, dalam metode ini, tafsir al-
Qur’an tidak dilakukan ayat demi ayat. Ia mencoba mengkaji al-Qur’an dengan
mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan
kosmologis yang dibahas oleh al-Qur’an. Misalnya ia mengkaji dan membahas
dotrin Tauhid di dalam al-Qur’an, konsep nubuwwah di dalam al-Qur’an,
pendekatan alQur’an terhadap ekonomi, dan sebagainya.

21
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir bersal dari bahasa
arab, fassara, yufassir, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan secara
perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa at-thabyin, yaitu
penjelasan dan keterangan.
Dan yang melatarbelakangi penelitian tafsir ialah wafatnya rasulullah yang
memberikan penjelasan arti dan kandungan al-Quran yang membuat para sahabat
melakukan ijitihad untuk menafsirkan al-Quran sebagaimana yang dilakukan oleh
Ali bin Thalib serta adanya indikasi persoalan umat semakin berkembang seiring
dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman.
Adapun model-model penelitian tafsir yakni adalah model Model Quraish
Shihab, model Ahamad Al-Syarbashi, dan Model Muhammad Imam Al-Ghazali.
Yang sudah dijelaskan pada bab sebelumya.

B.  Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan Makalah kami. Dan menjadikan Makalah ini sebagai
sarana yang dapat mendorong para mahasiswa berfikir aktif dan kreatif. Bagi para
pembaca jika ingin menambah wawasan dan mengetahui lebih jauh, maka penulis
mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca buku-buku lainnya yang
berkaitan dengan Metodologi Studi Islam.

22
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Dudung "Penelitian Tafsir Sebagai Penelitian Ilmiah
Abuddin Nata. 2012.Metodologi Studi Islam.Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran
Oviyanti, Fitri.2014.Metodolgi Studi Islam.Palembang: Noer Fikri Offset.
Shihab, Quraish "Sejarah Perkembangan Tafsir"  Sukoco "Pendekatan dan Corak Tafsir

---------------------------------------------------------------------------------------------------

[1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,  (Jakarta: RajaGrafindo Persada,


2012), 209
[2] Ibid.210
[3]luis ma’luf,al munjid fi allugho wa al a;lam (beirut:dar al masyriq,1986),583.
[4]manna’khalil al qattan,mabahith fi ulumil qur an (riyadh al man surat al asr al
hadith .t.t),323.
[5]jalaludin as suyuti,al itqan fi ulum al qur an,vol.2(al mahkamah al
arabiyah,1426 H)173
[6] Ibid.211
[7] Fitri Oviyanti, Metodolgi Studi Islam, (Palembang: Noer Fikri Offset,
2014), 83.
[8] Ibid, 83-84.
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 213.
[10] Ibid, 214.
[11] Ibid,215.
[12]Quraish Shihab, "Sejarah Perkembangan Tafsir
[13] Ibid,
[14] Ibid,
[15] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 215-216.
23
[16] Ibid, 216-217.
[17]Sukoco, "Pendekatan dan Corak Tafsir" 
[18] Ibid,
[19] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 218-219.
[20] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran”
[21] Ibid,
[22] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 219.
[23] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran 
[24] Ibid,
[25] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 220.
[26] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran
[27] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 220.
[28] Ibid, 221
[29] Ibid, 221.
[30] Ibid, 221.
[31] Ibid, 221.
[32] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran", 
[33] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 222.
[34] Ibid, 224.
[35] Ibid, 224.
[36] Ibid, 224
[37] Ibid, 225
[38] Ibid, 225
[39] Ibid, 226.
[40] Ibid, 227.
[41] Ibid, 227.
[42] Ibid, 228
[43] Ibid, 228.

24
25

Anda mungkin juga menyukai