Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami hukum-
hukum yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan  pemahaman dalam kebahasaan. Para
ulama’ yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan penelitian secara sesama
terhadap nash-nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu diterapkan dalam kaidah-kaidah yang
menjadi pegangan umat Islam guna memahami kandungan al-Qur’an dengan benar.
Allah menyampaikan pesan dalam al-qur`an dengan berbagai cara dan bentuk dalalah
baik yang jelas ataupun dengan cara yang samar (mubham). Di antara bentuk keduanya
terdapat bentuk muhkam dan mutasyabih. Itu semua merupakan karunia Allah subhanahu wa
ta`ala kepada ummat manusia agar dapat memahami dengan elastis, syamil, dan
komprehensif.
Di antara gaya penyampaian al-qur`an terkadang menggunakan lafadz dan uslub yang
berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu, yaitu sebagian lafadz serupa dengan sebagian yang
lain tetapi maknanya serasi dan cocok, tidak ada yang bersifat umum dan samar (mutasyabih)
dan dapat memberikan peluang bagi para mujtahid dan cendekiawan untuk dapat
mengembalikannya kepada yang tegas maksudnya dan disebut muhkam, mengembalikan
yang samar kepada yang jelas maknanya, mengembalikan masalah cabang kepada masalah
pokok, yang bersifat parsial kepada yang kulli.
Ayat yang menjadi dasar adanya Muhkam dan Mutasyabih adalah ayat ke7 dari surat
Ali-`Imran :
          
         
        
           
        

Artinya: “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-qur`an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-qur`an dan yang lain (ayat-
ayat) mutasyabihaat. Adapun orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan,
maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta`wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahuinya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya

1
berkata: “kami beriman kepada ayatayat yang mutasyabihaat, semuanya itu dari
sisi Tuhan kami.” Dan tidak mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-
orang yang berakal.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dalam hal itu
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian Muhkam Dan Mutasyabih.
2. Bagaimana Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih
3. Bagaimana Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih.
4. Apa Yang Menyebabkan  Adanya Ayat Mutasyabih.
5. Sebutkan Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih.
6. Apakah Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih.

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Muhkam Dan Mutasyabih
2. Untuk mengetahui Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih
3. Untuk mengetahui Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam Dan
Mutasyabih
4. Untuk mengetahui penyebab Adanya Ayat Mutasyabih.
5. Untuk mengetahui Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih
6. Untuk mengetahui Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam Dan Mutasyabih
Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berati kekukuhan, kesempurnaan,
keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat
yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Mutasyabih
2
berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang
biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.
Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas
maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, maknanya yang tersembunyi
dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.1
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang,
baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang
maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya
dajjal, dan huruf-huruf muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah),
Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani
dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak
harus diamalkan.
Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas mengatakan,
lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/segi saja.
Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam beberapa
arah/segi, karena masih samar.2
Menurut Ibnu Abbas, Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya mengandung
satu makna. Sedangkan Mutasyabihat adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-
macam.. Menurut Imam as Suyuthi muhkam adalah suatu yang jelas artinya, sedangkan
mutasyabih adalah sebaliknya.
Sedangkan menurut Manna’ Al-Qaththan, Muhkam adalah ayat yang maksudnya
dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan Mutasyabih
tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Dengan demikian muhkam adalah ayat yang terang makna serta lafaznya dan cepat di
pahami. Sedangkan Mutasyabih, ialah ayat-ayat yang bersifat global yang memerlukan ta’wil
dan yang sukar dipahami.3

B. Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih


Banyaknya perbedaan pendapat mengenai muhkan dan mutasyabih, menyulitkan
untuk membuat sebuah kriteria ayat yang termasuk muhkan dan mutasyabih.

1
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 121

2
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hal. 239
3
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur’an, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 113

3
J.M.S Baljon mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat barwa yang termasuk
kriteria ayat-ayat muhkam adalah apabia ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat
(kenyataan). Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah yang menuntut penelitian.
Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kriteria ayat-ayat muhkam dan mutasyabih
sebagai berikut :
1. Muhkam
a. Yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat yang lain
b. Ayat-ayat yang menghalalkan atau membatalkan ayat-ayat lain.
c. Ayat-ayat yang mengandung kewajiban yang harus diimani dan diamalkan.

2. Mutasyabih
a. Yakni ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat.
b. Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya dengan sarana bantu baik dengan hadits
atau ayat muhkam.
c. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya, sebagaimana
diisyaratkan dalam doa Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya Allah, karuniailah ia ilmu
yang mendalam mengenai agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil
kepadanya,”.4

C. Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih


Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang penjelasannya
memerlukan penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Mengenai hal tersebut, para ulama memiliki
pendapat yang berbeda-beda. Antara lain :
1. Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas
petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz mutasyabih adalah
lafadz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran
manusia. Sebab lafadz mutasyabih itu termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja
artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
2. Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil kecuali satu arah.
Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat dita’wilkan dalam beberapa segi,
karena masih sama.5

4
Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta:Bulan Bintang, 1993), hlm 166
5
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hal. 239

4
3. Madzhab salaf, yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha untuk
mengimaninya dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya kepada Allah
SWT. Bagi kaum salaf, ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu dita'wilkan. Sebab yang
mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT, mereka hanya berusaha mengimaninya.
4. Madzhab khalaf, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat – ayat
mutasyabihat harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dan sedekat
mungkin dengan dzat-Nya. Mereka menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha
berkuasa menciptakan sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan
Allah) dalam Qs. Al-Fajr: 22, dita'wilkan dengan kedatangan perintah-Nya.6

D. Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabih


Sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan
demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan
menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.
Imam Ar-Raghib Al- Asfihani  dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa
sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:
1. Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib
(asing), atau yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b. Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas. Contoh
tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam
surah An-Nisa ayat 3:
          
    
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat
hari kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh
pikiran manusia.

6
Qoddas Rafi’I, Makalah Ulumul Qur'an tentang Al Muhkam Wal Mutasyabih,
http://nuhudhiyyah.blogspot.com/2016/06/makalah-ulumul-quran-tentang-al-muhkam.html?m=1
(online) Diakses Pada tanggal 21 Juni 2021

5
3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai
berikut:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus. Di sini batas
kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar. Contohnya, ayat 5 surah At-
Taubah:
…    
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian temukan mereka itu”.
b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama
atau kesunahannya. Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara
salat agar dapat mengingatkan kepada Allah SWT. Contohnya, ayat 14 surah
Thoha:
…   
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.
c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Dalam
ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar
itu.Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:
          
 
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan
beragama Islam”.
d.  Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam
ayat 189 surah Al-Baqarah: Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah,
juga samar.7
       
Atinya: “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.

E. Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih


Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:
1. Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia,
kecuali Allah SWT. Contoh:

7
Acep Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 146

6
Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula),
dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
2.  Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal, menentukan
mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
3. Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains,
bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang
hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan,8

F.   Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih


Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat berbagai
mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia ini.
Alloh tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Dibawah ini
ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, diantaranya adalah :
1. Muhkam
a. Jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah
ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
b. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan bahasa Arabnya
lemah. Sebab arti dan maknanya sudah cukup terang dan jelas.
c. Memudahkan manusia mengetahui arti , maksud dan menghayatinya.
d. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan isi al-
Qur'an sebab ayatnya mudah dimengerti dan dipahami.
e. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isinya.
f. Mempercepat usaha tahfidzul Qur'an.
g. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya
lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat
besar arti dan faedahnya bagi mereka.

8
Ebda Aprilia, Makalah Ulumul Qur’an (Muhkam Mutasyabih)
http://ebdaaprilia.wordpress.com/2013/05/21/makalah-ulumul-quran-muhkam-mutasyabih/

7
h. Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan
bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan
pelaksanaan ajaran-ajarannya.
i. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi
kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang
dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
j. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya,
karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya,
tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang
lain9

2.  Mutasyabih
a. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah
kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar
keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang
datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
b. Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai kandungan Al-Quran
sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’
sambil merenung dan berpikir.
c. Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk
mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang
mengkajinya.
d. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya
diperlukan cara penafsiran antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan
berbagai ilmu seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ushul fiqh dan sebagainya
e. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini
keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan
untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu
tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan
keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat
mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena
kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat
mutasyabih itu.
9
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hal. 230

8
f. Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana
Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap
orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah
memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-
orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat
mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka
menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
g. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan
persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut
menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang
Maha Mengetahui segala sesuatu.
h. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan
balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah
buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
i. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-
macam.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan
dari ayat-ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya,
dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan
memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.
Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Imam
Ar-Raghib Al- Asfihani  dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa sebab adanya
kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:Kesamaran dari aspek lafal
saja, kesamaran dari aspek maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat Al-Qur’an
terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena
pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan
padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia.

B. Saran
9
Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul Qur’an lebih
mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar .Rosihon.2013.”Ulum  Al- Qur’an”. Bandung:CV Pustaka Setia

Ash-Shiddieqy, Hasbi.1993. “Ilmu-ilmu Al-Qur’an”. Jakarta:Bulan Bintang,

Hermawan,Acep. 2011. “Ulumul Quran”.Bandung : Remaja Rosdakarya

Jalal, Abdul. 2008. “Ulumul Qur’an”. Surabaya: Dunia Ilmu

Marzuki, Kamaluddin. 1992. “Ulumul Qur’an”.  Bandung: Remaja Rosdakarya

Muhammad,Syaih Jamil.1995. “Bagaimana Memahami Al-Quran”. Jakarta : Pustaka Al-

Kautsar

http://nuhudhiyyah.blogspot.com/2016/06/makalah-ulumul-quran-tentang-al-muhkam.html?

m=1 Diakses Pada tanggal 21 Juni 2021

http://myrealblo.blogspot.com/2015/11/ulumul-quran-al-muhkam-wal-mutasyabih.html?m=1 

Diakses Pada Tanggal 21 Juni 2021

10
http://ebdaaprilia.wordpress.com/2013/05/21/makalah-ulumul-quran-muhkam-mutasyabih/ D

iakses Pada Tanggal 21 Juni 2021

11

Anda mungkin juga menyukai