Disusun Oleh
1. Adzimatur Rofiqoh 22020481
2. Ahmad Soleh 22020179
3. Eka Wahyu Wulandari 22020168
4. Sulma Nabilah 22020483
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian al-muhkam dan al-Mutasyabihat?
2. Apa saja macam-macam al-Mutasyabihat?
3. Bagaimana al-mutasyabihat dalam ayat-ayat tentang sifat Allah?
4. Bagaimana pendapat ulama tentang al-Mutasyabihat?
5. Apa saja hikamah mempelajari al-muhkam dan al-Mutasyabihat?
C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui pengertian al-muhkam dan al-Mutasyabihat
2. Mengetahui macam-macam al-Mutasyabihat
3. Mengetahui al-mutasyabihat dalam ayat-ayat tentang sifat Allah
4. Mengetahui pendapat ulama tentang al-Mutasyabihat
5. Mengetahui hikmah mempelajari al-muhkam dan al-Mutasyabihat
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-MUHKAM DAN AL-MUTASYABIHAT
Penulis memandang perlu untuk terlebih dahulu mendefinisikan
mutasyabih dan istilah-istilah terkait sebelum menganalisis bagaimana Imam
asy-Syaukani memaknai ayat-ayat mutasyabih. Para mufassirin sejak dahulu
hingga sekarang memperdebatkan topik ayat-ayat mutasyabih, baik dari segi
makna mutasyabih itu sendiri maupun makna ayat-ayat yang ditetapkan
sebagai ayat-ayat mutasyabih. Setiap generasi melakukan studi yang mengarah
pada pengembangan ilmu-ilmu baru yang sebelumnya belum dijelajahi.
Sebelum membahas pokok bahasan yang dibahas, yaitu muhkam, belumlah
lengkap pembahasannya ketika mencoba memperjelas makna mutasyabih.
Ungkapan muhkam dan mutasyâbih adalah sinonim dan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
1. Pengertian Muhkam
Muhkam berasal dari kata hakama dan ahkama bisa berarti
“kokoh” dan “mengokohkan”, juga bisa berarti “mencegah dari pengaruh
kerusakan”. Muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih, dan
membedakan antara yang hak dan batil.1 Sedangkan menurut istilah
(terminologi) muhkam adalah ayat yang jelas maksud dan maknanya,
rasional, mandiri, menerangkan masalah kewajiban, janji dan ancaman.2
2. Pengertian Mutasyabihat
Secara bahasa (etimologi) kata mutasyâbihât adalah bentuk plural
(jama’ muannas salim) dari mufrad mutasyâbih, yang terambil dari akar
kata shabah yang berarti serupa atau sama antara dua perkara atau lebih.
Biasanya keserupaan itu menimbulkan kesamaran atau ketidakjelasan
bahkan kebingungan menentukan antara yang satu dengan yang lainnya.
Seperti dalam Al-Qur`an3
(QS. Al-Baqarah [2]: 25)
(QS. Al-Baqarah [2]: 70).
Dalam pengucapannya ada yang mengistilahkan mutasyâbih ada
juga yang mengatakan mushtabih. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa mutasyâbih terkadang bermakna mirip, sama, serupa
dan samar. Dari arti bahasa inilah term mutasyâbih digunakan untuk
sesuatu yang serupa yang masih samar dan belum jelas pada sebagian
ayat-ayat AlQur`an. Adapun mutasyâbih menurut istilah (terminologi),
para ulama dalam menyikapi ayat mutasyâbihât sangat beragam di
antaranya:
Dan lainnya yang mana para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi ayat
tentang sifat-sifat menjadi bebera madzhab sebagaimana yang paparkan oleh
Imam as-Suyutihiy:
1. Madzhab jumhur ahli sunnah dari kalangan salaf dan ahli hadits.
Yang berpendapat dengan mengimani sifat-sifat tersebut dengan
mengembalikan makna yang dimaksud kepada Allah tanpa mentafsirkan
sebagai bentuk tadzih atau mensucikan hakikatnya.
3. Madzhab Mutawassith.
Disini Imam as-Suyuthiy menukil perkataan Ibnu Daqiq al-‘Id yang
mana beliau berkata: jika penta’wilan itu dekat pengertiannya dalam bahasa
arab maka kami tidak mengingkarinya, jika jauh dari pengertian bahasa arab
maka kami tawaqquf darinya dan mengimani maknanya sesuai dengan yang
diinginkan oleh Allah dengan menjaga kesucian maknanya.
Pendapat pertama:
Firman Allah َّاس“““ ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم
ِ َوالرadalah mubtada dan َ يَقُولُ“““ونsebagai
khabarnya, sehingga huruf وpada َّاس““ ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم
ِ َوالرbermakna isti’naf yang
menandakan sebagai kalimat permulaan dan waqf bacaan terhenti pada َو َما يَ ْعلَ ُم
ُ تَْأ ِويلَهُ ِإاَّل هَّللاyang berkonsekwensi bahwa hanya Allah sajalah yang tahu makna
ayat-ayat al-mutasyabihah tersebut.
Pendapat kedua:
Huruf وpada firman Allah َّاس“ ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم
ِ َوالرbermakna al-athfu sebagai
huruf atau kata sambung dan َ يَقُولُ““ونmenjadi keterangan hal, sehingga waqf
bacaan terhenti pada َّاس“““ ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم
ِ َوالرsehingga berkonsekwensi maknanya
bahwa yang memahami al-mutasyaabih adalah Allah dan orang-orang yang
diberi kekokohan dalam ilmu.
“aku adalah salah satu yang mengetahui ta’wilnya”. Pendapat ini berdalil
bahwasannya tidaklah layak bagi Allah menyeru hambanya dengan sesuatu
yang tidak bisa dimengerti.
Adapun mayoritas sahabat, tabi’in dan pengikut setelahnya terkhusus
ahlusunnah maka mereka berpendapat seperti pendapat pertama yaitu hanya
Allahlah yang mengetahui al-Mutasyaabih dan ini riwayat yang paling shahih
dari Ibnu Abbas”.
َو َما يَ ْعلَ ُم تَْأ ِويلَهُ ِإاَّل هَّللا ُ َويَقُوْ ُل الرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم آ َمنَّا بِ ِه
“Dan tidaklah ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah, dan berkatalah
orang yang kokoh keilmuanya; kami beriman dengannya”
Imam ar-Raziy memberikan enam dalil bahwa waqf yang shahih adalah pada
kalimat ُ ِإاَّل هَّللا, diantara argumen beliau adalah:
فََأ َّما الَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِه ْم زَ ْي ٌغ فَيَتَّبِعُونَ َما تَ َشابَهَ ِم ْنهُ ا ْبتِغَا َء ْالفِ ْتنَ ِة َوا ْبتِغَا َء تَْأ ِويلِ ِه
Kalau seandainya kalimat َ َوالرَّا ِس ُخونmengikut atau athfu kepada lafadz Allah
maka kedudukan kalimat يَقُولُ““ونَ آ َمنَّا بِ “ ِهmenjadi mubtada’ dan ini jauh dari
kefasihan atau kebenaran dari segi kaidah bahasa arab.
Dari sinilah lahir kaidah tafsir “ يَ ِجبُ ال َع َم ُل بِال ُمحْ َك ِم واِإل ْي َمانُ بال ُمت ََش“ابِ ِهwajib beramal
dengan yang muhkam dan beriman dengan yang mutasyaabih”.
A. Kesimpulan
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih diantaranya adalah apa yang
disimpulkan oleh Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:
ح فَهُ َو َما َأحْ َك َم ْتهُ بِاَأل ْم ِر َوالنَّه ِْي وبَيَا ِن ْال َحاَل ِل وال َح َر ِام
ِ َوَأ َّما فِ ْي ا ِالصْ ِطاَل
“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau
dikuatkan dengan perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan
haram.”
ف ْال َم َعانِي ْ وأما ال َمتَ َشابِهُ فَأصْ لُهُ أن يَ ْشتَبِهَ اللَ ْفظُ في الظَا ِه ِر مع
ِ اختِاَل
B. Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, oleh karena itu kami meminta saran dan rekomendasi untuk
membantu kami memperbaiki makalah di masa mendatang dan semoga
makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
1
Muhammad Chirzhin, Al-Qur`an dan Ulum Al-Qur`an, (Bandung: Pustaka
2004), halaman. 71
2
Tarmana Abdul Qasim, Samudera Ilmu-Ilmu Al-Qur`an, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2003), halaman. 140-141
3
Muhammad Abd al-‘Azim az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum Al-Qur`an Jilid
2, (Kairo: Dar al-Hadis, 2001), halaman. 225
4
Az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum Al-Qur`an jilid 2, halaman. 230-231
5
As-Suyuthi, Samudera Ulumul Qur’an Jilid 3, halaman. 6
6
Rosihon Anwar, ‘Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), halaman.
128
7
Husein Aziz, Jurnal “Pemahaman ayat-ayat Mutasyabihah Perspektif Bahasa”,
dalam e-jurnal Madaniya, vol. 11, no. 1, 2012 halaman 31-32