Oleh:
MUHAMMAD NABIEL AKBAR
G 100140007
ABSTRACT
It’s mentioned in al-Qur’an term kafir ini 525 verses. One way to understand the
term comprehensively is through the interpretation of al-Qur’an. There are varios
views of mufassir toward interpretation of kafir. M. Quraish Shihab is one of
indonesian mufassir, who interpreted al-Qur’an deeply, especially in al-Mishbah;
messages, impression and harmony of al-Qur’an. This research aims to know the
meaning of kafir, according to Quraish in al-Mishbah. It is library in nature, that
use al-Mishbah as primary resources. As for secondary ones are books, journals
and articles related to the object. And use interpretive approach. This research
reveals that kafir according to Quraish has variety of meaning. First, people who
don’t believe in Allah the almighty, his messengers, angels and the hereafter.
Second, people reluctant to thank for what given by God. Third, those who urge
himself and others not to accept Islam. Fourth, believeres
1
but not apply Islamic tenets. Fifth, the ones who treat Islam as game. Al-Mishbah
belongs to analytical method with a social literature in nature.
1. PENDAHULUAN
Al-Qur’an memuat pedoman bagi Muslim untuk menjalani kehidupan di
dunia ini, pada umumnya penulis Muslim membagi ajaran atau aspek Islam
kepada tiga kelompok, yaitu akidah, syari’ah, dan akhlak.1 Dalam agama Islam,
akidah merupakan dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi
bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau
fondasinya lemah, bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa
fondasi.2 Banyak sekali tema yang tercangkup di dalam akidah, diantaranya
pembahasan tentang kafir.
Allah Swt telah membicarakan term kafir sebanyak 525 ayat di dalam al-
Qur’an.3 Untuk mendapatkan pemahaman komprehensif tentang makna kafir
diperlukan sebuah pendekatan yang relevan sebagai upaya untuk memahami
makna atau pesan teks. Salah satu pendekatan tersebut yaitu melalui tafsir al-
Qur’an.4
Hamka di dalam kitab tafsir al-azhar menjelaskan orang kafir itu orang
yang tidak mau percaya, mulutnya menentang dan perbuatannya melawan. 5
Muhammad Ali Ash-Shabuny di dalam Qabas min Nur al-Qur’an Dirasah
Tahliliyyah Muwassa’ah bi Ahdaaf wa maqaashid as-Suway al-Karimah
menjelaskan bahwa orang kafir adalah orang yang sebenarnya melihat kebenaran,
tapi tidak mau mengikutinya, mereka mendengarnya tapi tidak mau peduli
1
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis dengan
Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), hlm. 6.
2
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam (LPPI), 2000), hlm. 10.
3
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras lil al-Fadhi al-Qur’an al-
Karim (Kairo: Darut Hadits, 1981), hlm. 605-613.
4
Yusuf al-Qaradhawi, Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur’an terj. Kathur Suhardi
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016), hlm. 217.
5
Prof. Dr. Hamka, Tafsr al-Azhar: Jilid 1 (Jakarta: Gema Insani, 2015), hlm. 107.
2
kepadanya.6 Sayyid Quthb di dalam tafsir fi> zhila>lil al-Qur’a>n menjelaskan kafir
adalah orang yang hatinya gelap gulita, beku, terlukis dari celah-celah gerakan
yang tetap dan pasti, gerak penutup terhadap hati dan pendengaran dan penutupan
terhadap pandangan dan pengelihatan.7
Memperhatikan berbagai pendapat-pendapat mufassir di atas, ternyata
term kafir memiliki bermacam pendapat. Di era globalisasi seperti sekrang ini,
bagaimana memahami dan menghargai hubungan sesama muslim sangan
memprihatinkan. Akibatnya umat Islam menjadi terpecah belah, bahkan menjadi
jauh dari sumber umat Islam sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah.8
Memperhatikan hal ini di Indonesia terdapat salah satu mufassir yang terkenal
yaitu M. Quraish Shihab. Beliau seorang tokoh yang serius mendalami al-Qur’an
dan bentuk keseriusan tersebut dibuktikan dengan menulis kitab tafsir al-Qur’an
lengkap 30 juz dengan nama tafsir al-Mishbah; pesan, kesan dan keserasian al-
Qur’an. Memperhatikan hal ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Makna Kafir dalam Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”.
Memperhatikan latar belakang diatas maka masalah yang menjadi fokus
bahasan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimana makna kafir menurut M.
Quraish Shihab dalam kitab tafsir al-Mishbah. Kedua, bagaimana metode dan
corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah. Memperhatikan
rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan peneliti ini adalah
Mengetahui makna kafir menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah dan
mengetahui metode dan corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir al-
Mishbah.
Adapun maanfaat penelitian ini secara teoritik yaitu penelitian ini dapat
menambah khazanah keilmuan dalam ilmu tafsir terutama untuk civitas
akademika Fakultas Agama Islam Progam Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
6
Muhammad Ali Ash-Shabunny, Cahaya al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat al-Baqarah –
al-An’am terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), hlm. 5.
7
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil-Qur’an terj. As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil,
Muchotob Hamzah (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 68.
8
Abdul Jalil Isa, Masalah-masalah Keagamaan yang tidak boleh diperselisihkan antara
sesama Ummat Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1982), hlm. 9.
3
Mengenai Tinjauan Pustaka terdapat beberapa penelitian yang pernah
dilakukan: pertama, Disertasi karya Harifuddin Cawidu dengan judul “konsep
kufr dalam al-Qur’an: suatu kajian teologis dengan pendekatan tafsir tematik”.
Kedua, skripsi karya Mochammad Aminuddin dengan judul “kufur nikmat dalam
al-Qur’an”. Ketiga, skripsi karya Muhammad Mutaqin dengan judul “hadis-hadis
tentang mengkafirkan sesama muslim”. Keempat, jurnal karya Umar Faruq Thohir
dengan judul “pesan damai al-Ghazali: sebuah konsep kafir dan mukmin dalam
prespektif tasawuf akhlaqi”.
Metode tafsir al-Qur’an merupakan suatu cara yang teratur dan terpikir
baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan
Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
s.a.w. Metode tafsir al-Qur’an tersebut berisi seperangkat kaidah dan aturan yang
harus diindahkan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.9
Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur’an sejak dulu sampai sekarang,
akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsiran al-Qur’an itu dilakukan
melalui empat cara (metode) yaitu: ijma>li> (global), tahli>li> (analitis), muqa>rin
(perbandingan), dan maudhu>’i> (tematik).10
Corak Penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam
bahasa Arab yaitu “al-laun” yang arti dasarnya warna.11 Corak penafsiran yang
dimaksud ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna
tersendiri pada tafsir.12 Macam-macamnya adalah: bi al-ma’tsu>r, bi al-Ra’yi, al-
shufy, al-fiqhi, al-falsay, al-ilmi>, dan al-adabi> al-ijtima>’i>.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu
penelitian yang menggunakan bahan-bahan tertulis seperti manuskrip, buku,
majalah, surat kabar, dan dokumen lain. Pendekatan penelitian ini adalah
9
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm. 1-2.
10
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2012) ,cet. IV, hlm. 3.
11
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2014), hlm. 199.
12
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir al-Qur’an, Jurnal Ushuludin dan Ilmu-ilmu
Keislaman, Vol. 1, No. 1, Agustus 2015, hlm. 84.
4
interpretatif, yakni sejauh peneliti menangkap makna yang terkandung di dalam
penafsiran M. Quraish Shihab.
Sumber primer yang digunakan adalah tafsir al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab dari volume 1 sampai 15, yaitu ayat-ayat al-Qur’an yang di dalamnya
terdapat kata kafir. Sumber sekunder yang digunakan adalah semua peneitian
tentang tafsir al-Mishbah, terlebih khusus jika ada yang meneliti term kafir.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-
analisis yakni mendiskripsikan data yang telah dikumpulkan kemudian di analisis
dan disimpulkan untuk mendapatkan jawaban atas problem yang dikemukakan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
3.1 Makna Kafir
Secara bahasa kafir terambil dari akar kata (َ ُكفر- َيكَفُ َُر- ) َكفَ ََرmenurut
Hasan Muhammad Musa, di dalam Qamus Qur’ani mempunyai banyak
pengertian yang saling berdekatan, seperti: menyembunykan, menutupi,
menghalangi, dinding, selubung, mengingkari dan menentang. 13 Secara
istilah para ulama berbeda pengertian tentang kafir. Ibn Taimiyah
menjelaskan, kafir adalah tidak beriman kepada Allah s.w.t dan para
Rasul-Nya, baik disertai pendustaan atau tidak, atau karena berpaling dari
mengikuti Rasulullah s.a.w karena dengki (hasad) atau sombong, atau
karena mengikuti hawa nafsu yang memalingkan pemiliknya dari
mengikuti risalah.14
13
Azyuzumardi Azra, Kajian Tematik al-Qur’an Tentang Ketuhanan, (Bandung:
Angkasa, 2008), hlm. 348.
14
Taqy ad-Din ahmad Ibn ‘Abd Halim Ibn Taimiyah, majmu’ fatawa, (Madinah:
Mujamma’ al-Malik Fadh li Tiba’ah al-Mushaf asy-Syarif, 2003 M/1426 H), juz XXI, hlm. 335.
5
karena ia melakukan sebuah tindakan yang menurut syari’at dapat
mengeluarkan pelakunya dari keimanan.15
15
Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibn Hazm, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam
(Baerut: Mansyurat Dar al-Afaq al-Jadidah, t.t), juz I, hlm. 49-50.
16
Rudi Hartono, Takfir dalam Pandangan Ibn Taimiyah : Kajian atas Kitab Majmu>’
Fata>wa> (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015), hlm. 21.
17
Ibid, hlm. 22-23.
18
Sa’id Ibn ‘Ali Ibn Wahf al-Qahtani, Kapan Manusia menjadi Kafir?, terj. Khairul
Anwar, (Solo: Pustaka al-‘Alaq, 2007), hlm. 56.
6
mengingkari dan durhaka yang melahirkan kesombongan dan
kecenderungan melanggar.19
19
Hafiz Hakami, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, (Jakarta: GIP, 2005), hlm. 196.
20
Sa’id Ibn ‘Ali Ibn Wahf al-Qahtani, Kapan Manusia menjadi Kafir?, terj. Khairul
Anwar, (Solo: Pustaka al-‘Alaq, 2007), hlm. 55.
21
Hafiz Hakami, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, (Jakarta: GIP, 2005), hlm. 196.
22
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras lil al-Fadhi al-Qur’an al-
Karim (Kairo: Darut Hadits, 1981), hlm. 605-613.
23
Harifuddin Cawidu, konsep kufr dalam al-Qur’an; suatu kajian terhadap teologis
dengan pendekatan tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 31.
7
3.3 Penafsiran M. Quraish Shihab tentang Kafir
3.3.1 Pengingkaran terhadap keesaan dan wujud Allah s.w.t, Para Rasul-
Nya dan mendustakan hari Kemudian.
Enggan mengakui keesaan dan wujud Allah s.w.t, serta kebenaran
yang disampaikan oleh Rasul-Nya dan mendustakan hari kemudian.24
Kalam Allah dalam QS. Al-Maidah [5]: 72.
ْ َ َ ََ ْ َ َ َ ذ َ َ ُ ْ ذ ذ
ْ ُ اهّلل ُه َو ال ْ َمس
يحُ س ِ يح اب ُن َم ْر َي َم َوقال ال َم ِ لقد كفر اَّلِين قالوا إِن
ََ ِ ْ ُْ َ ُْ َ َ ُُْ ْ ذ َِ َ َذ ُ ْ ذ
ْشك بِاهّللِ فق ْد ِ يا ب ِِن إِْسائِيل اعبدوا اهّلل ر ِّب وربكم إِنه من ي
َ َ
َ َ ْ َ َْ ذ َ َ َ ْ َ ُ ذ ُ َ َ ذ ََ ُ ََذ
٧٢ ار
ٍ نص أ ِن م ني م
ِ ِ لا ِلظ ل امو ارانل اهو أ مو ة ن اْل ِ ه ي حرم اهّلل عل
“Demi, Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata,
“Sesungguhnya Allah ialah al-masih putra Maryam.” Padahal al-masih
berkata, “Hai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhan-ku dan Tuhan kamu.”
Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah,
maka pasti Allah telah mengharamkan atasnya surga, dan tempatnya
adalah neraka. Dan tidaklah bagi orang-orang zalim satu
penolongpun”.(QS. Al-Maidah [5]: 72)25
Quraish menjelaskan kata kafir pada ayat di atas terambil dari akar
kata yang bermakna menutup. wujud Allah dan keesaan-Nya adalah satu
hakikat yang sangat jelas. Bukti-buktinya sudah terhampar dalam alam
24 24
Lihat Tafsir al-Misbah QS. al-baqarah [2]: 6, 19, 24, 26, 28, 34, 39, 41, 61, 88, 89,
90, 91, 93, 98, 99, 102, 105, 121, 161, 250, 254, 258; ali imran [3]: 10, 12, 19, 21, 32, 52, 70, 80,
90, 91, 98, 101, 112, 116, 151, 176, 178; an-nisa’ [4]: 37, 42, 46, 56, 60, 131, 136, 137, 140, 150,
151, 155, 156, 167, 168; al-maidah [5]: 10, 17, 36, 44, 57, 64, 67, 68, 72, 73, 78, 86, 102, 103,
110; al-an’am [6]: 1, 7, 25, 30, 130; al-a’raf [7]: 37, 66, 76, 90, 93, 101; al-anfal [8]: 12, 15, 30,
38, 52; at-taubah [9]: 17, 26, 30, 40, 54, 66, 68, 73, 74, 97, 107, 125; yunus [10]: 2; huud [11]: 17,
27, 42, 60, 68; yusuf [12]: 37; ar-ra’d [13]: 5, 7, 27, 30, 31, 32, 33, 43; ibrahim [14]: 9, 13; an-nahl
[16]: 39, 83, 107; al-isra’ [17]: 8, 89, 98, 99; al-kahf [18]: 56, 80, 102, 105, 106; maryam [19]: 37,
77; al-anbiya’ [21]: 30, 36, 39; al-hajj [22]: 19, 25, 55, 57, 72; al-mu’minun [23]: 24, 33; an-nur
[24]: 39; al-furqan [25]: 4, 32, 55; al-qashash [28]: 48; al-‘ankabut [29]: 23, 25, 47, 52; ar-rum
[30]: 16, 58; Luqman [31]: 23, 32; as-sajdah [32]: 10; al-ahzab [33]: 48, 64; saba’ [34]: 17, 31, 33,
34, 43; fathir [35]: 7, 26, 36; yasin [36]: 64, 70; ash-shaffat [37]: 170; shad [38]: 2, 4, 74; az-zumar
[39]: 3, 7, 32, 59, 63, 71; al-ghafir [40]: 4, 6, 10, 12, 14, 22; fushshilat [41]: 7, 9, 14, 26, 41, 52;
az-zukhruf [43]: 15, 24, 30, 33; al-jatsiyah [45]: 11, 31; al-ahqaf [46]: 10, 11; muhammad [47]: 1,
8; al-fath [48]: 22, 26; al-qamar [54]: 14, 43; al-hadid [57]: 19; al-mumtahanah [60]: 1; ash-shaff
[61]: 14; at-taghabun [64]: 4, 5, 6, 10; at-tahrim [66]: 7, 10; al-mulk [67]: 6; al-qalam [68]: 51; al-
haqqah [69]: 50; al-ma’arij [70]: 36; nuh [71]: 27; al-muddatsir [74]: 31; ‘abasa [80]: 42; al-
insyiqaq [84]: 22; al-buruj [85]: 19; al-ghasyiyah [88]: 23; al-balad [90]: 19; al-bayyinah [98]: 1,
6; al-kafirun [109]: 1.
25
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2001), Vol. 3, Cet. I, hlm. 150.
8
raya dan diri manusia, tetapi sebagian manusia enggan melihat dan
berpikir tentang bukti-bukti itu. Keengganan tersebut sama halnya dengan
menutup bukti-bukti itu, maka dari sini seseorang yang tidak mempercayai
bukti wujud dan keesaan Allah s.w.t dinamai kafir.26
3.3.2 Enggan bersyukur ats nikmat dan anugerah yang telah Allah s.w.t
limpahkan.
Allah s.w.t memberikan nikmat dan anugerahnya kepada siapa saja,
akan tetapi ada manusia yang enggan bersyukur atas nikmat dan anugerah
yang telah Allah s.w.t limpahkan.28 Kalam Allah dalam QS. Al-Anbiya’
[21]: 94.
َ ذ َ ْ ُ ََ ْ ُ َف َمن َي ْع َم ْل م َِن ذ
ات َوه َو ُمؤم ٌِن فَل كف َران ل َِس ْعيِهِ ِإَونا َُل َ ِ الص
ِ اِل
َ َ
٩٤ َكت ُِبون
“Maka barang siapa mengerjakan amal saleh, sedang ia adalah
mukmin, maka tidak ada pembatalan terhadap amalannya sesungguhnya
Kami terhadapnya adalah Penulis-penulis.”29
Quraish menjelaskan kata ( )كفرانkufra>n yang terdapat pada QS. Al-
Anbiya’ [21]: 94 terambil dari kata ( )كفرkafara yang dari segi bahasa
26
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2001), Vol. 3, Cet. I, hlm. 151.
27
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) Vol. 6, Cet. I, hlm. 547.
28
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-baqarah [2]: 90, 152, 264, 286; ali imran [3]: 90, 131;
an-nisa’ [4]: 37; al-maidah [5]: 115; al-an’am [6]: 1, 89; huud [11]: 9; yusuf [12]: 87; ibrahim [14]:
7, 28, 34; an-nahl [16]: 55, 72, 112; al-isra’ [17]: 67, 69, 89; al-hajj [22]: 38, 66; al-furqan [25]:
50; An-naml [27]: 40; al-qashash [28]: 82; al-‘ankabut [29]: 66, 67; ar-rum [30]: 34, 51; Luqman
[31]: 12, 32; as-sajdah [32]: 10; saba’ [34]: 17, 162; fathir [35]: 39; yasin [36]: 47; az-zumar [39]:
7; asy-syura [42]: 48; qaf [50]: 24 al-hadid [57]: 19; at-taghabun [64]: 2; al-insaan [76]: 3.
29
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 9, Cet. I, hlm. 503.
9
berarti menutup. Ia bisa juga diartikan tidak mengakui kebaikan yakni
tidak bersyukur. Memang al-Qur’an menggunakan kata ini antara lain
sebagai antonim dari kata ( )شكرsyukur, karena ia biasa diperhadapkan
dengan kata syukur.30
3.3.3 Menghalangi atau menutupi dirinya dan orang lain dari jalan Allah
s.w.t.
Bentuk kekafiran dalam hal ini, ketika seseorang menolak dirinya
sendiri dari kebenaran yang disampaikan oleh para Rasul-Nya kemudian
ditambah lagi dengan menghalangi orang lain untuk menempuh jalan yang
30
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 9, Cet. I, hlm. 507.
31
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 7, Cet. I, hlm. 22.
32
Ibid, hlm. 23.
33
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Al-hajj [22]: 66.
34
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Yasin [36]: 47.
35
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Al-Baqarah [2]: 276.
10
benar yang telah disampaikan Rasul-Nya.36 Kalam Allah dalam QS. An-
Nahl [16]: 88
َ َْ َ َْ ً َ َ ْ ُ َْ ِ َ َ ذ
َ ك َف ُروا ْ َو َص ُدوا ْ َعن
اب
ِ ذ ع ال قو ف اباذع م اهن دِ ز ِ اهّلل يل
ِ ِ بس اَّلِين
َ ْ ْ ُ َ
٨٨ س ُدون ِ ب ِ َما َكنوا ُيف
“orang-orang kafir dan menghalangi dari jalan Allah. Kami
tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan (karena)
mereka selalu berbuat kerusakan”37
Quraish menjelaskan bahwa orang kafir dalam ayat tersebut yaitu
orang-orang yang melakukan penganiayaan atas diri mereka dan yakni
sambil menghalangi orang lain dari menempuh jalan Allah yaitu jalan
kebaikan dan kebenaran yang penuh kedamaian.38
Orang-orang kafir dalam menghalangi orang lain dari jalan Allah s.w.t
menggunakan berbagai macam cara, yaitu: Munafik, yaitu sikap bermuka
dua yang diperlihatkan oleh orang-orang kafir. Secara lahir, mereka
mengaku beriman tetapi secara batin mereka tidak beriman.39 Menjadikan
syetan dan thaghut40 sebagai Tuhan, penolong dan teman karib atau
percaya kepada yang batil.41 Menafkahkan harta di jalan syetan dan
36
Lihat Tafsir al-Mishbah al-baqarah [2]: 108, 109, 217; ali imran [3]: 52, 72, 100, 149;
an-nisa’ [4]: 46, 84, 89, 150; al-maidah [5]: 3; Al-anfal [8]: 18, 65, 73; at-taubah [9]: 26, 32, 37,
107; ar-ra’d [13]: 33; ibrahim [14]: 13; an-nahl [16]: 88; maryam [19]: 73; al-mu’minun [23]: 24;
al-‘ankabut [29]: 12; al-ahzab [33]: 1, 25; al-ghafir [40]: 25, 42; fushshilat [41]: 29; muhammad
[47]: 1, 4, 32, 34; al-fath [48]: 25; ath-thur [52]: 42; al-hasyr [59]: 16; al-mumtahanah [60]: 2; as-
shaff [61]: 8; al-insaan [76]: 24.
37
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 7, Cet. I, hlm. 317.
38
Ibid.
39
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Ali imran [3]: 72, 156, 167; an-nisa’ [4]: 139, 155; al-
maidah [5]: 41, 61; at-taubah [9]: 37, 40, 49, 74; al-hasyr [59]: 11; al-munafiqun [63]: 3.
40
( )طاغوتthagut terambil dari akar kata yang berarti “melampaui batas” kata ini
menunjuk kepada segala macam kebatilan atau keburukan. Setan, dajjal, penyihir, berhala, ide-ide
yang sesat, manusia durhaka, tirani, siapapun yang mengajak kepada kesesatan, dan yang
menetapkan hukum bertentangan dengan ketentuan Allah, semuanya digelar dengan Thagut. Lihat
M. Quraish Shihab, Tafasir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:Lentera
Hati, 2000), vol. 1, cet. I, hlm. 516.
41
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Baqarah [2]: 257; ali Imran [3]: 13, 28, 149; an-nisa’
[4]: 51, 76, 89, 139, 140, 141, 144; al-Maidah [5]: 80; at-Taubah [9]: 23; al-Isra’ [17]: 27; al-
Qashash [28]: 86; Muhammad [47]: 3; al-hasyr [59]: 16; al-mumtahanah [60]: 13.
11
thaghut, digunakan untuk memadamkan cahaya ilahi.42 Menghalalkan
yang telah diharamkan Allah s.w.t serta menganut kepercayaan yang
bertentangan dengan petunjuk Allah s.w.t.43
42
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Anfal [8]: 36; at-Taubah [9]: 55.
43
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Maidah [5]: 103; al-An’am [6]: 122; at-Taubah [9]: 37.
44
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Baqarah[2]: 85, 104; ali Imran[3]: 86, 97, 106; al-
Maidah[5]: 12; at-Taubah[9]: 37; an-Nahl[16]: 106; an-Nur[24]: 55.
45
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2000), Vol. 2, Cet. I, hlm. 150.
46
Ibid, hlm. 152.
12
Bagaimana dengan yang telah memenuhi syarat wajib melaksanakan
haji, yakni sehat jasmani dan rohani, memiliki kemampuan materi berupa
biaya perjalanan dan selama perjalanan serta biaya hidup untuk keluarga
yang ditinggal, jalan menuju ke sana dan kembali pun aman, tidak ada
perang tidak ada wabah penyakit? Menurut Quraish pastilah mereka
berdosa. Mereka berdosa karena menolak panggilan Allah s.w.t, itulah
ََ
yang ditunjuk oleh firman-Nya ()و َمن كف َر.
َ 47
َ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ذ َ ْ َ َ َْ ذ
ونادى أصحاب انلارِ أصحاب اْلنةِ أن أفِيضوا علينا مِن الماء
َ ذاَّلِين٥٠ ين ََ َ ُ َ َْ ذ َ ََ ُ ُ ُ َ ُ ْ ذ ذ َ ذ
َ لَع الْ ََكف ِر
ِ أو مِما رزقكم اهّلل قالوا إِن اهّلل حرمهما
ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ُ َ َْ ُ ُ ْ ذ َ ُ ْ َ ُ ْ َ ْ ً َ َ ً َ َ ذ
َاه ْم َكما اَّتذوا دِينهم لهوا ولعِبا وغرتهم اِلياة ادلنيا فاَلوم ننس
َ َْ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ
٥١ ن ُسوا ل ِقاء يَ ْو ِم ِه ْم هـذا َو َما َكنوا بِآيَات ِ َنا َي َح ُدون
“Dan penghuni-penghuni neraka itu menyeru penghuni-penghuni
surga; ‘curahkanlah kepada kami sedikit air dari apa yang telah
direzekikan Allah kepada kamu’. Mereka menjawab; ‘sesungguhnya Allah
telah mengharamkan keduanya atas orang-orang kafir’ (yaitu) orang-
orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan
kelengahan, dan kehidupan dunia telah menipu mereka’. Maka pada hari
ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan
mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari
ayat-ayat Kami”.49
Quraish menjelaskan orang kafir yang menjadikan agama sebagai
permainan, apa yang dihasilkannya tidak lain hanya menyenangkan hati
47
Ibid.
48
Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-A’raf [7]: 50-51; al-Ghafir [40]: 74.
49
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 5, Cet. I, hlm. 106.
13
dan menghabiskan waktu dan kelengahan, yaitu kegiatan yang
menyenangkan hati tetapi kurang atau tidak penting, sehingga
melengahkan pelakunya dari ha-hal yang penting atau yang lebih penting
dan itu semua disebabkan karena kehidupan dunia telah menipu mereka.50
50
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 5, Cet. I, hlm. 106.
14
menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut dengan
gaya bahasa yang indah dan menarik, selanjutnya menghubungkan nas}-nas}
al-Qur’an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya
yang ada.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Makna kafir menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah
dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, enggan mengakui keesaan
dan wujud Allah s.w.t serta kebenaran yang disampaikan oleh Rasul-Nya
dan mendustakan hari Kemudian. Kedua, enggan bersyukur atas nikmat
dan anugerah yang telah Allah s.w.t limpahkan. Ketiga, menghalangi atau
menutupi dirinya dan orang lain dari jalan Allah s.w.t. Keempat, beriman
tetapi tidak mengerjakan tuntunan agama Islam. Kelima, menjadikan
agama sebagai permainan.
4.2 Saran
Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menyampaikan saran kepada:
15
mengenai makna kafir dalam tafsir al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab.
4.2.2 Penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah khazanah
pengetahuan tentang term kafir.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Baqi, Muhammad Fuad. 1981. al-Mu’jam al-Mufahras lil al-Fadhi al-
Qur’an al-Karim. Kairo: Darut Hadits, 1981.
al-Qahtani, Sa’id Ibn ‘Ali Ibn Wahf. 2007. Kapan Manusia menjadi Kafir?, terj.
Khairul Anwar. Solo: Pustaka al-‘Alaq.
al-Qaradhawi, Yusuf. 2016. Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur’an terj.
Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016.
Ash-Shabunny, Muhammad Ali. 2000. Cahaya al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat
al-Baqarah – al-An’am terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Azra, Azyuzumardi. 2008. Kajian Tematik al-Qur’an Tentang Ketuhanan.
Bandung: Angkasa.
Baidan, Nashruddin. 2012. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Cawidu, Harifuddin. 1991. Konsep Kufr dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis
dengan Pendekatan Tafsir Tematik. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Hakami, Hafiz. 2005. 200 Tanya Jawab Akidah Islam. Jakarta: GIP.
Hamka. 2015. Tafsir al-Azhar: Jilid 1. Jakarta: Gema Insani.
Hartono, Rudi. 2015. Takfir dalam Pandangan Ibn Taimiyah : Kajian atas Kitab
Majmu>’ Fata>wa>. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ibn Hazm, Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id. T.t. al-Ihkam fi Usul al-
Ahkam. Baerut: Mansyurat Dar al-Afaq al-Jadidah.
Ibn Taimiyah, Taqy ad-Din ahmad Ibn ‘Abd Halim. 2003 M/1426 H. majmu’
fatawa. Madinah: Mujamma’ al-Malik Fadh li Tiba’ah al-Mushaf asy-Syarif.
Ilyas, Yunahar . 2000. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian
dan Pengamalan Islam (LPPI).
Isa, Abdul Jalil. 1982. Masalah-masalah Keagamaan yang tidak boleh
diperselisihkan antara sesama Ummat Islam. Bandung: al-Ma’arif.
Izzan, Ahmad. 2014. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur.
Quthb, Sayyid. 2000. Fi> Zhila>lil-Qur’a>n terj. As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim
Basyarahil, Muchotob Hamzah. Jakarta: Gema Insani Press.
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 1. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
16
_________________ 2000. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 2. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2001. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 3. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2001. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 4. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 5. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 6. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 7. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 8. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 10. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. vol. 15. cet. II. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2003. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 11. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2003. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. vol. 13. cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2003. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. vol. 14. cet. I. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2004. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 9. Cet. II. Jakarta: Lentera Hati.
_________________ 2004. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 12. Cet. II. Jakarta: Lentera Hati.
Syukur, Abdul. 2015. Mengenal Corak Tafsir al-Qur’an, Jurnal Ushuludin dan
Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 1, No. 1, Agustus 2015. 84.
17