Anda di halaman 1dari 2

AL-QUR’A>N DI ERA KEKINIAN:

RELASI ANTARA TEKS DAN REALITAS

Oleh: Mohammad Dinul Qoyyim Al Khafidz

Email: dqoyyim@gmail.com

Eksistensi al-Qur’a>n dalam pandangan umum tidak bisa dielakkan. Ia menjadi obyek
kajian yang pokok dan tidak habis untuk diperbincangkan. Keberadaannya bisa
menyesuaikan waktu dan zaman. Menurut Neuwirth, teks al-Qur‘a>n adalah teks yang isi,
gaya bahasa, struktur, dan retorikanya berkembang disesuaikan dengan situasi yang
melatarinya. Ketika kesemuanya berubah, al-Qur’a>n juga akan dengan lentur menyesuaikan
dirinya demi efektivitas penyampaian pesannya.1

Ketika membahas penelitian terhadap al-Qur’a>n. Apakah latarbelakang membuat


penelitian berasal setelah membaca isi kandungan al-Qur’a>n, atau berasal dari ilmu dari luar
yang dicari korelasinya dengan al-Qur’a>n. Kemudian istilah menghubung-hubungkan dengan
al-Qur’an disebut memperkosa al-Qur’a>n.2 Hasil dari penelitian ini akan menghasilkan karya-
karya ilmiah yang bermacam-macam seperti; Living Qur’an, Tafsir Maudhu’i, Tafsir
Muqarran, dan lain sebagainya.

Kegiatan mengkaji isi al-Qur’a>n menurut Endy Saputro dibagi menjadi 2, diantaranya
adalah Ulu>m al-Qur’a>n dan Studi Qur’a>n.3 Perbedaan ini terlihat dari aspek epistemologis
maupun metodologisnya. Secara sederhana, Ulu>m al-Qur’a>n lebih berorientasi pada sisi
tekstualitas al-Qur’a>n, sehingga dari sisi metodologis, kajian ini lebih mengarah pada cara-
cara menafsirkan wahyu Ilahi. Hal ini berbeda dengan Studi Qur’a>n yang meletakkan ranah
analisisnya pada aspek-aspek al-Qur’a>n sebagai realitas, tidak hanya sebagai teks Ilahi.
Tulisan ini mengambil definisi Studi al-Qur’a>n tak hanya pada dimensi tekstual, tetapi juga
menjangkau penafsiran-penafsiran al-Qur’a>n di masyarakat dalam domain kultural. Ulu>m al-
Qur’a>n, sebagaimana didefinisikan oleh para skolar klasik,4 adalah ilmu yang membahas
tentang cara memahami wahyu Ilahi yang tertulis di dalam Musha>f al-Qur’a>n, yang
mencakup konsep-konsep tentang pewahyuan, Asba>b al-Nuzu>l, al-Nasikh wa al-Mansu>kh
dan hal lain terkait dengan penafsiran ayat. Basis ontologis para skolar klasik tersebut
memposisikan al-Qur’a>n sebagai kitab suci, sehingga Ulu>m al-Qur’a>n digagas sedemikian
rupa agar umat Islam bisa belajar menjadi mufasir, atau paling tidak, ahli tafsir. Namun,
secara tidak langsung, sebenarnya para skolar klasik tersebut justru membangun kerangka
baku penafsiran Qur’an, sehingga terkesan Ulu>m al-Qur’a>n itulah yang otoritatif sebagai alat
penafsiran. Dampak negatif kenyataan ini adalah terjadinya sakralisasi ilmu yang melahirkan

1
Angelika Neuwirth, Von Rezitationstext uber die liturgie zum Kanon: Zu Entstehung und Wiederauflosung der
Surenkomposition im Verlauf der Entwicklung eines Islamischen Kultus‖ dalam The Qur‟an as Text, ed. Stefan
Wild (London: E. J. Brill, 1996), h. 167.
2
Pendapat ini dinukil dari Tajuddin Romli salah satu mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2015.
3
M. Endy Saputro, Alternatif Tren Studi al-Qur’a>n
4
Jala>luddin al-Suyu>thi, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Beirut: Darr al-Fikr, tth).

1
klaim kebenaran dan dakwaan kesalahan terhadap pendekatan-pendekatan lain, dan
memunculkan tafsir tepat dan tafsir sesat.

Teks al-Qur’an memiliki keunggulan tersendiri dari pada kitab suci yang lain. Ia
dikaji dari banyak sudut pandang, baik dari segi antropologi, sosiologi, 5 geografis,
gramatikal, fonologi, fenomenologi, filologi, dan lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan
kajian terhadap al-Qur’a>n terus berkembang dan tidak ada habisnya. Ketika membahas
tentang al-Qur’a>n yang dihubungkan dengan keahlian ilmu yang dimiliki peneliti maka hal
ini disebut oleh A>min al-Khulli> sebagai Dira>sa>t ma> fi> al-Na>s.

Kemudian al-Qur’an sering memberi sentuhan-sentuhan batiniyah dan manfaat yang


tidak terduga bagi manusia yang merefleksikan al-Qur’a>n dari segi fungsionalitasnya. Seperti
al-Qur’a>n menjadi obat, azimat, atau hanya sekadar al-Qur’an sebagai refleksi diri saja dalam
penerapan kehidupan sehari-hari.6 Al-Qur’a>n memang unik, dari segi pembacaannya saja
dapat melenturkan hati pembaca dan pendengarnya. Seperti cerita pertama kali umar masuk
islam, ia terkagum atas isi bacaan adik kandungnya Fatimah, yaitu al-Qur’a>n. Pada saat itu
Fatimah membaca surat Thaha sampai lafadz Innani> anallahu la>ilaha illa> ana fa’budni> wa
aqimishala>ta lidzikri>.7 Ada juga yang menggunakan ayat atau surat al-Qur’a>n sebagai tameng
diri terhadap gangguan fisik, psikis dan metafisika seperti penggunaan surah al-Jin, Yasin,
Waqi’ah dan Mulk di Pondok Pesantren Sunan Ampel Denanyar Jombang, dan masih banyak
lagi. Pembahasan mengenai persepsi manusia terhadap al-Qur’an disebut sebagai kajian
Living Qur’a>n.8

Dalam memahami al-Qur’a>n, banyak metode cara menafsirkan al-Qur’an. Seperti;


metode Ijmali, tahlili, muqarran, dan maudhu’i.9 Kemudian karena sistem penafsiran
tidaklah stagnan, berubah-ubah sesuai zamannya. Disusul dengan metode penafsiran
kontemporer yang menggiring perspektif manusia dalam memahami al-Qur’a>n. Seperti;
metodologi tafsir sastra tematik, metode linguistik arab, dan Hermeunitika.10

Dibalik pemahaman terhadap teks, juga terdapat pandangan non-islam dan para
pengkaji islam timur terhadap al-Qur’a>n yang bisa dikatakan nyeleneh. Meskipun secara
tidak sengaja apa yang dikatakan outsider tersebut memberi kontribusi besar terhadap al-
Qur’a>n itu sendiri. Seperti Richard Bell mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan produk
yang mengkopi dan mengesahkan agama sebelummnya sebagai taktik untuk memikat calon
pengikutnya. Yakni mengkopi agama dari agama Nasrani dan Yahudi. Yang mana kemudian
di ditemukan istilah-istilah yang sama dalam penelitiannya seperti qara, sabbih, dan abd.11

5
M. Masyur, Muhammad Chirzin dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’a>n dan Hadi>s, (Yogyakarta: Teras,
2007), h. 6.
6
Ibid..., h. 43- 46.
7
Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Sayuthiy, Tari>kh Khulafa>’, (Beirut: Darr al-Kutub al-Ilmiyah,
2011), h. 79.
8
M. Masyur, Muhammad Chirzin dkk, Metodologi Penelitian Living..., h. 54.
9
Ali al-Jufri, Metodologi Modern-Kontemporer, Jurnal: Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2, Juli-Desember 2014, h. 134.
10
Ibid..., h. 140-146.
11
Al-Makin, Antara Barat dan Timur Batasan, Dominasi, Relasi dan Globalisasi, (Yogyakarta: Suka-Press, 2016),
h. 91.

Anda mungkin juga menyukai