Anda di halaman 1dari 4

KAJIAN SEMANTIK TOSHIHIKO IZUTSU: MENYINGKAP MAKNA HAWĀ,

MAḤABBAH, KHALĪL, MAWADDAH DAN RAGHIBA DALAM AL-QUR’AN

Fuad Ashari
UIN Walisongo, Semarang, Indonesia
fuadashari0@gmail.com

Abstrak

Kata kunci dalam Al-Qur’an memegang peran penting dalam membentuk struktur konseptual
dasar pandangan dunia Al-Qur’an. Di antara istilah-istilah kunci dalam Al-Qur’an terdapat
kata hawā, maḥabbah, khalīl, mawaddah, dan raghiba, yang semuanya memiliki kedalaman
konsep yang tersirat. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pendekatan semantik
Toshihiko Izutsu terhadap kata-kata tersebut dalam Al-Qur’an, serta untuk memahami
hubungan antara kata-kata tersebut menurut perspektif semantik Al-Qur’an yang diusung
oleh Toshihiko Izutsu.
Semantik adalah istilah yang digunakan dalam kajian analisis ilmu Al-Qur’an untuk
memahami makna sebuah kata dalam bahasa. Pendekatan semantik mencakup pencarian
makna dasar, makna rasional, serta analisis sinkronik dan diakronik, serta pemahaman
terhadap weltanschauung (pandangan dunia) yang terkandung dalam kata tersebut dalam Al-
Qur’an. Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan studi kepustakaan (library
research), yang merupakan kegiatan riset yang menggunakan data dari berbagai koleksi
kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, yang
membantu dalam menjelaskan dan menggambarkan fenomena yang diamati tanpa campur
tangan peneliti.
Dari analisis semantik terhadap kata hawā, maḥabbah, khalīl, mawaddah, dan raghiba,
terungkap bahwa semua konsep tersebut berhubungan dengan cinta dan kasih sayang. Kata
hawā, misalnya, membahas tentang kecenderungan atau keinginan manusia, namun sering
kali cenderung mengarah pada nafsu. Sementara itu, maḥabbah merujuk pada cinta atau
kasih, dengan dimensi yang mencakup cinta Allah Swt terhadap hamba-Nya, cinta hamba
terhadap Allah Swt, hubungan sesama makhluk, dan hal-hal duniawi. Khalīl, meskipun
berarti kasih sayang, dalam Al-Qur’an diberikan secara khusus kepada Nabi Ibrahim a.s.
Selanjutnya, mawaddah, menggambarkan kasih sayang dengan berbagai objek, seperti Allah
Swt, hamba, keluarga, sahabat, bahkan musuh. Sedangkan, raghiba memiliki makna suka,
namun suka tersebut dikaitkan dengan makhluk ciptaan Allah Swt.
Kata Kunci : Hawā, Maḥabbah, Khalīl, Mawaddah, Raghiba, Semantik, Toshihiko Isutzu.

Pendahuluan

Sebagai wahyu Allah Swt yang paling mulia, Al-Qur’an merupakan penggenap kitab-
kitab yang telah disampaikan oleh para Nabi sebelumnya. Dan barangsiapa yang membaca

1
Al-Qur’an atau mendengarkan bacaannya, maka akan mendapat pahala. Lebih lanjut, Al-
Qur’an juga menyimpan banyak informasi dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, banyak peneliti yang berupaya memahami Al-Qur’an dari perspektif mereka
masing-masing dan dengan berbagai landasan ilmiah. Hal ini dilakukan agar para peneliti
tersebut dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap substansi yang
terkandung dalam setiap ayat Al-Qur’an.

Pemahaman terhadap Al-Qur’an sebenarnya telah dimulai sejak Al-Qur’an


diturunkan. Pada awalnya, teknik yang digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an adalah
dengan membandingkan bagian-bagian Al-Qur’an satu dengan yang lainnya. Selain itu,
strategi lainnya adalah dengan menggunakan hadits yang diuraikan langsung oleh Nabi
Muhammad Saw. Namun, setelah masa Nabi Muhammad Saw, penafsiran Al-Qur’an
mengalami perkembangan. Seiring waktu, muncul berbagai cara dalam menafsirkan Al-
Qur’an, namun tetap sesuai dengan disiplin ilmu yang digunakan dalam strategi pemahaman,
diantaranya; tafsir bil ma’tsur, tafsir bil ra’yi, tafsir maudlu’i, tafsir isyari, tafsir sufi, tafsir
lughawi dan lain sebagainya.

Salah satu dari mukjizat yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah keindahan sastra yang
tercermin di dalamnya. Setiap ayat dari setiap huruf dalam Al-Qur’an mengandung keindahan
bahasa, karena setiap kata dipilih dengan teliti untuk memastikan kemudahan pengucapan
dan keakuratan dalam penyusunan kalimat. Hal ini memungkinkan pembaca dan pendengar
untuk memahami pesan yang terkandung dalam setiap ayatnya. Al-Qur’an beserta isinya
menjadi sumber penelitian yang tak pernah habis, mulai dari analisis huruf per huruf, kata
demi kata, ayat demi ayat, surat demi surat, hingga konteks waktu turunnya, serta makna
yang tersurat maupun tersirat. Semua aspek ini terus diteliti dan ditafsirkan dengan berbagai
teori dan pendekatan yang beragam.

Pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an memiliki fleksibilitas makna yang tidak
statis. Artinya, makna ayat-ayat Al-Qur’an senantiasa dapat berubah dan tidak dapat dipahami
dengan cara yang sama pada setiap masa. Interpretasi terhadap Al-Qur’an selalu disesuaikan
dengan konteks sosial, budaya, dan zaman yang berbeda. Al-Qur’an dipahami oleh umat
manusia sesuai dengan kebutuhan dan pemahaman mereka pada waktu itu, yang dapat
bervariasi. Penafsiran terhadap Al-Qur’an akan selalu mengalami perkembangan dan
pergeseran seiring dengan evolusi pemikiran dan pemahaman umat manusia. Dalam mengkaji
Al-Qur’an, para pengkaji menggunakan berbagai perspektif. Amin al-Kulli menegaskan

2
bahwa sebelum memulai kajian terhadap Al-Qur’an dengan metode tertentu, penting untuk
melakukan analisis linguistik dan sastra terlebih dahulu. Mengingat Al-Qur’an ditulis dalam
bahasa Arab, maka penting untuk memahami kebahasaannya agar dapat menggali makna
yang terkandung di dalamnya secara lebih baik.1

Dengan demikian, Al-Qur’an dapat dipelajari dan diamati dari dua sudut pandang
utama: teologis dan kebahasaan (linguistik). Ketika dilihat dari perspektif interaksi budaya,
bahasa, dan konsep, kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 2 Kajian
kebahasaan Al-Qur’an melibatkan analisis terhadap susunan redaksi ayat, pemilihan
kosakata, pencarian makna yang tepat, dan aspek-aspek lainnya. Tujuan dari kajian
kebahasaan ini bukan hanya untuk menyajikan bukti atas kemukjizatan Al-Qur’an itu sendiri,
tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan mendasar dalam memperoleh pemahaman yang
komprehensif terhadap suatu ayat dalam kitab suci Al-Qur’an melalui bahasa. Pemahaman
tentang bahasa yang digunakan sangat memengaruhi penghayatan terhadap konsep-konsep
yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Al-Qur’an sebagai wahyu Allah Swt memiliki bentuk kesempurnaannya sendiri.


Walaupun Al-Qur’an menyajikan berbagai konsep yang tersusun dengan kompleksitas,
terkadang terkesan rumit, namun Allah Swt telah menjamin bahwa tidak akan pernah ada
kerancuan di dalamnya. Selain tulisan Al-Qur’an yang terstandarisasi dalam mushaf Utsmani,
tantangan yang lebih mendasar dalam munculnya berbagai penafsiran adalah pemahaman
terhadap bahasa yang digunakan. Berbagai metode dan pendekatan kontemporer dari disiplin
ilmu yang berkembang saat ini menunjukkan berbagai nuansa makna yang terkandung di
dalamnya.

Dalam perspektif ini, teori semantik berupaya untuk memperjuangkan pemahaman


dunia antara pandangan jahiliyah dan Islam di seluruh bidang dengan cara yang bertentangan
atau setara dengan yang lainnya. Kesimpulan yang dihasilkan menyatakan bahwa pandangan
jahiliyah melihat segala hal dari sudut pandang materialisme yang tidak memperhatikan
prinsip-prinsip etika dan aturan. Sementara itu, pandangan dunia Islam (Al-Qur’an)
mengarahkan kepada kesadaran dan perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai monoteistik.

Kajian Teori

1
Eko Zulkifar, Makna Ulul Al-Albab dalam Al-Qur’an: Analisis Smantik Toshihiko Izutsu, Jurnal Theologia,
Vol. 29, No. 1, UIN SATU Tulungagung, (2018), h. 2.
2
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terj. Agus Fahri Husein, Suprianto, Abdulah dan Aminudin,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997), h. 16.

3
Metode Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menganalisa makna hawā, maḥabbah, khalīl, mawaddah
dan raghiba dengan menggunakan pendekatan semantik (kebahasaan), yang ditawarkan oleh
Toshihiko Izutsu. Langkah metodis yang penulis gunakan adalah metode kualitatif dengan
pengumpulan data dari hasil pustaka (libray research) berupa data dan informasi dari sumber
pokok yakni Al-Qur’an dan buku karya Toshihiko Izutsu yang berjudul “Relasi Tuhan dan
Manusia: Pendekatan Semantik Al-Qur’an”, serta sumber-sumber sekunder sepeti kitab,
buku, artikel jurnal, dan dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penelitian.

Teknik analisis dalam penelitian ini adalah analisis semantik, diawali dengan mencari
kata kunci dan ayat-ayat yang berkaitan dengan menggunakan kitab Mu’jam Mufradāt li
Alfadz Al-Qur’an, kemudian menentukan makna dasar dan makna relasional melalui analisis
sintagmatik dan paradigmatik serta mencari unsur sinkronik dan diakronik pada kosa kata
yang diteliti selama masa pra-Qur’anik, Qur’anik dan pasca-Qur’anik hingga akhirnya
menemukan benang merah yang menjelaskan simpulan akhir dari penelitian.

Hasil

Pembahasan

Simpulan

Referensi

Anda mungkin juga menyukai