Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDEKATAN SEMANTIK DALAM MENAFSIRKAN AL-QURAN


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Mata Kuliah
Metodologi dan corak Tafsir
Semester I

Disusun Oleh :
RIRI HANIFAH WILDANI
2120080010

Dosen Pengampu :
Dr. Faizin, MA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR IQT B

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
TA 2021/2022
A. Pendahuluan

Analisa semantik adalah satu dari sejumlah pendekatan yang

digunakan dalam penelitian makna kata dari ayat- ayat yang ada dalam Al-Quran

dewasa ini. Penggunaan pendekatan ini masih terus diperdebatkan di kalangan

pengkaji Al-Quran dan tafsir. Sebagian menganggap bahwa upaya ini akan

mengakibatkan penafsiran yang rasional dan mudah jatuh pada pemaknaan kata

dan akan mengakibatkan kesalahan dan penyimpangan dalam tafsir Al-Quran.

Sebagian lain justru menunjukan bahwa ini adalah salah satu ikhtiar yang baik

demi masa depan ilmu tafsir yang dianggap ilmu yang belum matang.1

Secara historis, semantik sebagai kajian tentang makna telah di kenal

sejak zaman Yunani. Tepatnya pada 384 sampai dengan 322 SM, Aristoteles

dikenal sebagai orang yang pertama-tama disebut sebagai pemikir pertama yang

mempopulerkan istilah “makna”. Ia menyebutnya sebagai satuan terkecil yang

mengandung makna. Aristoteles sudah menjelaskan, makna dari sebuah kata itu

memiliki perbedaan antara makna otonom yang hadir dari kata itu sendiri, dan

makna kata lain yang dihasilkan dari hubungan kata secara gramatikal. Lebih

jelas lagi Plato (429- 347SM) dalam Cratylus mengatakan bahwa beberapa

bunyi-bunyian dari bahasa itu secara lebih implisit memiliki beberapa makna

yang bersifat khusus dan tertentu. Sayangnya pada kurun waktu tersebut belum

1
Eni Zulaiha dan Aan Radiana, Kontribusi Pendekatan Semantik pada Perkembangan Penelitian Al-
Quran (Al-Bayan, 2019), h. 58
ada batasan yang jelas antara kajian etimologi, kajian tentang studi makna,

maupun studi makna kata. 2

Fokus kajian Semantik terkait dengan makna bahasa, baik makna

dalam arti tekstual (leksikal atau gramatikal) maupun dalam arti kontekstual

(konteks teks dan konteks sosial). Oleh karena itu, kajian makna menjadi bagian

dari kajian bahasa. Berdasarkan hal ini, semantik pun dianggap sebagai salah satu

cabang dari linguistik.3

Maka selanjutnya untuk lebih jelas mengenai Semantik dalam

pendekatan Al-Quran, pada makalah ini, saya akan membahas mengenai

“Pendekatan Semantik dalam Menafsirkan Al-Quran”. Semoga menambah

pengetahuan bagi para pembaca mengenai kajian Semantik terhadap Al-Quran.

B. Pengertian Pendekatan Semantik

Semantik berasal dari bahasa Yunani yang asal katanya adalah semainen

yang artinya to sygnify atau menandakan. Sedangkan secara benda berasal dari

kata “sema” yang artinya sign (tanda). Dan dalam bahasa arab, terambil dari kata

‫( سمى‬tinggi) kemudian menjadi ism artinya nama atau tanda.

Menurut Toshihiko Izutsu Semantik adalah kajian analitik terhadap

istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai

2
Ibid, h.59
3
Dra. Hj. Yayan Rahtikawati, M.Ag dan Dadan Rusmana, M.Ag. Metodologi tafsir Al-Quran
(Bandung: Pustaka Setia), 2013.
pada weltanscauung (pandangan dunia) masyarakat yang menggunakan suatu

bahasa.

Jadi dapat dipahami bahwa pendekatan Semantik dalam ilmu

linguistik menjadi pendekatan yang menekankan makna kebahasaan kosakata

tertentu sesuai dengan konteks masyarakat. namun setelah Islam datang, makna

tersebut menjadi meluas dan mengalami pelebaran sesuai dengan weltanscaung

Al-Quran.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Fauzan Azima, “Sedangkan

Semantik Al-Quran lebih luas cakupan penafsirannya dan bersifat spesifik

terfokus pada kata-kata tertentu yang memiliki makna dan konsep yang

ditawarkan Al-Quran kepada para pembacanya. Oleh karena itu, metode tafsir

ini jarang sekali dipakai dalam penyusunan sebuah kitab tafsir kontemporer.”4

Metode ini diawali dengan penjelasan definisi kata, mengungkapkan asal mula

kata tersebut digunakan oleh masyarakat Arab, hingga digunakan dalam al-

Quran, hubungan antara kata tersebut dengan kata yang lain di dalam ayat

maupun surah (munasabah), dan menjelaskan konsep-konsep yang

terkandung di dalamnya hingga membentuk sebuah pandangan dunia al-

Quran

C. Tokoh-tokoh Semantik Al-Quran

4
Fauzan Azima, Semantik Al-Quran, sebuah Metode Penafsiran, (Jurnal Tajdid, 2017), h. 45
Dalam Sejarah, Amin Khuli dalam kitab Manahij Tajdid fi an-Nahw wal

balaghah wa At-Tafsir wa al-Adab (1965) dan Bintu Syati’ dalam At-Tafsir al-

Bayani li Al-Quran al-Karim merupakan orang yang disebut J.J.G Jansen

Sebagai tokoh muslim terkemuka yang menggunakan semantik berbasis Al-

Quran. Metode yang digunakan Bintu Syati’ adalah:

1. Memperlakukan hal-hal yang ingin dipahami dari Al-Quran secara objektif,

dengan mengumpulkan semua surat dan ayat mengenai topik yang ingin

dipahami

2. Mengetahui ayat-ayat bersangkutan sesuai dengan tartib nuzulnya. Hal

tersebut dilakukan untuk mengetahui konteks suatu ayat, karena pentingnya

pewahyuan terletak pada keumuman lafaz yang digunakan.

3. Untuk memahami bahasa Al-Quran, kita harus mengetahui asal katanya dalam

bahasa Arab. Seperti kata zakat yang artinya suci, tumbuh dan berkembang

secara bahasa. Maka dapat dipahami tujuan pensyariatan zakat adalah untuk

mensucikan harta.

4. Bentuk zhahir dari teks harus diperhatikan, agar mendapatkan makna yang

sesuai tanpa berpegang kepada israiliyat yang dipaksakan masuk kepada

penafsiran Al-Quran.

Toshihiko Izutsu sebagaimana telah disinggung merupakan tokoh

yang dikenal secara konsisten menerapkan analisis semantik dalam kajian Al-
Quran melalui beberapa karangannya, diantaranya adalah : God and Man in

Quran yang diterjemahkan menjadi Relasi Tuhan dan Manusia.

Adapun langkah-langkah dalam kajian semantik Al-Quran Toshihiko

Izutsu ialah :

1. Mengumpulkan ayat-ayat yang menjadi kajian sentral

2. Memberikan makna dasar dengan melihat makna sinkronik dan diakronik

3. Memberikan makna relasional

4. Menggunakan teknik welstanchauung dalam memahami konsep kosa kata

yang sedang diteliti.5

Dalam bukunya, Dra. H. Yayan Rahtikawati, M.Ag mengutip bagian

dari buku Toshihiko Izutsu yang berbunyi:

“Wahyu Islam telah menyusun kembali konsep universal dan

redistribusi nilai-nilai, yang secara radikal mengubah hakikat konsepsi Arab

tentang dunia. Kata-kata tersebut tidak berubah makna dasar aslinya. Adapun

yang secara aktual berubah adalah rancangan umumnya, sistem umumnya, dan

dalam sistem baru ini. Setiap kata menemukan kedudukan barunya. Kata malak

biasanya, tetap bertahan pada makna lamanya “malaikat”, tetapi dalam sistem

konsepsi dunia Islam, kata malak mengalami transformasi semantik bathin (tidak

5
Dindin Moh Saepudin, M.Solahudin, Izzah Faizah Siti Rusydati Khairani, Iman dan Amal Shaleh
dalam Al-Quran (kajian Semantik), (Jurnal Al-Bayan: 2017), Vol.2, No.1, h. 12
terlihat) sebagai akibat penempatannya di tempat baru dalam sistem yang baru

pula.”

Hal ini agaknya sejalan dengan apa yang dirumuskan oleh ulama-

ulama timur tengah mengenai i‟jaz al-Quran (kemukjizatan Al-Quran), yang

mana orang arab tercengang dengan keindahan bahasa Al-Quran dan sebagian

hal yang terkadang membuat mereka heran seolah belum pernah mendengar

bahasa yang digunakan dalam Al-Quran. Salah satunya adalah ketika Utbah bin

Rabi’ah membujuk Rasulullah dengan sejumlah harta, kemudian Rasulullah Saw

membacakan surat Fussilat 1-4, maka Utbah kembali kepada kaumnya dan

mengatakan: “Sesungguhnya aku telah mendengar perkataan yang belum pernah

aku dengar sebelumnya, Demi Allah bukanlah (perkataan itu) sebuah sihir,

bukanlah syair dan bukanlah ramalan,”6

Contohnya adalah pada kata taqwa. Pada zaman jahiliyah inti semantik

dari kata dasar takwa adalah “sikap membela diri sendiri” kemudian berubah

makna menjadi “takut pada ancaman hukuman Allah pada hari kiamat” atau

“menjaga diri dari larangan Allah”. Begitu pula dengan istilah-istilah lainnya

seperti zakat, haji, muslim, yamin (sumpah) dan sebagainya.

Sehingga dapat kita ambil kesimpulan bahwa antara makna dan lafaz

yang akan ditafsirkan memiliki hubungan yang sangat erat. Yang mana biasanya

6
Nuruddin Itr, Ulumul Quran al-Karim, (Damaskus: Maktabah as-Shabah, 1993), h.198
istilah yang dibakukan setelah kedatangan Islam, berhubungan pula dengan

terma / istilah yang ada pada masa jahiliyah.

Jika dilihat sepintas seakan-akan Semantik terhadap Al-Quran adalah

hal yang sederhana, namun kenyataannya tidak demikian. Dikarenakan terma-

terma Al-Quran memiliki kedudukan yang terpisah-pisah, namun saling

berkaitan dan berhubungan, serta menghasilkan makna kongkret dari sistem

hubungan itu.7

Contohnya saja terma sirath mengeleminir atau mewakili konsep

mustaqim (lurus) dan „iwaj (bengkok). Kemudian darinya muncullah konsep

ketaatan manusia, dan terdapat dalamnya konsep huda, ihtida dan rasyad.

Selanjutnya dari muncul pula konsep penyimpangan makhluk seperti konsep

dhalal (sesat), ghiwayah (kesesatan/penyimpangan), dan lain-lain. Dan yang

berkaitan dengan konsep shirath adalah terma kufr. Oleh karena itu Semantik

berusaha memahami makna kata kuci Al-Quran, dan saling berhubungan dengan

kata-kata kunci lainnya, sehingga pembahasan ini menjadi luas dan kompleks.

D. Tipe-tipe semantik

1. Tipe Sinkronis-Diakronis

Merupakan tipe mendapatkan makna kata dan penelusurannya dari sudut

pandang waktu. Jika kurun waktunya hanya satu zaman (horizontal), maka

7
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terjemah Dr. Machasin, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Jogja), h. 4
disebut semantik sinkronis. Namun bila kurun waktunya tidak terbatas

dinamakan semantik diakronis.

2. Tipe Leksikal

Yaitu penitik beratan kajian analisis kepada leksikal atau makna berdasarkan

komponen dari kata tersebut yang terdapat pada makna yang ada dalam

kamus-kamus kebahasaan. Dengan kata lain, leksikal adalah kandungan

unsur semantik yang ada pada bentuk kata.

E. Hubungan Semantik dan Tafsir

Beragam cara pandang para Pengkaji Al-Quran terhadap kajian

Semantik. Pemosisian Semantik tersebut secara terstruktur, dapat di

klasifikasikan sebagai berikut:

1. Semantik sebagai bagian dari tafsir yang bercorak kebahasaan (tafsir

lughawi). Kategori pertama ini menegaskan bahwa semantik hanyalah

sebuah orientasi, sudut pandang, pendekatan, atau corak tafsir yang

menekankan analisisnya pada aspek kebahasaan. Sebagai pengkaji Al-Quran

menyebutkan bahwa penelitian tafsir semantik adalah tafsir yang tergolong

corak kebahasaan.8

2. Semantik sebagai bagian dari tafsir tematik (tafsir maudhu‟i). apabila dalam

tafsir maudhui terdapat-tahapan analisis kata (mufradat), analisis redaksional

8
Op.cit , Dra. Hj. Yayan Rahtikawati, M.Ag dan Dadan Rusmana, M.Ag. h.265
(jumlah) dan analisis kolerasional (munasabah), hal ini dapat disejajarkan

dengan analisis leksikal, analisis gramatika, dan analisis komponensial.

3. Semantik sebagai metode independen yang dapat digunakan sebagai pisau

analisis. Dalam hal ini, semantik ditempatkan sebagai perangkat metodologi

utuh dan Al-Quran diperlakukan sebagai sisi materiel (objek) yang akan

dibedah oleh Semantik.

Pada masa Rasulullah Saw, menafsirkan dengan makna bahasa sudah

pernah dilakukan. Di antara contoh penafsiran Nabi saw. dengan menggunakan

pendekatan bahasa, yaitu pada saat menceritakan tanya jawab Allah swt.

terhadap Nabi Musa dan kaumnya tentang tablig al-risalah, kemudian Nabi

membaca ayat: ‫ وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكىنىا شهداء على الناس‬lalu Nabi menafsirkan

lafaz ‫ وسطا‬dengan adil (‫ ) العدل‬di mana makna etimologi dari lafaz ‫ وسطا‬adalah

adil dan pertengahan.9 Berdasarkan hal ini maka penggunaan pendekatan makna

dari sebuah lafaz bukan merupakan hal yang baru. Hal ini sejalan dengan

pengertian tafsir lughawi itu sendiri.

Tafsir lughawi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna

al-Qur’an dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan, atau secara

sederhana, tafsir lughawi adalah menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi

semiotik dan semantik yang meliputi etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal

9
Amir Hamzah, Kaidah Tafsir Pada Masa Nabi dan Sahabat, (Al-Qolam: 2014) Al-Qolam: 2014) ,
h.7
dan retorikal.10 Pernyataan ini menunjukkan adanya hubungan erat antara kajian

semantik dan tafsir lughawi.

Pengertian “Tafsir” itu sendiri itu menurut Abu Hayyan adalah Ilmu

yang membahas tentang cara mengucapkan lafaz-lafaz Al-Quran, makna-

maknanya, dan hukum-hukumnya (lafaz) secara tunggal atau dari segi tarkib

(susunan), dan makna-makna yang dibawa oleh keadaan susunan (lafaz tersebut)

dan hal-hal yang melengkapi pembahasan-pembahasan di atas.11

Sedangkan pengertian Lughah Ibnu Jinniy yang merupakan Ahli

Nahwu mengatakan bahwa Lughah adalah suara atau vokal yang disampaikan

oleh masing-masing kaum untuk menyampaikan pada tujuan mereka.12 Dan

menurut Ibnu Hazm, Lughah adalah lafaz-lafaz yang dengannya dinyatakan

penamaan-penamaan tertentu, dan mengenai makna-makna yang dimaksudkan

pemahamannya. Dan masing-masing bangsa memiliki bahasanya sendiri.

Dari sinilah kita bisa melihat hubungan antara tafsir Lughawi dengan

analisis semantik. Yang mana aktifitas tafsir menyingkap makna-makna yang

terkandung dalam sebuah lafaz, dan ini adalah bagian pembahasan lughah yang

merupakan medan yang menampung makna lafaz tersebut, meskipun lughah

dalam satu sisi dinamakan sebagai logat/bahasa.

10
Syafrijal, Tafsir Lughawi, (At-Ta’lim: 2013), h. 422
11
Manna’ al-Qattan, Mabahists fi „ulumil Quran, (Kairo, Maktabah Wahbah: 2000) h. 324
12
Dr. Musa’id bin Sulaiman bin Nashir Thayyar, Tafsir al-Lughawi li al-Quran al-Karim, (Riyadh,
Dar Ibnu Jauzi) h. 38
Bahasa adalah media terbaik untuk menyampaikan Al-Quran, hal ini

sejalan dengan perkataan Syahrur, Syahrur yang berpendapat bahwa bahasa

adalah satu-satunya media yang paling memungkinkan untuk menyampaikan

wahyu. Wahyu Al-Quran berada pada wilayah yang tidak dapat dipahami

manusia sebelum ia menempati media bahasanya13, oleh karena itu Rasulullah

Saw pernah meminta kepada Jibril agar Allah menurunkan Al-Quran dalam tujuh

dialek.

Jadi dapat diambil kesimpulan, oleh karena Bahasa adalah media yang

penting dalam transfer wahyu, maka kajian semantik ini menjadi urgen untuk

dipelajari sebagai metode atau pisau analisis dalam tafsir Al-Quran.

F. Kesimpulan

Al-Quran adalah Mukjizat yang datang pada masa kenabian Nabi Muhammad

Saw. Mukjizat Al-Quran terdapat dalam berbagai aspek: I’jaz dalam bahasa,

aspek sejarah, aspek pemberitaan ghaib, aspek ilmu pengetahuan, dan aspek

isyarat syar’i. Selain itu dari segi kebahasaan (linguistik), ada empat unsur yang

biasa dikaji dari Al-Quran, yaitu:

1. Tatanan Fonologi, yaitu bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa

tanpa memperhatikan apakah bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda

makna atau tidak

13
Op.cit, Fauzan Azima, h. 49
2. Tatanan Morfologi, merupakan satuan gramatikal terkecil yang mengandung

makna.

3. Tataran Sintaksis yang membicarakan kata dengan hubungannya dengan kata

lain.

4. Tataran Semantik yang merupakan salah satu tataran linguistik yang

objeknya adalah makna bahasa.

Diantara keempat hal tersebut, semantik menjadi bidang yang sangat luas karena

berkaitan erat dengan aspek psikologis, filosofis, antropologis dan sosiologis suatu

masyarakat. Maka menggunakan analisis model Semantik memberikan penafsiran

yang kaya akan pemahaman dan penjelasan mengenai ayat yang bersangkuta.

Wallahu a‟lam bi as-shawwab..


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Qattan, Manna’. Mabahists fi „ulumil Quran. 2000. Kairo: Maktabah Wahbah

Azima, Fauzan. Semantik Al-Quran, sebuah Metode Penafsiran, (Jurnal Tajdid

Hamzah, Amir. Kaidah Tafsir Pada Masa Nabi dan Sahabat. 2014. Jurnal Al-Qolam

Itr Nuruddin , Ulumul Quran al-Karim. 1993.Damaskus: Maktabah as-Shabah

Saepudin, Dindin Moh, dkk. Iman dan Amal Shaleh dalam Al-Quran (Kajian

Semantik). 2017. Jurnal Al-Bayan, Vol.2, No.1

Syafrijal, Tafsir Lughawi. 2013. Jurnal At-Ta’lim.

Thayyar, Musa’id bin Sulaiman bin Nashir, Tafsir al-Lughawi li al-Quran al-Karim.

Riyadh: Dar Ibnu Jauzi

Yayan Rahtikawati, Dadan Rusmana, Metodologi tafsir Al-Quran. 2013. Bandung:

Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai