A. Latar Belakang
Al-quran dan hadist merupakan dua ajaran yang diteria oleh nabi
Muhammad SAW. Untuk disampaikan kepada umat islam. Al-quran dan hadist
disampaikan guna menjadi sumber panduan bagi umat islam untuk menjalani
kehidupan sehari hari. Hadis merupakan sumber keda dalam agama islam
setelah Al-quran. Selain berfungsi untuk panduan, hadis juga memiliki fungsi
untuk membantu memahami isi dan kandungan dalam Al-quran.
Untuk memahami Hadis secara ilmiah, sangat penting menggunakan
pendekatan tekstual dan berbasis konteks. Kita bisa melihat bahwa sebuah hadis
tidak hanya muncul saja, namun juga mempunyai sebab. Pendekatan tekstual
lebih cocok untuk ibadah Madha (murni), yang mengacu pada hubungan
manusia dengan Tuhan, seperti doa. Di sisi lain, pendekatan kontekstual lebih
menekankan pada konteks historis, sosiologis, dan budaya hadis. Untuk
memahami hadis, seseorang harus bijak dengan mempertimbangkan keadaan
masyarakat saat ini tanpa menghilangkan esensi teks hadis.1
Pemahaman suatu hadis bisa saja lebih tepat secara tekstual, sedangkan
hadis lain bisa lebih tepat secara kontekstual. Pemahaman kontekstual
memerlukan pendekatan yang konsisten dengan makna hadis Ketika mencari
pendekatan terhadap makna sebuah hadis, sebenarnya bergantung pada isi hadis
tersebut atau materi hadis itu sendiri. Selain itu, satu hadis mungkin cukup
untuk menjawab satu pendekatan, mungkin dua pendekatan atau lebih, atau
bahkan pendekatan multidimensi jika isi hadis mempunyai lebih dari satu tema
besar. Pemahaman hadis harus diupayakan melalui berbagai pendekatan yang
berkaitan dengan kehidupan Rasulullah, agar hadis tidak hanya dipahami
sebagian saja. Memahami Hadits secara kontekstual dengan menggunakan
pendekatan yang berbeda berarti Hadits tidak ditafsirkan secara sempit dan
kaku.2
1 Andri Afriani and Firad Wijaya, “Pendekatan Tekstual Dan Kontekstual Dalam Study Hadist,”
JOURNAL OF ALIFBATA: Journal of Basic Education (JBE) 1, no. 1 (2021): 37–54,
https://doi.org/10.51700/alifbata.v1i1.91.
2 Mukhlis Mukhtar et al., “PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL PAKAR HADIS DAN PAKAR
FIKIH SEPUTAR SUNNAH NABI (Studi Kritis Atas Pemikiran Syaikh Muhammad Al-Ghazali)” 9, no. 1
(2011): 81–92.
Untuk itu agar dapata memahami hadist yang baik dan disiplin salah
satunya denngan menggunakan studi hadist dengan teori dan metodologi yang
akurat. System kepercayaan agama umat manusia dapat ditinjau melalui
berbagai pendekatan. Diantara pemdekatan yang dapat dikembangkan untuk
pengkajian islam yaitu dengan pendekatan tekstual dan konstektual. 3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi pendekatan tekstual dan konstektual ?
2. Bagaimana bermadzhab pada pendekatan tekstual dan konstektual ?
3. Bagaimana memahami hadis pendekatan tekstual dan konstektual ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mendefinisikan pendekatan tekstual dan konstektual.
2. Untuk menjelaskan madzhab pada pendekatan tekstual dan konstektual.
3. Untuk memahami hadis pendekatan tekstual dan konstektual.
3Hendri Hermawan Adinugraha and Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i, “Understanding of Islamic Studies
Through Textual and Contextual Approaches,” Farabi 17, no. 1 (2020): 26–48,
https://doi.org/10.30603/jf.v17i1.1281.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Pendekatan Tekstual
Dalam mempelajari agama islam memerlukan berbagai macam
pendekatan agar agama mudah dipahami. Melalui pendekatan paradigmatik
ini, pendekatan manusia yang berbeda-beda dalam memahami agama dapat
dicapai. Dengan menggunakan pendekatan ini, siapa pun dapat menemukan
agama. Hal ini menunjukkan bahwa agama bukan sekedar monopoli antara
teolog dan normalis, namun agama dapat dipahami oleh siapa saja sesuai
dengan pendekatan dan kemampuannya. Oleh karena itu, agama adalah
petunjuk yang diberikan Allah kepada manusia.
Pendekatan tekstual merupakan salah satu metode yang digunakan
untuk memahami kajian Islam. Secara etimologis (lughhowi), tekstual
berasal dari kata bahasa Inggris object 'text', yang mana berarti isi,
suara,gambar atau sebuah buku.
Dalam bahasa Arab, kata teks disebut nash, dan istilah ini digunakan
dalam wacana ilmiah Islam klasik (hukum Islam). Dalam Mu'jam Maqayis
al-Lughah, teks diartikan sebagai ketinggian atau batas akhir dari sesuatu.
Pemahaman teks merupakan pemahaman berdasarkan teks itu sendiri.
Sedangkan penafsiran tekstual berarti memahami makna dan maksud Al-
Qur'an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam hanya melalui teks asli yang
diterbitkan pada tahun. Wahyu menurut pendekatan tekstual dipahami
melalui pendekatan linguistik, tanpa memperhatikan konteks sosio-historis
kapan dan di mana diturunkan. 4
Hadis secara konstektual untuk dipahami bukanlah sesuatu yang buruk,
kuno, dan tradisional. Menurut M. Syuhudi Ismail suatu hadis memang ada
hadis yang harus di dipahami secara tekstual dan ada yang harus dipahami
secara konstektual. Jika ada suatu tindakan yang salah seperti yang
seharusnya dipahami secra tekstual tetapi dipahami secara konstektual atau
begitu juga sebaliknya. Kekeliruan tersebut sering terjadi didalam
memahami hadist.
Yang harus di ketahui adalah kapan suatu hadis harus dipahami secara
tekstual dan kapan dipahami secara konstektual. Jawabnaya “ma’a al-
2. Pendekatan konstektual
Kata konstektual secara Bahasa adalah lughowi, berasal dari Bahasa
Inggris context yang bermakna suasana atau keadaan. Kata konstektual
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan penjelasan atau bagian
kalimat yang dapat mendukung atau memperjelas makna atau keadaan yang
berkaitan dengan peristiwa tersebut.
Oleh karena itu, kata kontekstual dapat diartikan sebagai suatu cara,
metode, pendekatan, atau apapun yang berhubungan dengan konteks
(realitas). Sebaliknya, “konteks” berarti sesuatu yang berkaitan atau
bergantung pada konteks.
Oleh karena itu, pemahaman kontekstual adalah pemahaman yang tidak
hanya didasarkan pada pendekatan kebahasaan saja, namun juga dipahami
melalui konteks dan kondisi di mana sebuah teks muncul. Dari pengertian
tersebut maka paradigma kontekstual dapat digunakan secara umum. Hal ini
dimaknai sebagai kecenderungan kontekstual dalam perspektif. Abdin Nata
mengatakan, pemahaman kontekstual berarti upaya memahami ayat-ayat
Al-Qur'an sesuai dengan konteks dan aspek sejarah ayat-ayat tersebut,
sehingga terlihat seluruh pemikiran dan niat sebenarnya yang diungkapkan
dalam Al-Qur'an.
Memahami dan menerapkan konteks sebuah hadis adalah ketika ada
petunjuk kuat “di belakang” teks hadis yang mengharuskan kita memahami
dan menerapkan hadis yang dimaksud, bukan sesuai dengan makna
(eksplisit) teks tersebut. Lebih lanjut, menurut penulis, jika teks suatu hadis
mengandung muftamara (tidak dapat dipahami), maka hadis tersebut harus
dipahami secara tekstual.
5 Afriani and Wijaya, “Pendekatan Tekstual Dan Kontekstual Dalam Study Hadist.”
6 Liliek Channa Aw, Op,Cit, h. 406-411
harus berbicara dengan bahasa Arab, memberi nama yang Arabisme,
berpakaian gamis ala Timur Tengah dan sebagainya. Karena semua itu
produk budaya yang tentu secara zhahir antara setiap wilayah berbeda.
2. Aturan yang menyangkut manusia sebagai makhluk individu dan
biologis. Jika Rasulullah makan hanya menggunakan tiga jari, maka
tidak harus diikuti dengan tiga jari, karena yang dimakan Rasul adalah
kurma atau roti. Sedangkan bila makan nasi dan sayur asem harus
dengan tiga jari betapa tidak efektifnya.
3. Aturan yang menyangkut manusia sebagai makhluk sosial. Cara
manusia berhubungan dengan sesama, alam sekitar, dan binatang adalah
wilayah kontekstual. Sebagaimana isyarat hadis “antum a’lamu bi
umuur ad-dunyakum.” Ide dasar yang disandarkan kepada Nabi adalah
tidak melanggar tatanan dalam rangka menjaga jiwa, kehormatan,
keadilan dan persamaan serta stabilitas secara umum sebagai wujud
ketundukan pada pencipta.
4. Terkait masalah sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dimana
kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya yang sedemikian kompleks.
Maka kondisi pada zaman Nabi tidak dapat menjadi parameter sosial.
STUDI KASUS
Berkat teknologi komunikasi baru saat ini, jutaan orang di seluruh dunia
menciptakan komunitas online lokal dan global melalui jaringan sosial (internal,
eksternal, atau seluler) untuk mengomunikasikan minat, kesukaan, aktivitas umum,
berbagi informasi, dan berbagi web. Penggunaan media baru dan jejaring sosial seperti
MySpace, Facebook, LinkedIn, Twitter dan Nexopia akan berdampak pada masyarakat,
budaya dan politik, sekaligus mengatasi isu-isu terkait seperti identitas sosial, privasi,
pembelajaran jarak jauh, sosial dan modal sosial.
7Everett M. Rogers. Communication Technology; The New Media in Society. New York: The Free
Press. 1986.
asasi manusia (HAM), bahwa perbuatan ujaran kebencian memiliki dampak yang
merendahkan harkat martabat manusia dan kemanusiaan dan dapat memecah
kerukunan umat beragama. Ujaran kebencian bisa mendorong terjadinya kebencian
kolektif, pengucilan, penghasutan, diskriminasi, kekerasan, dan bahkan pada tingkat
yang paling mengerikan, pembantaian etnis. Terhadap kelompok masyarakat budaya,
etnis, ras, dan agama yang menjadi sasaran ujaran kebencian. 8
Salah satu fenomena yang marak terjadi saat ini adalah banyaknya berita ujaran
kebencian (hate speech). Hal tersebut memiliki dampak besar karena hampir semua
orang melihat dan membaca berbagai berita setiap hari. Kemunculan media sosial tidak
hanya menjadi cara mudah untuk menghubungkan orang-orang tetapi juga
mempermudah penyebaran ujaran kebencian. Masalah ujaran kebencian mungkin tidak
pernah terbayangkan oleh para ilmuwan dan pakar yang menciptakan jejaring sosial,
karena pada prinsipnya bertujuan untuk memfasilitasi komunikasi antar masyarakat
dari berbagai belahan dunia.
8
Pelor. S. Law Enforcement Of Hate Speech Criminalsthrough Social Media Based On Indonesia’s
Positive Law. (2023). International Journal of Multidisciplinary Research and Literature, Vol. 2, No. 3.
ANALISIS
ََّللا ْال َم َّشا ُءونَ َبالنَّمَ ي َم َة ْال ُمفَ َرقُونَ َبيْنَ ْاْلَحَ بَّ َة ْال َباغُونَ ْالب َُرآ َء ْال َعنَت
َ َّ ار َع َبا َد
ُ شَر ُ َّ َّللا ا َّلذَينَ َإذَا ُر ُءوا ذُك ََر
َ َّللا َو َ َّ ار َع َبا َد
ُ خَ َي
“Sebaik-baik hamba Allāh Subhānahu wa Ta’āla yaitu orang-orang yang jika lihat maka
orang-orang akan mengingat Allāh, dan seburuk-buruk hamba Allāh adalah orang yang
berjalan kesana kemari dengan namimah (mengadu domba) yaitu orang-orang yang
memisahkan diantara orang-orang yang saling menyintai, menuduh orang yang baik
dengan tuduhan yang tidak-tidak agar mencari kesusahan bagi mereka. (HR Ahmad
nomor 17312).
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Pendekatan tekstual dan kontekstual sangat penting dalam memahami
ilmu hadis. Dengan pendekatan tekstual dan kontekstual, kita dapat melihat
bahwa hadis tersebut tidak muncul begitu saja, namun mempunyai sebab.
Pendekatan tekstual lebih banyak diterapkan pada ibadah mahada
(murni) antara hubungan manusia dengan Tuhan (habruminallah), seperti doa.
Sebaliknya, pendekatan kontekstual lebih mementingkan konteks sejarah, dan
pendekatan sosiologis lebih mementingkan aspek kultural dan temporal dari
hadis, sehingga pemahaman terhadap hadis kurang baku, namun pada
masyarakat saat ini untuk mempelajari situasi modern tanpa menghilangkan
teks hadis.
B. Saran
Dalam memahami hadits hendaklah menuntut ilmu sebanyak-banyaknya
berkenaan dengan hal tersebut semisal studi hadits berkenaan dengan teori dan
metodologi karena masih banyak ditemukan yang keliru dalam memahami hadits
sehingga lebih frontal dan radikal. Setelah mempelajari pendekatan tekstual dan
kontekstual diharapkan mampu memahami hadits dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Channa AW, Liliek, Memahami Makna Hais Secara Tekstual dan Kontekstual, Jurnal
Ulumuna Vol. 15 No.2 Mataram : IAIN Mataram, 2011
Afriani, Andri, and Firad Wijaya. “Pendekatan Tekstual Dan Kontekstual Dalam
Study Hadist.” JOURNAL OF ALIFBATA: Journal of Basic Education (JBE) 1,
no. 1 (2021): 37–54. https://doi.org/10.51700/alifbata.v1i1.91.
Mukhtar, Mukhlis, Kata Kunci, Pakar hadis, Pakar fikih, and Sunnah I Nabi
PENDAHULUAN. “PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL
PAKAR HADIS DAN PAKAR FIKIH SEPUTAR SUNNAH NABI (Studi
Kritis Atas Pemikiran Syaikh Muhammad Al-Ghazali)” 9, no. 1 (2011): 81–92.