Anda di halaman 1dari 13

MENGEMBANGKAN METODE PEMIKIRAN ISLAM

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pengantar Studi Islam”


Dosen Pengampu: Dr. H. Achmad Muhlis, MA.

Oleh

Sulsilatul Millah
NIM. 23381082040

PRODI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
OKTOBER 2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Mengembangkan Metode Pemikiran Islam” Dalam penyusunan makalah ini
banyak terdapat bantuan dan bimbingan berbagai pihak, sehingga makalah ini
dapat diselesaikan tepat dan waktunya. Pada kesempatan ini kelompok kami
mengucaptakan terima kasih kepada “Dr. H. Achmad Muhlis, MA.” sebagai
dosen pengampu mata kuliah “Pengantar Studi Islam”, dimana telah membantu
memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan makalah ini.

Kelompok kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kelompok kami
mengharapkan kritik dan saran dari Bapak demi perbaikan tugas ini dimasa yang
akan datang. Akhirnya kelompok kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Pamekasan, 2 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................... 2
A. Pendekatan Bayani ....................................................................... 2
B. Pendekatan Irfani .......................................................................... 4
C. Pendekatan Burhani ...................................................................... 5
BAB III : PENUTUP................................................................................... 9
A. Kesimpulan ................................................................................. 9
B. Saran ............................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemikiran-pemikiran filsafat Yunani rupanya telah masuk ke kancah
pemikiran Islam lewat terjemahan, dan telah diakui oleh banyak kalangan. Hal ini
mendorong filsafat Islam menjadi semakin pesat. Islam menganjurkan untuk
mempelajari filsafat, namun tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Hadist.
Filsafat digunakan untuk memebenarkan apa yang ada dalam wahyu.
Rupanya, pandangan Islam tentang realitas sebagai objek kajian ilmu
ternyata tidak terbatas pada dunia empirik dan fisikal saja, tetapi juga mencakup
dunia ruh. Diri manusia sendiri tidak hanya terdiri atas jasad saja tetapi juga hati,
perasaan, jiwa, dan ruh yang merupakan bagian dari Tuhan. Oleh karenanya,
metodologi pemikiran Islam tidak bisa jika hanya mengandalkan eksperimen-
eksperimen lahiriyah dan kekuatan atau kegeniusan rasio tetapi harus dengan
kesucian hati. Apapun metode yang digunakan hendaklah di dukung dengan
kebersihan jiwa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Bayani?
2. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Irfani?
3. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Burhani?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan Bayani.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan Irfani.
3. Untuk menegtahui apa yang dimaksud dengan Pendekatan Burhani.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Bayani
Kata bayani berasal dari bahasa Arab yang secara bahasa berarti keterangan
atau penjelasan.1 Bayani disebut pendekatan naqli (tekstual). Bayani adalah
sebuah pendekatan atau metode berpikir yang didasarkan pada penjelasan yang
baku dan tetap yaitu berupa teks. Sumber teks tersebut dikelompokkan menjadi
dua yaitu teks nash (al-Qur’an dan Hadis) dan teks non-nash (berupa karya para
ulama’ seperti Ijma’ dan Qiyas) baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan dan
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Secara tidak langsung artinya
memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu adanya pengkajian
dan penafsiran secara lebih mendalam. Dalam pendekatan bayani, bahasa
berperan penting karena dengan bahasa teks dapat mengungkapkan diri.2 Oleh
karena itu, pendekatan bayani ini sangat berhati-hati dan teliti pada proses
transmisi teks dari generasi ke generasi. Karena benar tidaknya transmisi teks
akan menentukan benar salahnya ketentuan hukum yang diputuskan.
Imam Syafi’i, mengklasifikasi aspek-aspek bayani dalam wacana al-Qur’an
menjadi lima bagian: (1) teks yang tidak membutuhkan ta’wil atau penjelasan
dikarenakan ia telah jelas dengan sendirinya. (2) teks yang membutuhkan
penyempurnaan dan penjelasan. (3) teks yang ditetapkan Allah dan dijelaskan
oleh Nabi. (4) teks yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an namun dijelaskan oleh
nabi sehingga memiliki kekuatan sebagaimana teks Al-Qur’an. (5) teks yang
diwajibkan oleh Allah untuk berijtihad.
pendekatan bayani ini adalah pendekatan yang bertujuan untuk memahami
serta menganalisis teks untuk mendapatkan atau mengeluarkan makna dari lafaz
(teks) yang di analisis. Dan untuk istinbat hukum dari teks-teks keagamaan
terutama Al-Qur’an.3 Tradisi bayani lebih awal dibandingkan epistemologi lain

1
Abuddin Nata, Islam dan Ilmu pengetahuan (Jakarta; Prenadamedia Group,2018), hlm. 385.
2
Waston, Metodologi Studi Islam: ragam pendekatan dan Dasar-dasar Penelitian
(Muhammadiyah University Press), hlm. 35.
3
Mohammad Hasan Bisari, Hukum Islam berkemajuan untuk Membangun Peradaban
(Yogyakarta: Deepublish Digital, 2023), hlm. 61.

2
yang muncul di dunia Arab/Islam sebelum dunia Islam mengalami kontak budaya
secara massif akulturatif. Pendekatan bayani paling tidak telah dimulai pada masa
Rasulullah. Disaat para sahabat sulit memahami ayat-ayat Al-Qur’an sehingga
dijelaskan oleh Rasulullah. Kemudian para sahabat menafsirkan al-Qur’an
berdasarkan apa yang sudah di jelaskan Rasulullah. Selanjutnya, para tabi’in
mengumpulkan teks-teks tersebut dan menambahkan penafsirannya melalui
kemampuan nalar dan ijtihad dengan teks sebagai pedoman utama. Pendekatan ini
mencakup disiplin ilmu yang berpangkal dari bahasa Arab yaitu nahwu, sharraf,
fiqih, usul fiqih, kalam, dan balaghah. Metode bayani menggunakan dua cara
untuk mendapatkan pengetahuan dari teks yang di kaji. Pertama, berpegang pada
redaksi (lafadz) teks, dengan menggunakan kaidah bahasa Arab seperti Nahwu
dan Sharf. Kedua, berpegang pada makna teks dengan bantuan logika, penalaran,
atau rasio sebagai sarana menganalisa. Namun, bukan berarti logika bisa bebas
menentukan makna dan maksudnya, teks lah yang menjadi sandaran utama.
Namun, menggunakan pendektatan bayani saja tidaklah cukup mengingat
tidak semua hal selalu ada penjelasannya dalam teks (nash) al-Qur’an dan hadis.
Contohnya sesuatu yang berkaitan dengan seni dan tradisi. Misal kita mencari teks
(nash) Al-Qur’an dan Hadist yang berkaitan dengan seni dan tradisi hadrah,
tahlilan, atau tradisi dalam bentuk upacara seperti sekaten, ruwatan, haul hari ke 7,
40, 100, dan ke- 1000, sampai kapanpun tidak akan ditemukan.4 Namun, juga ada
nash atau teks al-Qur’an dan Hadis yang berkaitan dengan seni dan budaya.
Seperti larangan menggambar dalan sejumlah Hadis Bukhari, Muslim dan
Ahmad, namun hal tersebut berkaitan erat dengan konteks historis dan
sosiologisnya, sehingga tidak cukup jika hanya menggunakan pendekatan bayani
saja karena cenderung melahirkan pandangan keagamaan yang binnar oposition
(hitam-putih, halal-haram, sunnah-bid’ah), tertutup, kaku, dan intoleran.
Keunggulan bayani terletak pada kebenaran teks (Al-Qur’an dan Hadis)
sebagai sumber utama hukum Islam yang bersfat universal sehingga menjadi
pedoman dan patokan. Kelemahan dari pendekatan bayani yakni ketika harus
berhadapan dengan teks-teks yang berbeda milik komunitas, bangsa, atau
masyarakat lainnya. Karena otoritas ada pada teks, dan rasio hanya berfungsi

4
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 239.

3
sebagai pengawal teks. Sementara itu sebuah teks belum tentu bisa diterima oleh
golongan lain sehingga menghasilkan sikap mental yang dogmatis, defensif, dan
apologetik.5
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lain atau perspektif lain yang
bersifat lebih terbuka, luwes, dan toleran terhadap perkembangan dan perubahan
zaman.
B. Pendekatan Irfani
Irfan mempunyai beberapa pengertian, diantaranya ‘ilm atau ma’rifah;
metode ilham dan kasyf. Kemudian para ahl-‘irfan mempermudahnya menjadi
pembicaraan tentang 1) an-naql dan at-tawzif, dan 2) upaya menyingkap wacana
Qur’ani dan memperluas ‘ibarah-nya untuk memperbanyak makna. Sebagai
sebuah pendekatan, irfani merupakan pendekatan yang bertumpu atau berdasar
pada isntrumen pengalaman batin dan intuisi. Irfani disebut pendekatan kasyfi
(mistik). Melalui pendekatan irfani makna hakikat atau makna terdalam dari suatu
teks atau konteks dapat diketahui. Metode yang digunakan antara lain manhaj
kasyfi dan manhaj iktisyafi. Manhaj kasyfi dalam mencari pengetahuan tidak
menggunakan indera atau akal melainkan dengan riyadah dan mujahadah.
Manhaj iktisyafi adalah metode untuk menemukan pengetahuan dengan
menggunakan analogi-analogi.6 ilmu-ilmu yang lahir dari pendekatan irfani
disebut dengan al-‘ilm al-huduri yakni direct experience atau pengalaman batin
yang otentik, fitri, dan esoteris. Oleh karena itu, irfani adaalah model penalaran
yang didasarkan atas pengalaman spiritual langsung atas realitas yang tampak
sehingga mampu menyusun dan mengembangkan ilmu kesufian.7
Pendekatan irfani menghindari mitologi dan mengutamakan hal-hal batiniah
dan meminggirkan suatu perbedaan dan sekat-sekat primordialisme yang bersifat
lahiriyah seperti ras, etnik, kulit, golongan, tradisi, dan kultur. Ia juga Pendekatan
irfani banyak dimanfaatkan dalam tawkil. Takwil irfani terhadap Al-Qur’an bukan
berarti istinbat ataupun ilham, tetapi itu merupakan upaya mendekati lafaz-lafaz
al-Qur’an lewat pemikiran yang berasal dari dan berkaitan dengan warisan irfani

5
Peribdi, Mohammad Arsyad, dkk., Epistemologi Pergerakan intelektual dari Masa ke Masa
(Indramayu: Penerbit Adab, 2021), hlm. 20.
6
Mohammad Hasan Bisyari, Hukum Islam Berkemajuan untuk Membangun Peradaban, 63-64.
7
Ahmad Taufiq Nasution, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Deepublish, 2016), hlm. 21.

4
dengan tujuan menangkap makna batinnya. Contoh lain dari pengetahuan irfani
adalah pengalaman batin Rasulullah SAW. dalam menerima wahyu Al-Qur’an.
jadi, dapat dikatakan bahwa meskipun pengetahuan irfani bersifat subjektif, akan
tetapi semua orang dapat merasakan kebenarannya dengan melakukan pada
tingkatan dan kadarnya sendiri-sendiri. Pendekatan irfani bersifat inersubjektif
dan mengupayakan menangkap hakikat yang terletak dibalik syari’at. Dan yang
batin dibalik yang lahir.
Implikasi dari pengetahuan irfani dalam konteks pemikiran keislaman ialah
menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi spiritualitasnya dan
mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman
keagamaan orang lain yang berbeda aksidensi dan ekpresinya, namun
mengandung esensi yang sedikit banyak sama. ilmu yang diperoleh melalui
pendekatan irfani layaknya ilmu tentang cinta, yang mana cinta itu tidak bisa
dijelaskan dengan kata-kata ataupun dilogikakan, melainkan ia hanya bisa
dirasakan. Begitu pula dengan ilmu yang diperoleh dengan irfani hanya dapat
dimengerti oleh orang-orang yang merasakan dan memperoleh ilmu tersebut.
Dalam epistemologi irfani tidak ada lagi jarak antara objek yang dipikirkan
dengan subjek yang memikirkan. Umumnya metode ini digunakan para sufi
dalam islam yang mengandalkan aktifitas penyucian jiwa untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.8 Di antara keunggulan irfani adalah bahwa segala
pengetahuan yang bersumber dari intuisi, musyahadah, dan mukasyafah, lebih
dekat dengan kebenaran daripada ilmu-ilmu yang digali dari argumentasi rasional
dan akal. Namun, irfani hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang yang mampu
sampai pada tahap penyucian diri yang tinggi.
C. Pendekatan Burhani
Burhani, dalam bahasa Arab, berasal dari kata al-burhan yang berarti
argumen yang jelas.9 Pendekatan burhani atau bisa disebut pendekatan rasional
argumentatif adalah pendekatan atau metodologi yang mendasarkan diri pada
kekuatan rasio melalui instrumen logika dan metode diskursif (bahsiyyah) dengan
tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Burhani disebut dengan

8
Syadidul Kahar, Pendidikan Perspektif Islam: Analisis Teologis dan Filosofis dalam Konteks
Kontemporer (Sumatera Utara: Madina Publisher, 2020), hlm. 102.
9
Hengki Satrisno, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2018), hlm. 55.

5
pendekatan Aqli (rasinonal). Pengetahuan burhani didapatkan atau bersumber dari
indera, percobaan, dan hukum-hukum logika. Pendekatan ini menjadikan realitas
dan teks berada dalam satu wilayah yang saling memengaruhi dan menjadikan
keduanya sebagai sumber kajian. Realitas yang dimaksud adalah realitas alam,
realitas sosial, realitas sejarah, dan realitas budaya. Burhani menempatkan makna
dari realitas pada posisi otoritatif, dan bahasa bersifat partikular sebagai
penegasan saja. Oleh sebab itu, ilmu burhani berpola dari nalar burhani dan nalar
burhani bermula dari proses abstraksi yang bersifat rasional terhadap realitas
sehingga muncul makna, sedangkan makna dapat dimengerti harus diaktualisasi
lewat kata-kata (bahasa).
Ilmu yang lahir dari pendekatan burhani disebut al-‘ilm al-husul, yakni ilmu
yang dikonsep, disusun dan disistematiskan lewat premis-premis logika. Seperti
ilmu filsafat, matematika, dan sains murni. Premis-premis logika tersebut disususn
dengan pengamatan inderawi yang sahih dengan menggunakan alat bantu seperti
alat-alat labolatorium, penelitian lapangan, dan penelitian literer yang mendalam.
Akal berperan besar dalam metodologi burhani untuk menciptakan penalaran
rasional-filosofis. Fungsinya mencari hubungan sebab-akibat, melakukan analisis
dan menguji terus-menerus kesimpulan sementara dan teori yang dirumuskan
lewat premis-premis logika keilmuan. Tolak ukur validitas keilmuan burhani yaitu
menekankan keseuaian antara rumus-rumus yang diciptakan akal manusia
(korespondensi) dengan hukum-hukum alam, keruntutan dan keteraturan untuk
berpikir logis (koherensi), dan upaya terus menerus untuk memperbaiki dan
menyempurnakan temuan dan teori yang telah dibangun manusia.10
Untuk lebih memahami terhadap relitas kehidupan sosial-keagamaan dan
sosial-keislaman kita harus menggunakan pendekatan-pendekatan sosiologi,
sejarah, antropolgi, dan budaya. Pendekatan sosiologis digunakan dalam
pemikiran Islam untuk memahami realitas sosial-keagamaan dari susut pandang
interaksi antar anggota masarakat. Pendekatan historis atau sejarah dibutuhkan
sebagai upaya rekacipta masyarakat muslim bisa mendekati ideal masyarakat
utama. Maksudnya, supaya konteks sejarah masa lalu, masa kini, dan akan datang
berada dalam satu kaitan dan kesatuan yang kuat dan utuh sehingga terbangun

10
Waston, Metodologi Studi Islam: ragam pendekatan dan Dasar-dasar Penelitian, hlm. 36.

6
suatu kesadaran bahwa terdapat kesinambungan historis antara bangunan
pemikiran lama dan munculnya pemikiran keislaman yang baru. Pendekatan
antropolgi bermanfaat untuk mendekati permasalahan kemanusiaan untuk
melakukan rekacipta kebudayaaan Islam. Dan untuk melakukan rekacipta
kebudayaaan Islam dibutuhkan pendekatan kebudayaan yang erat kaitannya
dengan dimensi pemikiran, konsep, ajaran, nilai-nilai, dan pandangan dunia Islam
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat muslim.11
Oleh karena itu, dalam pendekatan burhani keempat pendekatan tersebut,
sosiologi, sejarah, antropologi, dan budaya, berada dalam posisi yan saling
berhubungan dan saling melengkapi membentuk jaringan keilmuan. Dari ketiga
pendekatan tersebut, dapat dikatakan bahwa bayani menekankan kajian dari teks
(nash), ijma’ dengan ijtihad sebagai referensi dasarnya dalam rangka menetapkan
aqidah tertentu. Sedangkan irfani dibangun atas semangat intuisi yang banyak
menekankan aspek kewalian. Sedangkan burhani dibangun ats dasar akal, logika
atau indrawi, eksperimentasi, dan konseptualisasi.
Namun, bukan berarti ketiga metode ini harus dipisahkan dan hanya boleh
memilih salah satunya. Justru untuk menyelesaikan problem-problem dalam studi
islam dianjurkan untuk memadukan ketiganya agar supaya memunculkan ilmu
islam yang lengkap atau komprehensif. Dalam memahami ajaran Islam dan dalam
menyingkap pengetahuan tentang maslahah perlu epistemologi integratif, yaitu
epistemologi yang memperhatikan aspek bayani irfani dan burhani. Karena jika
hukum-hukum Allah dipahami hanya dengan pemahaman parsial, maka yang
akan terjadi justru akan merusak kemaslahatan manusia. Jika metode bayani
dijadikan satu-satunya cara dalam memahami teks, maka hukum kehilangan daya
akomodatifnya.
Respon terhadap perkembangan baru akan terhalangi. Karena teks hanya
mengatur hal-hal mendasar dalam kehidupan. Ketika burhani dijadikan satu-
satunya eistemologi, maka hukum Allah menjadi tidak dipatuhi, teks (nas) akan
diabaikan. Sedangkan jika penekanannya hanya terhadap aspek irfani saja, tentu
akan menghilangkan unsur rasionalitas dan membawa pada praktek keberagamaan
yang menyimpang dari ajaran syari’at Islam. Dengan demikian, mengintegrasikan
11
Mohammad Hasan Bisyari, Hukum Islam Berkemajuan untuk Membangun Peradaban, hlm. 62-
63.

7
bayani, irfani, dan burhani menjadi hal yang urgen dalam memahami dan
menyingkap unsur kemashlahatan dalam hukum, pembaharuan dan
pengembangan hukum Islam harus berjalan agar hukum Islam selalu mampu
merealisasi tujuan syari’at semaksimal mungkin, yaitu kemashlahatan manusia di
dunia dan akhirat.12

12
Zulpa Makiah, “Epistemologi Bayani, burhani, dan irfani dalam Memperoleh Pengetahuan
tentang Maslahah”, (Syari’ah; Jurnal Hukum dan Pemikiran, vol. 14, No. 2, 2014), hlm. 99.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayani adalah sebuah pendekatan atau metode berpikir yang didasarkan
pada penjelasan yang baku dan tetap yaitu berupa teks yaitu Al-Qur’an, Hadis,
Ijma’, ataupun Qiyas. Dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengeluarkan
makna yang terkandung dalam lafaz, dan untuk istinbat hukum dari teks-teks
keagamaan, terutama Al-Qur’an dengan bantuan ilmu-ilmu kebahasaan seperti
nahwu dan sharraf. Irfani adalah sebuah pendekatan atau metode berpikir yang
bertumpu pada instrumen pengalaman batin dan intuisi. Dengan metode manhaj
kasyfi dan manhaj ikhtisyafi. Burhani adalah sebuah pendekatan atau metode
berpikir yang bersumber dari rasio dan akal. dalam pendekatan burhani
pendekatan sosiologi, sejarah, antropologi, dan budaya, berada dalam posisi yan
saling berhubungan dan saling melengkapi membentuk jaringan keilmuan.
ketiga metode ini tidak harus dipisahkan dan hanya memilih salah satunya.
Justru untuk menyelesaikan problem-problem dalam studi islam dianjurkan untuk
memadukan ketiganya agar supaya memunculkan ilmu islam yang lengkap atau
komprehensif.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan menjadi tambahan ilmu
pengetahuan bagi kita semua tentang ragam pendekatan dalam pemikiran Islam.
Diharapkan juga kita mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk
menyelesaikan problem yang terjadi sehingga bisa memunculkan ajaran atau
pemikiran Islam yang komprehensif.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Bisari, Mohammad Hasan. Hukum Islam berkemajuan untuk Membangun


Peradaban. Yogyakarta: Deepublish Digital, 2023.

Kahar, Syadidul. Pendidikan Perspektif Islam: Analisis Teologis dan Filosofis


dalam Konteks Kontemporer. Sumatera Utara: Madina Publisher, 2020.

Nasution, Ahmad Taufiq. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Deepublish, 2016.

Nata, Abuddin. Islam dan Ilmu pengetahuan. Jakarta; Prenadamedia Group, 2018.

Peribdi, dkk. Epistemologi Pergerakan intelektual dari Masa ke Masa.


Indramayu: Penerbit Adab, 2021.

Satrisno, Hengki. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru,


2018.

Waston. Metodologi Studi Islam: Ragam Pendekatan dan Dasar-dasar Penelitian.


Muhammadiyah University Press.

Makiah, Zulpa. “Epistemologi Bayani, burhani, dan irfani dalam Memperoleh


Pengetahuan tentang Maslahah”. Syari’ah; Jurnal Hukum dan Pemikiran.
Vol. 14. 2014.

10

Anda mungkin juga menyukai