Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai ANEKA METODOLOGI
MEMAHAMI ISLAM
Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca.

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...........................................................................................................1
Daftar Isi.....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................3
A. Latar Belakang ..........................................................................................3
B. Rumusan Masalah .....................................................................................3
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................5
ANEKA METODOLOGI MEMAHAMI ISLAM
A. Metodologi Ulumul Tafsir. .......................................................................5
B. Metodologi Ulumul Hadits ........................................................................6
C. Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam) .................................................10
D. Metodologi Tasawwuf...............................................................................11
E. Metodologi Kajian Fiqih dan Kaidah Ushuliyah .......................................11
F. Metodologi Pemikiran Modern ..................................................................15
G. Metodologi Pendidikan Islam ..................................................................16
H. Metodologi Tekstualitas dan Konteksualitas ............................................18
I. Metodologi Muqaranah Madzhab ..............................................................21
BAB III PENUTUP ...................................................................................................23
A. Kesimpulan ...............................................................................................23
B. Saran .........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................24

2
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam memahami sebuah agama, setidaknya kita dituntut untuk
mengetahui sejarah, seluk beluk maupun metodologi yang tersirat pada setiap
ajarannya
Islam adalah agama yang sangat kompleks. Islam juga merupakan agama
samawi yang memiliki banyak dimensi. Untuk memahami dimensi itu, diperlukan
berbagai metodologi yang digali dari berbagai disiplin ilmu yang dapat dipahami
dari segi theologis dan normatif. Untuk memahami ajaran Islam secara benar dan
utuh, diperlukan metodologi yang sistematis, terstruktur dan terorganisir dengan
baik.
Dan penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang
mengembangkan ilmu yang dimilikinya.
Karena itulah, kami mengangkat tema Aneka Metodologi Memahami
Islam dalam penulisan makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana metodologi dalam ulumul tafsir ?
2. Bagaimana metodologi dalam ulumul hadis ?
3. Bagaimana metodologi dalam filsafat dan teologi ( kalam ) ?
4. Bagaimana metodologi dalam tasawwuf?
5. Bagaimana metodologi dalam kajian fiqih dan kaidah usuhuliyah ?
6. Bagaimana metodologi dalam pemikiran modern ?
7. Bagaimana metodologi dalam pendidikan Islam ?
8. Bagaimana metodologi dalam tekstualitas dan kontekstualitas ?
9. Bagaimana metodologi dalam muqaranah madzhab ?

3
C.Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang metodologi kajian ulumul tafsir
2. Untuk memahami metodologi kajian ulumul hadist
3. Untuk mengetahui metodologi filsafat dan teologi
4. Untuk mengetahui metodologi kajian tasawuf
5. Untuk mengetahui metodologi kajian fiqih dan kaidah ushuliyah.
6. Untuk mengetahui metodologi pemikiran modern
7. Untuk mengetahui metodologi pendidikan islam
8. Untuk mengetahui metodologi dalam tesktualitas dan kontekstualitas
9. Untuk menemukan pengertian tentang metodologi muqaranah mazahib

4
BAB II
PEMBAHASAN
Aneka Metodologi dalam Memahami Islam
A. Metodologi Ilmu Tafsir
1.1. Pengertian Tafsir
Tafsir berasal dari Bahasa Arab fassaro, yufasiru, tafsiran yang
berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu,Tafsir dapat pula
berarti Al-Idlah wa Al-Tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat
lain mengatakan bahwa kata Tafsir sejajar dengan timbangan (Wazan) kata
tafsir, diambil dari kata Al-Fasr yang berarti Al-bayan ( penjelasan) dan Al-
Kasyf yang berarti membuka atau menyingkap, dan dapat pula di ambil
dari kata Al-Tafsarah, yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat yang
buasa di gunakan oleh Dokter untuk mengetahui penyakit.
Selanjutnya, pengertian Tafsir sebagimana di kemukakan pakar Al-
Qur’an tampil dalam formulasi yang berbeda-beda, namun esensinya sama.
Al-Jurnani, misalnya, mengatakan bahwa Tafsir ialah menjelaskan ma’na
ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya,baik konteks historisnya maupun
sebab Al-Nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang
dapat menunjukan kepada ma’na yang di kehendaki secara terang dan jelas.
Sementara itu Imam Aljarkani mengatakan bahwa Tafsir adalah ilmu yang
membahas kandungan Alqur’an baik dari segi pemahaman ma’na atau arti
sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Al-
Suyuthi, mengatakan bahwa Tafsir adalah ilmu yang di dalamnya terdapat
pmbahasan mengenai cara mengucapkan lafadz-lafadz Al-qur’an disertai
ma’na serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Az-Zarkasy
mengatakan bahwa Tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui
kandungan kitabullah (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan cara mengambil penjelasan ma’nanya, hukum
serta hikmah yang terkandung di dalamnya.

5
Dari beberapa definisi diatas kita menemukan ciri utama Tafsir.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya adalah kitabillah ( Al-
Qur’an) yang di dalamnya terkandung firman Allah SWT. Kedua, dilihat
dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan, menerangkan, menyingkap
kandungan Al-qur’an sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum, ketetapan
dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Ketiga, dilihat dari segi sifat dan
kedudukannya adalah hasil penalaran, kajian, dan ijtihad para Mufassir
yang di dasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya,
sehingga, suatu sa’at dapat di tinjau kembali.
B. Metodologi Ulumul Hadits
2.1 Pengertian Ulumul Hadits dan Macam-macamnya
Hadis menurut bahasa adalah perkataan rosulullah SAW, sedangkan arti
hadits menurut istilah adalah segalah perkataan(sabda), perbuatan dan
ketetapan dan persetujuan dari rosulullah SAW yang dijadikan hukum dalam
agama islam.
Sedangkan ulumul hadist adalah ilmu yang membahas berbagai hal yang
berkaitan dengan hadis, baik dari segi matan, sanad, maupun parawinya
dengan tujuan untuk memilah dan memilih antara hadis yang benar-benar
berasal dari Rasulullah SAW atau hadis buatan.
Berbagai pendekatan dalam memahami hadist masih belum bayak
digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Akibat dari keadaan itu, tampak
bahwa pemahaman masyarakat masih bersifat parsial
Secara garis besar ulumul hadis terbagi pada dua bagian, yaitu:
 Ilmu Hadis riwayah
 Menurut Ajjah al-Khatib ilmu hadis riwayah itu adalah ilmu
yang berpangkat pada segala sesuatu yang disandarkan atau
berasal dari Nabi SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan,
ketetapan, sifat kepribadian, atau kepribadian yang dinukilkan
secara mendalam dan bebas
 Sedangkan menurut Ibn al-Akfani ilmu hadis riwayah adalah
ilmu yang khusus berkaitan dengan riwayah, ilmu yang

6
mencakup atas ucapan, perbuatan, periwayatan, penguatan, dan
keutamaan lafaznya. Jadi,ilmu hadis riwayah itu adalah ilmu
yang didasarkan pada segala sesuatu yang berasal dari hadis
Nabi SAW , baik dalam bentuk ucapan, perbuatan,
ketetapan,sifat yang diperoleh dari nya secara bebas, dan
rwayat yang mendalam dan kuat serta kekuatan lafaznya
dengan pengetahwan dan amanah.
 Ilmu Hadis Dirayah
 Menurut ulama Tahqiq ilmu hadis dirayah adalah ilmu yang
membahas makna-makna yang dipahami dari lafal-lafal hadis
dan yang dikehendaki dari sesuatu lafal hadis tersebut yang
didasarkan pada ketentuan bahasa arab serta ketentuan agama
yang disesuaikan dengan keadaan Nabi Muhammat SAW.
 Sedangkan menurut Al-imam ‘Izzudin bin Jama’ah dia
berpendapat “ilm biqanin yu’rafu biha ahwal al-sanad wa al-
matan.yang artinya:ilmu yang berkaitan dengan kaidah-kaidah
atau aturan yang dapat digunakan untuk mengetahwi keadaan
sanad dan matan. Jadi ilmu hadis dirayah adalahilmu yang
mempelajari tentang kaedah-kaedah untuk mengetahwi keadaan
sanad,matan,dan cara-cara menerima dan menyampaikan hadis.
Dari ilmu hadis Riwayah dan Dirayah tersebut, maka lahirlah
berbagai cabang ilmu hadis lainnya, diantaranya:
a. Ilmu rijal al-hadits
Ilmu rijal al-hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang
para parawi, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-
orang yang sesudahnya.
b.Ilmu jarh wa al-ta’dil
ilmu jarh wa al-ta’dil adalah ilmu yang menerangkan
tentang kecacatan dan keadilannya dengan menggunkan lafaz
yang khusus serta tingkatan lafaz tersebut.

7
c. Ilmu fann al-Mubhamat
Ilmu fann al-Mubhamat adalah ilmu yang denganny
dapat diketahwi orang-orang yang tidak disebut namanya
didalam matan, atau didalam sanad.
d.Imu tashif wa tahrif
ilmu tashif wa tahrif adalah ilmu yang menerangkan hadis-
hadis yang sudah diubah titiknya (yang dinamai mushahhaf),
dan bentuknya yang dinami muharraf.
e.ilmu ilal al-hadits
ilmu ilail al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang
sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat
mencacatkan hadits.
f.ilmu gharib al-hadits
ilmu gharib al-hadits adalah ilmu yang menjelaskan makna
kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahwi
maknanya.
g.ilmu nasikh wa al—mansukh
ilmu nasikh wa al-mansukh adalah ilmu yang sudah
menjelaskan hadis yang sudah dimansukkan dan yang
menasikhkannya.
h. ilmu asbab wurud al-hadits
ilmu asbab wurud al-hadits adalah ilmu yang menerangkan
sebab-sebab nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya nabi
menuturkan itu.
i.ilmu talfiq al-hadits
ilmu talfiq al-hadits adalah ilmu yangmembahas tentang
cara mengumpulkan anatara hadisyang berlawanan lahirnya.
j.ilmu mushthalah ahl al-hadits
ilmu mushthalah al-hadits adalah ilmu yang membahas
tentang berbagai istila yang digunakan parah ahli hadits dan
yang dikenal dikalangan mereka.

8
k.ilmu mushthalah ahl-al- hadits
Ilmu mushthalah ahl-al- hadits adalah ilmu yang membahas
tentang tentang berbagai istilah yang digunakan para ahli hadis
dan yang dikenal dikalangan mereka.
Dengan bantuan ilmu hadis ini,maka dapat dibedakan
antara macam-macam tingkatan hadis:
1.Tingkatan hadis berdasarkan jumlah parawi
a. Hadis Mutawatir
Hadis yang jumlah para parawinya pada setiap tingkatan terdiri dari
sejumlah orang yang menurut adat mereka mustahil melakukan kesepakatan untuk
berdusta atas nama rosulullo SAW,yang disebabkan karena jumlah mereka yang
cukup banyak,kepatuhan mereka pada ajaran agama,dan yang demikian itu
mereka riwayatkan mulai dari awal hingga akhir,dan menunjukkan pada masalah
yang tertentu.
b. Hadis Ahad
Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang tidak sebanyak
parawi hadis mutawir.

2.Tingkatan Hadis Berdasarkan kekuatan parawinya.


a.Hadis Shahih
Hadis Shahih adalah hadis yang bersambung dengan cara penukilan yang
adil,kuat ingatannya yang berasal dari parawi yang kuat pula ingatannya hingga
terakhir serta tidak ada keraguan dan kecacatan didalamnya.
b.Hadis Hasan
Hadis hasan dapat diketahwi melalui sumber dan perawi yang
meriwayatkan nya.

c.Hadis dha’if
Hadis yang tidak memiliki ciri-cirihadis shahih dan hadis hasan.

9
C . Metodologi Filsafat dan Theologi
3.1 Pengertian Ilmu Kalam
Menurut Ibnu Khaldun, sebagimana dikutif A.Hanafi, Ilmu Kalam ialah ilmu
berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman
dengan dalil-dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang
menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli
Sunnah.
Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan
dengan bukti –bukti yang meyakinkan. Didalamnya ilmu ini dibahas tentang cara
ma’rifat ( mengetahui secara mendalam) tentang sifat-sifat Allah dan para Rasul-
Nya dengan menggunakan dalil-dalil yang pasti, guna mencapai kebahagiaan
hidup abadi. Ilmu ini termasuk induk ilmu Agama dan paling utama bahkan
paling mulia, karena berkaitan dengan dzat Allah, dzat para Rasul-Nya.
Namun dalam perkembangan selanjutnya ilmu teologi juga berbicara tentang
berbagai masalah yang berkaitan dengan keimanan serta akibat-akibatnya, seperti
masalah iman, kufur, musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dengan
berbagi kenikmatan atau penderitaannya, hal-hal yang membawa pada semakin
tebal dan tipisnya iman, hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah yakni Al-
Quran, setatus orang-orang yang tidak beriman dan sebaginya. Selanjutnya
dinamai Ilmu Ushuludin, karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan
yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan, dinamai pula Ilmu Aqaid, karena
dengan ilmu ini seseorang diharapkan agar meyakini dalam hatinya secara
mendalam dan mengikatkan dirinya hanya kepada Allah sebagai Tuhannya.

10
D.Metodologi Tasawwuf
4.1Pengertian Tashawuf
Dari segi bahasa (linguistik) terdapat sejumlah kata atau istilah yang
dihubungkan orang dengan tashawuf. Misalnya, menurut Harun Nasution
menyebutkan lima istilah yang berhungan dengan tashawuf, yaitu Al-Suffah yaitu
orang yang ikut pindah dengan nabi dari mekah ke madinah. Saf, yaitu barusan
yang di jumpai dalam melaksanakan shalat berjamaah. Sufi yaitu bersih dan suci,
Sophos (bahasa yunani : Hikmah). Suf (Kain wol kasar).
Dengan demikian dari segi bahasa tashawuf mnggambarkan keadaan yang
selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah berpola
hdup sederhana, mengutamakan kebenaran, dan rela berkorban demi tujuan-
tujuan yang lebih mulia di sisi Allah. Sikap demikian pada akhirnya membawa
seseorang berjiwa tangguh, memiliki daya tangkap yang kuat dan efektif terhadap
berbagai godaan hidup yang menyesatkan.
Melalui studi tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara
melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya secara benar.

E. Metodologi Kajian Fiqih dan Kaidah Ushuliyah


5.1. Kajian Fiqih
a. Pengertian Kaidah Fiqih
Di antara arti kaidah sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad Warson Munawir,
adalah al-asas (dasar, asas, dan pondasi), al-qanun (peraturan dan kaidah
dasar), al-mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Mushthafa Ahmad
al-Zarqa, dalam pengantar buku Syarh al-Qawai’id al-Fiqhiyyat karya bapaknya,
al-Syaikh Ahmad Ibn al-Syaikh Muhammad al-Zarqa, menjelaskan bahwa arti
kaidah secara bahasa adalah al-asas, baik sebagai asas yang konkret (inderawi)
maupun yang abstrak (ma’naawi).
Ulama ushul berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaidah adalah:
“Peraturan umum yang mencakup pada semua bagiannya supaya diketahui
hukum-hukumnya berdasarkan aturan umum tersebut.”

11
Sedangkan ulama fiqih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaidah
adalah
“Aturan pada umumnya atau kebanyakan yang membawahi bagian-bagiannya
untuk mengetahui hukum-hukum yang dicakupnya berdasarkan aturan umum
tersebut.”
Dari pengertian di atas, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
1) Kaidah adalah “ugeran” atau patokan umum yang dijadikan dasar untuk
menentukan hukum bagi persoalan-persoalan yang belum diketahui hukumnya.
2) Kaidah bersifat aglabiyat, aktsariyat atau pada umumnya. Oleh karena itu,
setiap kaidah mempunyai pengecualian-pengecualian (al-mustasnayat).
3) Tujuan pembentukan kaidah fiqih adalah agar ulama, hakim (qadhi), dan
mufti, memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan suatu sengketa atau kasus-
kasus di masyarakat.
b. Kegunaan Kaidah Fiqih
Kegunaan kaidah fiqih menurut ‘Ali Ahmad al-Nadawi secara sederhana
adalah sebagai pengikat (“ringkasan”) terhadap beberapa persoalan fiqih.
Menguasai satu kaidah berarti telah menguasai sekian bab fiqih. Oleh karena itu,
mempelajari kaidah dapat memudahkan orang yang berbakat fiqih dalam
menguasai persoalan-persoalan yang menjadi cakupan fiqih.
c. Kedudukan Kaidah Fiqih
Kedudukan kaidah fiqih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalil pelengkap
dan dalil mandiri. Yang dimaksud dengan dalil pelengkap adalah bahwa kaidah
fiqih digunakan sebagai dalil setelah menggunakan dua dalil pokok, yaitu Al-
Qur'an dan Sunnah. Sedangkan yang dimaksud dengan dalil mandiri adalah
bahwa kaidah fiqih digunakan sebagai dalil hukum yang berdiri sendiri, tanpa
menggunakan dua dalil pokok.
5.2. Kaidah Ushuliyah
a. Pengertian Kaidah Ushuliyah
Kaidah dalam bahasa Arab disebut Qa’idah sebagai mufrad (bentuk
tunggal) dari Qawa’id (kaidah-kaidah), kini kata qa’idah telah menyatu dengan
bahasa Indonesia dengan kata kaidah.

12
Sedangkan pengertian Ushuliyah diambil dari kata “ashal” yang diberi ya
nisbah (ya’ yang berfungsi untuk mengbangsakan/ menjeniskan).
Dalam arti terminologi Ashal mempunyai 5 pengertian, yaitu:
1) Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh.
2) Ashal berarti yang lebih kuat (Rajih).
3) Ashal berarti hukum ashal (Mustashhab)
4) Ashal berarti Maqis ’alaih (dalam bab Qiyas).
5) Ashal berarti dalil.
Dengan demikian pengertian “Kaidah Ushuliyah” adalah suatu hukum
diambil kuli yang dapat dijadikan standar hukum bagi juz'i yang diambil dari
dasar kulli yakni al-Qur'an dan as-Sunnah”.
b. Pembagian Kaidah
Kitab ushul fiqh membagi kaidah dengan dua macam, yaitu
kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah, kedua kaidah ini saling terkait.
1) Kaidah ushuliyah atau yang disebut juga kaidah istinbathiyah atau bahkan
disebut juga kaidah lughawiyah, arti dari kaidah Ushuliyah sendiri adalah kaidah-
kaidah yang dipakai oleh ulama ushul berdasarkan makna dan tujuan ungkapan-
ungkapan yang telah ditetapkan oleh para ahli bahasa Arab. Setelah diadakan
penelitian-penelitian yang bersumber dari kesusastraan Arab.
2) Sedangkan kaidah Fiqhiyah, ia disebut juga kaidah Syar’iyah. Pembahasan
kaidah fiqhiyah ini akan dibahas tersendiri dalam judul yang berbeda.
c. Metode Perolehan Kaidah Ushuliyah
Ulama Ushuliyah membagi metode perolehan kaidah ushuliyah dengan 3
bagian, yaitu metode mutakallimin dan metode ahnaf, dan metode campuran.
Masing-masing punya ciri-ciri tersendiri.
1) Metode Mutakallimin
Metode mutakallimin sering disebut sebagai metode Syafi’iyah. Metode ini
banyak dikembangkan oleh golongan mu’tazilah,asy’ariyah dan Imam Syafi’i
sendiri. mereka menggunakan metode ini dengan cara memproduksi kaidah-
kaidah serta mengeluarkanqonun-qonun ushuliyah dari penggalian lafal-lafal
serta uslub-uslubbahasa Arab.

13
Kitab-kitab ushul yang banyak menggunakan metode mutakallimin adalah:
a) Al-Mustashfa, karangan Imam al-Ghazali (w. 505 H).
b) Al-Ahkam, karangan Abu Hasan al-Amidi (w. 613 H).
c) Al-Minhaj, karanganp al-baidhawi (w. 685 H).
d) Al-Mu’tamad, karangan Muhammad bin Ali al-Basri (Tokoh Mu’tazillah) .
e) Al-Burhan, karangan Imam Haramain (w. 487 H).
f) Al-Manshul, karangan Fakruddin ar-Razi.
2) Metode Ahnaf
Metode ahnaf (hanafiyah) dicetuskan oleh Imam Abu Hanafiah dengan jalan
mengadakan istiqra (induksi) terhadap pendapat-pendapat Imam sebelumnya dan
mengumpulkan pengertian makna dan batasan-batasan yang mereka pergunakan
sehingga metode ini mengambil konklusi darinya.
Kitab-kitab yang menggunakan metode Hanafiah adalah sebagai berikut:
a) Al-Fushul fil Ushul, karangan Abu Bakar al-Hashash.
b) Taqwimul Adillah, karangan al-Qodli Abu Zaid ad-Dabusi.
3) Metode Campuran
Yaitu metode penggabungan antara metode Mutakallimin dan
metodehanafiah, yakni dengan cara memperhatikan kaidah-kaidah ushuliyah dan
mengemukakan dali-dalil atas kaidah-kaidah tersebut.
Kitab yang mengikuti metode campuran antara lain:
a) Badiun Nidhom, karangan al-Badzawi.
b) Al-Ahkam, karangan Mudhoffaruddin al-Bagdadi al-Hanafi (w. 694 H).
d. Obyek Kaidah-Kaidah Ushuliyah
Penggunaan kaidah-kaidah ushuliyah hanya dipakai sebagai jalan untuk
memperoleh dalil hukum dan hasil hukumnya. Misalnya penetapan hukum amar,
nahi dan sebagainya serta penerimaan atau penggalian dalil-
dalil dhanniyah seperti qiyas, istishab, istihsan dan sebagainya.

14
F. Metodologi Pemikiran Modern
6.1. Pemikiran Modern
Kata-kata “modern”, “modernitas”, “modernisasi”, dan “modernisme”,
seperti kata lainnya yang berasal dari Barat, telah dipakai dalam bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang
terbaru, mutakhir. Selanjutnya kata modern erat pula kaitannya dengan
modernisasi yang berarti pembaruan atau tajdid dalam bahasa Arabnya.
Dalam masyarakat Barat “modernisasi” mengandung arti pikiran, aliran,
gerakan, dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-
institusi lama dan lain sebagainya, agar semua itu sesuai dengan pendapat-
pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Pikiran dan aliran itu muncul antara tahun 1650 sampai 1800
SM. Suatu masa yang terkenal dalam sejarah Eropa sebagai The Age of
Reason atauEnglightenment, yakni masa pemujaan akal.
Dalam Islam, modernisasi berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk
melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pikiran, dan pendapat tentang
masalah keislaman yang dilakukan oleh pemikir terdahulu untuk disesuaikan
dengan perkembangan zaman. Dengan demikian yang diperbarui adalah hasil
pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui atau mengubah teks Al-Qur'an
dan al-Hadits. Yang diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap Al-Qur'an dan
al-Hadits.
Modernisme dalam Islam tentunya timbul pada periode yang disebut modern
dalam sejarah Islam. Menurut Harun Nasution, periode tersebut dimulai sejak
tahun 1800 M sampai zaman sekarang ini. Setelah terjadi pendudukan Napoleon
di Mesir tahun 1798 M menyadarkan pemuka-pemuka Islam bahwa umat Islam
sudah terbelakang dan lemah. Sebelumnya mereka masih berkeyakinan bahwa
kebudayaan umat Islam masih lebih tinggi dari kebudayaan Barat. Sekarang
ternyata Barat yang lebih tinggi.

15
G. Metodologi Pendidikan Islam
7.1. Pendidikan Islam
a. Pengertian Pendidikan Islam
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau
pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya.
Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta
didikan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian
yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan ini secara hirarkis
bersifat ideal bahkan universal.
Sedangkan istilah pendidikan Islam sendiri memang sangat kompleks,
meskipun demikian paling tidak ada tiga pengertian sehubungan dengan istilah
tersebut, yakni pendidikan (menurut) Islam, pendidikan (dalam) Islam,
mengandung pengertian bahwa pendidikan yang didasarkan dan dikembangkan
sesuai ajaran Islam. sedangkan pengertian pendidikan dalam Islam adalah proses
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh umat
Islam sepanjang sejarah kebudayaan dan peradabannya. Dan pengertian
pendidikan agama Islam adalah proses dan upaya pembelajaran ajaran Islam
kepada anak atau generasi muda agar mereka dapat memahami dan mengamalkan
ajaran-ajaran tersebut.
b. Hakikat Pendidikan Islam
Pada hakekatnya proses pendidikan Islam merupakan proses pelestarian
dan penyempurnaan kultur Islam yang selalu berkembang dalam proses
transformasi budaya yang berkesinambungan berdasarkan ajaran Islam yang
bersifat universal.
Meskipun demikian, paling tidak ada tiga istilah pendidikan yang secara
umum dikenal dalam khazanah kebudayaan Islam,
yakni tarbiyah(pendidikan), ta’lim (pengajaran), dan ta’dib (pembudayaan). Tentu
saja penggunaan istilah ini memiliki penekanan masing-masing secara umum
perbedaan titik tekan ketiga istilah adalah sebagai berikut:

16
1) Tarbiyah, adalah pendidikan yang menitikberatkan pada masalah
pendidikan. Pembentukan dan pengembangan kode etik (norma-norma etika
akhlak).
2) Ta’lim adalah pendidikan yang menitikberatkan pada masalah pengajaran.
Penyampaian informasi, dan pengembangan ilmu.
3) Ta’dib adalah pendidikan yang memandang bahwa proses pendidikan
merupakan usaha yang mencoba membentuk keteraturan susunan ilmu yang
berguna bagi dirinya sebagai muslim yang harus melaksanakan kewajiban serta
fungsionalisasi atas niat atau sistem sikap yang direalisasikan dalam kemampuan
berbuat yang teratur (sistematik), terarah dan efektif.
c. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan dasar pendidikan Islam pada hakekatnya sama dan sesuai dengan
diturunkannya agama Islam itu sendiri, yakni untuk membentuk
manusia muttaqin. Sedangkan jika ditinjau dari tujuan operasional dari pendidikan
Islam adalah:
1) Membentuk manusia Muslim yang di samping dapat melaksanakan
ibadah mahdhah juga dapat melaksanakan ibadah mu'amalah dalam
kedudukannya sebagai orang perorang atau sebagai anggota masyarakat dalam
lingkungan tertentu.
2) Membentuk warga negara yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan
bangsanya dalam rangka bertanggung jawab kepada Allah penciptanya.
3) Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan terampil
untuk memungkinkan memasuki teknostruktur masyarakatnya.
4) Mengembangkan tenaga ahli di bidang ilmu (agama dan ilmu-ilmu Islam
lainnya).
d. Proses dan Operasional Pendidikan Islam
Sedangkan pendidikan Islam di dalam keluarga mengambil bentuk
penanaman nilai dan norma keislaman yang dilakukan oleh anggota keluarga
terutama sekali orang tuanya.
Dan pendidikan Islam dalam sekolah merupakan upaya pembelajaran yang
telah dilembagakan secara formal.

17
e. Pendidikan islam dalam perkembangan sejarah kebudayaan Islam
Dilihat dari segi sejarah atau periodenya, pendidikan Islam mencakup:
1) Periode pembinaan Islam yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad
menerima wahyu dan menerima pengangkatannya sebagai Rasul, sampai dengan
lengkap dan sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat Islam.
2) Periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak zaman Nabi
Muhammad wafat sampai masa akhir Bani Umayyah yang diwarnai oleh
perkembangannya ilmu-ilmu naqliyah.

f. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional


Dengan masuknya orang-orang Barat yang membawa budaya dan
peradaban modern pada masa menjelang kemerdekaan bangsa Indonesia, terdapat
dua sistem pendidikan, yakni pendidikan modern dan pendidikan tradisional.
Sistem pendidikan modern dalam operasionalisasinya bercorak liberal dan sekuler
serta dikelola oleh pemerintah kolonial. Sedangkan pendidikan tradisional dalam
pola operasional bersifat pendidikan keagamaan semata-mata, tumbuh dan
berkembang dikalangan masyarakat umat Islam.
Pada tahap awal ini pembinaan dan pengembangan sekolah-sekolah
umum/modern tersebut diserahkan dan menjadi wewenang serta tanggung jawab
Menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, sedangkan tanggung jawab
pembinaan dan pengembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah dan
pesantren) serta pendidikan dan pengajaran agama di sekolah-sekolah umum
diserahkan Menteri Agama.

H. Metodologi Tekstualitas dan Kontekstualitas


8.1. Tekstualitas Hadits
Dalam kaitannya dengan Asbab al-Wurud,1 mayoritas ulama
mengemukakan kaidah (artinya: yang menjadi pedoman dalam memahami teks
adalah keumuman lafalnya, bukan sebab khususnya). Dengan berpijak pada
kaidah ini, pandangan menyangkut Asbab al-Wurud dan pemahaman hadis

1
Prov. Abudin nata.Methodologi Studi Islam.Bandung 2008.h.34

18
seringkali hanya menekankan kepada peristiwanya dan mengabaikan waktu
terjadinya serta pelaku kejadian tersebut.
Dengan menggunakan kaidah itu, maka teks yang 'am yang muncul atas
sebab tertentu mencakup objek yang mempunyai sebab itu dan Iain-lain. Dan
tidak boleh dipahami bahwa lafal 'am itu hanya dihadapkan kepada orang-orang
tertentu saja. Ibn Taimiyah berkata bahwa para ulama walaupun berbeda pendapat
dalam menghadapi lafal umum yang datang lantaran sesuatu sebab, apakah khusus
bagi sebab itu, namun tak ada seorangpun yang menyatakan bahwasanya
keumuman lafal Al-Qur'an dan al-sunnah khusus dengan orang-orang tertentu.
Hanya saja paling jauh dikatakan, bahwa keumuman lafal itu tertentu
dengan orang-orang yang semacam itu lalu ia mencakup orang-orang yang
menyerupainya, dan tidaklah keumuman padanya menurut lafal. Ayat yang
mempunyai sebab yang tertentu jika merupakan perintah atau larangan, maka ia
mencakup orang-orang itu dan selainnya, yang sama keadaannya/kedudukannya.
Lafal 'am dalam sebuah teks walaupun munculnya karena dilatarbelakangi
oleh sebab khusus, ia mencakup seluruh individu yang bisa ditampung oleh teks
itu, tidak tertentu/terbatas berlakunya hanya kepada individu yang menjadi sebab
khusus lahirnya teks.
8.2. Kontekstualitas Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah sumber rujukan paling pertama dan utama dalam ajaran
Islam. Ia diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. untuk
disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-
angsur, sudah tentu menunjukkan tingkat kearifan dan kebesaran Tuhan, sekaligus
membuktikan bahwa pewahyuan total pada satu waktu adalah mustahil, karena
bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk dla’if(lemah).
Hikmah terbesar Al-Qur'an diturunkan dari waktu ke waktu, tema pertema,
bagian per bagian, adalah di samping mempertimbangkan kemampuan manusia
yang terbatas dalam menelaah dan mencerna kandungan ayat-Nya, juga
dimaksudkan agar selaras dan sejalan dengan kebutuhan obyektif yang dihadapi
umat manusia.

19
Al-Qur'an diturunkan lima belas abad yang lalu itu persis di tengah-tengah
masyarakat Arab Jahiliyah. Karena itu, misi suci wahyu ini adalah ingin
memperbaiki moralitas masyarakatnya yang rusak itu dengan berdialog secara
argumentatif (akliyah) dan bijak (hikmah), seraya mengajar umat yang tak
“beradab” (jahiliyah) ini ke jalan yang berkeadaban (madaniyah).
Al-Qur'an secara intrinsik (hakiki) ingin berdialog secara interaktif sambil
menebarkan rahmatnya kepada masyarakat dalam berbagai dimensi dan corak
sosialnya, baik di masa lampau, kini, maupun mendatang; baik sebagai orang
Arab, Eropa, Amerika, Afrika maupun Asia. Bahkan umat Islam tidak hanya
dituntut untuk memahami Al-Qur'an secara kontekstual (selaras dengan ruang dan
waktu manusia), tetapi juga secara profetik (melintasi batas ruang dan waktunya
sendiri). Oleh karena itu, untuk memahami Al-Qur'an, seseorang tidak hanya
terpaku semata-mata pada teks ayat, tetapi juga konteks sosial di mana masyarakat
berada.
Penafsiran Al-Qur'an secara kontekstual sangat diperlukan untuk berdialog
dengan orang-orang yang hidup di masa Nabi Muhammad SAW., tetapi juga
untuk orang-orang yang hidup di masa sekarang, maupun untuk orang-orang yang
hidup di masa-masa yang akan datang. Faktor yang diperlukan dalam menafsirkan
Al-Qur'an secara kontekstual adalah asbabun nuzul suatu ayat. Asbabun nuzul itu
sendiri ialah apa yang menyebabkan satu ayat atau beberapa ayat Al-Qur'an
diturunkan sebagai pemberi informasi (jawaban).
Adapun pengertian asbabun nuzul dapat dilihat dari dua segi,
yaitu:pertama, peristiwa yang terjadi mendahului turunnya ayat. Ayat yang turun
kemudian menjelaskan pandangan Al-Qur'an, atau Al-Qur'an mengomentari
tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi tersebut. Kedua, peristiwa itu terjadi
setelah turunnya satu ayat. Peristiwa itu telah mencakup pengertiannya, atau
dijelaskan hukumnya oleh ayat-ayat yang telah turun.
Mempelajari ilmu sejarah, minimal dapat memberikan informasi tentang
kondisi perkembangan suatu masyarakat. Al-Qur'an sebagai petunjuk dari Allah
untuk kebahagiaan umat manusia tidak mengabaikan perkembangan masyarakat.

20
Jadi, dengan mengetahui konteks kesejarahan suatu ayat, maka dengan mudah
ayat itu bisa diterapkan pada setiap ruang dan waktu yang berbeda.

I. Metodologi Muqaranah Mazahib


Muqaranah Mazahib terdiri dari beberapa unsur kata, yang secara etimologi
kata “muqaranah” berasal dari kata “qarana” yang artinya membandingkan dan
kata muqaranah sendiri, kata yang menunjukkan keadaan atau hal yang berarti
membandingkan antara dua perkara atau lebih.
Adapun kata mazahib adalah jamak dari mazhab yang berarti aliran atau berarti
juga paham yang dianut. Yang dimaksud di sini adalah mazhab-mazhab hukum
dalam Islam.
Pengertian “mazhab” sendiri menurut bahasa, berasal dari shighah mashdar
mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil
dari fi’il madhi “dzahaba” yang berarti “pergi”. Sementara menurut Huzaemah
Tahido Yanggo bisa juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”. Sedangkan
secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido Yanggo,
adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam
memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam. Selanjutnya Imam
Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat
Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti
pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua
pengertian, yaitu:
1. Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam
Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an
dan hadits.
2. Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum
suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an dan hadis.
Dalam perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak mazhab fiqih.

21
Menurut Ahmad Satori Ismail, para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat
sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah fiqh
mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada.
Jadi Muqaranah mazahib adalah ilmu yang mempelajari perbandingan antar
berbagai mazhab baik dari segi persamaan maupun perbedaan yang berkaitan
dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan.
Ketika memasuki abad kedua Hijriah adalah merupakan era kelahiran
mazhab-mazhab hukum dan dua abad kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah
melembaga dalam masyarakat Islam dengan pola dan karakteristik tersendiri
dalam melakukan istinbat hukum.
Kelahiran-kelahiran mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik
tersendiri ini, tak pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan
beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Diakui bahwa selama periode abad
kedua sampai dengan abad keempat Hijriah merupakan periode gerakan
pemikiran hukum secara besar-besaran dan meluas diberbagai kawasan. Para
tokoh atau Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Ahmad Ibn Hambal dan lainnya, masing-masing menawarkan kerangka
metodologi, teori dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam
menerapkan hukum.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan
para Imam Mazhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan
dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam memecahkan berbagai
persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahami Nash al-Quran dan al-
Hadits. Maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam
Nash.

22
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Agama pada umumnya menjadi pemandu dan pengarah dalam kehidupan
manusia agar tidak terperosok kedalam keadaan yang merugikan dan
menjatuhkan harga dirinya sebagai makhluk mulia.
Islam merupakan agama samawi yang memiliki banyak dimensi. Untuk
memahami dimensi itu, diperlukan berbagai metodologi yang digali dari berbagai
disiplin ilmu yang dapat dipahami dari segi theologis dan normatif. Untuk
memahami ajaran Islam secara benar dan utuh, diperlukan metodologi yang
sistematis, terstruktur dan terorganisir dengan baik.
Ada banyak metodologi dalam memahami islam diantaranya ulumul tafsir,
ulumul hadist, filsafat dan theology, tasawwuf, Kajian Fiqih dan Kaidah
usuluhiyyah, pemikiran modern, pendidikan islam, tekstualitas dan
kontekstualitas, muqaranah madzhab yang mengupas masalah- masalah yang
berhubungan dengan pendekatan terhadap islam.
2.Saran
Dalam pembuatan makalah ini,, kami hanya focus membahas tentang
aneka metode dalam mamahami islam, dengan adanya makalah ini kita dapat
memahami berbagai aspek pandangan para ahli tentang memahami agama islam.
Dan juga tujuan kami membuat makalah ini agar tidak ada kesalahapahaman lagi
tentang bagaimana cara seseorang dalam memahami islam tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukhti, Metode Memahami Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1991), Cet I.
, Ahlak Tasawwuf dan Karakter Mulia (Jakarta, Rajawali Pers, 2014),
Ed.Rev Cet 13
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada), Cet I,II,III.
Nata , Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2010), Ed.
Revisi.
, Studi Islam Komperhensif, (Jakarta, Kencana, 2011), Ed. I. cet I.

24

Anda mungkin juga menyukai