Anda di halaman 1dari 17

1.

Hubungan Akhlak dan Tasawuf

Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal
antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia
dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf
mementingkan akhlak. Hubungan akhlak dan tasawuf tidak bisa terpisashkan karena kesucian hati akan
membentuk akhlakjyang baik pula .Pada intinya seseorang yang masuk kedalamn dunia tasawuf hgarus
munundukan jasmani dan rohani dengan cara mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga akhlak yang
baik.

Hubungan Akhlak dan Tasawuf

Dalam ajaran akhlak islam dan tasawuf tentu tidak ada yang bertentangan secara substansi. Akhlak islam
menginginkan umat islam mendapatkan kemuliaan akhlak berdasarkan agama sedangkan tasawuf pun
menuju kepada hal tersebut. Titik tekan akhlak islam berlandaskan 3 hal yang telah disebutkan di atas,
sedangkan tasawuf pada kecintaan dan kebersihan jiwa. Penerapannya mungkin tasawuf memiliki hal
yang berbeda, namun secara tujuan tidaklah bertentangan. Ajaran Tasawuf dan akhlak sama-sama tidak
menginginkan keburukan dan kerusakan yang terjadi.

Hal ini dapat dirangkum dalam hal berikut mengenai Hubungan Akhlak dan Tasawuf :

Sama-sama berorientasi kepada kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT

Sama-sama berorientasi kepada kemuliaan akhlak dan kebersihan jiwa

Sama-sama mengarahkan kepada terciptanya kebaikan di dunia dan akhirat

Untuk memuliakan akhlak sejatinya kita juga bisa kembali melaksanakan sunnah rasul. Tasawuf tentu
tidak dilarang secara praktik jika tidak ada hal yang bertentangan dengan Al-Quran, Sunnah, rukun iman,
rukun islam, dan fungsi agama. Hal ini dapat diperkuat misalnya dengan cara melaksanakan Sunnah
Sebelum Tidur , Adab Ziarah Kubur , Cara Makan Rasulullah , melaksanakan Cara Mandi Dalam Islam ,
Zikir Sebelum Tidur , melaksanakan Macam Macam Shalat Sunnah, melaksanakan Proses Pemakaman
Jenazah Menurut Islam, dsb.

2. Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dengan ilmu akhlak.Akhlak erat
hubungannya dengan perilaku dan kegiatan manusia dalam interaksi sosial pada lingkungan tempat
tinggalnya.Jadi tasawuf akhlaki dapat terealisasi secara utuh,jika pengetahuan tasawuf dan ibadah
kepada Allah SWT dibuktikan dalam kehidupan sosial. Sedangkan Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang
ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya.Tasawuf falsafi menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya.Terminologi falsafi berasal dari bermacam-macam ajaran
filsafat yang telah memengaruhi para tokohnya.
Tasawuf Akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang
diformulasikan pada pengaturan sifat mental dan pendisiplinan tingkah laku secara ketat, guna
mencapai kebahagiaan yang optimal. Manusia harus mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-
ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa dan raga. Sebelumnya, dilakukan terlebih dahulu pembentukan
pribadi yang berakhlak mulia. Tahapan-tahapan itu dalam ilmu tasawuf dikenal dengan takhalli
(pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji), dan tajalli
(terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah bersih sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).[1]

Dalam tasawuf akhlaki sistem pembinaan akhlak diantaranya:

1. Takhalli

Langkah pertama yang harus ditempuh adalah usaha mengosongkan diri dari ketergantungan terhadap
kelezatan hidup duniawi. Karena hawa nafsu itulah yang menjadikan penyebab utama dari segala sifat
yang tidak baik. Sekelompok sufi yang moderat berpendapat bahwa rasa kebencian terhadap duniawi
cukuplah sekedar jangan sampai lupa kepada tujuan hidupnya. Oleh karena itu, kelompok ini selalu
besikap hati-hati dalam menjalani hidup dan kehidupan duniawinya. Golongan ini tetap memanfaatkan
duniawi sekedar kebutuhannya dengan menekankan dan mengontrol dorongan nafsu yang dapat
menggangu stabilitas akal dan perasaan. Mereka menmpatakan segala sesuatu sesuai dengan
proporsinya, sehingga tidak memburu dunia serta tidak terlalu benci kepada dunia. Dengan pola hidup
serasi dan seimbang, kelompok sufi ini merasa menemukan kebebasan untuk menempatkan kebebasan
Allah dari segala keingiannya.

2. Tahalli

Upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Terhapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan
jiwa dai akhlak-akhlak tercela. Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan
perbuatan baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilakunya selalu berjalan di atas ketentuan agama,
baik kewajiaban yang bersifat luar maupun bersifat dalam. Kewajiban bersifat luar adalah kewajiban
yang bersifat formal, seperti sholat, puasa, dan hai. Adapun kewajiban yang bersifat dalam, contohnya
yaitu iman, ketaatan, dan kecintaan kepada Tuhan.

Tahalli merupakan tahap pegisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap takhalli. Dengan kata lain,
sebuah tahap pembersihan diri dari segala sikap mental yang buruk dapat dilalui (takhalli), usaha itu
harus dilanjutkan terus ketahap berikutnya yang disebut tahalli. Sebab apabila satu kebiasaan telah
dilepaskan tetapi tidak ada pengantinya, maka kekosongan itu dapat menimbulkan frustasi. Oleh karena
itu, ketiks kebiasaan lama ditinggalkan harus segera diisi dengan kebiasaan baru yang baik.

Menurut Al-Ghazali, jiwa manusia dapat dibah, dilatih, dikuasi, dibentuk sesaui dengan kehendak
manusia itu sendiri. Perbuatan baik yang sangat penting diisikan ke dalam jiwa manusia dan dibiasakan
dalam perbuatan agar menjadi manusia paripurna, antara lain sebagai berikut
3. Tajalli

Tajalli ialah hlangnya hijab dari sift-sifat ke-Basyariyah-an (kemanusiaan), jelasnya Nur yang sebelumnya
Ghaib, dan fana nya segala sesuatuketika tampaknya wajah Allah. Kata tajalli bermakna teruangkapnya
nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa ketika melakukan takhalli dan tahalli tidak berkurang,
maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjuut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran dan rasa
cinta dengan sendirinnya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.

Tasawuf falsafi tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi intutitif dan visi rasonal.
Terminology falsafi yang digunakan berasal dari macam-macan ajaran filsafat yang telah memengaruhi
para tokohnya, namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Walaupun demikian, tasawuf falsafi
tidak dapat dipandang sebgai filsafat, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq).
Selain itu tasawuf ini dapat dikategorikan pada tasawuf (yang murni) karena sering diungkapkan dengan
bahasa filsafat.

Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad VI hijriah, meskipun para
tokohnya baru dikenala seabad kemudian. Pada abad ini tasawuf falsafi terus hidup dan berkembang,
terutama dikalangan para sufi sampai menjelang akhir-akhir ini.

Para sufi sekaligus filsuf ini mengenal dengan baik tokoh-tokoh filsafat Yunani, seperti Socartes, Plato,
dan Aristoteles. Begitu pula dengan aliran Stoa dan Aliran Platonisme. Mereka cukup akrab dengan
filsafat hermenetisme, yang karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa arab, juga filsafat-
filsafat kuno, baik dari Persia maupun india. Mereka pun menelaah karya-karya para filsuf muslim,
seperti Al-farabi dan Ibnu Sina. Pemikiran mereka dipengaruhi aliran batiniah sekte Syi’ah Isma’illiyah
dan risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa. Mereka memiliki pengetahuan yang luas dibidang ilmu-ilmu
agama, seperti fiqih, ilmu kalam, ilmu hadis, dan ilmu tafsir. Jelasnya mereka bercorak ensiklopedis dan
berlatar belakang budaya yang berbeda-beda.

Tasawuf falsafi juga memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan tasawuf lainnya,
diantaranya sebagai berikut.

· Pertama, tasawuf falsafi banyak mengkonsepsikan ajarannya dengan menggabungkan antara


pemikiran filosofis dan perasaan (dzauq).

· Kedua, tasawuf falsafi didasarkan pada latihan-latihan rohaniaah (riyadhah) yang dimaksudkan
sebagai peningkatan moral dan mencapai kebahagiaan.

· Ketiga, tasawuf falsafi memandang iluminasi sebagai metode untuk mengetahui berbagai hakikat
realitas, yang menurut penganutnya dapat dicapai dengan fana.

· Para penganut falasafi ini selalu menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang hakikat realitas
dengan berbagai simbol atau terminology.

3. Tokoh
b. Ajaran tasawuf Al-Basri

Dasar pendiriannya yang paling utama adalah menolak segala kenikmaan duniawi. Hasan Al-Basri
mengumpamakan dunia ini seperti ular terasa halus disentuh tetapi racunnya mematikan. Oleh sebab
itu, dunia ini harus dijauhi begitu juga dengan kemegahannya harus ditolak. Prinsip kedua ajaran beliau
adalah khauf dan raja’, dengan pengertian takut terhadap siksa Allah karena berbuat dosa dan sering
melalaikan perintah-Nya. Menyadari kekurang sempurnaannya dalam mengadi kepada Allah timbul lah
rasa was-was dan takut khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya takut itu pula menjadi
motivasi bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas pengabdiannya kepada Allah. Oleh karena itu,
prinsip ajaran ini adalah mawas diri, agar selalu memikirkan kehidupan akhirat. Pada masanya, ia
dipandang sebagai orang yang paling dalam rasa khaufnya sehingga terlihat seperti orang selalu ditimpa
musibah.

Beliau berkeyakinan bahwa perasaan takut itu sama dengan memetik amal shaleh. Kesimpulan dari
ajarannya adalah Zuhud sehingga perhatian terpusat kepada kehidupan akhirat. Oleh karena itu, selalu
mawas diri dan selalu memikirkan kehidupan ukhrawi, adalah jalan yang akan menyampaikan seseorang
memuju kebahagiaan abadi.

. Pandangan Al-Muhasibi tentang Ma’rifat

Menurut Al-Muhasibi tahapan ma’rifat adalah sebagai berikut.

1) Taat

Sikap taat, merupakan awal dari kecintaan kepada Allah yang dibuktikan dengan prilaku.

2) Aktivitas anggota tubuh yamg telah disinari oleh cahaya

3) Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan keghaiban kepada setiap orang yang
menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan-Nya

4) Fana’ yang menyebabkan baqa’

b. Ajaran-ajaran Tasawuf Al-Qusyairi

Pandangan dan ajaran Al-Qusyairi tentang tasawuf tertuang dalam karya monumenalanya Risalah Al-
Qusyairiyyah. Kitab ini merupakan kitab yang banyak dikutip dalam pembicaraan tasawuf. Seandainya
karya beliau ini dikaji secara mendalam, akan tampak jelas bagaimana ia cenderung mengembalikan
tasawuf keatas landasan doktrin Ahl As-Sunnah. Menurut beliau pengembalian arah tasawuf dapat
dilakukan dengan merujuknya pada doktrin Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah yaitu dengan mengikuti para
sufi Sunni abad III dan IV Hijriah, sebagaimana diungkapkan dalam Ar-Risalah.

Ajaran Tasawuf Al-Ghazali


Menurut Al-Ghazali, jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan
jiwa dan membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah
san selalu mengingat-Nya. Ia berpendapat bahwa sosok yang terbaik, jalan mereka adalah yang paling
benar, dan moral mereka adalah yang paling benar, dan moral mereka adalah yang paling baik. Sebab,
gerak dan diam mereka, baik lahir maupun batin, diambil dari cahaya kenabian. Selain cahaya kenabian
di duania ini tidak ada lagi cahaya yang mampu memberi penerangan.

Tokoh Falsafi

Ajaran-ajaran Tasawuf Ibnu Arabi

1) Wahdah Al-Wujud

Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdah al-wujud (kesatuan wujud). Istilah ini sebenarnya tidak
berasal darinya melainkan dari Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik
ajaran tersebut. Setidaknya Ibnu Taimiyah lah yang yang telah berjasa dalam mempopulerkan wahdah
al-wujud ditengah masyarakat islam.

Menurut Ibnu Arabi , wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk
adalah wujud khalik juga. Tidak ada perbedaan antara keduanya (khalik dan makhluk) dari segi hakikat.
Jika ada yang mengira terdapatnya perbedaan wujud khalik dan makhluk, hal itu dilihat adri sudut
pandang panca indra dan akal. Sementara itu, panca indra dan akal terbatas kemampuannya dalam
menangkap hakikat Dzat Tuhan. Hal ini tersimpul dalam ucapan Ibnu Arabi yan artinya “Mahasuci Tuhan
yang telah menjadikan segala sesuatu dan Dia sendiri adalah hakikat segala sesuatu itu”.

Menurut Ibnu Arabi, wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam.
Tidak ada perbedaan antara wujud qadim yang disebut khalik dan wujud baru yang disebut makhluk.
Tidak ada perbedaan antara ‘Abid (penyembah) dari ma’bud (yang disembah). Antara yang menyembah
dan disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada bentuk dan ragam dari hakikat yang satu.

2) Insan kamil

Insan kamil adalah nama yang dipergunakan oleh kaum sufi unutk menamakan sorang muslim yang
telah sampai ke tingkat tertinggi. Tingkat tertinggi itu menurut sebagian sufi adalah ketika seseorang
telah sampai pada fana’ fillah.

Masalah insan kamil dalam pandangan Ibnu Arabi tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan Nur
Muhammad, seperti ditegaskan ketahuilah yang dimaksud insan kamil hanyalah Nur Muhammad, yaitu
roh ilahi yang Dia tiupkan kepada Nabi Adam. Ia adalah esensi kehidupan dan awal manusia. Sementara
nabi Muhammad adalah insan kamil yang paling sempurna. Selanjutnya yang dimaksud insan kamil
disini ialah al-haqiqah al-muhammadiyah. Dengan ini seseorang dapat mencapai derajat insan kamil.
Menurut Ibnu Arabi, untuk mencapai derajat itu harus melalui jalan sebagai berikut.

· Fana, yaitu sirna didalam wujud Tuhan hingga kaum sufi menjadi satu dengan-Nya.
· Baqa, yaitu kelanjutan wujud bersam Tuhan sehingga dalam pandangannya, wujud Tuhan ada
pada kesegalaan ini.

Semua ini menurut Ibnu Arabi, merupakan upaya pencapaian ke tingkat insan kamil yang hanya dapat
diperoleh melalui pengembangan daya institusi atau dzauq.

Ajaran-ajaran Tasawuf Abdul Karim Al-Jilli

Ajaran yang terpentingnya adalah tentang insan kamil. Menurutnya insan kamil adalah nuskhah atau
copy Tuhan. Seperti dalam sebuah hadist yang artinya “Allah menciptakan Adam dalam bentuk yang
Maha Rahman” (HR. Bukhari) dan “Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Tuhan memilik sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak dan mendengar. Manusia (Adam)
pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Proses yang terjadi selanjutnya adalah setelah Tuhan menciptakan
substansi, huwiyah Tuhan dihadapkan dengan uwiyah adam, Aniyah-Nya disandingkan dengan Aniyah
Adam, Dza-Nya dihadapkan pada Dzat Adam, dan akhirnya Adam dilihat dari sisi penciptaannya
merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kesempurnaannya, sebab pada dirinyaterdapat
sifat dan nama Ilahiah.

Al-Jilli merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi, diantaranya sebagai berikut.

· Islam, yang didasrkan pada lima rukun dalam pemahaman laum sufi tidak hanya dilakukan secara
riual, tetapi harus dipahami dan dirasakan lebih dalam, misalnya puasa. Dengan bepuasa manusia
memiliki sifat-sifat ketuhanan, yaitu dengan cara mengosongkan jiwanya dari tuntutan-tuntutan
kemanusiaan dan mengisinya dengan sifat-sifat ketuhanan.

· Iman, membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dalam melaksanakan dasar-
dasar islam.

· Shalah, pada maqam ini menunjukkan bahwa kaum sufi mencapai tingkatan ibadah yang terus-
menerus kepada Allah dengan perasaan khauf dan tujuan ibadah pada maqam ini adalah mencapai
nuqthah ilahiah pada lubuk hati sehingga menaati syariat dengan baik.

· Ihsan, pada maqam ini para sufi menunjukkan bahwa telah mencapai tingkat menyaksikan efek
atsar nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya merasa seakan-akan dihadapan-Nya.

· Syahadah, para sufi telah mencapai iradat yang bercirikan mahabah kepada Tuhan tanpa pamrih,
mengingat-Nya terus-menerus dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribADI.

· Shiddiqiyyah, para sufi mampu menyaksikan hal-hal yang ghaib kemudian melihat rahasia-rahasia
Tuhan sehingga mengetahui hakikat dirin-Nya.

· Qurbah, merupakan maqam yang memungkinkan kaum sufi dapat menampakkan diri dalam sifat
dan nama Tuhan.
Ajaran-ajaran Tasawuf Ibnu Sab’in

Gagasan esensial pahamnay sederhana, yaitu wujud adalah wujud Allah semata. Wujud yang lain sama
hakikatnya tidak lebih dari satu. Dengan demikian, wujud dalam kenyataannya hanyalah satu persoalan
yang tetap. Pendapat Ibnu Sab’in tentang kesatuan mutlak merupakan dasar dari pahamnya, khususnya
tentang para pencapai kesatuan mutlak atau pengakraban dengan Allah. Maksudnya ialah idividu yang
paling sempurna baik dimiliki seorang faqih, teolog, filsuf, maupun sufi. Inilah pribadi yang melebihi
mereka semua dengan pengetahuannya yang khusus yaitu ilmu pencapaian yang menjadi pintu gerbang
bersatu bersama Nabi, yang mengendalikan semesta, dan segala sesuatu pun didasarkan padanya.ia
berpendapat bahwa pencapai kesatuan mutlak adalah kebahagiaan, kebajikan, dan kedermawanan itu
sendiri.

b. Ajaran-ajaran tasawuf Ibnu Masarrah

1) Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud, dan mahabbah yang merupakan asal
dari semua kejadian.

2) Dengan perwakilan ala philun atau aliran isma’illiyyahterhadap ayat-ayat Al-Quran, ia menola
adanya kebangkita jasmani

3) Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakikat.

4. Hubungan Tasawuf Dengan Syariat

Tasawuf dalam arti sikap hati rohani yang takwa yang selalu ingin dekat kepada Allah SWT, dihubungkan
dengan arti syariat dalam arti luas yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia baik
hablum minallah, hablum minannas dan hablum minal' alam, mempunyai hubungan yang erat dan saling
mengisi antara satu dengan yang lain. Untuk mencapai kemaslahatan umat di dunia dan akhirat dalam
artian hakiki harus sejalan, simultan dengan tujuan tasawuf, yaitu melaksanakan hakikat ubudiyah guna
memperoleh tauhid yang haqqul yakin, makrifatullah yang tahqik.

Untuk mencapai tujuan tasawuf dalam artian ini, tidak mungkin hanya dengan melaksanakan zikir atau
zikrullah dalam artian khusus saja, tapi harus dilaksanakan sejalan, simultan dengan melaksanakan
syariat yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Oleh sebab itu seluruh aktifitas
syariat harus digerakkan, didasarkan, dimotivasikan dan dijiwai oleh hati nurani yang ikhlas lillahi ta'ala
yang bermuara mendapatkan ridla Allah dan berdampak memperoleh maslahah umat yang menjadi
tujuan syariat. Manakala maslahah umat telah diperoleh, harus digerakkan dan diarahkan pula kepada
memperkokoh dan mentahqikkan tauhid makrifatullah yang merupakan satu-satunya tujuan Allah
menjadikan makhluk manusia.
Firman Allah SWT,

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Q.S.
Adz Dzariyat 51-56).

Ibnu Abbas menafsirkan ila liya' buduuni dengan ila liya rifuuni dengan artinya: "Kecuali supaya mereka
mengenal atau makrifah kepada-Ku".

Sabda Rasulullah SAW (dalam hadis Qudsi),

Artinya : Adalah AKU suatu perbendaharaan yang tersembunyi, maka AKU ingin supaya diketahui siapa
Aku, maka AKU jadikanlah makhluk-Ku, maka dengan Allah mereka mengenal Aku.

Imam Malik mengatakan,

Artinya : Barangsiapa berfikih/bersyariat saja tanpa bertasawuf niscaya dia berkelakuan fasik (tidak
bermoral) dan barang siapa yang bertasawuf tanpa berfikih/bersyariat, niscaya dia berkelakuan zindiq
(menyelewengkan agama) dan barang siapa yang melakukan kedua-duanya, maka sesungguhnya dia
adalah golongan Islam yang hakiki, tulen.

Imam Ali Ad-Daqqaq mengatakan,

Artinya : Perlu diketahui bahwa sesungguhnya syariat itu adalah hakikat. Bahwa sesungguhnya syariat
itu wajib hukumnya, karena ia adalah perintah Allah SWT. Demikian juga hakikat adalah syariat untuk
mengenal Allah (makrifat kepada Allah). Hakikat itu wajib hukumnya, karena ia adalah perintah Allah. (Al
Qusyayri : 412).

Secara teknologis Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya menggambarkan hubungan antara tasawuf dan
syariat itu sebagai berikut, tasawuf adalah jiwa yang memberi power kepada syariat, sedangkan syariat
adalah saluran power itu. Syariat dilaksanakan oleh anggota zahir manusia yang mengadakan dan
membuka hubungan dengan Allah SWT, sedangkan powernya melalui rohani batin yang datang langsung
dari Allah SWT. Ibarat listrik, kabel adalah syariat-syariat lahirnya, sedangkan setrum adalah power
melewati kabel yang bersumber dari sentral dynamo. Power itu adalah wasilah yang langsung dari Allah
SWT melalui Arwahul Muqaddasah Rasulullah SAW terus bersambung, berantai melalui ahli silsilah,
sejak dari Nabi Muhammad SAW, kemudian Abu Bakar Siddiq sampai dengan Syekh Mursyid terakhir.
Para Ahli Silsilah atau Syekh Mursyid itu, bukanlah perantara, tapi wasilah carrier, hamilul wasilah,
pembawa wasilah. Banyak lagi orang yang memberikan contoh- contoh ringan perumpamaan hubungan
antara keduanya, antara lain ada yang mengibaratkan hubungan itu ibarat dua sisi mata uang, ibarat
kapal dengan laut, ibarat kapal dengan mesinnya, ibarat peta dengan kompas bagi orang yang berlayar,
dan sebagainya.

Orang sufi bukanlah manusia akhirat saja, tapi adalah manusia dunia juga. Karena itu dia harus
memenuhi fitrah manusiawinya. Karena itu orang sufi juga berkiprah dalam seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia, terutama untuk menjaga lima daruriat untuk tercapainya tujuan syariat Islam, yaitu
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Melaksanakan aktivitas untuk tercapainya tujuan syariat Islam
ini, para sufi juga harus berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, disamping berubudiyah
guna mencapai makrifah.

Untuk menghindari kekeliruan pemahaman tentang tasawuf, bahwa orang sufi itu aktifitasnya hanya
dalam artian khusus saja dan tidak beraktifitas dalam syariat muamalah, maka pada uraian berikut ini
kami akan uraikan sebagian kecil saja dari aktifitas itu menurut pandangan tasawuf. Dalam uraian ini
nanti lebih banyak mengacu kepada pemikiran-pemikiran hujjatul Islam Imam Al Ghazali yang tertuang
dalam buku "Ihya Ulumuddin" dan "Al Munqiz Minadhalal" serta ulasan-ulasan Dr. Abdul Halim
Mahmoud yang mengulas kedua buku tersebut.

5. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT

Menurut Hamka tarekat yang pertama kali muncul adalah tarekat Thaifuriyah pada abad ke-9 Masehi di
Persia sebagai suatu lembaga Pengajaran Tasawuf. Tarekat tersebut dinasabkan kepada Abu Yazid al-
Busthami karena pahamnya bersumber dari ajaran Abu Yazid,pendapat ini dapat diperkuat dengan
kenyataan bahwa tarekat-tarekat yang muncul di Persia terutama daerah Hurazon, pada umumnya
menganut paham Bayazid.

Sejarah islam menunjukan bahwa tarekat-tarekat sejak bermunculan pada abad ke-12 (abad ke-6 H),
mengalami perkembangan pesat. Dapat dikatakan bahwa dunia islam sejak abad berikutnya
(1317H),pada umumnya dipengaruhi oleh tarekat. Tarekat-tarekat tampak memegang peranan yang
cukup besar dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat islam, setelah mereka dilabrak secara
mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara Tartar ( kota Bagdad dimusnahkan tentara
Tartar itu pada 1258 M atau 656 H). Sejak penghancuran demi penghancuran yang dilakukan oleh
tentara Tartar itu, islam yang diperkirakan akan lenyap, tetapi mampu bertahan, bahkan dapat
merembes memasuki hati turunan para penyerbu itu dan memasuki daerah-daerah baru. Pada
umumnya sejak kehancuran kota Bagdad para anggota tarekatlah yang berperan dalam penyebaran
islam. Tarekat-tarekatlah yang menguasai kehidupan umat islam selama zaman pertengahan sejarah
islam (abad ke-13 samapi abad ke-18 atau ke-17 sampai 12 H). Pengaruh tarekat mulai mengalami
kemunduran, serangan-serangan terhadap tarekat yang dulunya dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (w. 1327
M/ 1728) terdengar semakin gencar dan kuat pada masa modern. Tokoh-tokoh pembaharu dalam dua
abad terakhir ini pada umumnya memandang bahwa salah satu diantara sebab-sebab mundur dan
lemahnya umat islam adalah pengaruh tarekat yang buruk, antara lain menumbuhkan sikap taqlid, sikap
fatalistis,orientasi yang berlebihan kepada ibadah dan akhirat, dan tidak mementingkan ilmu
pengetahuan

Perihal tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari
perkembangan dan peluasan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pemgaruh tasawuf, semakin banyak juga
orang yang berhasrat mempelajarinya. Untuk itu, mereka menemui orang yang memiliki pengetahuan
dan pengalaman yang luas dalam pengamalan tasawuf yang dapat menuntun mereka. Sebab, menurut
mereka, belajar dari seorang guru dengan metode mengajar yang disusun berdasarkan pengalaman
dalam suatu ilmu yang bersifat praktikal adalah suatu keharusan bagi mereka. Seorang guru tasawuf
biasanya memang memformulasiakan suatu sistem pengajaran tasawuf berdasarkan pengalamannya
sendiri. Sistem pengajaran itulah yang kemudian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang
membedakannya dari tarekat lain

6. Thoriqoh Naqsabandiyah

Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791 H).
Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan. Pendiri Thorikoh
Naqsabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam
memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada pada namanya, karena ia ada
hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar Abdul
Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternama
kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.

Thoriqoh Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih mengutamakan
zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan.

Pokok-pokok ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah:

• Berpegang teguh dengan akidah ahli Sunnah

• Meninggalkan Rukhshah

• Memilih hukum yang azimah

• Senantiasa dalam muraqabah

• Tetap berhadapan dengan Tuhan

• Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.


• Menghasilkan makalah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam hati)

• Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi faedah

• Berpakaian dengan pakaian orang mukmin biasa.

• Zikir tanpa suara

• Mengatur nafas tanpa lali dari Allah

• Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW

Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam Thorikoh ini, yaitu:

a. Tobat

b. Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran
Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya)

c. Zuhud (Memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja)

d. Taqwa

e. Qanaah (Menerima dengan senang hati segala sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah SWT)

f. Taslim (Kepatuhan batiniah akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)

Hukum yang dijadikan pegangan dalam Thoriqoh Naqsabandiyah ini juga ada enam, yaitu:

a. Zikir

b. Meninggalkan hawa nafsu

c. Meninggalkan kesenangan duniawi

d. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh

e. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT

f. Mengerjakan amal kebaikan

Syarat-syarat untuk menjadi pengikutnya :

a. I’tiqad yang benar

b. Menjalankan sunnah Rasulullah


c. Menjauhkan diri dari nafsu dan sifat-sifat yang tercela

d. Taubat yang benar

e. Menolak kezaliman

f. Menunaikan segala hak orang

g. Mengerjakan amal dengan syariat yang benar

2. Thoriqoh Qadariyah

Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang zahid, pengikut
mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di
Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-anaknya antara lain Ibrahim
dan Abdul Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas di dunia timur. Pengaruh pendirinya ini sangat
banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib. Tujuan dari bacaan manaqib
adalah untuk mendapatkan barkah, karena abdul Qadir jailani terkwenal dengan keramatnya.

Dasar pokok ajaran Thariqoh Qadariyah yaitu:

• Tinggi cita-cita

• Menjaga kehormatan

• Baik pelayanan

• Kuat pendirian

• Membesarkan nikmat Tuhan

3. Thoriqoh Sadziliyah

Pendiri Tarekat Sadziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar. Menurut
silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia
dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Ali Syazili terkenal sangat saleh dan alim,
tutur katanya enak didengar dan mengandung kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya,
menurut orang-orang yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat
salehnya telah tampak sejak ia masih kecil.

Pokok ajaran Thoriqoh Sadziliyah yaitu:

• Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai


• Mengikutu sunnah dalam segala perbuatan dan perkataan

• Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang

• Ridho dengan pemberian Allah sedikit atau banyak

• Kembali kepada Allah baik senang maupun sedih.

Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain tidak
membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:

a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.

b. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-lain.

c. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.

d. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari semalam dan
beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.

e. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.

4. Tarikat Rifaiyah

Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat
Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118
M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-
Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada
pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia
21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah
mendapat wewenang untuk mengajar.

Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh
suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana
mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain berguling-guling dalam
bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan oleh senjata tajam.

5. Tarikat Khalawatiyah

Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang didirikan di Bagdad oleh Abdul
Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi, yang tiap kali menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, karena
mereka menganggap dirinya berasal dari keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang usahanya yang terbesar
terdapat di Afghanistan dan India. Memang keluarga Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi yang
ternama. Abdul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh Maqtul atau seorang tokoh sufi yang
oelh kawan-kawannya diberi gelar ulama, dilahirkan di Zinjan, dekat Irak pada tahun 549 H.

Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi terbesar di Bagdad,
pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah karangan yang sangat mengagumkan dan sangat menarik
perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab itu di muat pada akhir karya “Ihya Ulumuddin” yang
oleh tarikat Suhrawardiyah serta cabang-cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya, dan
Suhrawardani ini meninggal pada tahun 638 H .

6. Tarikat Khalidiyah

Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat Thaifuriyah dan cabang-cabang yang
lain terdapat di Cina, Kazan, Turki, India, dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat itu
didirikan oleh Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu ada suatu cabang Naqsabandiyah di Turki, yang berdiri
dalam abad ke XIX, bernama Khalidiyah.

Menurut sebuah kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat Khalidiyah
Dhiya’iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi, yang lama bertempat tinggal di
Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian yang digunakan dalam tarekat ini, setengahnya
tertulis dalam bentuk sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam silsilah dapat dibaca,
bahwa tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin Khalid.

7. Tarikat Sammaniyah

Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang masyhur, disebut Muhammad
Samman, seorang guru terikat yang ternama di Madinah, pengajarannya banyak dikunjungi orang-orang
Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan oleh karena itu terikatnya itu banyak tersiar di Aceh, bisa
disebut terekat sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun 1720 M. Sejarah hidupnya dibukukan
orang dengan nama Manaqib Tuan Syeikh Muhammad Samman, ditulis bersama kisah Mi’raj Nabi
Muhammad, dalam huruf arab, disiarkan dan dibaca dalam kalangan yang sangat luas di Indonesia
sebagai bacaan amalan dalam kalangan rakyat.

8. Tarikat Rifa’iyah

Tidak banyak kita mengetahui tentang tarekat ini, meskipun namanya terkenal di Indonesia karena
tabuhan rebana, yang namanya di Aceh rapa’i, perkataan yang terambil dari Rifa’i, pendiri dan penyiar
terekat ini, begitu juga dikenal orang Sumatera permainan debus, menikam diri dengan sepotong
senjata tajam, yang diiringi zikir-zikir tertentu.
Akhmad ibn Ali Abul Abbas, yang dianggap pencipta daripada terekat Rifa’iyah itu. Ia meninggal di Umm
Abidah pada 22 Jumadil Awal 578 H, sedang tanggal lahirnya diperselisihkan orang. Dalam kitab-kitab
tua tulisan tangan, yang masih terdapat di sana sini di seluruh Indonesia, kita masih mendapati ajaran-
ajaran Ahmad Rifa’i ini, meskipun gerakan ini tidak begitu kelihatan lagi hidup dalam masyarakat.
Tarekat Rifa’iyah ini, yang mula-mula berdiri di Irak kemudian tersiar luas ke Basrah, sampai ke
Damaskus dan Istanbul di Turki. Cabang-cabangnya yang terdapat di Syiria ialah Hariyah, Sa’diyah dan
Sayyadiyah, dll. Terutama dalam abad yangke XIX Masehi. Cabang Sa’diyah di syiria didirikan oleh
Sa’duddin Jibawi, yang bercabang pula, masing-masing didirikan oleh dan bernama Abdus Salamiyah dan
Abdul wafaiyah.

9. Tarikat ‘Aidrusiyah

Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba’alawi ialah Al’aidurusiyah, terutama dalam
tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku tasawuf menyebut nama Al- aidrus sebagai salah seorang sufi
yang ternama. Keluarga Al’Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka,
diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa Al’Aidus, yang pernah menjadi pembicaraan Al-
Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa S.Abdur Rahman berlimpah-limpah ilmunya,
ahli yang mempertemukan hakekat dan syariat sejak kecil ia telah menghafal Al’Quran 30 jus.

10. Tarikat Al-Haddad

Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang qutub dan arifin dalam ilmu
Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf dalam segala bidang, dalam aqidah,
tarekat, dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf, tetapi juga dalam ilmu-ilmu yang lain banyak ia mengarang
kitab. Kitabnya yang bernama : “Nasa’ihud Diniyah”, sampai sekarang merupakan kitab-kitab yang
dianggap penting. Muraqabah termasuk wasiat Al-Haddad yang penting. Muraqabah artinya selalu
diawasi Tuhan, dan orang yang sedang melakukan suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan
diamnya, dalam segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman
dan bahaya, di kala lahir dan di kala tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan dengan
Tuhan dan diawasi oleh Tuhan. Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak melihat Tuhan
pun, niscaya Tuhan dapat melihat dia dan memperhatikan segala amal ibadahnya. Ak-Hadad
mengatakan bahwa Muraqabah itu termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu
dipuji-puji oleh nabi Muhammad.

11. Tarikat Tijaniyah


Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat yang lain ialah tarekat
Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang-orang secara pasti,
tetapi sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab yang tinggal di
Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari, berasal dari Madinah, menulis sebuah kitab
yang berjudul “Kitab Munayatul Murid”

(Tasikmalaya, 1928 M), berisi beberapa petunujk mengenai hakikat ini, dan kitab itu terdapat tersebar
luas di Cirebon khususnya, dan di Jawa barat umumnya.

Pendirinya seorang ulama dari Algeria, bernama Abdul Abbas bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani,
lahir di ‘Ain Mahdi pada tahun 1150 H, (1737-1738 M). Diceritakan bahwa dari bapaknya ia keturunan
Hasan bin Ali bin Abi Thalib, sedang nama Tijani adalah dari Tijanah dari keluarga ibunya. Terekat ini
mempunyai wirid yang sangat sederhana, dan wazifah yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari istighfar
seratus kali, shalawat seratus kali, dan tahlil seratus kali. Boleh dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan
sore. Di Cirebon tarekat Tijani ini pernah tersiar dengan suburnya di bawah pimpinan Kiyai Buntet dan
saudaranya Kiyai Anas di desa Martapada, dekat kota Cirebon.

7. Pengertian Maqamat

Secara harfiah Maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia.
Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi
untuk berada dekat kepada Allah.

Dalam bahasa inggris Maqamat dikenal dengan istilah stages yang artinya tangga. Sedangkan dalam ilmu
tasawuf maqamat berarti keddudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah
diusahakan, baik melalui Riyadhah, Ibadah, maupun mujahadah.

2) Pengertian Ahwal

Secara Bahasa Al Ahwal merupakan jamak dari kata tunggal ha}l yang berarti keadaan atau sesuatu
(keadaan rohani), menurut syekh Abu Nash As-sarraj, ha}l adalah sesuatu yang terjadi yang mendadak
yang bertempat pada hati nurani dan tidak bertahan lama.

Menurut harun nasution, dalam Bukunya abuddin Nata Akhlak Tasawuf. Hal atau akhwal merupakan
keadaan mental perasaan senang, perasaan takut, perasaan sedih, dan sebagainya.

Sedangkan Menurut imam al Ghozali dalam Bukunya Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya.
menerangkan bahwa, hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugrahkan Allah kepada
seorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai
pemberian semata.

Maqomat menurut bahasa adalah tahapan, sedangkan menurut istilah adalah upaya sadar untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt. melalui tahapan-tahapan untuk mencapai makrifatullah, di mana
upaya tersebut telah menjadi sifat yang menetap pada diri seseorang. Al-Ahwal menurut bahasa adalah
keadaan, sedangkan menurut istilah yaitu keadaan jiwa dalam proses pendekatan diri kepada Allah Swt,
di mana keadaan tersebut masih temporer belum menetap dalam jiwa. Kondisi ini menuntut tindakan
untuk menyikapinya. Menurut Abu Nasr as-Sarraj maqamat dalam tasawuf merupakan jalan panjang
secara berjenjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah Swt.
Maqomat dalam tasawuf adalah taubat,warak, zuhud,fakir, sabar

Anda mungkin juga menyukai