Anda di halaman 1dari 15

Makalah Logika saintifik Epistemologi Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Logika saintifik Psikologi 2/J1

Dosen Pembimbing : Drs. Masduqi Affandi, M.Pd.I Disusun Oleh : Alifah (B07210078)

Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Dakwah Prodi Psikologi Surabaya 2010
1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................ C. Tujuan Penulisan .................................................................................. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan ruang lingkup epistemologi ......................................... B. Objek dan Tujuan epistemologi ........................................................... C. Metode dan metodologi D. Pengaruh Epistemologi. E. Metode metode untuk memperoleh pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................

3 3 3

4 5 6 7 8 13

BAB I PENDAHULUAN
2

A. Latar Belakang Belakang ini epistemologi dibahas dalam forum-forum ilmiah, baik diskusi, seminar maupun artikel-artikel di buku, jurnal dan majalah. Kecenderungan ini muncul setelah disadari betapa pentingnya epistemologi itu dalam merumuskan, menyusun dan mengembangkan ilmu pengeteahuan. Berdasarkan hubnungan ini, apabila ada upaya memperbaiki pendidikan islam, maka yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah epistemologinya, karena ia sebagai penyebab utama dan paling mendasar. Bahwa perbedaan perguruan tinggi islam dengan perguruan tinggi umum hanya menyetuh tambahan fakultas agama yang tidak mempunyai kaitan epistemik dengan fakultas non agama. Fakultas agama tidak membahas masalah sosial dan alam dalam level epistemologi islami. Oleh karena itu, benar penilaian bahwa problem utam pendidikan islam adalah problem epistemologi. Kelemahan-kelemahan pendidikan selama ini sesungguhnya bersumber dari keleamhan epistemologinya lantaran epistemologi dalam konteks ini merupakan sub sistem yang membicarakan seluk-beluk pengetahuan pendidikan islam, termasuk metode untuk meraih dan mengembangkan pengetahuan tentang pendidikan islam berposisi mempengaruhi komponen lainya.

B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian dan Ruang Lingkup Epistemologi ? 2. Bagaimana Objek dan Tujuan Epistemologi ? 3. Apa Metode Dan Metodologi ? 4. Apakah Pengaruh Epistemologi ? 5. Bagaimana Metode-Metode untuk Memperoleh Pengetahuan ?

C. Tujuan

Kita dapat mengetahui apa itu epistemologi secara dalam dan apakah penegruh dari epistemologi disini kita dpat mempelajarinya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Epistemologi

Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tatapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-berbeda, bukan saja pada reaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epitesmologi itu. P. Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.1 Sedangkan D.W.Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandainnya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Inti pemahaman dari kedua pengertian tersebut hampir sama. Sedangkan hal yang cukup membedakan adalah bahwa bahwa pengertian yang pertama menyinggung persoalan kodrat pengetahuan, sedang pengertian yang kedua tentang hakikat pengetahuan. Kodrat pengetahuan berbeda dengan hakikat pengetahuan. Kodrat berkaitan dengan sifat yang asli

P. Hardono Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta:Kanisius, 1994) hal. 5

dari pengetahuan, sedangkan hakikat pengetahuan berkaitan dengan ciri-ciri pengetahuan, sehingga menghasilkan pengertian yang sebenarnya. Akan tetapi, penyerhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan bangunan pengetahuan.2

B. Objek dan Tujuan Epistemologi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi tidak teratur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Mesikupun berbeda, tetapi antara objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengatarkan tercapainya tujuan. Dengan kata lain, tujuan baru dapat diperoleh, jiak telah melalui objek lebih dalu. Ini berarti bahwa dalam satu tujuan bisa dicapai melalui objek yang berbeda-beda atau lebih dari satu. Sebaliknya, mungkinkah suatu kegiatan hanya memiliki objek satu tetapi tujuannya banyak. Ternyata ini juga mungkin terjadi bahkan sering terjadi. Manusia misalnya, sejak lama ia menjadi objek penelitian dan pengamatan yang memilki tujuan bermacam-macam, baik untuk membangun psikologi, sosiologi, pedagogi, ekonomi, antropologi, biologi, ilmu hukum dan sebagainya, meskipun secara spesifik tekanan perhatian dalam meneliti dan

Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasinoal hingga Metode Kritik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006) hal. 4

mengamati itu berbeda-beda. Artinya, ada upaya bagaimana menjadikan bahan yang sama untuk kepentingan yang berbeda-beda. Dalam filsafat terdapat objek materia dan objek forma. Objek materia adalah sarawa yang ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek forma ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek materia filsafat (sarwa yang ada). Lebih khusus lagi, objek materia filsafat pendidikan adalah manusia, sedangkan objek formanya adalah persoalanpersoalan kemampuan manusia.3 Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahaun dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Hal ini menunjukkan, bahewa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tidak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan. Proses menjadi tahu atau proses pengetahuan inilah yang menjadi pembuka terhadap pengetahuan, pemahaman dan pengembangan-pengembangannya. Pengusaan terhadap proses tersebut berfungsi mengetahui dan memahami pemikiran seseorang secara komprehensif dan utuh, termasuk juga ide, gagasan, konsep dan teorinya, sebab tidak ada pemikiran yang terpenggal begitu saja, tanpa ada alasan-alasan yang mendasarinya.

C. Metode Dan Metodologi

Selanjutnya perlu ditelusuri di mana posisi metode dan metodologi dalam konteks epistemologi untuk mengetahui kaitan-kaitannya, antara metode, metodologi, dan epistemologi.

Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu 1996) hal. 87-88

Dalam dunia keilmuan ada upaya ilmiah yang disebut metode, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang sedang dikaji.4 Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peratuaran-peratuaran dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual terhadap prosedur tersebut. Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metodologinya mengakibatkan seseorang menjadi buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya.5 Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tekhik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologi, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.6 Dalam filsafat, istilah metodologi berkaitan dengan praktek epistemologi. Secara lebih khusus problem penyelidikan ilmiah yang secara filosofis menjadi kajian utama cabang epistemologi yang berkaitan dengan problem metodologi juga berkaitan dengan rancangan tata pikir apa yang benar dan dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan.

Mattulada, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengatar, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1989), hal.4 5 Noeng Muhadjir, Metodologi Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) hal. 104 6 Ibid hal. 103-104

Sementara itu, metode hanyalah merupakan alat dalam memperoleh pengetahuan bukan tujuan. Sebagai alat metode berperan mengatarkan usaha mencapai tujuan itu. Artinya, tujuan tersebut sulit dan bahkan tidak bisa dicapai, jika tidak menggunkan metode.

D. Pengaruh Epistemologi

Bagi Karl R. Popper, epistemologi adalah teori pengetahuan ilmiah. Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan dalam membentuk dirinya. Tetapi, ilmu pengetahuan harus ditangkap dalam pertumbuhannya, sebab ilmu pengetahuan yang berhenti akan kehilangan kekhasannya. Ilmu pengetahuan harus berkembang terus sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan yang lebih dahulu di tentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang kemudian. Perkembangan ilmu pengetahuan dengan demikian membuktikan bahwa kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat tentatif. Selama belum digugurkan oleh temuan lain maka suatu temuan dianggap benar. Proses ini lebih penting daripada hasil mengingat bahwa proses itulah yang menunjukkan mekanisme kerja ilmiah dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Akhirnya epistemologi bisa menentukan cara kerja ilmiah yang paling efektif dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang kebenarannya terandalkan. Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi yang maju di suatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga mencapai kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi.
8

Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalm merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.7

E. Metode-Metode untuk Memperoleh Pengetahuan

1. Empirisis Seorang penganut empirisisme biasanya berpendirian bahwa kita dapat memeperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Secara demikian dapat dibedakan menjadi macam unsur :yang mengetahui dan yang diketahui. Orang yang mengetahui merupakan subjek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal dengan suatu perkataan yang menunjukkan seseorang atau suatu kemampuan. Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indera, kata seorang penganut empirisisme. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong(tabula rasa), dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. EMPIRISISME RADIKAL. Meraka yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi, dan apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu dianggap bukan pengetahuan, dinamakan penganutempirisisme radikal(atau penganutsensasionalisme). Tetapi tidak semua penganut empirisisme merupakan penganut sensasionalisme.

Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Beradaban Muslim, (Bandung: Mizan, 1993), hal.41

Ditinjau dari sudut epistemologi-khususnya dari pandangan empiris pengalaman kadang-kadang menunjuk hanya pada hasil penginderaan. Sebab itu, dapatlah dinamakan datum indera. Pada kesempatan ini saya membicarakan keterangan penganut empirisisme tentang bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan. Ada banyak jenis empirisisme, tetapi pada hakekatnya semua mengutamakan pengalaman inderawi dalam proses memperoleh pengetahuan. 2. Rasionalisme Rasionalisme berpendirian bahwa sumber berpengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita, dan bukannya didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran(dan,ipso facto,pengetahuan) bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada keyataan, maka kebenaran hanya dapat ada didalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja. Rasionalisme sebagai pengetahuan deduktif. Ia yakni bahwa kebenaran-kebenaran semacam itu ada dan bahwa kebenaran-kebenaran tersebut dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi sebagai hal-hal yang tidak dapat diragukan. Secara demikian akal budi dipahamkan sebagai(1) sejenis perantara khusus yang dengan perantara tersebut dapat dikenal kebenaran, dan sebagai(2) sesuatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran : artinya, dengan melakukan penalaran. Dapatlah dikatakan, bagi seorang penganut rasionalisme, pengetahuan diperoleh melalui kegiatan akal pikiran atau akal budi ketika akal menangkap berbagai hal yang dihadapinya pada masa hidup seseorang. Selain itu dalam hal ini tidak ada penyimpulan yang begitu saja terjadi mengenai kedudukan ontologis dari sesuatu yang diketahui. Seperti halnya pengalaman, orang mengatakan bahwa apa yang dialami tentu mempunyai hakekat yang sedemikian rupa(setidak-tidaknya untuk sebagian) sehingga dapat merangsang alat inderawi. Begitu pula halnya dengan akal, terdapat ketentuan bahwa apa yang diketahui pasti dsalam hal tertentu, mempunyai hakekat yang sedemikian rupa sehingga dapat diketahui oleh akal. 3. Fenomenalisme Ajaran Kant

10

Immanuel kant, filsuf Jerman abad XVIII, melakukan pendakatan kembali terhadap masalah diatas setelah memperhatikan kritik-kritik yang dilancarkan oleh Hume terhadap sudut pandang yang bersifat empiris dan yang bersifat rasional. Mengapa pendirian kant dikenal sebagaifenomenalisme, akan saya terangkan secara singkat. Indera hanya dapat memberikan data indera, dan data itu ialah warna, cita rasa, bau, rasa dan sebagainya. Memang benar, kita mempunyai pengalaman ; tetapi sama benarnya juga bahwa untuk mempunyai pengetahuan(artinya menghubungkan hal-hal), maka kita harus ke luar dari atau menembus pengalaman, kata kant. Bagaimana hal ini mungkin terjadi? Jika dalam memperoleh pengetahuan kita menembus pengalaman, maka jelaslah, dari suatu segi pengetahuan hal itu tidak diperoleh melalui pengalaman, melainkan ditambahkan pada pengalaman. Bentuk-bentuk pengetahuan. Jika orang tidak dapat membayangkan berupa apakah suaturasa yang bersahaja dengan suatubunyi yang kasar, maka jelaskah bahwa data indera yang murni tidaklah merupakan pengetahuan. Pengetahuan terjadi bila akal menghubungkan, misalnya, rasa menekan yang bersahaja dengan bunyi yang kasar, untuk memperoleh fakta bahwa tekanan terhadap sesuatu menyebabkan terjadinya bunyi tersebut. Hubungan ialah suatu cara yang dipakai oleh akal untuk mengetahui suatu kejadian ; hubungan itu tidak dialami. Hubungan ialah bentuk pemahaman kita, dan bukan isi pengetahuan. Bagi kant, para penganut empirisisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman- meskipun benar hanya untuk sebagaian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman. 4. Intuisionisme Perbedaan tersebut kiranya terletak pada dua ungkapan yaitu pengetahuan mengenai (knowledge about) dan pengetahuan tentang (knowledge of). Pengetahuan mengenai aperantaranya. Pengetahuan tentang disebut pengetahuan yang langsung atau pengetahuan intuitif, dan pengetahuan tersebut diperoleh secara langsung. Dengan cara demikian kita memperoleh pengetahuan mengenai suatu segi atau bagian dari kejadian tadi, tetapi tidak pernah mengenai kejadian itu seluruhnya. Pelukisan suatu kejadian tersebut ditinjau dari sudut pandang tertentu, berhubungan dengan suatu penglihatan tertentu, dan atas itulah saya tidak dapat merasakan diri saya berada didalamnya dan
11

mengalaminya sebagai suatu keseluruhan dan sesuatu yang multak. Hanya dengan menggunakan intuisi, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang kejadian itu, suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukannya pengetahuan yang nisbi atau yang ada perantaranya. Intuisi mengenai sifat lahiriah pengtahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analitis, dan memberikan kepada kita keseluruhan yang bersahaja, yang mutlak tanpa sesuatu ungkapan, terjemahan atau penggambaran secara simbolis. Maka menurut Bergon, intuisi ialah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggatikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu diantara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergon ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman, di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan, di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh pengindraan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan di dasarkan pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif. Hendaknya diingat, intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intuisionisme setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi yang meliputi sebagaian saja yang diberikan oleh analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang di berikan oleh indera hanyalah yang menampakan belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaannya yang senyatanya. 5. Metode Ilmiah Perkembangan ilmu-ilmu alam merupakan haisl penggunaan secara sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama dan menambahkan suatu cara baru untuk menilai penyelesaianpenyelesaian yang disarankan.
12

Masalah menghubungkan kejadian-kejadian secara sistematis. Disini kita dapat melihat unsur pertama di dalam metode ini, sejumlah pengamatan (artinya, pengalaman-pengalaman) yang dipakai sebagai dasar untuk merumuskan suatu masalah. Metode ilmiah di mulai dengan pengamatan-pengamatan dan berakhir dengan pengamatan-pengamatan pula. Tetapi permulaan dan akhir ini hanyalah merupakan pembagian yang bersifat nisbi. Hipotesa. Bila ada suatu masalah dan sudah diajukan suatu penyelesaian yang dimungkinkan, maka penyelesaian yang diusulkan itu dinamakan hipotesa. Jadi, hipotesa ialah usulan penyelesaian yang berupa saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi. Biasanya dimungkinkan adanya sejumlah saran semacam itu. Di dalam proses menemukan hipotesa dikatakan bahwa kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman, mencari suatu bentuk katakanlah untuk didalamnya disusun fakta-fakta yang telah diketahui dalam suatu kerangka tertentu. Diharapkan jika fakta-fakta yang telah diketahui itu cocok dengan hipotesa yang disarankan tersebut maka segenap yang serupa pasti juga akan cocok dengan hipotesa tadi. Metode penalaran yang bergerak dari suatu perangkat mengenai semua pengamatan yang sama jenisnya dikenal sebagai induksi. Jika pengamtan-pengamatan itu menunjukkan apa yang oleh hipotesa diramalkan akan terjadi berarti bahwa hipotesa tersebut mendapat dukungan. Salah satu diantara sifat-sifat yang penting dari metode ini ialah, metode tersebut mengajukan syarat yang sangat sederhana. Yang diketengahkannya hanyalah kebenran yang berupa probabilitas dan bukannya kebenaran mutlak karena pengamatan berikutnya mungkin sama sekali tidak mengukuhkan hipotesa tersebut. Sifat yang menonjol dari metode ilmiah ialah digunakannya akal dan pengalaman yang disertai dengan suatu unsur baru, yaitu hipotesa. Bila suatu hipotesa dikukuhkan kebenrannya oleh contoh-contoh yang banyak jumlahnya maka hipotesa tersebut kemudian dapat dipandang sebagai hukum.
8

Louis O. Kattsoff, Pengatantar Filsafat, (Yogyakarta : TiaraWacana Yogya,2008) hal.132

13

DAFTAR PUSTAKA

Hadi P. Hardono, 1994 Epistemologi Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta:Kanisius, Qomar ,Mujamil, 2006 Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasinoal hingga Metode Kritik, Jakarta: Penerbit Erlangga, Anshari ,Endang Saifuddin, 1996 Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu Muhadjir, Noeng, 2000 Metodologi Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mattulada, 1989Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengatar, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, Sardar, Ziauddin, 1993 Rekayasa Masa Depan Beradaban Muslim, Bandung: Mizan, Kattsoff,Louis O., 2008 Pengatantar Filsafat, Yogyakarta : TiaraWacana Yogya

14

15

Anda mungkin juga menyukai