Anda di halaman 1dari 8

Makalah

KEPRIBADIAN DALAM AL-QUR’AN


Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tafsir Sufi
Dosen Pengampu : Faisal Khair, S. Ud., M. Ag.

Disusun Oleh :
Mohammad Ilyasin

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH
TAHUN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepribadian manusia merupakan gambaran tingkah laku seseorang
yang menjadi objek formal kajian psikologi. Psikologi sebagai disiplin ilmu
hasil pemikiran dan keterbasaan manusia, tentu mempunyai beberapa
kelemahan, pun didalamnya terdapat berbagai pendapat dari para ahli yang
berbeda-beda.
Oleh karena itu, Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai sumber pokok Islam
dalam merumuskan dan mengembangkan psikologi. Demikian juga dapat
dimanfaatkan untuk menilai sundut pandang psikologi dalam melihat dan
menilai konsep-konsep psikologi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk membahas mengenai kepribadian manusia, jalan yang paling
singkat dan paling pasti adalah melalui pengkajian Al-Qur’an. Hal tersebut
sesuai dengan penegasan yang terdapat dalam QS : Al-Dzariyat ayat 56,
yang artinya “Dan di bumi ini terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang- orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kepribadian dalam al-Qur’an?
2. Terdiri dari apa saja aspek fitrah nafs manusia dalam al-Qur’an?
3. Apa saja macam-macam fitrah nafsani manusia yang terdapat dalam al-
Qur’an?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian kepribadian dalam al-Qur’an
2. Mengetahui dan memahami aspek fitrah nafs manusia dalam al-Qur’an
3. Mengetahui dan memahami macam-macam fitrah nafsani manusia yang
terdapat dalam al-Qur’an

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian dalam al-Qur’an
Istilah kepribadian (personality) secara etimologi dalam studi keisaman
dikenal dengan sebutan syakhsiyah yang berasal dari kata syakhsh yang
berarti pribadi. Namun istilah yang sering dipakai dan disebutkan didalam
al-Qur’an adalah nafsiyah yang berasal dari kata nafs yang memilki makna
jiwa (soul), nyawa, daya konasi yang berdaya syahwat (appetite) dan
ghadhab (defense), kepribadian, dan psikofisik manusia. 1 Al-Quran sama
sekali tidak menyebutkan istilah syakhshiyah untuk menunjukkan makna
kepribadian. Untuk itulah, istilah nafsiyah lebih tepat dijadikan sebagai
padanan bagi istilah kepribadian. Meskipun kata nafs memilki multi makna.
Nafs adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan yang berupa
pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Aspek nafs merupakan
gabungan struktur antara aspek jismiah dan ruhaniah yang mana keduanya
saling membutuhkan dan keberadaan antar keduanya saling berlawanan satu
sama lainnya. Sehingga keberadaan nafs dapat mewadahi kedua
kepentingan yang berbeda itu. Apabila ia berorientasi pada natur jasad maka
tingkah lakunya menjadi buruk dan celaka, tetapi apabila mengacu pada
natur ruh maka kehidupannya menjadi baik dan selamat. Dengan kata lain
nafs juga dipersiapkan untuk dapat menampung dan mendorong manusia
untuk melakukan perbuatan baik dan buruk.2
Al-Shafi’i menerjemahkan kata nafs secara umum dengan personality,
self or level of personality development yang artinya kepribadian, diri,
pribadi atau tingkat suatu perkembangan kepribadian. 3 Istilah nafsiyah
inilah yang lebih banyak dipakai dalam leksikologi al-Qur’an dan hadits.
Secara terminologis, kepribadian memiliki banyak pengertian. Definisi
yang mencerminkan makna kepribadian dalam islam yang sesungguhnya
adalah definisi yang berpijak pada struktur fitrah yaitu intergrasi system
kalbu, akal dan nafsu manusia yang selanjutnya akan menimbulkan tingkah
laku.
Nafs sebagai elemen dasar psikis manusia mengandung arti sebagai satu
elemen yang memiliki fungsi dasar dalam susunan organisasi jiwa manusia.
Secara esensial nafs mewadahi potensi-potensi dari masing-masing dimensi
psikis berupa potensi takwa (baik atau positif) maupun potensi fujur (buruk
atau negatif). Jika potensi (gharizah) dikaitkan dengan substansi jasad dan
ruh.
B. Aspek Nafs Manusia

1
Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 46.
2
Endang Kartikowati dan Zubaedi, Psikologi Agama dan Psikologi Islam; Sebuah Komparasi
(Jakarta: Prenamedia Group, 2016). hlm.
3
Muhammad Irfan Helmy, Kepribadian dalam Perspektif Sigmund Freud dan Al-Qur’an: Studi
Komporatif, Nun, Vol. 4, No. 2. 2018, hlm. 112.

2
Manusia memiliki fitrah jasmani sebagai struktur biologis
kepribadiannya dan fitrah ruhani sebagai struktur psikologis
kepribadiannya. Gabungan fitrah ini disebut dengan fitrah nafsani yang
merupakan struktur psikopisik kepribadian manusia.
Aspek nafsani manusia memiliki tiga daya, diantaranya adalah sebagai
berikut4 :
1. Qalbu (Fitrah Ilahiyah) berhubungan dengan aspek supra kesadaran
manusia yang berfungsi sebagai daya emosi (rasa).
2. Akal (Fitrah Insaniyah) berhubugan dengan kesadaran manusia yang
berfungsi sebagai daya kognisi (cipta)
3. Nafsu (Fitrah Hayawaniyah) berhubungan dengan bagian bawah
kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya konasi dan harga
karsa.
Dilihat dari sudut tingkatannya, ketiga apek fitrah nafsani diatas
berbaur guna menciptakan suatu tingkah laku atau kepribadian. Sedangkan
dari sudut fungsinya, kepribadian merupakan integrasi aspek-aspek fitrah
nafsani yang terwujud dalam tingkah laku luar yang tampak seperti berjalan,
berbicara, pun tingkah laku yang tak tampak seperti pikiran dan perasaan.
Kepribadian manusia dalam pandangan Islam memiliki seperangkat
potensi, disposisi dan karakter unik. Potensi tersebut dapat mencakup
ketauhidan, keimanan, kesucian, keselamatan, keikhlasan, kecenderungan
menerima kebenaran dan kebaikan, dan lainnya. 5 Keberadaan potensi itu
bukan diturunkan dari orang tua, melainkan diberikan oleh Allah SWT sejak
di alam perjanjian (mitsaq). Pandangan islam tersebut berbeda dengan aliran
Nativisme yang mengatakan bahwa factor utama pembentuk kepribadian
manusia adalah sifat-sifat dan karakteristik yang diturunkan orang tua
kepada anaknya. Pun dengan aliran Empirisme yang berpendapat bahwa
faktor pemebentuk kepribadian manusia berasal lingkungan.6
Fitrah nafsani manusia mengikuti adanya faktor bawaan atau warisan
dari sejak lahir, namun faktor tersebut masih bersifat potensial bukan aktual.
Aktualisasi potensi tidaklah tergantung pada takdir belaka melainkan
tergantung pada usaha manusia sendiri. Tanpa adanya ikhtiar dari manusia,
semua potensi bawaan tersebut tidak akan terwujud dengan baik.
C. Macam-Macam Fitrah Nafsani
Berdasarkan serangkaian fungsionalisasi aspek fisik maupun psikis
dalam pembentukan kepribadian terdapat tiga komponen nafsani dalam al-
Qur'an yang memiliki bagian penting dalam pembentukan kepribadian
7
yaitu:
1. Kepribadian Ammarah (al-Nafs al-Ammarah); yakni jiwa yang
mengarah pada keburukan

4
Muhammad Irfan Helmy (Ed), op. cit., hlm. 112
5
Ibid., hlm. 113
6
Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir (Ed), op. cit., hlm. 168
7
Muhammad Irfan Helmy (Ed), op. cit., hlm. 114-117

3
Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung terdapat
pada tabiat jasad dan mengejar kenikmatan. Kepribadian ammarah
bekerja di bawah sadar manusia yang bersemayam pada ash-shodru
artinya dada. Ia menarik hati manusia untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tercela sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga disanalan
merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela.
Adapun nafs ini terdiri dari: al-bukhlu (kikir), al-hirsh (tamak), al-hasad
(hasud), al-jahl (bodoh), al-kibr (sombong), dan asy-syahwat (keinginan
duniawi).8
Ketinggian dan kerendahan nafs seseorang diukur dengan tingkat
hubungannya dengan Tuhan. Nafs yang tinggi adalah nafs yang sudah
sampai pada tingkat dipanggil Tuhan untuk kembali kepada-Nya
dengan senang dan diridhai. Sedangkan nafs yang rendah, dalam
pandangan al-Qur'an ditandai dengan: (a) mudah melanggar sesuatu
yang dilarang Allah (b) menuruti hawa nafsu (c) melakukan
kemaksiatan dan, (d) tidak mau memenuhi panggilan kebenaran.
Pendapat tersebut seringg disebut dengan al-Nafs al-Ammarah bi al-
Suu'.
2. Kepribadian Lawwamah (al-Nafs al-Lawwamah); yakni kepribadian
yang telah memperoleh cahaya Qalbu
Istilah Lawwamah disebut dalam al-Quran pada surat al-Qiyamah
ayat 1-2, yang artinya “Sungguh Aku bersumpah dengan hari kiamat
dan Aku bersumpah dengan jiwa yang sangat menyesali dirinya.”
Lawwamah berasal dari kata laama – yaluumu yang artinya adalah
mencela. Secara bahasa, lawwamah berarti amat mencela--banyak
mencela. Nafs lawwamah ini termasuk nafs tingkat tinggi karena yang
dicela oleh nafs ini adalah dirinya sendiri.
Tempat bersemayam nafsu lawwamah di “al-qolbu” hati, tepatnya
dua jari di bawah susu kiri. Nafs ini terdiri dari: al-laum (mencela), al-
hawa (bersenang-senang), al-makr (menipu), al-’ujb (bangga diri), al-
ghibah (mengumpat), ar-riya’ (pamer amal), az-zhulm (zalim), al-kidzb
(dusta), dan al-ghoflah (lupa diri). Jadi, ciri nafs lawwamah adalah
selalu mengeluh, kecewa dan menyalahkan dirinya.9
Kepribadian lawwamah berada diantara kepribadian ammarah dan
kepribadian muthmainnah. Kepribadian ini telah berusaha
meningkatkan kualitas dirinya yang telah dibantu oleh cahaya kalbu,
namun zulmaniyahnya ikut campur dalam pembentukan kepribadian
sehingga ia menjadi bimbang dan bingung, apakah iaharus mengikuti
cahaya kalbu atau mengikuti watak gelapnya.
Kebimbangan tersaebut akan berakhir pada tiga kemungkinan,
yaitu, (1) mengikuti watak gelapnya sehingga tetap pada kualitas

8
Endang Kartikowati dan Zubaedi, Psikologi Agama dan Psikologi Islam; Sebuah Komparasi
(Jakarta: Prenamedia Group, 2016), hlm. 41
9
Ibid., hlm. 41

4
rendahnya, (2) tertarik oleh cahaya kalbu sehingga ia bertobat dan
memperbaiki kualitasnya, dan (3) netral, yang artinya perbuatan yang
diciptakan tidak bernilai buruk atau bernilai baik, tetapi berguna bagi
dirinya sendiri.
Ibn al-Qayyim membagi kepribadian lawwamah menjadi dua
bagian, yakni :
(1) Kepribadian lawwamah malumah, adalah kepribadian lawwamah
yang bodoh dan zalim
(2) Kepribadian lawwamah ghayr malumah, adalah kepribadian yang
mencela atas perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk
memperbaikinya.
3. Kepribadian Muthmainnah (al-Nafs al-Muthmainnah); yakni
kepribadian seorang mukmin yang yakin terhadap janji-janji Allah
Al-Qur’an menyebut nafs muthmainnah dalam surat al-Fajr: 27-30,
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa
puas lagi diridhai oleh-Nya. Masuklah berkumpul bersama-sama
hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Kepribadian Muthmainnah berarti jiwa yang tenang, karena ia
mantap dan kuat, setelah mengalami proses interaksi dengan
lingkungan yang membuatnya mengeluh dan gelisah. Nafsu
muthmainnah bertempat pada “As-Sirr” artinya rahasia, yang letaknya
dua jari dari samping susu kiri ke arah dada. Nafs ini terdiri atas: al-
juud (dermawan), at-tawakkul (berserah diri), al-ibadah (ibadah), asy-
syukr (syukur), ar-ridha (rido), dan al-Khosyah (takut akan melanggar
larangan).10
Kepribadian muthmainnah dalam al-Qur’an ditandai dengan hal-
hal berikut (1) Memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan terhadap
kebenaran, (2) Hatinya tenteram karena selalu ingat kepada Allah SWT
, dan (3) Selau merassa aman, terbebas dari rasa takut dan kesedihan di
dunia.

10
Ibid., hlm. 42

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian dalam islam yang sesungguhnya adalah definisi yang
berpijak pada struktur fitrah yaitu intergrasi system kalbu, akal dan nafsu
manusia yang selanjutnya akan menimbulkan tingkah laku.
Konsep kepribadian dalam al-Qur’an terletak pada tiga daya yang
menjadi aspek penting fitrah nafsani manusia yang terdiri dari, (1) qalbu
(Fitrah Ilahiyah), (2) akal (Fitrah Insaniyah), dan (3) nafsu (Fitrah
Hayawaniyah).
Manusia memiliki fitrah jasmani sebagai struktur biologis
kepribadiannya dan fitrah ruhani sebagai struktur psikologis
kepribadiannya. Gabungan fitrah tersebut dikenal dengan istilah fitrah
nafsani yang merupakan struktur psikopisik kepribadian manusia.
Dalam pembentukan kepribadian terdapat tiga macam fitrah nafsani
dalam al-Qur'an yang memiliki bagian penting dalam pembentukan
kepribadian, yakni (1) Kepribadian Ammarah (al-Nafs al-Ammarah); yakni
jiwa yang mengarah pada keburukan, (2) Kepribadian Lawwamah (al-Nafs
al-Lawwamah); yakni kepribadian yang telah memperoleh cahaya qalbu,
dan (3) Kepribadian Muthmainnah (al-Nafs al-Muthmainnah); yakni
kepribadian seorang mukmin yang yakin terhadap janji-janji Allah.

6
DAFTAR PUSTAKA
Helmy, Muhammad Irfan. 2018. Kepribadian dalam Perspektif Sigmund Freud
dan Al-Qur’an: Studi Komporatif. Nun, Vol. 4, No. 2. Hlm. 111-118.
Kartikowati, Endang, Zubaedi. 2016. Psikologi Agama dan Psikologi Islam;
Sebuah Komparasi. Jakarta: Prenamedia Group.
Mujib, Abdul, Yusuf Mudzakir. 2002. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai