Makalah
Oleh:
MOH FADHEL HUSEN
NIM: 80600223009
Dosen Pembimbing:
PROGRAM PASCASARJANA
2023
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan rasa syukur hanya untuk allah dengan dengan
kepada penulis, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan taslim
perkuliahan Studi Hadis dan tugas bagi penulis pribadi untuk membawakan materi
ini. Tentunya terimakasih kepada dosen mata Studi Hadis Dr. H. TASMIN
masukan dan wawasan dalam penyusunan makalah ini maupun dalam perkuliahan.
itu, dibutuhkan saran dan juga kritik dalam mengembangkan makalah ini jauh
lebih baik dan sempurna, dengan mengharapkan ridha, petunjuk dan rahmat Allah
swt.
13 Oktober 2023
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Allah telah memberikan kepada umat kita para pendahulu yaitu para
ulama’ selalu menjaga al-Qur’an dan hadis Nabi saw. Sebagian dari mereka
ke generasi yang lain1. Ilmu Hadis adalah satu disiplin ilmu yang mengantar umat
Islam untuk memahami kajian hadis dengan mudah dan benar sebagai penjelas al-
Pemahaman terhadap hadis dipandang tidak lengkap dan utuh jika tidak
Dalam sudut pandang yang lain, sebagian orang beranggapan bahwa ilmu
hadis tidak memberi faedah secara konkret dan tidak begitu relevan untuk zaman
yang di mana cukup dengan menulis satu atau dua kata di internet maka akan
Matannya.
kajian ilmu hadis itu sendiri. Kalaupun ada peminatnya, hanya sekelompok orang
dan itupun tidak ditekuni secara mendalam. Sehingga di lapangan kita sering
Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>his\ fi< Ulu>m al-Hadi<s\ (Kairo: Maktabah Wahbah, 2007), h. 5.
1
1
2
seseorang tentang hadis Nabi, akan tetapi kurang mendalami dan menekuni
hakikat dan ruang lingkup kajian ilmu hadis sebagai alat dan pondasi dalam
Karena atas dasar itulah, konsep ilmu Hadis ini perlu di fahami dan telaah
aksiologi (nilai dan manfaanya). Sehingga pemahaman terhadap hadis Nabi saw.
sebagai penjelas al-Qur’an, tidak keliru dan sesuai dengan aturan dan tata cara
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Secara bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yang asal katanya
adalah “ontos” dan “logos”. Ontos bermakna “yang ada” sedangkan logos adalah
“ilmu”. Sederhananya, ontologi merupakan ilmu yang berbicara tentang yang ada.
Secara istilah, ontologi adalah cabang dari filsafat yang berhubungan dengan
hakikat hidup tentang suatu keberadaan yang meliputi keberadaan segala sessuatu
yang ada dan yang mungkin ada.2 Dalam meninjau Ilmu Hadis, maka aspek
ontologis akan berbicara tentang hakikat Ilmu Hadis dari segi definisi dan
pandangan ulama tentang Ilmu Hadis serta pokok bahasan dalam Ilmu Hadis.
Kata Ilmu Hadis sendiri merupakan terjemahan dari kata احلديث علومulu>m
al-H}adi>s\. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan the science of hadist.3 Dalam
bahasa arab kata Ilmu Hadis terdiri atas dua lafal yang tersusun secara id}a>fah,
yakni ‘ilmu dan h}adi>s\.4 Kata ‘ilmu definisikan oleh syekh Ali al-Jurja>ni bermakna:
keyakinan secara totalitas yang sesusai dengan kenyataan, beliau juga mengutip
terhadap sesuatu di dalam akal.5 Sedangkan kata h}adi>s\ adalah segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad saw. dalam bentuk perkataan, perbuatan, atau
penetapannya.6 Nur al-Din ‘itr mengartikan hadis dengan segala sesuatu yang
2
Dewi Rokhmah, “Ilmu dan Tinjauan Filsafat: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi”,
Cendekia: Jurnal Studi Keislaman 7, no.5 (Desember 2021): h. 176.
3
Marhumah, Ulumul Hadis: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan Contoh
(Yogyakarta:SUKA-Press, 2014), h. 9.
4
Ambo Asse, Ilmu Hadis: Pengantar Memahami Hadis Nabi saw. (Makassar: Alauddin
Press, 2019), h. 3.
5
Ali al-Jurja>ni, Mu’jam at-Ta’ri>fa>t (Kairo: Da>r al-Fad}i>lah, 2004), h. 130.
6
Mahmud Tahan, Taisi>r al-Mus}t}alah al-H{adi>s\, terj. Abu Fuad (Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 1985). 13.
3
4
dan tingkah lakunya atau yang disandarkan kepada sahabat dan ta>bi’i>n.7
maka akan melahirkan sebuah definisi baru berkaitan dengan ilmu tersebut, dalam
hal ini yaitu Ilmu Hadis yang dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji dan
membahas tentang segala yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan,
perbuatan, persetujuan, ataupun sifat-sifat, tabiat, dan tingkah lakunya atau yang
adalah:10
7
Nu>r al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi> ‘Ulu>m al-H{adi>s\ (Damaskus: Da>r al-Fikr 1979), h. 27.
8
Idri, Studi Hadis (Cet. III; Jakarta: Kencana 2016), h. 53.
9
Syam al-Di>n al-Tabri>zi>, Syarh al-Di>ba>j al-Muz\ahhab fi> Mus}t}alah} al-H{adi>s\ (Mesir:
Mus}t}afa> al-Ba>bi> al-H{alabi> 1350 H), h. 5.
10
Muhammad 'Ajja>j al-Khat}i>b, Usu>l al-H{adi>s\ 'Ulu>muh wa Mus}t}alah}uh (Cet. I; Beirut:
Da>r al-Fikr, 1409 H/1989 M), h. 33.
5
‘ulama mutaqaddimun yaitu mereka yang hidup sebelum abad keempat Hijriah
mutaqaddimun.11
Sehingga kalau ditelusuri secara mendalam, tidak ditemukan pertentangan
mutaakhirun seputar Ilmu Hadis. Seperti yang diungkapkan imam al-Suyu>t}i> bahwa
‘ulama mutaqaddimun mendefinisikan ilmu hadis sebagai “ilmu pengetahuan yang
dan keadilannya, dan dari segi tersambungnya atau terputusnya sanad dan
tersebut sebagai definisi salah satu cabang ilmu hadis itu sendiri, yaitu ‘ilmu h}adis\
dira>yah.12
Dari segi penyebutan, dalam hubungannya dengan pengetahuan seputar
hadis, ada ‘ulama yang menggunakan bentuk jama, yakni ‘ulu>m al-H{adi>s\ seperti
ibn al-S{ala>h dalam kitabnya Muqaddimah ‘Ulu>m al-H{adi>s\, sebagian ‘ulama seperti Jala>l
al-Di>n al-S}uyu>ti} > pada muqaddimah kitab Tadri>b al-Ra>wi> menggunakan bentuk mufrad
‘Ilm al-H{adi>s\, Ada juga ‘ulama yang menggunakan istilah Mus}t}alah} al-H{adi>s\ dan bahkan
11
Azyumardi Azra, dkk. “Ensiklopedi Islam 2 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993),
h. 47.
Jala>luddi>n al-Suyu>t}i>, Tadri>b al-Ra>wi> fi> Syarh Taqr>ib al-Nawa>wi>, jilid 1, (Beirut: Da>r
12
menggabungkannya dengan kata ‘ulu>m seperti S{ubhi al-S{a>lih pada bukunya’Ulu>m al-
dalam kitabnya Us}u>l al-H{adi>s\ ‘Ulu>muh wa Mus}talahuh, dan menurutnya ada sebagian
‘ulama yang menyebut ilmu hadis ini dengan ilmu hadis dira>yah.13
Adapun pokok pembahasan Ilmu Hadis, maka terbagi menjadi dua pokok
kitab Us}u>l al-H{adi>s\ ‘Ulu>muh wa Mus}talahuh, yaitu : ‘Ilmu H{adi>s\ Riwa>yah dan ‘Ilmu
H{adi>s\ Dira>yah.14 Kedua pokok pembahasan tersebut menjadi latar belakang munculnya
istilah-istilah dalam ilmu hadis sehingga akan dibahas dalam tinjauan epistemologis.
Kajian pokok epistemologi yaitu sumber, asal mula, dan sifat dasar proses
terjadi sebuah pengetahuan, dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Naz}ariyyah
al-Ma’rifah,15 yaitu sebuah teori tentang ilmu pengetahuan. Sehingga dalam hal
ini menjadi inti pembahasan Ilmu Hadis itu sendiri.
meliputi proses dan cara terjadinya ilmu tersebut, secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :Pembagian Ilmu Hadis serta Sejarah Terbentuknya
Ilmu Hadis.16
Para Ulama membagi ilmu hadis kepada dua bagian utama yaitu: ilmu hadis
13
Idri, Studi Hadis, h. 55.
14
Muhammad 'Ajja>j al-Khat}i>b, Usu>l al-H{adi>s\ 'Ulu>muh wa Mus}t}alah}uh (Cet. I; Beirut:
Da>r al-Fikr, 1409 H/1989 M), h. 6.
15
Abd al-Fatta>h} Ima>m, Madkhal Ila> al-Falsafah (Kairo: Da>r al-Falsafah), h. 146.
16
Miftahul Ulum, dkk. Epistemolog; Ilmu Hadis dan Ilmu Hukum Islam (Tasikmalaya:
EDU PUBLISHER, 2020), h. 40.
7
Secara terminologinya, yang dimaksud dengan Ilmu Hadis Riwayah adalah :17
.علم يعرف به نقل ما أضيف للنيب قوال أو فعال أوتقريرا أو غري ذلك وضبطها وحتريرها
“Ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendewanan apa-
apa yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan,
ilmu riwayah ialah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry yang wafat pada tahun 124
Hijriah.18
, وحال الرواة وشروطهم,علم يعرف منه حقيقة الرواية وشروطها وانواعها وأحكامها
.وأصناف املروايت وما يتعلق هبا
“Ilmu pengeahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-sayarat, macam-
macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi. Baik
berkaitan denganya”.
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadis
Dirayah adalah keadaan para perawi dan marwi’nya. Keadaan para perawi meliputi
17
Muhammad Mahfu>d} at-Tarmu>si>, Manhaj Z|awin-Nad}ar, (Surabaya: Maktabah
Nabhaniyah), h. 6.
18
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: AMZAH, 2013), h. 78.
19
Muhammad Jama>luddi>n al-Qa>simi, Qawaidu at-Tahdi>s\ Min Funu>ni Mus}t}alah al-H{ad}i>s\
(Al-Jami ilmi al-arabi), h. 4.
8
di maksud adalah sudut keshahihan, kedaifan serta sudut-sudut lain yang berkaitan
dengan keadaan matan. Obyek pembahasan ilmu hadis dirayah adalah; “hakikat,
Dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ini, pada perkembangan selanjutnya
dapat diklasifikasi menjadi tiga bagian dilihat dari segi sanad, dari segi matan, dan
.علم يبحث فيه عن جرح الرواة وتعديلهم أبلفاظ خمصوصة وعن مراتب تلك األلفاظ
“Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada
para perawi dan tentang penta’dilanya ( memandang adil para perawi ) dengan
itu.”23
20
Idri, Studi Hadis, h. 61.
21
Idri, Studi Hadis, h. 66.
22
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Cet. I, edisi
kedua; PT Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 131.
23
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 134.
9
Selain ketiga ilmu di atas ada juga ilmu thabaqah yang tidak kalah penting
dibandingkan dengan ketiga ilmu tersebut, ilmu thabaqah itu, termasuk bagian dari
ilmu Rijal al-Hadis karena obyek yang dijadikan pembahasannya ialah rawi-rawi
yang menjadi sanad suatu hadis. Hanya saja masalahnya berbeda, kalau di dalam
ilmu rijalul hadis para rawi dibicarakan secara umum tentang hal ihwal, biografi,
cara-cara menerima dan memberikan hadis dan lain sebagainya, maka dalam ilmu
tabaqah menggolongkan para rawi tersebut dalam satu atau beberapa golongan,
digolongkan dalam satu thabaqah dan para rawi yang seperguruan, mengikatkan
Nabi, para sahabat itu termasuk dalam thabaqah pertama, para tabi’in termasuk
dalam thabaqah kedua, para tabi’-tabiin termasuk dalam thabaqah ketiga dan
seterusnya.
Sa’ad bin Mani’ al-Hafidh Katib al-Waqidy (168-230 H), T{abaqah al-Ruwa>h karya
Al-Hafiz} Abu’ Amr Khalifah bin Khayyat} al-Syaiba>ni (240) H dan banyak lagi
h. 301.
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalah al-Hadits, h. 305.
26
10
menasihkannya”27
Banyak para ahli yang menyusun kitab Nasikh dan Mansukh diantaranya
adalah; Ahmad Ibn Ishak Ad-Dinary (318 H), Muhammad Ibn Bahar Al-
Asbahani (322 H), Ahmad ibn Muhammad An-Nahhas (338 H), Muhammad ibn
Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitab yang dinamai Al-Iktibar, yang
kemudian diringkaskan oleh Ibn Abdil Haq (744 H).
علم يعرف به السبب الذي ورد ألجله احلديث والزمان الذي جاء فيه
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi saw. menuturkan sabdanya dan
Ilmu ini sangat penting diketahui karena dapat menolong kita dalam
memahami hadis, sebagaimana ilmu Asbabu Nuzul dapat membantu kita dalam
memahami Al-quran. Ulama yang pertama menyusun kitab ini adalah Abu Hafas
Ibn Umar Muhammad ibn Raja Al-Ukhbari. Kemudian dituliskan oleh Ibrahim ibn
Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al-Huzaini (1120 H),
dalam kitabnya Al-Bayan Wat-Tarif dan dicetak pada tahun 1329 H.29
27
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 141.
28
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 142.
29
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalah al-Hadits, h. 329.
11
Karya paling awal dalam bidang ini adalah kitab Ikhtilaf al-Hadits karya
Diantara Ulama yang menulis ilmu ini ialah Ibn Mandini (234 H), Ibn Abi
Hatim (327 H), kitab beliau dinamai Kitab Illail Hadis. Selain itu Ulama yang
menulis kitab ini adalah Al-Imam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H), dan
sejak masa Rasulullah saw. sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu yang secara
dituliskan. Para peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar ilmu hadis baik
30
Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, Usu>l al-H{adi>s\ 'Ulu>muh wa Mus}t}alah}uh, h. 283.
31
Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, Usu>l al-H{adi>s\ 'Ulu>muh wa Mus}t}alah}uh, h. 254-255.
32
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 139.
33
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 140.
12
dengan anjuran memeriksa berita yang datang dan persaksian dari seorang yang
adil. Ketika meninggalnya Rasulullah saw., maka para sahabatlah yang kemudian
Pada masa Tabi’in Ulama yang pertama kali menetapkan dasar-dasar ilmu
hadis adalah Muhammad bin Syihab al-Zuhri (51-124 H) atas permintaan khalifah
Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menghimpun hadis-hadis dalam bentuk riwayat (bersanad)
dari berbagai penjuru dunia Islam. Atas dasar itulah, maka sebagian ulama
Pada pertengahan abad II hingga abad III mulailah ilmu hadis dikodifakasi
hanya saja masih terintegrasi dengan ilmu-ilmu yang lain seperti ushul al-
fiqh dan ushul al-Tafsir sebagaimana karya Muhammad bin Idris al-Syafi’i yang
berjudul al-Risalah, sehingga para ulama menyatakan bahwa kitab pertama yang
Pada abad III H kemudian disebut dengan abad keemasan hadis, tahap ini
di tandai dengan inisiatif para ulama untuk membukukan hadis Rasul secara
khusus.34 mulailah Ilmu hadis berdiri sendiri hanya saja para ulama mengumpulkan
Ilmu hadis masih bersifat mandiri (tidak menyatu) dalam segi pembahasan,
diantara karya-karya yang berhubungan dengan ilmu hadis pada masa ini adalah:
namun semuanya hanya berbicara pada bab-bab tertentu dalam ilmu hadis dan atau
Kemandirian ilmu hadis menjadi satu ilmu yang mandiri mulai tampak
pada abad IV H yang terhimpun dalam satu kitab dengan judul al-Muhaddis al-
Fasil baina al-Rawi wa al-Wa’iy yang disusun oleh al-Qadiy Abu Muhammad al-
Hasan bin Abdurrahman al-Ramahurmuzi (w. 360)35 Tokoh-tokoh ilmu hadis pada
ibn Ahmad bin Ali (w. tahun 463 H). Kitab ini membahas tentang pedoman-
kaidah-kaidah dalam periwayatan hadis serta mazhab para Ulama dalam masalah
Ulum Ar-Riwayah Wa As-Sima’ karya Qadi Iyad ibn Musa Al-Yahsubi (w. tahun
544 H).
35
Abdul Majid Khon, ‘Ulumul Hadis, h. 80-82.
14
Hadis sudah dimulai sejak zaman para sahabat, setelah Rasulullah SAW.
meninggal dunia, walaupun pada masa tersebut ilmu hadis belumlah disusun dalam
fitnah yang dilontarkan oleh orang-orang yang memusuhi Islam dan ajarannya.
terlepas dari nilai dan faedah ilmu itu sendiri, dalam hal ini manfaat mempelajari
Ilmu Hadis Dirayah dan Ilmu Hadis Riwayah serta cabang- cabang ulumul hadis
yang jumlahnya diperselisihkan oleh sebagian ulama. Sesuai dengan pembahasan
sebelumnya, dapat kita lihat bahwa diantara faedah atau manfaat mempelajari
1. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan Hadis dan Ilmu Hadis dari
hadis.
4. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam
7. Untuk mengetahui nama-nama hadis yang maqbul (dapat diterima) dan nama
8. Bagian dari ‘ilm rijal al-hadis ini adalah ‘ilm tarikh rijal al-hadits. Ilmu ini
secara khusus membahas perihal para rawi hadis dengan penekanan pada aspek-
aspek tanggal kelahiran, nasab atau garis keturunan, guru sumber hadis, jumlah
apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama
sekali.37
riwayat yang bukan datangnya dari Nabi ataupun para sahabat. Juga untuk
mamfaat dan faedah yang dapat kita ambil dalam mempelajari Ilmu-Ilmu Hadis.
36
Ibnu Abdul Bar, Ilmu Rija>l al-H{adi>s\ (Kairo: Da>r al-‘Itis}a>m, 1998), h. 163
37
Fatchur Rahman, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 307.
38
Fatchur Rahman, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 326.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Para ulama membagi ilmu hadis kepada dua bagian utama yaitu: Ilmu Hadis
Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah. a) Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu yang
membahas tentang periwayatan hadis-hadis Nabi saw secara baik dan benar;
Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah berbeda dari tiga sisi –yakni; obyek,
tujuan, dan faedah akan tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan karena
satu dengan yang lain (syaiaini mutalazimaini) atau dengan kata lain ilmu
hadis dirayah sebagai in put dan Ilmu Hadis Riwayah sebagai out put.
3. Cabang-cabang ilmu hadis adalah: Ilmu Rijal al-Hadis, Ilmu Al-Jarh wa al-
Ta’dil, Ilmu Tarikh al-Ruwah, Ilmu ‘Ilal al-Hadis, Ilmu Musykil al-Hadis,
Ilmu Muktalaf al-hadis, Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, dan Ilmu Asbab al-
a. Abad I H : Abdullah bin al-Mubarak, Umar bin Abdul ‘Aziz dan Ibnu
Syihab al-Zuhry.
b. Abad II-III H : Ali bin al-Madiny, Ibnu Qutaibah, al-Bukhari, Muslim, Al-
16
17
Khatib al-Bagdadi (w. 364 H), Al-Hakim al-Naisaburi (w. 405), Al-
hadis Nabi SAW sebagai sumber hukum kedua bagi Umat Islam, dari
ajaran-ajarannya.
B. Implikasi
itu dibutuhkan saran dan masukan bagi pembaca untuk perbaikan makalah ini serta
18