PENYUSUN:
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................1
A. LATAR BELAKANG................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................2
C. TUJUAN MAKALAH...............................................................2
BAB II.....................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. DEFINISI HADITS TEMATIK...............................................3
B. METODE HADITS TEMATIK...............................................6
C. CONTOH HADITS TEMATIK...............................................8
BAB III..................................................................................................21
PENUTUP.............................................................................................21
A. KESIMPULAN........................................................................21
B. SARAN......................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hadits tematik adalah salah satu jenis koleksi Hadits yang
disusun berdasarkan topik atau tema tertentu. Dalam tradisi Islam,
Hadits adalah kumpulan perkataan, perbuatan, atau persetujuan
yang distribusikan kepada Nabi Muhammad SAW. Hadits
memiliki peran penting dalam menjelaskan dan
menginterpretasikan ajaran Al-Qur'an serta memberikan panduan
bagi umat Muslim dalam kehidupan sehari-hari.
1
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat kita rumuskan beberapa
masalah yaitu:
C. TUJUAN MAKALAH
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari pembuatan
makalah ini ialah:
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI HADITS TEMATIK
3
Hadits Tematik atau dalam bahasa arab yaitu “Maudhu’i”, Secara
bahasa berasal dari kata “Maudu’un” ( )موضوعyang merupaka isim
maf’ul dari kata wada’a yang berarti masalah atau pokok
permasalahan.1 Dan secara etimologi, kata “maudu’i” berarti
meletakkan sesuatu atau merendahkannya, sehingga kata tersebut
merupakan lawan kata dari “al-Raf’u” (mengangkat).2 Maka, yang di
maksud tematik atau maudu’i ialah mengumpulkan Hadits - Hadits
yang terpecah-pecah dalam kitab-kitab Hadits yang terkait dengan
topik tertentu kemudian disusun dengan sebab-sebab munculnya atau
dan pemahamannya dengan penjelasan dan pengkajian dalam masalah
tertentu.
1
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), 1565.
2
Abū al-Ḥusain, Aḥmad ibn Fahris ibn Zakariya, Mu‘jam Maqāyis al-Lugah,
juz 2 (Beirūt: Dār al-Fikr, tth.), 218.
4
menjelaskan, “sebagian perawi Hadits ada yang meringkas
Hadits Oleh karennya, setiap orang yang berbicara tentang
Hadits maka hendaklah baginya untuk mengumpulkan seluruh
jalur periwayatannya (sanad) kemudian mengumpulkan lafaz-
lafaz matannya, jika sanad-sanad Hadits tersebut dapat
dipertanggung jawabkan keshahihannya, maka ia kemudian
menjelaskannya bahwa itu sebenarnya adalah satu Hadits yang
sama. Karena pada dasarnya yang lebih berhak untuk
menjelaskan maksud sebuah Hadits adalah Hadits itu sendiri”.
5
Hadits ulama Hadits berusaha merumuskan epistemologi ‘ilm
ma‘ānī al-ḥadīṡ yang boleh diartikan dengan ilmu tentang
pemahaman Hadits, namun ilmu ini belum banyak dikembangkan
secara signifikan, sehingga belum bisa ditemukan rumusan
metodologi yang mapan dalam aplikasinya. Akibatnya,
pemahaman Hadits Nabi cenderung masih bersifat general tanpa
melihat struktur Hadits Artinya semua Hadits dipahami sama,
apakah itu riwāyah bi al-lafẓ atau riwāyah bi al-ma‘nā, begitu
juga apakah Hadits itu muṭlaq atau muqayyad.
4
Yunahar, Ilyas (ed.), Pengembangan Pemikiran terhadap Hadits
(Yogyakarta: LPPI UMY, 1996), 155.
5
Jalaluddin, Rakhmat. “Pemahaman Hadits: Perspektif Historis” dalam Ilyas
(ed.), Pengembangan, 144.
6
melakukan klasifikasi dan sebagian kategorisasi, spesifikasi dan
tematisasi, tetapi belum terlihat rumusan metodologis dan
kerangka kerjanya. Sehingga masih terkesan masih umum dan
sedang menuju ke arah metode tematik. Sebagaimana yang telah
dilakukan oleh Imam al-Syāfi‘ī, yang mencoba mengkompilasi
matan Hadits semakna maupun yang kontradiktif (ta‘āruḍ) untuk
dilakukan kompromi, para penyusun Kutub al-Sittah, dengan
model klasifikasi dan spesifikasi tema, juga kitab Bulūg al-
Marām dengan tampilan Hadits yang bertema hukum. Begitu
juga yang dilakukan Majdī ibn Manṣūr ibn Sayyid al- Syurī yang
melakukan takhrīj secara spesifik terhadap Hadits - Hadits dalam
Majmū‘al-Fatāwā li al-Imām Taqī al-Din Ibn Taymiyah. Mungkin
yang lebih concern belakangan muncul Muḥammad al-Gazālī,
Yūsuf al-Qaraḍāwī, dan Syuhudi Ismail.6
6
Suryadi dalam Jurnal Esensia, Fak. Ushuluddin, Vol. 3 No. 1 Januari 2002,
53.
7
peristiwa wurūd-nya Hadits (tanawwu‘) dan perbedaan
periwayatan Hadits.
d. Melakukan kegiatan i‘tibār dengan melengkapi seluruh
sanad.
e. Melakukan penelitian sanad yang meliputi penelitian
kualitas pribadi perawi, kapasitas intelektualnya dan
metode periwayatan yang digunakan.
f. Melakukan penelitian matan yang meliputi kemungkinan
adanya ‘illat (cacat) dan syāż (kejanggalan).
g. Mempelajari tema-tema yang mengandung arti serupa.
h. Membandingkan berbagai syarah Hadits.
i. Melengkapi pembahasan dengan Hadits - Hadits atau ayat-
ayat pendukung.
j. Menyusun hasil penelitian menurut kerangka besar
konsep.
k. Menarik suatu kesimpulan dengan menggunakan dasar
argumentasi ilmiah.7
7
Yusuf, Muhammad, Metode & AplikasiPemaknaan Hadits (Yogyakarta:
Sukses Offset, 2008), 27-29.
8
konsisten dan lengkap. Paling tidak, tawaran model ini sedikit
banyak mampu mengantarkan kita ke arah pemahaman yang
lebih makro dan luas. Sehingga kandungan dalam Hadits Nabi
Saw, didapatkan pemahaman yang lebih bermakna.
C. CONTOH HADITS TEMATIK
8
موسوعة الحديث
9
موسوعة الحديث
9
Hadits ketiga, diriwayatkan oleh Ibn Mājah dan al-Dārimī
yang isinya bersifat hukuman bagi penimbun berupa
kutukan:
" اْلَج اِلُب: َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم: َقاَل، َع ْن ُع َم َر ْبِن اْلَخ َّطاِب
" َم ْر ُز وٌق َو اْلُم ْح َتِكُر َم ْلُعوٌن
“Dari‘Umar Ibnu al-Khaṭṭāb berkata, telah bersabda
Rasulullah Saw.: Orang yang telah mendistribusikan akan
mendapatkan rizki (keuntungan), dan penimbun mendapatkan
laknat (kerugian).” (H.R. Ibnu Mājah dan Al-Dārimī)10
Dari Hadits di atas bila dikaji menurut metode tematik,
maka aplikasinya sebagai berikut:
10
bahkan saling melengkapi dan memperkuat, sehingga memenuhi
syarat untuk dimaknai.
Langkah ke-4: melacak asbāb al-wurūd. Hadits tersebut
ditemukan asbāb al-wurūd, bahwa di zaman Nabi Saw, ada dua
sahabat (rawi Hadits) saling tuding melakukan perbuatan
penimbunan (iḥtikār), Said tertuduh sebagai pelaku penimbunan
(muḥtakir), tetapi Said mengelak, bahkan menuduh balik
Ma‘mar-lah yang melakukan praktik penimbunan. Sehingga
muncul perdebatan cukup sengit di antara berdua.
Langkah ke-5: Analisa linguistik, yang paling mungkin
dilihat adalah kalimat: َمِن اْح َتَك َر. Abu Yusuf memberi arti Ihtikar
yaitu “Setiap yang diperlukan kepentingan umum dan
menahannya”. Kalimat ini adalah ‘am, tanpa ada kepastian
subyek pelakunya laki-laki atau perempuan, beragama Islam
ataupun tidak, tanpa ada kategori kelas pengusaha, apakah kecil,
menengah atau konglomerat. Kata kedua, ))طعامmakanan adalah
kata muthlaq, tanpa disebutkan secara spesifik (muqayyad) jenis
makanan/barang apa yang ditimbun, bisa beras, jagung, gandum,
minyak atau jenis bahan/barang yang lain, juga tanpa ada
batasan (limit) berapa besar dan jumlahnya. Secara tekstual,
penimbunan tersebut mengindikasikan secara jelas jika
dilakukan selama 40 malam.
Langkah ke-6: Ada beberapa konsep ekonomis yang dapat
ditangkap antara lain tentang distribusi, pasar, supply and
demand, stabilitas ekonomi, dan sebagainya. Ide pokok (ihtikar)
terkait erat dengan konsep ekonomi yang menyangkut masalah
distribusi, bukan masalah berapa waktu penimbunan.
11
Langkah ke-7: Pemaknaan terhadap kandungan Hadits
dengan cara melihat variabel dan indikatornya. Variabel terlihat
dari Hadits pertama adalah berupa kata kunci (keyword) طعام,
indikatornya adalah 40 hari. Secara tekstual dipahami,
menimbun pangan selama kurang dari 40 hari diperbolehkan
(Hadits I) dan perbuatan ihtikar merupakan perbuatan yang salah
(Hadits II) dan orang yang melancarkan distribusi dagangan
(bahan makan) akan diberi rizki sedang bagi penimbun adalah
terkutuk (Hadits III). Menurut ar-Ramli dalam kamusnya,
Ihtikar berarti: Menimbun sama artinya perbuatan aniaya dan
buruk pergaulan dan perbuatan, atau dapat diartikan sebagai
احتباس: (menahan/menyandra).
Langkah ke-8: Pemaknaan yang holistik-komprehensif
(integratif-interkonektif) Persoalan pokok dari Hadits - Hadits
tersebut adalah isu ekonomi, lebih khusus persoalan penimbunan
makanan. Jika dilihat wilayah kajiannya termasuk masā’il al-
fiqhiyyah bidang mu‘āmalah māliyah. Maka untuk menentukan
dan menjelaskan konsep yang ada, tidak cukup hanya berkutat
hanya pada wilayah teks secara sempit tanpa didekati dengan
teoriteori ekonomi yang terkait erat dengan tema.
Langkah ke-9: pelacakan ayat-ayat yang terkait dengan
perdagangan, apakah itu ṡahīḥ ataupun ghairu ṡahīḥ yang
membicarakan: prinsip-prinsip ekonomi, etika-moral, dan aspek
teologis, antara lain:
َو اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل َو ُتْد ُلْو ا ِبَهٓا ِاَلى اْلُح َّك اِم ِلَتْأُك ُلْو ا َفِرْيًقا ِّم ْن َاْم َو اِل
الَّناِس ِباِاْل ْثِم َو َاْنُتْم َتْع َلُم ْو َن
12
188. “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 188)
13
Bahkan bila dimaknai lebih jauh, penimbunan hanya salah
satu contoh tindakan ekonomi yang salah, karena dalam
kenyataannya banyak tindakan lain yang berbeda tetapi juga
menimbulkan gejolak ekonomi, misalnya eksport yang irasional
(tanpa kendali), deposito uang dalam jumlah yang besar di bank-
bank internasional (luar negeri) dalam praktik money loundry,
spekulasi, pasar gelap (black market), monopoli-moligopoli
(dalam produkdi dan peranan), monosopni oligosopni (bidang
pembelian), eksplorasi tanpa batas, eksploitasi sumberdaya alam
(misalnya: illegal logging), yang menjurus mencari keuntungan
dengan segala cara (profiteering) dan penyalahgunaan kebebasan
pasar.12
12
A.A. Islahi, Konsepsi Ekonomi IbnuTaimiyah, terj. H. Anshari Thayib
(Surabaya: Bina Ilmu, 1997), 297.
14
dikehendaki yurisprudensi Islam sejak awal, sebab dalam sistem
ekonomi termasuk ekonomi Islam menghendaki harga yang
ekuivalen (setara) atau ṡaman al-miṡl.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Studi Hadits mauḍū‘ī adalah mengumpulkan Hadits- Hadits
yang terkait dengan satu topik atau satu tujuan kemudian disusun
sesuai dengan asbāb al-wurūd dan pemahamannya yang disertai
dengan penjelasan, pengungkapan dan penafsiran tentang masalah
tertentu. Dalam kaitannya dengan pemahaman Hadits pendekatan
tematik (mauḍū‘ī) adalah memahami makna dan menangkap
maksud yang terkandung di dalam Hadits dengan cara
mempelajari Hadits - Hadits lain yang terkait dalam tema
pembicaraan yang sama dan memperhatikan korelasi masing-
masingnya sehingga didapatkan pemahaman yang utuh.
16
Penelitian matan Hadits meliputi kemungkinan adanya ‘illat
(cacat) dan syaż (kejanggalan), mempelajari tema-tema yang
mengandung arti serupa, membandingkan berbagai syarah Hadits,
melengkapi pembahasan dengan Hadits - Hadits atau ayat-ayat
pendukung, menyusun hasil penelitian menurut kerangka besar
konsep, dan menarik suatu kesimpulan dengan menggunakan
dasar argumentasi ilmiah.
B. SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Islahi, A.A. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Terj. H. Anshari
Thayib Surabaya: Bina Ilmu,1997.
https://bincangsyariah.com/kalam/cara-memahami-Hadits-
menggunakan-metode-Hadits-tematik.
18
.موسوعة الحديث
19