Anda di halaman 1dari 12

TAFSIR TEMATIK

TAFSIR MAUDHU’I
Disusun dalam Rangka Melengkapi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tematik

Disusun oleh Kelompok 1:

1. Destiani Syifa Nur Fitria Dewi


2. Hilma Shabrina Jamilah
3. Husnul Wahidah

Dosen Pengampu: Rifdah Farnidah, M.Ag

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

1444 H / 2023 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kepada Allah Ta’ala atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Adapun dalam penulisan makalah ini, materi yang akan dibahas
adalah “Tafsir Mauhu’i”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyusun makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing
kami Ibu Rifdah Farnidah, M.Ag
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah wawasan kita dalam mempelajari “Tafsir Tematik” serta dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

Tanggerang Selatan, September 2023

Pemakalah Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………ii
DAFTAR ISI …………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………1
A. Latar Belakang …………………………………….......…1
B. Rumusan Masalah ………………………………………..1
C. Tujuan ……………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………….2


A. Arti dan Sejarah Tafsir Maudhu’i ...………………………2
B. Perkembangan Tafsir Maudhu’i ……… …………………3
C. Prosedur Tafsir Maudhu’i …….………………………….4

BAB III PENUTUP …………………………………………….11


A. Kesimpulan ………………………………………………11
B. Saran ……………………………………………………..11

DAFTAR PUSAKA ……………………………………………..…12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abd al-Hayy al-Farmawy mengungkapkan metode tafsir terbagi menjadi
empat jenis, yaitu: al-manhaj at-tahlili, al-manhaj al-ijmali, al-manhaj al-muqaran
dan al-manhaj al-maudhu’i (Ichwan, 2004). Quraish Shihab mengemukakan bahwa
di antara empat metode tafsir, metode tahlili dan metode maudhu’i merupakan
metode yang paling banyak digunakan oleh para ulama Al-Quran (Yamani, 2015).
Pemilihan kedua metode ini dinilai akan memudahkan para peneliti Al-
Qur’an dalam menyelesaikan segala permasalahan umat dengan mempelajarinya
melalui Al-Qur’an (Zulaiha, 2017).1

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Arti Tafsir Maudhu’i dan bagaimana sejarahnya?
2. Bagaimana Perkembangan Tafsir Maudhu’i?
3. Bagaimana Prosedur Tafsir Maudhu’i?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Arti Tafsir Maudhu’i dan bagaimana sejarahnya
2. Untuk memahami Perkembangan Tafsir Maudhu’i
3. Untuk mengetahui Prosedur Tafsir Maudhu’i.

1
Dinni Nazhifah and Fatimah Isyti Karimah, “Hakikat Tafsir Maudhu’i dalam al-Qur’an,” Jurnal Iman
dan Spiritualitas 1, no. 3 (July 25, 2021): 368–76, https://doi.org/10.15575/jis.v1i3.13033.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti dan Sejarah Tafsir Tematik (Maudhu’i)

Kata tafsir di ambil dari ungkapan orang Arab: fassartu al-faras, yang berarti saya
melepaskan kuda. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari kata al-Fasr
yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang
abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan dharaba-yadhribu” dan nashara yanshuru”.
Dikatakan, “fasara (asysyai’a) yafsiru” dan “yafsuru, fasran” dan “fasarahu” artinya
abanahu (menjelaskannya). Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan
menyingkap yang tertutup.2
Dalam bahasa Arab, kata maudhu’i merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a
yang berarti meletakkan, menjadikan, membuat-buat dan mendustakan. Dari sini dapat
diambil bahw makna maudhu’i adalah yang dibicarakan atau judul atau topik atau sektor.
Sehingga pengertian dari tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an yang
berkaitan dengan satu judul, pokok bahasan atau sektor pembicaraan tertentu. 3
Jadi, secara terminologi Tafsir maudhu’i merupakan sebuah metode penafsiran Al-
Qur’an yang dicetuskan oleh para ulama untuk bisa memahami makna-makna ayat-ayat
Al-Qur’an. Para ulama pun memiliki banyak definisi yang berbeda-beda terkait tafsir
maudhu’i di antaranya:
a. Muhammad Baqir As-shadar, tafsir maudhu’i merupakan kajian objektif yang
memperkenalkan suatu topik tertentu dari salah satu tema-tema yang berkaitan dengan
ideologis (aqidah), sosial, ataupun alam semesta (kosmos) dan cenderung mengkaji dan
mengevaluasi dari sudut pandang Al-Qur’an untuk menghasilkan teori dari Al-Qur’an
tentang topik tersebut.
b. Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan satu tema dan memiliki
tujuan yang sama, dan menertibkanya sesuai masa turunya (jika memungkinkan), lalu
dijelaskan dengan penjelasan yang terperinci, dikeluarkan hikmah, hukum atau undang-

2
Yasif Maladi, Wahyudi, Panji Romdhoni, Taryudi, Restu Ashari Putra, dkk., “Makna Dan Manfaat
Tafsir Maudhu’i,” 1st ed. (Bandung: Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2021),
h. 4-5.
3
Anandita Yahya, Kadar M. Yusuf, dan Alwizar, “Metode Tafsir (Al-Tafsir Al-Tahlili, Al-Ijmali, Al-
Muqaran Dan Al-Mawdu’i),” Palapa: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan 10, no. 1 (2022): h. 10.

3
undang yang terdapat di dalamnya dengan menjadikannya sebagai hujjah untuk musuh
Islam.
c. Abdullah Al-Hayy Al-Farmawi menulis di dalam bukunya tafsir maudhu’i merupakan
istilah baru dari ulama zaman modern dengan pengertian, mengumpulkan ayat-ayat Al-
Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama yaitu mempersoalkan satu
topik masalah dan menyusunnya berdasarkan masa turunnya ayat serta sebab turunya ayat
tersebut. Lalu para mufasir mulai memberikan penjelasan dan keterangan serta mengambil
kesimpulan.
d. Fahd Ar-Rumi menyebutkan dalam bukunya dimana tafsir maudhu’i adalah metode
dimana mufasir tidak menafsirkan ayat sesuai dengan tertib mushaf, akan tetapi
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki kesamaan dalam persoalan tema lalu
ditafsirkan dan mengambil kesimpulan dari hukum-hukum di dalamnya.
e. Menurut Mustafa Muslim, tafsir maudhu’I ialah suatu bidang keilmuan yang di dalamnya
membahas tentang persoalan atau topik yang sama sesuai dengan maqhasid Al-
Qur’aniyyah yang terdiri dari satu surat atau lebih.
f. Menurut Ahmad Rahmaniy, metode kontemporer dalam studi Al-Qur’an bertujuan untuk
mengeksplorasi berbagai jenis topik, termasuk sosial, moral, kosmik dan lain-lain, baik
melalui tafsir Al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mengungkapkan satu topik
atau melalui tafsir ayatayat itu, dan tujuan di dalamnya adalah untuk menghasilkan
konseptualisasi yang kuat tentang topik atau teori.
g. Abdu As-Satr beliau membagi pengertian tafsir maudhu’i menjadi dua bagian dari segi
murrakab alwasfiy, (sesuatu yang disifatinya), adalah ilmu yang membahas tentang
persoalan-persoaln didalam Al-Qur’an yang memiliki makna dan tujuan sama, dengan cara
yang khusus lalu mengumpulkan ayatnya yang berbeda-beda, menjelaskan maksud dari
ayat tesebut, mengeluarkan unsur-unsur didalamnya dan mengikatnya dengan menyeluruh.
menurut segi seni yang tertulis, maudhui adalah suatu ilmu yang dimana mengumpulkan di
dalamnya persoalan yang ada didalam Al-Qur’an, dan menjelaskan dengan penafsiran yang
ilmiah yang berasaskan tema yang sama, atau bisa disebut juga satu buku dengan gaya
penafsiran tahlili, tetapi tetap peneliti kembali ke topik yang diinginkannya dan mengetahui
posisi Al-Qur'an dengan mudah. 4

4
Dinni Nazhifah and Fatimah Isyti Karimah, “Hakikat Tafsir Maudhui Dalam Al-Qur’an,” Jurnal
Iman dan Spiritualitas 1, no. 3 (2021): h. 371-372.

4
Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan metode tafsir
maudhui adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat al-Qur’an mengenai suatu
judul/tema tertentu, dengan memperhatikan urutan tertib turunnya masing-masing ayat,
sesuai dengan sebab-sebab turunnya yang dijelaskan dengan berbagai macam keterangan
dari segala seginya dan diperbandingkannya dengan keterangan berbagai ilmu pengetahuan
yang benar yang membahas topik/tema yang sama, sehingga lebih mempermudah dan
memperjelas masalah, karena al-Qur’an banyak mengandung berbagai macam tema
pembahasan yang perlu dibahas secara maudhu’i, supaya pembahasannya bisa lebih tuntas
dan lebih sempurna. Sejarah awal Tafsir Maudhu'i telah ada pada masa Nabi SAW. Ini
dapat dilihat dari sejarah bagaimana Rasulullah Saw menafsirkan Al-Quran. Salah satu
contohnya ialah penafsiran Rasulullah terhadap kata (‫ )ظلم‬yang dimaknai dengan syirik
karena adanya kesamaan makna. Padahal sahabat pada waktu itu memaknainya bukan
syirik tetapi segala sesuatu yang merugikan, bahkan dirinya sendiri, yang terdapat pada QS.
al-An'am[6]: 82:
ِ َّ
َ ِ‫ين َآمنُوا َوََل ُسوا إِميَ َاَنُْم بِظُْلم أُولَئ‬
‫ك ََلُُم ْاْل ََم ُن َوُه ْم ُم ْهتَ ُدو َن‬ َ ‫الذ‬
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan syirik,
mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk"
Nabi saw menjelaskan bahwa zhulm yang dimaksud adalah syirik sambil membaca firman
Allah dalam QS. Luqman [31]:13:
‫َن ََل تُ ْش ِرْك ِِب َّّللِ إِ َّن الش َّْرَك لَظُْل ٌم َع ِظ ٌيم‬ ِ ِ َ َ‫َوإِ ْذ ق‬
ََُّ‫ال لُ ْق َما ُن َل بَْيه َوُه َو يَعظُهُ ََي ب‬
“ Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar.”
Ali Khalil berpendapat riwayat ini menegaskan bahwa Rasulullah telah memberikan
pelajaran kepada para sahabat mengenai tindakan menghimpun sejumlah ayat dapat
memperjelas pokok masalah dan akan melenyapkan keraguan. Ini menunjukkan bahwa
Tafsir Maudhu'i telah dikenal sejak zaman Rasulullah, akan tetapi belum memiliki karakter
metodologis yang mampu berdiri sendiri.5
Menurut catatan Quraish, tafsir tematik berdasarkan surah, digagas pertama kali oleh
seorang guru besar jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Syaikh

5
Ahmad Izzan and Dindin Saepudin, “Tafsir Maudhu’i Metode Praktis Penafsiran Al-Qur’an,” 1st ed.
(Bandung: Humaniora Utama Press, n.d.), h. 31-32.

5
Mahmud Syaltut, pada Januari 1960. Karya ini termuat dalam kitabnya, Tafsir al-Qur’an
al-Karim. Sedangkan tafsir maudu‘i berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh Prof. Dr.
Ahmad Sayyid al-Kumiy, seorang guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh
Mahmud Syaltut, jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, dan menjadi
ketua jurusan Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun seribu
sembilan ratus enam puluhan (Quraish Shihab, 1994: 111).6
Pada abad ke-20 mulai ditawarkan metode maudhu’i dalam penafsiran al-Qur’an.
Metode maudhu’i ini pertama kali muncul di Universitas al-Azhar Fakultas Teologi Mesir
dengan berbagai polemik. Kemunculan tafsir maudhu’i sendiri memiliki sejarah yang
cukup panjang, ada yang menyatakan istilah tafsir maudhu’i ini ada pada abad 20 juga ada
yang mengatakan sebelum abad 20. Peneliti melihat bahwa dua sudut pandang tersebut
adalah bentuk kritis para ilmuwan terhadap kecintaan kepada penafsiran al-Qur’an.
Kehadiran tafsir maudhu’i di Universitas al-Azhar Mesir berimplikasi terhadap kedatangan
karya tafsir maudhu’i dalam kuantitas banyak. Hal ini dibuktikan adanya tafsir maudhu’i
dalam bentuk satu surat juga maudhu’i 30 juz al-Qur’an. Alfarmawi mengatakan bahwa
tafsir maudhu’i berkembang begitu pesat dikarenakan untuk menjawab berbagai persoalan
kebutuhan masyarakat. Jika melihat lebih jauh kondisi era modern, sudah berada pada
tataran perdebatan akan kritik terhadap cara penafsiran al-Qur’an masa lampau. Perdebatan
itu hadir untuk menjaga marwah al-Qur’an sebagai kitab untuk menjawab tantangan setiap
zaman.7

B. Perkembangan tafsir maudhu’i


Sebagaimana dipahami bahwa istilah tafsir mauḍhu'i merupakan istilah modern yang
diperkenalkan pada abad 20 khususnya di Fakultas Ushuluddin (Teologi) di Universitas al-
Azhar Kairo. Meskipun demikian, studi kritis tentang sejarah tafsir menunjukkan
bahwa unsur-unsur tafsir mauḍhu’i ini telah muncul jauh sebelum abad 20. Benih-benih
tafsir maudhu’i lebih banyak lagi bertebaran di dalam kitab-kitab tafsir, hanya saja masih
dalam bentuknya yang sederhana, belum mengambil bentuk yang lebih tegas yang
dapat dikatakan sebagai metode yang berdiri sendiri. Kadang-kadang masih dalam
bentuk yang sangat ringkas, seperti yang terdapat dalam kitab tafsir karya al-Fakhr al-Razi,

6
Moh. Tulus Yamani, “Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i,” Jurnal PAI 1, no. 2
(2015): h. 276.
7
Adi Pratama Awadin dan Asep Taopik Hidayah, “Hakikat Dan Urgensi Metode Tafsir Maudhu’i,”
Jurnal Iman dan Spiritualitas 2, no. 4 (2022): h. 663.

6
karya al-Qurthuby, dan karya Ibnu al-Arabi. Selain itu, beberapa ulama tertentu dalam tafsir
mereka telah menggunakan metode yang mendekati metode maudhu’i, seperti Ibnu
Qayyim dengan karyanya al-Bayan fi Aqsam Al-Qur’an, Abu Ubaidillah dengan karyanya
Majaz Al-Qur’an, al-Raghib al-Ishfahani dengan karyanya Mufradat al-Qur’an, Abu
Ja’far al-Nahas dengan karyanya al-Nasikh wa al Mansukh fi Al-Qur’an, al-Jash-shash
dengan karyanya Ahkam Al-Qur’an, dan lainnya.8
Pada perkembangan selanjutnya, banyak kita temui benih tafsir maudhu’i yang
bertebaran di dalam kitab tafsir, hanya saja masih dalam bentuk yang sederhana sehingga
belum dapat dikatakan sebagai metode yang berdiri sendiri karena masih dalam bentuk
yang sangat ringkas. Dari hal diatas, kita dapat ketahui bahwa metode tafsir maudhu’i
sudah ada sejak dahulu dengan bentuknya yang mula-mula, belum dimaksudkan sebagai
metode yang memiliki karakter metodologis yang berdiri sendiri. Walaupun demikian
paling tidak menunjukkan kepada kita bahwa metode tafsir ini bukanlah hal baru
dalam sejarah studi al-Qur’an, yang baru bukan metodenya tetapi perhatian para
ulama terhadap penggunaan metode tersebut, suatu metode yang dapat
memberikan informasi tentang berbagi ilmu, berbeda dengan metode tafsir lainnya
dan betul-betul sebagai metode tersendiri.9
Pada masa klasik belum menerapkan metode tafsir Maudhu’i, akan tetapi karya-karya
mereka secara kebetulan sesuai dengan beberapa elemen Maudhu’i. Dalam hal itu, dapat
juga dikatakan bahwa pada masa itu belum ada kebutuhan untuk menerapkan metode tafsir
Maudhu’i, mungkin karena belum adanya tafsir Maudhu’i yang sistematis pada masa itu.
Jika dilihat pada karya-karya tafsir pada masa itu, maka akan terlihat bahwa secara umum
karya-karya pada masa itu belum menerapkan metode tafsir Maudhu’i. Tafsir Maudhu’i
menjadi sebagai suatu ilmu atau sebuah metode penafsiran tersendiri adalah istilah yang
baru muncul pada abad ke-14 Hijriyah, yaitu ketika untuk pertama kalinya Prof. Dr. Ahmad
Sayyid al-Kumy, sebagai Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas al-
Azhar, Mesir, memasukkannya sebagai materi kuliah.
Pendekatan tafsir Maudhu’i pada masa modern muncul di akhir abad ke-19 dengan
munculnya karya Muhammad Abduh. Dia dianggap sebagai salah seorang yang
memperkenalkan aliran pemikiran sosial (‘aqliyyah ijtimi'iyyah) dalam tafsir.102
Walaupun ia menulis metode tafsir Maudhu’i tidak secara sistematis, tetapi ia menekankan

8
Zuman Malaka, “Sekilas Tentang Tafsir Maudhu’i,” Jurnal Keislaman 5, no. 1 (2022): h. 99.
9
Muslimin, “Kontribusi Tafsir Maudhu’i Dalam Memahami Al-Quran,” Konstribusi Tafsir 30, no. 1
(2019): h. 78-79.

7
pentingnya pendekatan ini terhadap koherensi kontek (siyaq) dalam surat-surat al-Qur'an.
Pada perkembangan yang selanjutnya, maka muncullah beberapa karya tafsir yang
membahas topik tertentu dalam al-Qur'an seperti ‚al-Insan fi al- Qur'an‛ dan ‚al-Mar'ah fi
al-Qur'an‛ karya Abbas Mahmud al‘Aqqad, al-Akhlaq fi al-Qur'an‛ karya ‘Abd al-A’la
alSabzawari, al-Yahud fi al-Qur'an‛ karya Muhammad Izza Daruzah dan ‚al-Ṣabr fi al-
Qur'an‛ karya Yusuf al-Qardhawi.10

C. Prosedur Tafsir Maudhu’i


Selain menetapkan tema yang akan dibahas, al-Farmawi mengemukakan beberapa
langkah lainnya yang harus ditempuh oleh mufassir sebagaimana dikutip oleh
Nashruddin Baidan. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut.11
1. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan judul yang dibahas sesuai kronologi
urutan turunnya.
2. Menelusuri asbab al-nuzul (latar belakang turun) ayat-ayat yang dibahas.
3. Meneliti dengan cermat semua kata dan kalimat yang digunakan pada ayat-ayat
tersebut dan mengkajinya dari segala aspek, seperti bahasa, budaya, sejarah,
munasabat, pemakaian dhamir (kata ganti), dan sebagainya.
4. Mengkaji pemahaman terhadap ayat-ayat yang dibahas tersebut dari berbagai aliran
dan pendapat para mufassir, baik yang klasik maupun kontemporer.
5. Hal di atas dikaji secara tuntas dan saksama dengan penalaran yang objektif melalui
kaidah-kaidah tafsir berkembang serta didukung oleh argument-argumen Al-
Qur’an, hadis, dan fakta sejarah yang dapat ditemukan.

10
Yasif Maladi, Wahyudi, Panji Romdhoni, Taryudi, Restu Ashari Putra, et al., “Makna Dan Manfaat
Tafsir Maudhu’i,” h. 41-44.
11
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 152-
153

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode Tafsir Maudhui adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat al-Qur’an
mengenai suatu judul/tema tertentu, dengan memperhatikan urutan tertib turunnya masing-
masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab turunnya yang dijelaskan dengan berbagai macam
keterangan dari segala seginya dan diperbandingkannya dengan keterangan berbagai ilmu
pengetahuan yang benar yang membahas topik/tema yang sama, sehingga lebih
mempermudah dan memperjelas masalah. Pada abad ke-20 mulai ditawarkan metode
maudhu’i dalam penafsiran al-Qur’an. Metode maudhu’i ini pertama kali muncul di
Universitas al-Azhar Fakultas Teologi Mesir dengan berbagai polemik. Studi kritis tentang
sejarah tafsir menunjukkan bahwa unsur-unsur tafsir mauḍhu’i ini telah muncul jauh sebelum
abad 20. Alfarmawi mengatakan bahwa tafsir maudhu’i berkembang begitu pesat dikarenakan
untuk menjawab berbagai persoalan kebutuhan masyarakat.

B. Saran

Makalah ini bukanlah sebuah bentuk makalah yang sempurna, oleh karena itu
diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Nazhifah, Dinni, and Fatimah Isyti Karimah. “Hakikat Tafsir Maudhu’i dalam al-Qur’an.”
Jurnal Iman dan Spiritualitas 1, no. 3 (July 25, 2021): 368–76.
https://doi.org/10.15575/jis.v1i3.13033.
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012.
Awadin, Adi Pratama, and Asep Taopik Hidayah. “Hakikat Dan Urgensi Metode Tafsir
Maudhu’i.” Jurnal Iman dan Spiritualitas 2, no. 4 (2022): 663.
Izzan, Ahmad, and Dindin Saepudin. “Tafsir Maudhu’i Metode Praktis Penafsiran Al-
Qur’an.” 1st ed. Bandung: Humaniora Utama Press, n.d.
Malaka, Zuman. “Sekilas Tentang Tafsir Maudhu’i.” Jurnal Keislaman 5, no. 1 (2022): 99.
Muslimin. “Kontribusi Tafsir Maudhu’i Dalam Memahami Al-Quran.” Konstribusi Tafsir 30,
no. 1 (2019).
Nazhifah, Dinni, and Fatimah Isyti Karimah. “Hakikat Tafsir Maudhui Dalam Al-Qur’an.”
Jurnal Iman dan Spiritualitas 1, no. 3 (2021): 371–372.
Yahya, Anandita, Kadar M. Yusuf, and Alwizar. “Metode Tafsir (Al-Tafsir Al-Tahlili, Al-
Ijmali, Al-Muqaran Dan Al-Mawdu’i).” Palapa: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu
Pendidikan 10, no. 1 (2022).
Yamani, Moh. Tulus. “Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i.” Jurnal PAI
1, no. 2 (2015): 276.
Yasif Maladi, Wahyudi, Panji Romdhoni, Taryudi, Restu Ashari Putra, Muhammad Zainul
Hilmi, Tatan Setiawan, Sahlan Muhammad Faqih, Muhamad Fajar Mubarok,
Zulfadhli Rizqi Barkia, Tatang Muslim Tamimi, Wahyudin, Mujib Hendri Aji,
Nabilah Nuraini, Nana Najatul Huda, Siti, and Pajriah. “Makna Dan Manfaat Tafsir
Maudhu’i.” 1st ed. Bandung: Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 2021.

10

Anda mungkin juga menyukai