Anda di halaman 1dari 11

NAMA:AHMAD MASRUR

TUGAS:METODE PENELITIAN AL-QUR’AN DAN TAFSIR

ABSTRAK

Tafsir maudhu‟i atau tafsir tematik dapat diformulasikan sebagai suatu tafsir
yang berusaha mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang timbul seputar Al-
Qur‟an tentang kejadian-kejadian baru dengan jalan penghimpunan ayat yang
berkaitan dengannya, kemudian dianalisis melalui ilmu-ilmu lain yang relevan
dengan masalah yang dibahas, sehingga dapat melahirkan konsep-konsep baru yang
akurat dari Al-Qur‟an tentang masalah yang di bahas.

PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur‟an diturunkan untuk menjelaskan


kententuan-ketentuan dan juga syariat yang universal sesuai dengan konteks peristiwa
juga kejadian di masa lampau. Namun terkadang ajaran atau syariat tersebut ada
sebagian yang belum dapat digunakan sebelum arti, maksud, dan inti persoalannya
belum betul-betul dimengerti dan dipahami oleh umat manusia. Maka karenanya,
para sahabat Nabi dan juga para tabi‟in beserta para ulama salaf terus bersamasama
mempelajari Al-Qur‟an, dan kemudian menerangkan semua maksud ayatnya yang 2
bersifat global, lalu menjelaskan artinya yang samar-samar dan menafsirkan ayat-ayat
yang dirasa sulit dipahami sehingga tidak ada lagi keraguan dan kesulitan bagi para
sahabat, tabi‟in, dan para ulama salaf ini.

1. Dalam perkembangannya, banyak cara yang ditempuh oleh para pakar


tafsir Al-Qur‟an untuk menyajikan kandungan dan juga pesan-pesan dari
firman Allah tersebut. Ada yang menyajikannya sesuai urutan ayat-ayat
sebagaimana tertulis dalam mushaf, misalnya dari ayat pertama surat Al-
Fatihah hingga ayat terakhir, kemudian beralih ke ayat pertama surat Al-
Baqarah hingga akhir dan seterusnya, yang mana berarti pesan dan
kandungannya dipaparkan dengan rinci dan luas mencakup aneka
persoalan yang muncul dalam benak mufassirnya sendiri, baik yang
berhubungan secara langsug maupun tidak langsung dengan ayat yang
ditafsirkannya. Cara ini kemudian dikenal dengan sebutan tafsir tahlili.
Selain itu, ada juga yang memilih topik tertentu kemudian menghimpun
ayat-ayat yang berkaitan dengan topik tersebut dari berbagai surat yang
ada di dalam Al-Qur‟an kemudian menyajikan kandungan dan pesan-
pesan yang berkaitan dengan topik yang dipilihnya dalam satu simpulan.
Dan cara inilah yang disebut dengan tafsir tematik.
2. Adapun penelitian mengenai tafsir tematik ini berusaha mengungkap
bagaimanakah pandangan tafsir tematik ini secara teori, juga bagaimana
cara kerja tafsir tematik ini, dan apa sajakah kekurangan juga kelebihan
dari tafsir tematik ini. Dan selain itu, penelitian ini juga diharapkan
mampu membuka ruang lingkup penafsiran menjadi lebih luas lagi, karena
penafsiran tidak hanya sebatas menjelaskan makna Al-Qur‟an semata, tapi
juga mampu mengungkap kritik sosial Al-Qur‟an atas fenomena
keberagaman masa kini.Pengertian Tafsir Tematik

Seperti yang telah disebutkan bahwa peranan Al-Qur‟an adalah juga sebagai
aturan yang menjadi penentu dasar sikap hidup manusia, dan membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang lebih mendetail, karena pada zaman sekarang banyak
sekali permasalahan komplek yang terjadi, yang tentunya permasalahannya tidaklah
sama dengan permasalahn yang ada pada saat zaman Nabi Muhammad SAW. Maka
karenanya, tafsir Al-Qur‟an dianggap mampu menjadi solusi dari kondisi tersebut.
Adapun tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan
dan konteks zaman, dimulai dari tafsir bi al-ma‟tsur yang menggunakan nash dalam
menafsirkan Al-Quran , tafsir bi al-ra‟yi yang lebih mengandalkan ijtihad dengan
akal, dan adapula yang berdasarkan metode yaitu; tafsir tahlili, tafsir maudhu‟i, tafsir
ijtimali, serta tafsir muqaran. Dan tafsir maudhu‟i atau bisa disebut juga tafsir tematik
berperan penting khususnya di zaman sekarang karena tafsir maudhu‟i ini dirasa
sangat sesuai dengan kebutuhan manusia dalam menjawab permasalahan yang ada.
Tafsir tematik dalam bahasa Arab disebut dengan tafsir maudhu‟i.

Tafsir maudhu‟i ini terdiri dari 2 kata, yakni kata tafsir dan kata maudhu‟i.
Kata tafsir termasuk bentuk masdar (kata benda) yang berarti penjelasan, keterangan,
atau uraian. Kata maudhu‟i dinisbatkan kepada kata maudhu„, dimana kata ini adalah
isim maf‟ul dari fi‟il madhi wadha‟a yang memiliki makna beraneka ragam, yaitu;
yang diletakkan, yang diantar, yang ditaruh, yang dibuat-buat, yang dibicarakan
dimana kemudian hal ini diartikan sebagai tema/topik. Dan makna yang terakhir
inilah yang relevan dengan konteks pembahasan di sini. Adapun secara harfiah, tafsir
maudhu‟i dapat diterjemahan dengan tafsir tematik, yaitu tafsir berdasarkan tema
atau topik tertentu. Pengertian atas tafsir tematik (maudhu‟i) ini secara terminologi
banyak dikemukakan oleh para pakar tafsir. Diantaranya seperti yang dikemukakan
oleh Ali Hasan Al-Aridh yang berpendapat bahwa tafsir tematik adalah suatu metode
yang ditempuh oleh seorang mufassir Aisyah, Siginifikansi Tafsir Maudhu‟i Dalam
Perkembangan Penafsiran Al-Qur‟an, dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat
Al-Qur‟an yang berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tema yang
mengarah kepada satu pengertian atau tujuan. Adapun menurut Abdul Hayy Al-
Farmawwi, tafsir tematik ini adalah pola penafsiran dengan cara menghimpun ayat-
ayat Al-Qur‟an yang mempunyai tujuan yang sama, dalam artian samasama
membicarakan satu topik dan menyusunnya berdasarkan masa turun ayat serta
memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya, kemudian diberi penjelasan,
uraian, komentar dan juga pokok-pokok kandungan hukumnya. Selain itu menurut
Baqir Al-Sadr, tafsir tematik adalah suatu metode tafsir yang berupaya menghimpun
ayat-ayat Al-Qur‟an dari berbagai surat dan yang berkaitan pula dengan persoalan
atau tema yang ditetapkan sebelumnya, yang kemudian dibahas dan dianalisa
kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.8
Berdasarkan definisi tafsir tematik menurut para ahli yang telah dikemukakan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tafsir tematik (maudhu‟i) ini adalah salah satu
metode penafsiran Al-Qur‟an dengan cara menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang
mempunyai maksud yang sama, dalam artian sama-sama membicarakan satu topik
masalah yang sama, dan menyusunnya berdasarkan kepada kronologi serta sebab
turunnya ayat-ayat tersebut, yang kemudian setelahnya penafsir mulai memberikan
keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Sesuai dengan namanya
yaitu tematik, maka yang menjadi ciri utama dari metode ini adalah menonjolkan
tema, judul, atau topik pembahasan, maka ada beberapa ahli tafsir yang menyebutnya
sebagai metode topikal. Tafsir tematik ini menekankan kepada proses dimana
mufassir mencari tema-tema yang ada di tengah masyarakat yang ada di dalam Al-
Qur‟an ataupun dari yang lainnya. Tema-tema yang dipilih dikaji secara tuntas dari
berbagai aspek sesuai dengan petunjuk dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkan, dan
tema yang menjadi objek kajian ini harus dikaji secara tuntas dan menyeluruh agar
didapatkan sebuah solusi dari permasalahan atas tema tersebut. Dasar atau Landasan
Metode Penafsiran Tematik Sebenarnya tadabbur Al-Qur„an maupun tafsirnya
merupakan hal yang sangat dianjurkan, bahkan bisa dikatakan wajib. Permasalahan
tentang penerapan harus tertib tidaknya ketika dalam proses penafsiran bukanlah hal
yang pokok, karena pembacaan Al-Qur‟an secara urut khususnya pada tafsir-tafsir
tahlili (analisis) adalah bukan hal yang paten atau terdapat kewajiban perintah dari
syara„ (tauqifi„) untuk menerapkannya. Ali Hasan Al-Aridh, Sejarah Metodologi

Adapun perintah terkait bentuk tadabbur untuk memahami atau berpikir


secara mendalam (al-amiq) mengenai makna-makna Al-Qur‟an berpijak pada firman
Allah SWT, dalam beberapa surat dalam Al-Qur‟an seperti: QS.Shad ayat 29,
QS.Muhammad ayat 24, QS.Mukminin ayat 68, yang mana pada ayat-ayat tersebut
tersirat makna bahwa dari sekian banyak model-model tadabbur dan pemahaman
makna Al-Qur‟an secara mendalam, metode tafsir maudhu‟i adalah salah satunya.
Bahkan secara khusus metode ini disinggung dalam Dalam hal ini metode tafsir
maudhu‟i lebih sesuai bila dikaitkan dengan ayat tersebut, karena metode tafsir
tematik ini tidak membutuhkan waktu lama dalam proses penemuan maknanya
seperti halnya metode tafsir tahlili yang harus dimulai dari surat AlFatihah sampai
An-Nash secara urut.

3. Perkembangan Tafsir Tematik/Tafsir Maudhu‟i


Dasar-dasar tafsir tematik atau tafsir maudhu‟i sebetulnya telah dimulai
oleh Nabi SAW sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang
kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-ma‟tsur. Dan seperti yang
dikemukakan oleh Al-Farmawi bahwa semua penafsiran ayat dengan ayat
bisa dipandang sebagai tafsir maudhu‟i dalam bentuk awal Adapun
menurut Al-Farmawwi metode tafsir tematik ini pertama kali dicetuskan
oleh Muhammad Abduh, yang kemudian ide pokok mengenai tafsir ini
diberikan kepada Syeikh Mahmud Syaltut yang adalah seorang guru besar
jurusan Tafsir di Universitas Al-Azhar. Karya ini termuat dalam kitabnya
yaitu Tafsir Al-Qur‟an al-Karim. Kemudian tafsir maudhu‟i ini
diperkenalkan secara konkret kepada Sayyid Ahmad Kamal Al-Kumy
seorang guru besar fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, yang
kemudian oleh beliau dikembangkan jenis tafsir tematik berdasarkan
temanya. Model tafsir ini digagas pada tahun 1960-an. Kemudian tafsir
model ini dikembangkan dan disempurnakan lebih sistematis oleh
Prof.Abdul Hayy al-Farmawi dalam kitabnya al-Bidayah fi al-Tafsir al-
Maudu‟i:Dirasah Manhajiyah Maudu‟iyyah, yang dalam karangannya ini
beliau menyebutkan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
menerapkan tasir maudhu„i. Di Indonesia sendiri, metode maudhu‟i ini
dikembangkan oleh M.Quraish Shihab. Buah dari tafsir model ini menurut
Quraish Shihab diantaranya adalah karya-karya Abbas Mahmud Al-Aqqad
seperti; al-Insan fi al-Qur‟an, al-Mar‟ah fi al-Qur‟an dan juga karya
Abdul A‟la al-Maududi, al-Riba fi alQur‟an.. Kaitannya dengan tafsir
tematik berdasar Al-Qur‟an, Zarkashi dengan karyanya alBurhan
misalnya, adalah salah satu contoh yang paling awal yang menekankan
pentingnya tafsir yang menakankan bahasan surah demi surah..
4. Macam-Macam Tafsir Tematik/Tafsir Maudhu„i
Tafsir tematik atau maudhu‟i dari segi jangkauan temanya dapat
dikelompokkan kepada 2 macam, yaitu berdasarkan surat Al-Qur‟an dan
berdasarkan tema pembicaraan Al-Qur‟an.
a. Berdasarkan surat Al-Qur‟an Tafsir ini menempuh metode maudhu‟i
berangkat dari anggapan bahwa setiap surat Al-Qur‟an memiliki satu
kesatuan yang utuh, dimana ketika satu surat AlQur‟an dibahas secara
menyeluruh, dijelaskan maksud-maksud umum dan khususnya secara
garis besar dengan cara menghubungkan ayat yang satu dengan ayat
yang lain, atau antara satu pokok masalah dengan pokok masalah yang
lain, maka dengan metode ini surat tersebut dapat tampak bentuknya
yang utuh dan teratur. Metode maudhu‟i seperti ini juga bisa disebut
sebagai tematik plural (al-maudhu‟i al-jāmi‟), karena tema-tema yang
dibahas lebih dari satu. Menurut Al-Farmawi misalnya, ia memberikan
contoh mengenai penafsiran dari QS.Saba„; Mohammad Nur Ichwan,
Tafsir Ilmi; Memahami Al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains Modern,
Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar
daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya.
dan Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.
Menurutnya, surah ini dimulai dengan pujian kepada Allah yang dapat
ditarik maknanya ke dalam bentuk pengajaran (tarbiyyah) secara
mutlak, bahwa segala hal yang ada dikembalikan lagi kepada Allah
sebagai penguasa semesta (al-Malik) yang berwenang mengatur semua
makhluk seperti yang ditunjukkan pada QS.Saba ayat 1-2. Hal ini
kemudian dilanjutkan dengan ayat-ayat seputar pembahasan tentang
ilmu secara menyeluruh, kekuasaan yang efektif, dan juga kehendak
dari Dzat Yang Maha Bijaksana. Dan dari rangkaian tema-tema inilah
akan nampak sebuah kesatuan diskursus dalam surah yang dibahas.
Selain itu, M. Quraish Shihab juga berpendapat bahwa biasanya,
kandungan pesan satu surat diisyaratkan oleh nama dari surat tersebut,
selama nama tersebut bersumber dari informasi Rasulullah SAW.
Misalnya seperti yang ada dalam surat AlKahfi, yang secara harfiah
berarti gua. Gua ini dijadikan tempat berlindung oleh sekelompok
pemuda yang menghindar dari kekejaman penguasa pada zamannya.
Dan dari ayat pada surat Al-Kahfi inilah dapat diketahui, bahwa pesan
umum dari surah ini adalah bahwa surat ini dapat memberi
perlindungan bagi yang menghayati dan mengamalkan pesan-
pesannya.
b. Berdasarkan tema pembicaraan dalam Al-Qur‟an
Tafsir ini dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap satu-
persatu masalah yang disinggung oleh Al-Qur‟an dalam berbagai ayat-
ayatnya. Tafsir tematik/tafsir maudhu‟i jenis ke-dua ini menghimpun
dan menyusun ayat-ayat AlQur„an yang memiliki kesamaan arah dan
tema, kemudian diberikan penjelasan lalu diambil kesimpulannya.
Selain itu, metode ini juga bisa dinamakan dengan metode tematik
singular atau tunggal (al-maudhu‟i al-ahadi), karena melihat tema
yang dibahas hanya satu. Tafsir jenis ini mengambil contoh misalnya
tentang topik hukum meminum khamr di dalam Al-Qur‟an, yang
mana sedikitnya terdapat 4 ayat dari 3 surat di dalam Al-Qur‟an, yaitu
QS.Al-Baqarah ayat 219, QS.An-Nisa ayat 42, dan QS.Al-Maidah
ayat 90-91, yang jika dikumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan
haramnya minuman khamr ini, lalu ditertibkan sesuai dengan masa
turunnya ayat, lalu diberi komentar juga penjelasan mengenai latar
belakang turunnya ayat-ayat tersebut (asbabun nuzulnya) maka akan
dapat disimpulkan bahwa haramnya minuman khamr 8 dalam 4 ayat
tersebut merupakan satu kesatuan yang sempurna, yaitu bahwa
minuman khamr ini diharamkan secara total, hanya saja tingkat dan
proses keharamannya ini menempuh sistem yang bertahap (al-tadrij).
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan secara bijaksana.
5. Langkah-Langkah Dalam Tafsir Tematik Adapun mengenai langkah-
langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufassir dalam menggunakan
pendekatan tafsir tematik dapat dirincikan sebagai berikut
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas tersebut baik pada ayat-ayat Makkiyah ataupun
ayat-ayat Madaniyyah.
c. Menyusun runtutan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan tentang latar belakang turunnya ayat atau asbabun
nuzulnya
d. Memahami korelasi munasabah ayat-ayat tersebut dalam suratnya
masing-masing.
e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis
dan utuh (outline)
f. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits, riwayat sahabat, dan lain-
lain yang relevan bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi
semakin sempurna dan semakin jelas
g. Mempelajari ayat-ayat tesebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayatayatnya yang mempunyai pengertian yang sama,
atau mengkompromikan antara yang „am (umum) dan yang „khas
(khusus), mutlaq dan muqayyad (dibatasi), atau yang pada lahirnya
bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa
perbedaan atau pemaksaan.
h. Menyusun kesimpulan-kesimpulan yang menggambarkan jawaban Al-
Qur‟an terhadap masalah yang dibahas tersebut.
6. Urgensi Tafsir Tematik/Tafsir Maudhu‟i Seseorang yang mengamati tafsir
tematik dengan seksama akan mengetahui bahwa tafsir tematik ini
merupakan suatu usaha yang amat berat namun sangat terpuji, karena
dapat memudahkan orang lain dalam memahami dan menghayati ajaran-
ajaran Al-Qur„an, membantu siapa saja untuk menyelesaikan problem
yang dihadapinya karena pemaparan teks-teks Al-Qur‟an diwujudkan
dalam bermacam-macam tema atau masalah. Kementerian Agama RI,
Tafsir Al-Qur‟an Tematik (Tafsir Maudhu‟i), Adapun Ali Hasan al-Aridl
mengatakan bahwa urgensi metode maudhu‟i pada tafsir tematik pada era
sekarang ini diantaranya adalah19:
a. Metode maudhu‟i pada tafsir tematik ini berarti menghimpun ayat-
ayat Al-Qur‟an yang tersebar pada bagiaurgen surat dalam Al-Qur‟an
yang berbicara tentang suatu tema. Tafsir dengan metode ini termasuk
tafsir bi al-ma‟tsur, karena penafsirannya berdasar pada nash Al-
Qur‟an, dan metode ini juga lebih dapat menghindarkan mufassir dari
kesalahan. Selain itu melalui metode ini seorang pengkaji dapat
menemukan segi relevansi dan hubungan antara ayat-ayat tersebut.
b. Dengan metode ini seorang pengkaji mampu memberikan suatu
pemikiran dan jawaban yang utuh dan tuntas tentang suatu tema
dengan cara amengetahui, menghubungkan, dan menganalisis secara
komprehensif terhadap semua ayat yang berbicara tentang tema
tersebut.
c. Dengan metode ini seorang pengkaji mampu menolak dan
menghindarkan diri dari kesamaran-kesamaran dan kontradiksi-
kontradiksi yang ditemukan di dalam ayat.
d. Dengan metode maudhu‟i, seseorang dapat mengetahui dengan
sempurna muatan materi dan segala segi dari suatu tema.
e. Corak kajian dari tafsir tematik ini sesuai dengan semangat zaman
modern yang menuntut kita untuk berupaya melahirkan suatu hukum
yang bersifat universal untuk masyarakat Islam yang bersumber dari
Al-Qur‟an yang mudah dipahami dan diterapkan.
7. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Tematik
a. Kelebihan Tafsir Tematik
Diantara beberapa kelebihan atau keutamaan dari tafsir tematik/tafsir
maudhu‟i ini diantaranya adalah
1) Menjawab tantangan zaman, dalam artian ketika permasalahan
daam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan
perkembangan kehidupan itu sendiri, tafsir tematik atau tafsir
mauddhu‟i ini merupakan upaya metode penafsiran untuk
menjawab tantangan tersebut. Dan kajian tematik ini diupayakan
untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
2) Praktis dan sistematis, dalam artian tafsir dengan metode maudhu‟i
ini disusun secara praktis dan sistematis dalam usaha memecahkan
permasalahan yang timbul.
3) Dinamis, yang mana berarti metode maudhu‟i pada tafsir tematik
ini membuat tafsir Al-Qur‟an selalu dinamis sesuai dengan
tuntutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam pikiran
pembaca juga pendengarnya, bahwasanya Al-Qur‟an ini senantiasa
dapat mengayomi dan membimbing kehidupan di muka bumi
melintasi semua lapisan dan strata sosial.
4) Membuat pemahaman menjadi utuh, dalam artian dengan
ditetapkannya juduljudul yang akan dibahas, maka pemahaman
ayat-ayat Al-Qur‟an dapat diserap secara menyeluruh, karena
kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan bisa lebih
mendalam dan lebih terbuka..
b. Kekurangan Tafsir Tematik/Tafsir Maudhu‟i
Walaupun perkembangan tafsir tematik ini cukup signifikan, namun
tafsir tematik ini pun tidak luput dari kekurangan, kekurangan tersebut
diantaranya adalah
1) Terdapat kemungkinan memenggal ayat Al-Qur‟an, maksudnya
ada kemungkinan tidak menafsirkan segala aspek yang terkandung
di satu ayat, tetapi hanya menafsirkan salah satu aspek yang
menjadi topik bahasan saja. Maksudnya disini ialah, hanya
mengambil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih
yang sebenarnya disana bisa saja mengandung banyak
permasalahan yang berbeda-beda.

Demikian jurnal yang telah saya lampirkan sekian terimakasih semoga


bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai