Anda di halaman 1dari 83

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al Qur’an dan Hadis Manajemen
Dosen Pengampu: Dr. Ali Mahfudz, S.Th.I, M.S.I.

DisusunOleh:

1. Siti Badi`Atul Firdos (2241026)


2. Anis Ma’rifah (2241030)
3. Agus Setiawan (2241046)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDKAN ISLAM


PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEBUMEN
2022
KATA PENGANTAR

Dengan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Sholawat salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Makalah ini tersusun atas empat pembahasan yang merupakan kerja
sama kami. Dalam makalah ini terdiri atas beberapa pembahasan:
a. Tanggung Jawab Sosial Perspektif Al Quran dan Hadist;
b. Wewenang Dan Pendelegasian Perspektif Alquran Dan Hadist;
c. Pengambilan keputusan perspektif Alquran Hadist;
d. Pengawasan dan evaluasi perspektif Alquran dan Hadist
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang
berkontribusi:
1. Dr. Ali Mahfudz, M. S. I., Selaku Dosen Mata Studi Al-qur’an dan Hadits
Manajemen.
2. Teman-teman yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, bermanfaat bagi kita semua.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kebumen, 1 November 2022

Penyusun
1

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERSPEKTIF AL QUR'AN DAN HADIST

Al-Qur'an menempati posisi sentral sebagai sumber inspirasi, pandu


kehidupan, sumber keilmuan dan sumber segala sumber, lautan keilmuan yang
terkandung dalam al- Qur'an bagaikan samudera yang tak pernah kering
untuk dikaji, kedalaman maknanya tidak terbatas serta tak pernah membuat
jenuh bagi yang mengimaninya. Namun di sisi lain, serangan, tantangan dan
kritikan terus datang bergelombang menghantam al-Qur'an, semakin keras
pertentangannya bukan malah melemahkan justru melahirkan berbagai disiplin
keilmuan yang melimpah. Karena itu, memahami metode tafsir menjadi
kebutuhan yang urgen bagi para cerdik cendekia. Agar memperoleh makna yang
utuh dan penjelasan yang akurat mengenai apa yang dikehendaki al-Qur'an itu
sendiri.
Sejarah perkembangan metode tafsir, jika dirunut dari upaya penjelasannya
terhadap kandungan isi al-Qur'an sebenarnya telah dimulai pada masa Nabi dan
para sahabat, meskipun pada saat itu belum disebut sebagai metode tafsir seperti
saat ini. Pola penafsirannya pada masa itu masih bersifat global (ijmaliy).
Dalam arti penafsiran yang dilakukan tidak menampilkan penjelasan secara
rinci dengan argumen dan uraian maksud secara detail. Karena itu tidak keliru
apabila dikatakan bahwa metode ijmali merupakan metode tafsir al-Qur’an
yang pertama kali muncul dalam kajian tafsir al-Qur’an. 1
Karakteristiknya bersifat singkat dan global, pemaknaannya biasanya tidak
jauh dari makna aslinya, sesuai dengan namanya metode ijmāly.2
Ada beberapa cara yang ditempuh oleh para pakar tafsir dalam
mengungkap kedalaman isi al-Qur'an, ada yang menyajikan isi al-Qur'an
secara berurutan sesuai susunan mushaf seperti yang ada saat ini, di sela
sela ayat mereka jelaskan (tahlīly) dengan menonjolkan sisi kebahasaan dan

1
Hujair AH Sanaky. "Metode Tafsir: Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin." Al-Mawarid Journal of Islamic Law (Vol.18 No.1 2015), hal. 269.
2
Abd. Al- Hayy al Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, terj. Rosihon Anwar, M. Ag, (Bandung:
CV. Pustaka Setia), hal. 38
2

kaitannya antara satu ayat dengan ayat lain (munāsabah) tanpa mengabaikan
latar belakang ayat tersebut diturunkan (asbābun nuzūl). Kemudian yang lebih
sering kita kenal sebagai metode tahlīly.
Metode lain dalam menjelaskan pesan al-Qur'an adalah metode muqāran,
yaitu mengumpulkan beberapa ayat yang berkaitan dengan tema tertentu,
kemudian menganalisa kecenderungan beberapa mufasir untuk
dikomparasikan, tentu dengan memperhatikan latar belakang terlahirnya
penafsiran tersebut.3 Mufassir dalam menggunakan metode ini, dituntut
menguasai banyak pendapat dan argumen mufassir yang berkaitan dengan tema
yang dibahas tersebut.
Untuk menghilangkan kekaburan metode tematik dan komparasi, al-
Farmawi menegaskan pembeda antara metode muqāran dan mauḍu’iy terletak
pada tujuannya, bila tematik untuk sampai pada tujuan dengan cara
menghimpun seluruh ayat dan menganalisis berdasarkan pemahaman ayat itu
sendiri, sedangkan muqāran untuk mencapai tujuan dengan cara menghimpun
berbagai pendapat mufasir dan kecenderungan pendapat-
pendapatnya yang pernah ditulis mereka.4 Perlu segera dicatat, bahwa semua
metode yang
dipakai oleh pakar penafsir tersebut, tidak lain adalah sebuah upaya
untuk memberi pemahaman sedalam dalamnya maksud isi al-Qur'an.
Melihat perkembangan penafsiran dan pengetahuan yang demikian
pesatnya, maka dibutuhkan kajian metode penafsiran yang bersifat tematik, hal
ini dimungkinkan agar tercapainya usaha membiarkan al-Qur'an berbicara
dengan dirinya sendiri atau sering disebut dengan istantiqu al-Qur'ān bi al-
Qur'ān dengan cara mengumpulkan ayat ayat
dalam satu tema tertentu kemudian dianalisa dan disimpulkan kandungannya.
Tafsir al-Qur'an tematik yang disusun oleh Tim Penyusun Lajnah
Pentashihan al Qur'an Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI edisi 2 tahun

3
Muh Tulus Yamani, "Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i." J-PAI 1.2 (2016).
8
4
Ali As-Shabuni, Al Qur'an Explorer, disunting oleh Ikhwanuddin, Lc, Indeks al Qur'an,
(Jakarta, Sahih, 2016), hal. 811
3

2011 ini adalah salah satu tafsir yang ditulis dengan menggunakan metode
tematik, diharapkan dapat menjawab pelbagai permasalahan ummat, karena itu
tafsir tematik layak untuk ditulis dan digiatkan serta mengembangkan tema-
tema penting keummatan.
Dalam makalah ini, penulis hendak melakukan analisis keunikan
karakteristik metode penulisan tafsir tematik Kemenag RI dibanding dengan
tafsir lainnya, penulis mengambil bagian ke-2 dari lima tema yang telah
diterbitkan, tema yang diangkat adalah tema yang berkaitan dengan tanggung
jawab sosial yang akan dibandingkan dengan metode penulisan tafsir
tematik lain, yaitu tafsir al-māl fi al-Qur'an wa as-sunnah karya Dr. Musa
Syahin dan tafsir at-takāful fi al-Qur'an wa as-sunnah karya Badruddin an-
Naajiy, dengan perbandingan tersebut, diharapkan memperoleh perbedaan
yang unik dalam tafsir al-Qur'an tematik Kemenag RI.
Dengan batasan masalah tersebut di atas diharapkan penelitian
kepustakaan mampu menjawab rumusan masalah sebagai berikut: metode
tematik apa yang dipakai dalam penulisan tafsir al-Qur'an tematik Kemenag
RI dan bagaimana karakteristik dan keunikan tafsir al-Qur'an tematik Kemenag
RI dibanding dengan tafsir tematik lainnya? Untuk menjawab rumusan masalah
tersebut, penulis melakukan analisa data dari buku, jurnal maupun karya tulis
yang berkaitan dengan tema tersebut di atas.

Definisi Metode Tematik dan Perkembangannya


Definisi tafsir maudhu’iy itu sendiri menurut al-Farmawi adalah
menghimpun seluruh ayat al-Qur'an yang memiliki tujuan dan tema yang sama
setelah itu, kalau mungkin, disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan
memperhatikan sebab sebab turunnya. Langkah selanjutnya adalah
menguraikannya dengan menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali. Hasilnya
diukur dengan timbangan teori teori akurat sehingga si mufasir dapat menyajikan
tema secara utuh dan sempurna. Bersamaan dengan itu, dikemukakan pula
4

tujuannya yang menyeluruh dengan ungkapan yang mudah dipahami


sehingga bagian-bagian yang terdalam sekali dapat diselami.5
Benih benih tafsir tematik bercorakbil ma’tsur sudah ditanam sejak masa
Nabi saw, meskipun pada saat itu masih dalam bingkai sistematika yang
sangat sederhana, hal ini
tentu tidak sulit untuk diterima akal karena pada masa tersebut proses
pewahyuan masih berlangsung. Sebagai contoh, penjelasan tentang “kalimāt”
di dalam QS. al-Baqarah (2): 37
ُُ ‫اتَّ ِِ ۡي‬ ُ ََّ َّ ‫َاب َعلَ ۡي ِهؕ اََِّّه ُ ََُ اتت‬
َّ ‫اب‬ ٍ ٰ‫فَتَلَقّٰٓى ٰادَ ُم ِم ۡن َّر ِب ٖه َكلِم‬
َ ‫ت فَت‬

Artinya: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka


Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang.

Untuk menjelaskan kalimāt pada ayat di atas, Nabi mengemukakan QS.al-A’rāf


(7): 23

َ‫ظلَ ْمنَا ّٰٓ ا َ َّْفُ َسنَا َوا ِْن تَّ ُْ ت َ ْغ ِف َّْ تَنَا َوت ََّْ َِ ْمنَا تَنَ ُك ََّْ ََّن ِمنَ ْات ٰخس َِِّيْن‬
َ ‫قَ َاَل َربَّنَا‬

Artinya: “Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat
kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”

Dua ayat di atas mewakili embrio lahirnya metode tematik yang


menggunakan corak bil ma’tsūr. Uraian historis di atas mengindikasikan bahwa
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw sendiri yang
mempelopori gagasan lahirnya metode tematik, Tafsir maudhu’i mengambil
bentuknya melalui Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Musa as- Syatibi (720-790 M).
Ulama’ ini mengingatkan bahwa satu surat adalah satu kesatuan yang utuh,
akhirnya berhubungan dengan awalnya, demikian juga sebaliknya, kendati ayat

5
Abd. Al- Hayy al Farmawi, Metode Tafsir, 44
5

ayat itu sepintas terlihat berbicara tentang hal-hal yang berbeda.6 Satu lagi
contoh, tentang bibit bibit tumbuhnya tafsir tematik dari Nabi sebagaimana Dr.
Ali Khalil perihal penafsiran tentang zhulm dalam surat al An’am (6): 82

ٰٰۤ ُ ْ ُ
َ ْ ُُ ‫وت ِٕى َك تَ ُه‬
‫اَل ْم ُن َوُُ ُْ ُّم ْهتَد ُْو َن‬ ُ ‫اَتَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ َْا َوتَ ُْ َي ْل ِب‬
‫س َّْٰٓا اِ ْي َماََّ ُه ُْ ِبظل ٍُ ا‬

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman


mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.”

Dr Ali Khalil berpendapat, Rasul saw sebenarnya ingin memberi tahu


kepada para sahabatnya, bahwa ketidak jelasan sebuah ungkapan al-Qur'an dapat
diselesaikan dengan melihat ungkapan lain dalam al-Qur'an. Ia ingin
menunjukkan kepada kita bahwa sebenarnya benih tafsir mauḍu’iy sudah
ditanam oleh Nabi saw itu sendiri.7 Nabi menjelaskan zhulm dalam ayat
tersebut dengan membaca al Qur'an surat Luqman (31):13,8

ٌُ ‫ظ ْل ٌُ َع ِظ ْي‬
ُ َ‫اّٰلل ۗا َِّن اتش َِّْ َك ت‬ َّ َ‫َواِذْ قَا َل تُ ْقمٰ ُن َِل ْب ِن ٖه َوُ ََُ َي ِعظُه ٰيبُن‬
ِ ِ‫ي ََل ت ُ ْش َِّ ْك ب‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu


ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".

Profil Tafsir Tematik Kemenag RI


Tafsir tematik yang disusun lajnah pentashih mushaf al-Qur'an tahun
2011 ini adalah bagian dari rentetan penafsiran penafsiran sebelumnya yang

6
Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui
dalam Memahami al Qur'an, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 387
7
Abd. Al- Hayy al Farmawi, Metode Tafsir, 44
8
Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, 386
6

dilakukan secara tahliliy, yang disempurnakan pada tahun 2007 dan dicetak
2008, setelah itu, seiring dengan dinamika pengetahuan meningkat dan
perkembangan metode penafsiran terus berjalan, maka diperlukan adanya
penafsiran yang disusun berdasarkan tema-tema aktual, sehingga diharapkan
dapat memberi jawaban problematika pelbagai ummat, maka disusunlah tafsir
dengan menggunakan metode tematik (mauḍu’iy) yang disusun secara kolektif
oleh orang orang yang dianggap punya konsentrasi di bidangnya,
Dalam sekapur sirih buku Wawasan Al-Qur'an, M. Quraish Shihab
memberikan ilustrasi, metode tahlīly bagaikan hidangan prasmanan, di mana
semua ayat disajikan semua, baik yang sedang dicari atau tidak, sedangkan
metode mauḍu’iy bagaikan sebuah hidangan yang disajikan berupa kotak,
yang siap anda makan dan butuhkan, bila ada banyak kesempatan maka
pilihlah prasmanan namun jangan mengeluh atau jenuh karena butuh waktu
lama, bisa jadi yang terhidang bukan yang anda butuhkan atau bahkan
tertolak dari selera anda. Sebaliknya apabila anda sibuk dan tidak punya
banyak waktu, maka ambillah hidangan nasi kotak yang tersedia.9
Cikal bakal lahirnya tafsir al-Qur'an tematik yang diusung oleh Lajnah
Pentashihan al-Qur'an Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, adalah diawali
dari rekomendasi pembentukan tim pelaksana kegiatan penyusunan tafsir tematik
Kementrian Agama Republik Indonesia. Nah, sebagai wujud pelaksanaan
rekomendasi Musyawarah Kerja Ulama al-Qur'an tanggal 8-10 Mai 2006 di
Yogyakarta dan 14-16 Desember 2006 di Ciloto, kemudian menginjak tahun
2007 penulisan itu dimulai. Hal ini dilakukan sebagai upaya ijtihad secara
kolektif (ijtihād jama’i) dalam bidang tafsir. Begitulah kurang lebih penjelasan
muqaddimah dalam buku tersebut10 dan pada tahun 2011, berhasil diterbitkan
1. Al-Qur'an dan Kebhinekaan
2. Tanggung Jawab Sosial
3. Komunikasi dan informasi

9
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan 1996), 9
10
Tim Penyusun Tafsir al Qur'an Tematik, Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta: Kemenag Ri, 2011),
13
7

4. Pembangunan Generasi Muda


5. Al-Qur'an dan Kenegaraan
Cetakan tahun 2011 volume 2 yaitu tentang tanggung jawab sosial
memuat 14 tema besar diikuti dengan beberapa sub bab kecil di bawahnya untuk
memberi arah pembahasan agar lebih fokus, antara lain seperti, tanggung jawab
sosial individu, keluarga, pemimpin, masyarakat, negara, sosial kemasyarakatan
modern, termasuk dalam tema besarnya juga mengenai tanggung jawab sosial
dalam masyarakat modern baik sosialis maupun kapitalis. Cara yang ditempuh
oleh penyusun tafsir tematik Kemenag RI adalah dengan menggunakan metode
pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan, kemudian pengolahan
datanya berdasarkan topik tertentu, kemudian mengumpulkan ayatnya dan
dijelaskan dengan panjang lebar tanpa terikat dengan urutan surat dalam mushaf,
penyajian model seperti ini disebut dengan metode tematik (mauḍu’i). contoh al-
mar’ah fil al Qur'an dan al insan fil al Qur'an al Karīm karya Abbas Mahmud al
Aqqad, al washaya al asyr Karya Mahmud Syaltut, wawasan al-Qur'an karya
Quraish Shihab, dan masih banyak lagi11, termasuk al-Qur'an dan tanggung
jawab sosial, yang ditulis oleh tim penyusun dari Kemenag RI.

Karakteristik Tafsir Tematik Kemenag RI


a. Model Tematik
Dalam model pemaparannya, tafsir tematik dibagi menjadi tiga model;
pertama, dilakukan melalui penelusuran kosa kata dan derivasinya (mustaqqāt),
kemudian dianalisa makna yang terkandung di dalamnya. Kedua, menelusuri
pokok-pokok bahasan dalam sebuah surat dalam al-Qur'an dan
menganalisanya, sebab setiap surat memiliki tujuan pokok tersendiri dan
belum dielaborasi secara detail oleh mufasir sebelumnya. Model seperti ini dapat
ditemui dalam Najm al-Durār karya al-Biqa’iy, al-Tafsīr al-Kabīr karya ar-
Razi, fi zhilāl al-Qur'an karya Sayyid Qutb, an-Naba’il ‘Aḍīm karya Abdullah
Darrāz.

11
Gus Arifin & Suhendri Abu Faqih, Al-Qur'an Sang Mahkota Cahaya, (Jakarta; PT Elex
Media Komputindo, 2010), 69
8

Ketiga, menghimpun ayat ayat yang terkait dengan tema atau topik
tertentu dan menganalisanya secara mendalam sampai pada akhirnya dapat
disimpulkan pandangan atau wawasan al-Qur'an menyangkut tema tersebut.
Model ini adalah model yang paling populer, sebutan tafsir tematik biasanya
disematkan pada model tematik ketiga ini. Dahulu modelnya masih sangat
sederhana tetapi seiring dengan perkembangan keilmuan maka semakin beragam
dan semakin banyak tema tema yang berhasil ditafsirkan, misalnya al Insān fi al-
Qur'an oleh Ahmad Mihana, Al-Qur'an wa al-Qitāl oleh Syeikh Mahmud
Syaltut. Adapun tafsir al-Qur'an tematik lajnah tashih al Qur'an Kemenag RI
adalah model yang ketiga ini.

b. Metodologi dan Pendekatan


Tafsir tematik kemenag dalam menjelaskan sesuatu dengan menggunakan
metode deduktif sedangkan tafsir tematik takāful karya Badruddin an-Naajiy
menggunaka tafsir tematik yang mendedah argumentasinya dengan
menggunakan metode induktif. Yang dimaksud pendekatan deduktif adalah,
seorang mufasir berangkat dari berbagai persoalan dan realita yang terjadi di
Masyarakat, kemudian mencari solusinya dari al Qur'an (min an-naṣ ila al-
wāqi’). Pendekatan ini ditempuh mengingat semakin banyaknya persoalan yang
dihadapi ummat, sendangkan teks al Qur'an terbatas dan masih bersifat umum.
Adapun corak tafsir yang digunakan dalam Tafsir al Qur'an Tematik pada tema
tanggung jawab sosial ini mengambil corak tafsir al-adabi al-ijtima’iy,
karena persoalannya memang berkaitan dengan persolan sosial kemasyarakatan.
Sebaliknya Tafsir tematik at-takāful fil al-Qur'an wa as-Sunnah,
menggunakan pendekatan pendekatan Induktif seorang mufasir mengajak mitra
pembaca menjawab pelbagai persoalan berangkat dari nash al Qur'an menuju
realitas (min an-naṣ qur’ān ila al-wāqi’). Dengan pendekatan ini mufassir
membatasi diri pada hal-hal yang dijelaskan oleh al Qur'an, termasuk pilihan
tema dan kosa katanya dalam rangka meminimalisir subyektifitas mufasir.12

12
Tim Penyusun, Tafsir al Qur'an Tematik, 30
9

Contoh paling nyata adalah, ketika landasan persaudaraan dalam tafsir


at-takāful fi al-Qur'an wa as-Sunnah yang meletakkan landasan tanggung
jawab atas dasar persaudaraan dengan mengutip QS. al Hujurat (49): 10

‫ّٰللا تَ َعلَّكُ ُْ ت ُ َّْ َِ ُم َْ َن‬ ْ َ ‫ࣖ اََِّّ َما ْات ُمؤْ ِمنُ َْنَ ا ِْخ ََة ٌ فَا‬
َ ‫ص ِل ُح َْا َبيْنَ اَخ َََيْ ُك ُْ َواتَّقَُا‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu


damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu mendapat rahmat.”

Dalam penjelasannya setiap orang adalah bersaudara karena itu ia


dibebankan untuk bertanggung jawab, tidak hanya tanggung jawab dalam makan
dan minum melainkan tanggung jawab kehidupan secara keseluruhan.13Lain
halnya yang menjelaskan makna tanggung jawab sebagai bagian dari aplikasi
taqwa, sehingga membaca diberikan latar belakang terlebih dahulu, dengan
pengertian-pengertian. Dalam hal tanggung jawab sosial mempunyai kesamaan
persepsi, keunikan yang dapat ditemukan adalah dengan mendahulukan
penjelasan kemudian dikuatkan dengan argumen QS. al Baqarah (2): 177, QS.
Āli-Imrān (2): 133-135, adz-Dzāriyāt (51): 15-19. Lebih lengkapnya dapat dilihat
dalam tafsir tematik Kemenang, yang diterbitkan tahun 2011.14

c. Sebagai ide ijtihad kolektif (Ijtihad Jama’iy)


Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pendahuluan tafsir tematik
Kemenag RI ini, bahwa setelah sukses membuat tafsir dengan metode tahlili
maka kemenang RI dalam mengikuti perkembangan tafsir kemudian
merumuskan untuk membuat tafsir dengan metode tematik, namun tematik
yang disusun tidak berdasarkan satu atau dua orang sumber melainkan
beberapa sumber para pakar tafsir dan konsentrasi yang berbeda beda tentunya,
seperti Prof. Dr. Quraisy Shihab, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA., Prof. Dr.

13
Badruddin Najiy, Mabāhits fi Tafsīr al Maudhū’iy, (Makkah: Daar al ‘Ashama’, 2001), 208
14
Tim Penyusun,Tafsir al Qur'an Tematik, 5-9
10

Didin Hafiduddin, M.Sc, Dr. Ahsin Sakho, MA., Dr. KH. A. Malik Madaniy,
MA sebagai nara sumber kemudian dibantu dengan 19 Anggota antara lain
diantaranya Dr. H. Muchlis Muhammad Hanafi, MA, Prof. Dr. H. Salim Umar,
Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, MA., Prof. Dr. Maman Abdurrahman, MA. dan
lain lain, kemudian dibantu dengan 10 orang staf kesekretariatan.15 Hal ini
menjadi keunikan tersendiri bagi sebuah karya tafsir tematik, bahkan tim
penyusun dalam sambutan pendahuluannya menamai ‘dirinya’ sebagai upaya
ijtihad jama’iy dalam bidang tafsir.
Dengan beberapa mufassir dan cerdik cendekia yang latar belakang
keilmuannya demikian beragam, diharapkan sumbangsih pemikirannya dapat
menghasilkan nuansa penafsiran lebih sempurna, berbobot dan seimbang
dengan porsi keilmuan lainnya, mengingat al-Qur'an memang diturunkan
sebagai penjelas segala hal. Hal inilah yang membedakan dengan tafsir lain,
misalanya al-mar’ah fil al-Qur'an,16 sebuah tafsir tematik yang ditulis oleh
Mahmud Abbas al-Aqqad,17 sendiri, al insān fil al-Qur'an yang dikarang oleh
Ahmad Mihana sendiri, al-Qur'an wal Qitāl dikarang oleh Mahmud Syaltut
sendirian. Al-māl fil al Qur'an wa as-Sunnah,18 karya Dr. Musa Syahin.
Metode tamatik dengan pendekatan deduktif dapat ditemukan ketika
menjelaskan pembagian bentuk tanggung jawab sosial, Pertama, tanggung jawab
individual, sebagai makhluk individu terhadap lingkungannya masing masing,
dengan cara ikut berperan secara aktif terhadap kegiatan kegiatan sosial
melalui keluarganya. Tanggung jawab sosial yang berdasarkan kesadaran

15
Tim Penyusun,Tafsir al Qur'an Tematik, 14
16
Buku, al-mar’ah fil al Qur'an membahas tiga tema besar yaitu, karakter perempuan,
kewajiban perempuan didalam keluarga dan sebagai makhluk sosial, pergaulan dan akhlak
perempuan, semua ditulis dalam bentuk buku yang sedikitnya 148 halaman, Abbas al-Aqqad, al-
mar’ah fil al Qur'an an, (Mesir: Nahdhah, tt), sekian pembahasan diselesaikan sendiri.
17
Mahmud Abbas al Aqqad lahir di Aswan tahun 1889 M dan wafat di Kairo 1964, yang telah
mengarang tidak kurang dari 83 buku dalam berbagai tema keagamaan. lihat, Fatin . "Figur
Khalifah Umar Bin Al-Khattab Dalam Pandangan Sastrawan Arab Modern (Telaah Karya Abbas
al-Aqqad, Hafidz Ibrahim dan Ali ahmad Bakatsir)." Jurnal Madaniya 11.1 (2014), 26
18
Sebuah karya tulis Dr. Musa Syahin yang banyak mengupas tentang māl dari segi kecondongan
manusia dan menyimpulkan bahwa pada hakekatnya harta adalah milik Allah, manusia hanya
diberikan wewenang hak pakai, lihat. Dr. Musa Syahin, al māl fil Al Qur'an wa as-Sunnah, (Kairo:
Buhuts Sunnah, tt)
11

individual ini diproyeksikan menjadi kesadaran tanggung jawab yang bersifat


gerakan kolektif, seperti pada surat Ali ‘Imran (2): 104:

ٰۤ
َ‫ع ِن ْات ُم ْنك ََِّ ۗ َواُو ٰت ِٕى َك ُُ ُُ ْات ُم ْف ِل ُح َْن‬ ِ ‫ع َْنَ اِتَى ْات َخي َِّْ َو َيأ ْ ُم َُّ ْونَ ِب ْات َم ْع َُّ ْو‬
َ َ‫ف َو َي ْن َه َْن‬ ُ ْ‫َو ْتت َ ُك ْن ِم ْن ُك ُْ ا ُ َّمةٌ يَّد‬

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Dengan mengutip tafsir al-Muntakhab bahwa jalan menjadi golongan


sempurna yang benar dalam kitab Allah dan Rasulnya yaitu menjadi ummat
penyeru kepada kebaikan, melarang kemaksiatan, oleh karena itu perlu adanya
segolongan ummat Islam yang bergerak memberi peringatan, bilamana nampak
gejala perpecahan dan penyelewengan terjadi. Singkatnya, dalam tafsir tematik
ini memberikan komentar bahwa gerakan individual tak sebesar pengaruhnya
terhadap gerakan sosial yang bersifat kolektif.
Kedua, Tanggung jawab sosial yang bersifat kolektif ditandai dengan
tumbuh kembangnya organisasi organisasi sosial keagamaan seperti
Muhammadiyah, Nahdhatul ‘Ulama’, Persatuan Islam, Al-Irsyad al-Islamiyah
dan sebagainya, mempunyai peran penting dalam peningkatan kualitas
masyarakat yang lebih baik. Fenomena kesenjangan, keterbelakangan,
kemiskinan dan kebodohan dalam masyarakat dalam hal ini tidak lagi bersifat
individual, melainkan kolektif. Untuk bangkit dari berbagai keterpurukan
tersebut, dibutuhkan kesadaran dan gerakan yang bersifat kolektif pula.19
Dari contoh paparan di atas, nampak sekali kecenderungannya
menggunakan corak tafsir Adabi Ijtimā’iy yaitu berupaya menyingkap
keindahan bahasa al-Qur'an dan mukjizat-mukjizatnya; menjelaskan makna dan
memperlihatkan aturan al-Qur'an tentang kemasyarakatan dan mengatasi
persoalan yang dihadapi ummat Islam secara khusus dan umum.20

19
Tim Penyusun,Tafsir al Qur'an Tematik, 283
20
Tim Penyusun,Tafsir al Qur'an Tematik, 282
12

Dalam kutipan tersebut menggambarkan bahwa kondisi ummat


Islam sejatinya lebih cermat dalam memandang realitas di dalam tubuh
ummat Islam itu sendiri yang masih jauh kondisinya dengan cita cita
khairu ummah. Konsep Islam sangat berpihak
kepada ḍu’afa’, sebagaimana yang dilansir oleh al-Qur'an itu sendiri.21

‫ان اتَّذِينَ يَقَُتَُنَ َربَّنَا‬ ِ َ‫اء َو ْات َِ ْتد‬


ِ ‫س‬َ ِ‫اتَّ َجا ِل َواتن‬
ِ َ‫ضعَفِينَ ِمن‬ ْ َ ‫ّٰللاِ َو ْات ُم ْست‬
َّ ‫سبِي ِل‬ َ ‫َو َما تَ ُك ُْ ََل تُقَاتِلَُنَ فِي‬
‫يَّا‬
ً ‫َص‬ َّ ‫أ َ ْخ َِّجْ نَا ِم ْن ٰ َُ ِذ ِه اتْقَ َّْيَ ِة ات‬
ِ َّ ‫ظا ِت ُِ أ َ ُْلُ َها َوا ْجعَ ْل تَنَا ِم ْن تَدَُّْ َك َو ِتيًّا َواجْ عَ ْل تَنَا ِم ْن تَد ُ َّْ َك‬

Artinya: “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-
anak yang semuanya berdo`a: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari
negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung
dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!".

d. Model penafsiran yang ringkas (al-Wajīz)


Paparan tafsir yang dimuat dalam tafsir tematik Kemenag RI
tergolong sangat ringkas dalam pembahasan setiap temanya, kendati pun
penyusun tafsir tersebut ditulis dari beberapa pertimbngan pemikiran para pakar
tafsir dalam negeri, namun dengan kepiawaian dan kerja tim dalam
merangkumnya, sehingga menghasilkan penyajiannya narasi kesimpulan yang
sangat ringkas, bila dibandingkan dengan tafsir tematik lainnya.
Penulis mencoba membandingkan, tafsiran macam-macam bentuk
tanggung jawab sosial dalam tafsir tematik Kemenag dengan tafsir tematik al
māl’fil al Qur'an karya Dr. Musa Syahin, yang menjelaskan tentang harta
sebagai salah satu obyek yang sangat dicintai oleh manusia, serta
menjelaskan tentang seluk beluk karakter manusia dalam mencintai harta,
dengan pendekatan kebahasaan.
Dalam al Qur'an, menurut Dr. Musa Syahin bahwa ketika konteks
pembicaraannya berkaitan dengan perhiasan dan kemegahan maka Allah

21
QS. an-Nisa’: 75
13

mendahulukan penyebutan anak dari pada harta, tetapi berbeda dengan ketika
Allah berbicara dalam konteks fitnah maka penyebutan harta didahulukan,22
sembari menunjuk ayat yang berbunyi,23

ٌُ ‫اََِّّ َما ّٰٓ ا َ ْم ََاتُ ُك ُْ َوا َ ْو ََلد ُ ُك ُْ فِتْنَةٌ َۗوّٰللاُ ِع ْندَ ّٰٓه اَج ٌَّْ َع ِظ ْي‬

Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu):


di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Pada tema ini, Musa Syahin menjelaskan bahwa, kekayaan adalah


bagian dari fitnah, termasuk orang kaya atau miskin adalah fitnah yang
harus dihindari akibat buruknya, yang menjadikan jauh dari Allah adalah fitnah,
karena hal itu, terbuka bagi keduanya untuk berbuat menjauh dari Allah SWT.
Namun di sisi lain, Musa Syahin dalam al māl fil al Qur'an, yang tidak
menyentuh ranah kepemilikan sama sekali, bahkan lebih bersifat filosofis dan
kebahasaan, misalnya ketika menafsirkan ayat ayat yang penyebutannya antara
mālun dan banūn yang diulas tentang taqdim dan ta’khir kalimat tersebut,
sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa manusia pada dasarnya lebih cinta
terhadap harta dan keluarga, dengan memberikan analogi bahwa anak kecil
tidak butuh keluarga tetapi butuh mainan sebagai harta, begitupula dengan
usia renta ia tak butuh mainan tetapi dengan harta tetap saja ia cinta.
Seperti dalam al Qur'an disebutkan.24

َ ‫ض ِة َواتْ َخيْ ِل ْات ُم‬


‫س ََّ َم ِة‬ َّ ‫ب َو ْات ِف‬ َ ْ‫يَّ اتْ ُمقَن‬
ِ ََُّ‫ط ََّ ةِ ِم َن اتذ‬ ِ ‫اء َواتْبَنِي َن َواتْقَن‬
ِ ‫َاط‬ ِ ‫س‬َ ِ‫ت ِم َن اتن‬ ِ ‫اس ُِبُّ ات َّش َه ََا‬ ِ َّ‫ُز يِ َن ِتلن‬
‫ب‬ َّ ‫ث ۗ ٰذَ ِت َك َمت َاعُ اتْ َحيَاةِ اتدُّ َّْيَا ۖ َو‬
ِ ‫ّٰللا ُ ِعنْدَه ُ ُِ ْسنُ اتْ َمآ‬ ِ َّْ ‫َو ْاْل َ َّْ َع ِام َواتْ َح‬

Atinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-


apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
22
Dr. Musa Syahin, al-māl fil Qur’an,84
23
QS.at Taghabun: 15
24
QS. Ali Imran:14
14

sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah


tempat kembali yang baik (surga).”

e. Penafsirannya Sesuai dengan trend kekinian


Gaya penafsiran yang ditawarkan oleh tafsir tematik Kemenag tidak
melulu bertumpu sumber sumber data klasik yang sudah jelas mapan dan
dianggap representatif untuk dirujuk, melainkan untuk menguatkannya,
sesuai dengan pendahulaun dalam tafsirnya yang mendedikasikan sebagai
tafsir yang mengikuti perkembangan pengetahuan modern. Untuk itu tafsir
tematik Kemenag menggunakan menggunakan referensi referensi klasik yang
dipadu dengan teori teori kekinian.
Dalam konteks tanggung jawab sosial, nampak sekali modernisasi
penafsirannya dengan mengungkap banyak hal yang berkaitan dengan sistem
ekonomi dan cara mencapai kesejahteraan secara bersama sama dalam sistem
kapitalis maupun sosialis. Sosialisme, dalam kajian ekonomi adalah sistem
ekonomi yang menghendaki adanya kesamaan antara pemilik harta dengan kelas
buruh, keduanya adalah sama dalam memenuhi target kehidupan, hanya
kesempatan dan peluang yang membedakan di antara mereka.25 Inti pemikiran
sosialis adalah gerakan bersama untuk mencapi kesejahteraan, posisi agama
menempati ruang privat dan dipahami sebagai masalah pribadi, maka sudah
seharusnya agama tidak menjadi urusan. Embrio komunis ini diketahui sudah
muncul sejak tahun
1840-an.26
Dalam prinsip pencapaian kesejahteraan bersama, penganut faham
sosialisme menggunakan prinsip dasar, bahwa kepemilikan harta oleh negara,

25
Kata sosialisme muncul di Prancis sekitar tahun 1830, kata ini identik dengan komunis. Dua
kata ini hampir bersamaan, hanya saja komunis biasa dipakai oleh kaum sosialis yang lebih
radikal, yang menuntut penghapusan secara total hak milik pribadi dan kesamaan serta
mengharapkan keadaan komunis itu bukan berarti dari kebaikan pemerintah, tetap semata-mata
hasil dari perjuangan kaum terhisai itu sendiri. (lih.) Fran Magnis Suzeno (ed.) Pemikiran Karl
Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: P.T Gramedia, 1999), cet., I,
18
26
Akbar Hikmatul. "Politik Identitas: Perkembangan Kapitalisme Sebagai Identitas Baru Cina
Pada
Abad 21." Jurnal Studi Diplomasi Dan Keamanan2.2 (2010), 171
15

termasuk seluruh produksi sumber pendapatan menjadi milik msyarakat secara


keseluruhan, hak untuk memilikinya tidak diperbolehkan, semua kebutuhan
masyarakat disediakan negara berdasarkan kebutuhannya masing masing sesuai
ukuran peraturan pemerintah. Tidak ada yang boleh mendominasi dalam sosial
perekonomian, semua anggota masyarakat adalah sama. Prinsip ini
bertentangan dengan kodrat manusiawi27 tidak mencerminkan adanya
demokratisasi dalam memperbaiki citra diri secara spiritual, seperti; pemurah,
kikir dan sederet sifat yang serupa.28
Dalam paparan tafsir al-Qur'an tematik Kemenag memberikan sebuah
respon positif, satu sisi menjaga semangat kebersamaan, tetapi di sisi lain
menentang prinsip sama rata sama rasa, karena prinsip tersebut akan
meniadakan relasi timbal balik antara si miskin dan si kaya. Kaya miskin harus
dilihat sebagai sebuah realitas kehidupan, karena memang kehidupan ini
membutuhkan keistimewaan tertentu antara yang satu dengan yang lain. Banyak
ayat ayat yang dijadikan sebagai dasar adanya kebersamaan dan kebaikan yang
berdampak sosial,29 keberhasilan sholat juga bisa dilihat dari kepeduliannya
terhadap sesama dalam hal kedermawanan,30 juga terdapat ada indikasi
kegagalan solat dalam secara hakiki apabila tidak mendorong manusia untuk
menjadi dermawan dan berempati terhadap kaum dhu’afa’.31
Keberpihakan al-Qur'an terhadap orang orang lemah bukan semata mata
melanggengkan orang lemah tersebut, tetapi dilihat sebagai sebuah realitas hidup
untuk menumbuhkan sikap kasih sayang terhadap sesama dengan cara memberi,
di dalam hadits dinyatakan:

(‫ و أﲪﺪ وﻏﲑﻫﺎ‬,‫ اﻟﱰﻣﺬي‬,‫ﺈﻓﳕﺎ ﺗﺮزﻗﻮن وﺗﻨﺮﺼنو ﺑﻀﻌﻔﺎﺋﻜﻢ )او رﻩ أﺑﻮ دود‬

27
Lihat. QS. al-Kahfi: 46 dan QS. an-Nisa: 14
28
Fran Magnis Suzeno (ed.) Pemikiran Karl Marx, 8
29
Lihat: َ‫وﻓﻞﻓ أﻣﻮاﻟﮭﻢ ﺣﻖ ﻟﻠﺎﺴﺋِﻞ اوﻟﻤﺤﺮم‬.
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bahagian. QS. Adz-Dzariyaat: 19
30
al-Ma’arij: 24-25
31
QS. al-Ma’un: 1-5
16

Kalian hanya mendapat pertolongan (dari Allah) disebebkan kaum


dhu’afa’ kalian

(HR. Abu Daud, at-Tirmidzi Ahmad dan selainnya)

Hadits di atas harus dilihat sebagai salah satu bentuk tanggung


jawab sosial ekonomi kepada kaum lemah, sekaligus mendorong kesadaran
orang kaya untuk peduli kepada orang orang lemah, karena secara tidak langsung
mereka ikut berperan, langsung atau tidak langsung dalam menghasilkan
kekayaan.32Adam Smith kebetulan mempunyai pendapat yang sama
keberpihakan terhadap kaum dhu’afa’.
Sedangkan Kapitalis berbanding terbalik dengan sosialis. Kapitalis
adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni
kekayaan dalam segala hal jenisnya. Kapitalisme sebagai sistem sosial yang
menyeluruh dan disinyalir sebagai bagian dari gerakan individualisme,
sedangkan Hayek (1978 M) kapitalisme perwujudan dari liberalisme dalam
ekonomi.
Istilah ini berasal dari Perancis, beraliran sosialis, Lois Blanc (1811-
1882), paham kapitalisme berkembang sejak abad ke XI, setelah revolusi
industri kapitalisme menonjol di dunia barat bersama imperialisme kemudian
membentuk ekonomi dunia. Fase awal (1500-2750) mengacu pada kebutuhan
pokok yang ditandai dengan hadirnya industri sandang di Inggris, 33 para
saudagar menjual barang dagangan mereka dalam satu perjalanan dari
tempat ke tempat lain. Sementara di wilayah pedesaan saat itu masih cenderung
feodalistik. Fase Klasik (1750-1914 M) bergeser dari perdagangan publik ke
perdagangan industri yang ditandai oleh Revolusi Industri di Inggris di mana
diciptakan mesin mesin besar yang sangat menunjang industri.

32
Tim Penyusun,Tafsir al Qur'an Tematik…,300
33
Sistem Kapitalisme mulai berkembang di Inggris pada abad 18 Masehi dan kemudian menyebar
luas ke kawasan Eropa Barat Laut dan Amerika Utara. Perjalan sejarah kapitalisme tidak dapat
dilepaskan dari bumi Eropa, tempat lahir dan berkembangnya kapitalisme, lihat, Soetrisno,
Kapita Selekta Ekonomi Indonesia (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), 186
17

Kemudian berlanjut sampai sekarang. 34 Karakter kapitalis yang ekploitatif,


akumulatif dalam arti penumpukan harta belebihan sehingga tidak pernah
puas dengan apa yang telah diraih (kufur nikmat) serta ekspansi dalam arti
pelebaran sayap pasar seperti dari sandang ke industri menyebabkan
berkembangnya ketimpangan, berputarnya modal pada sebagian orang saja,
muaranya adalah sistem tersebut mengakibatkan sifat moral masyarakat tidak
membentuk nilai luhur. Bagi pemilik modal kaum buruh adalah pembantu
produksi mereka, sehingga yang kaya makin kaya dan yang miskin tetap miskin.
Meskipun dengan persaingan yang demikian ketat menumbuhkan produksi.
Kritik terhadap sistem ekonomi kapitalis yang dijelaskan dalam tafsir
tematik ini sangat memadai dari segi analisis dan pertautannya dengan kasus.
Pertama tama bersifat global bahwa bumi ditundukkan oleh Allah agar
memenuhi kebutuhan manusia secara bersama-sama dan tidak ada monopoli
kekayaan secara besar besaran atas dasar (QS. al- Jatsiyah [45]: 13), semua yang
alam raya besersta isinya adalah milik Allah swt (QS. al- Maidah [5]: 5) dan
puluhan ayat lainnya. dan segala isinya adalah ayat yang dipergunakan untuk
menjawab kasus individualistik penganut ide kapitalis berdasarkan (QS. at-
Taubah [9]: 34-35), yang mengisahkan praktek penyimpangan yang dilakukan
oleh para tokoh Yahudi dan Nasrani, namun dengan kaidah keumuman lafadz
berlaku juga bagi siapa saja yang memiliki karakter yang sama dengan mereka,
ini merupakan perwujudan bentuk tematik yang menghadirkan kaidah tafsir
untuk menghindari subyektifitas penafsir, hal menjadi kebutuhan pokok untuk
menggali pesan suci al Qur'an. 35
Contoh penafsiran seperti di atas tidak nampak dalam tafsir tema yang
digarap oleh Badruddin Naajiy, yang membahas kepemilikan hanya bersifat
internal Islam, tanpa melihat fakta perekonomian lain. Dalam tafsirnya tematik
takāful fil al Qur'ān wa sunnah hanya berbicara tentang jenis kepemilikan saja,
tanpa mengutip kepemilikan dalam system ekonomi yang ada dan dianut oleh
trend global saat ini.

34
Tim Penyusun,Tafsir al Qur'an Tematik, …313
35
Tim Penyusun,Tafsir al Qur'an Tematik, …320
18

Menurut Badruddin Najiy dalam tema mengenai tanggung jawab,


membagi kepemilikan menjadi:
1. Kepemilikan adalah milik Allah (al-kaun kulluhu lillāh), berdasarkan QS.
al Baqarah (2): 107. Dengan demikian yang harus dijadikan pedoman bagi
orang yang beriman adalah tidak boleh menipu dalam memilikinya,
pembatasan bagi seseorang dalam mendapatkannya sesuai dengan syara’.
2. Benda (bc. harta) dikuasai seseorang mempunyai tujuan tertentu, tujuan
utamanya adalah untuk memberikan manfaat kepada orang lain, karena
manusia pada hakekatnya adalah sama-sama mempunyai hak untuk
memperoleh karunia Allah.36
3. Harta sebagai perantara (wasilah) untuk mendapatkan kebaikan,
memperoleh harta bukanlah tujuan utama dalam hidup ini melainkan
perantara untuk memperoleh kebaikan dengan cara memberikan manfaat
perolehannya kepada orang lain.
4. Kefakiran, kefakiran dianggap sebagai masalah yang harus diatasi bersama-
sama bukan semata mata persoalan personal belaka, problem bersama ini
didasarkan atas ayat yang memberikan penjelasan bahwa semua makhluk
hidup ini ditanggung oleh Allah rizkinya.37
Keempat pembahasan tersebut ditemukan dalam tafsir at-takāful fi al
qur'an wa as-sunnah ketika membahas persoalan yang berkaitan dengan hak
milik, di sana tidak ada kritik atau argumen yang bersifat mendukung dan
menolak dengan trend kepemilikan menurut sistem ekonomi dunia. Penulis
menganggap bahwa penulisan tafsir tematik Kemenag selangkah lebih unik dan
lengkap ketimbang dengan penafsiran yang lain.
Analisi Kritis terhadap Tanggung Jawab Masyarakat Sosialis
dan Kapitalis
Dalam sub bahasan ini, penulis mempunyai pandangan tambahan dalam
menyikapi tafsir tematik kemenag RI, meskipun tentu pengetahuan tentang
36
QS. Ibrahim: 32-33
37
QS. Huud:6. Tidak alasan bagi seseorang untuk bermalas-malasan dalam mendapatkan rizki dari
Allah, orang yang tidak mendapatkannya karena dua hal, karena malas atau lemah, bila kedua hal
tersebut telah diatasi dan masih ditimpa kefakiran, maka kehidupannya menjadi tanggung jawab
soasial, lihat, Badruddin Naajiy, 227
19

tanggung jawab sosial dipandang dari sisi tafsir sangat minim. Kita tahu bahwa,
selama ini salah satu yang menjadi trend sistem ekonomi dunia adalah kapitalis,
yaitu cara pandang tidak adanya lagi tempat manusia modern dalam
kehidupan modern, kedua, disebut dengan teori limitasi, yakni adanya ruang
pembatas terhadap agama, antara ruang privat dan publik agama tidak boleh
terlibat kecuali dalam urusan privat. Bila diperhadapkan dengan al-Qur'an maka,
al-Qur'an mengecam penumpukan harta,38 termasuk menentang beredarnya
kekayaan hanya segelintir orang adalah seperti tercantum di dalam Surat al
Hasyr (59): 7, Allah berfirman

‫ين َوٱب ِْن‬ ِ ‫سَ ِل َو ِتذِى ٱ ْتقُ َّْبَ ٰى َوٱ ْتيَ ٰت َ َم ٰى َوٱ ْت َم ٰ َس ِك‬ ُ َّ‫ل‬ ِ َّ ِ َ ‫سَ ِت ِهۦ ِم ْن أ َ ُْ ِل ٱ ْتقُ ََّ ٰى‬
َّ ‫لِلَف َو ِت‬ ُ ‫َّما ّٰٓ أَفَا ّٰٓ َء ٱ َّّٰللُ َعلَ ٰى َر‬
ًۢ
ۖ ‫ّٰلل‬ َ ُْ ‫سَ ُل َف ُخذُوهُ َو َما ََّ َه ٰى ُك‬
َ َّ ‫ع ْنهُ َفٱَّت َ ُهَا ۚ َوٱتَّقَُا ٱ‬ َّ ‫َى ََل يَ ُكَنَ د ُو َتةً بَيْنَ ٱ ْْل َ ْغنِيَا ّٰٓ ِء ِمن ُك ُْ ۚ َو َما ّٰٓ َءات َ ٰى ُك ُُ ٱ‬
ُ َّ‫ت‬ ْ ‫ٱت َّسبِي ِل ك‬
ِ ‫ّٰلل َشدِيد ُ ٱ ْت ِعقَا‬
‫ب‬ َ َّ ‫ِإ َّن ٱ‬

Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk
Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.’

Di bawah sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh


sekelompok orang dihindarkan dan langkah langkah dilakukan secara otomatis
untuk memindahkan aliran kekayaan kepada orang lain yang belum bernasib
baik. Mendalami konsep ekonomi kapitalis menurut konsep yang berkembang
menurut konsep persaingan bebas dan kepemilikan yang tidak terbatas. Dalam
hal ini tidak ditemukan secara elaboratif dari sudut kepemilikan. Menurut
38
QS. al Humazah: 2-3
20

penulis, tafsir al-Qur'an tematik dalam membincang keberpihakan terhadap


kaum dhu’afa’ terkait dengan tanggung jawab sosial-ekonomi ada sisi yang tidak
dielaborasi secara total yaitu tentang kepemilikan.
Meskipun ditemukan dalam buku yang lain dalam Tafsir al Qur'an
Tematik mendapat porsi yang cukup, antara lain saat menjelaskan hak hak kaum
dhu’afa’ adalah memperoleh zakat,39 daging kurban,40 jaminan sosial,41 infaq,
ghanimah42 dan lain lain. Dalam tanggung jawab sosial, ada dua posisi
kunci yang seyogyanya mendapat perhatian yaitu harta dan porsi kepemilikan,
keduanya merupakan posisi kunci dalam mengurai persoalan persoalan yang
bersifat ekonomi. Harta menurut syariat berarti segala sesuatu yang bernilai,
bisa dimiliki, dikuasai, dan dapat dimanfaatkan menurut syara’. Al-mâl
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, bisa
dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi'il),43 baik berupa benda seperti
perhiasan, hewan ternak, maupun harta dalam arti manfaat seperti kendaraan,
rumah dan lain-lain.
Dari definisi di atas, sesuatu bisa disebut sebagai harta (maal) bila
memenuhi dua syarat. Pertama, mendatangkan kepuasan dan memenuhi
kebutuhan hidup seseorang. Kedua, bisa dikuasai, karenanya ia bebas mengatur
transaksinya. Mustafa Ahmad Zarqa menegaskan pula dua prasyarat untuk bisa
dikatakan harta (mâl), yakni harus berwujud materi dan bisa diraba atau dikuasai.
Pendapat lain adalah menurut Ibnu ‘Abidin, al-mâl adalah segala sesuatu
yang sangat dicintai oleh tabiat manusia pada umumnya, yang
dimungkinkan untuk bisa disimpan hingga saat dibutuhkan.44
Pendek kata, bahwa harta (al-mâ)l adalah sesuatu yang memungkinkan
untuk dimiliki, disimpan, dimanfaatkan secara wajar menurut kebiasaan
masyarakat dan bisa diukur dengan satuan moneter. Artinya berbicara

39
Zakat (QS. at-Taubah: 60), zakat perkebunan (QS. al An’am: 141), Zakat pengembang biakan
(QS. al An’am: 142),
40
QS. al Hajj: 34-35
41
QS. at-Taubah 103
42
QS. al-Anfaal: 41
43
Wahbah Zuhaili, al Fiqhul Islamiy wa Adillatuhu, (Beirut: Daarul Fikr, 1985) cet.ii Jilid iv, 40
44
Ibnu Abidin, HasyiyahRaddul Mukhtar, (Beirut: Dār al-Fikr) Jilid iv, 3
21

kemiskinan dan kaum dhu’afa’ sebagai tanggung jawab sosial, perbincangan


harta selalu melekat kuat.Al- Qur’an menyebutkan ‘mâl’ tidak kurang dari 86
kali, baik dalam bentuk tunggal mâl dan jamak amwâl yang tersebar di 36 surat.
Pengulangan kata mâl yang paling banyak, terdapat dalam surat an-
Nisa’ sebanyak 15 kali, at-Taubah 12 kali, kemudian diikuti surat al-Baqarah 11
kali. Selebihnya dari 33 surat yang ada, memuat satu sampai tiga kali saja dalam
konteks yang beragam. Dari pengulangan tersebut ada yang berdiri sendiri dan
ada yang yang dinisbahkan kepada kata ganti. Penulis menemukan kata māl
dalam bentuk tunggal, yang dinisbahkan kepada kata ganti orang ketiga
tunggal māluhū,45 terulang sebanyak enam kali, semuanya dalam konteks
kecaman, hanya satu dalam QS. al-Lail:18 yang berupa pujian. Māluhū dalam
konteks pujian tersebut ditafsirkan oleh Syeikh Abdul Qadir Jaelani sebagai
sedekah di jalan Allah untuk memperoleh ridho-Nya.46
Konteks lain dalam bentuk tunggal (māl) disandarkan dengan kata yatīm
yaitu mālalyatīm berbicara dalam konteks pemeliharaan dan pengurusan harta
anak yatim, agar mengaturnya dan melestarikannya untuk kemudian
dikembalikannya kembali kepada si yatim bila sudah dewasa dan cakap dalam
mengelolanya. Kemudian satu kali yang disandarkan kepada Allah (mâlillâh)
selebihnya adalah kata mâl berdiri sendiri. Yang paling banyak ditemui
adalah kata mâl yang disandingkan dengan banûn (anak-anak). Pilihan
pengulangan kata sebanyak itu, memberi isyarat bahwa al-Qur'an mempunyai
perhatian serius dalam tema harta, tujuannya adalah hendak membimbing
manusia ke jalan yang amanah dalam memegang harta, mengingat manusia
sangat mencintai harta sangat berlebihan.47 Yang paling banyak pengulangan
kata māl yaitu pengulangan dalam bentuk jama’ amwāl terulang sebanyak 61
kali tersebar di berbagai surat dalam bentuk dan konteks yang beragam, dalam
bentuk jama’ yang berdiri sendiri sebanyak 9 kali, kemudian dalam bentuk
jama’ yang disandarkan kepada manusia amwāl-annās sebanyak 4 kali,48

45
QS. al Baqarah: 264, Nuh: 21, al Lail: 11,18, al-Humazah: 3, al-Lahab: 2
46
Muhyiddin Abdul Qadir Jaelani, Tafsir al Jailāniy, (Beirut: Syirkah Tamam, 2009), VI, 382
47
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” (QS. al-Fajr:20)
48
Lih. QS. : al Baqarah: 261, an-Nisa’161, at-Taubah:34, ar-Rūm:39
22

disandarkan kepada kata ganti orang pertama amwāluna sebanyak 2 kali,49 dan
hanya satu kali yang disandarkan secara langsung kepada anak yatim
amwālalyatāma.50
Penyebutan kata māl dalam bentuk jama’ yang disandarkan kepada
kata ganti jama’ orang ketiga amwālihim sebanyak 32 kali yang tersebar di 12
surat, yang paling banyak ditemui dalam bentuk ini adalah dalam surat QS. al
Baqarah 4 kali, Ali Imran 2 kali, an-Nisa’ 9 kali, al Anfal 2 kali, at-Taubah 8
kali, selebihnya tersebar di tujuh surat; Yunus: 77, adz-Dzaariyat: 19, al
Mujadalah: 18, al Ma’arij: 24, al-Ahzab: 27, al-Hujurat: 15, al-Hasyr: 8 masing
masing satu ayat, sisanya, disandarkan kepada kata ganti orang kedua jama’
amwālakum sebanyak 13 kali yang tersebar di 10 surat diantaranya dalam
Surat al Baqarah 2 kali, an-Nisa’: 3 kali, selebihnya terdapat dalam surat Ali
Imran: 186, al-Anfaal: 28, at-Taubah: 41, an- Nuur:37, muhammad: 36, as-Shaff:
11, al Munafiquun: 9, dan at-Taghabun: 15 masing masing satu ayat.
kesemuanya itu dpergunakan dalam kontek pembicaraan yang beragam. Garis
besarnya memberikan kesan bahwa harta yang diciptakan oleh Allah, sebagian
dari harta milik pribadi punya fungsi sosial yang harus diditribusikan.
Konteks pembicaraan māl yang beragam antara lain berupa, anjuran
membelanjakannya untuk kebaikan dengan ikhlas hanya semata mata mengharap
ridho Allah swt tanpa riya’, memberi kepada orang lain yang membutuhkan,
sebagai tamsil balasan pahala yang berlipat ganda kepada orang yang
bersedekah, perintah berjihad dengan harta dan anjuran berupaya mendapatkan
harta. Penulis tidak menemukan kata māl dalam bentuk kata benda yang
menunjuk arti dua (tatsniyah) atau kata māl dan amwâl yang disandarkan
keapada kata ganti yang bermakna dua, baik orang kedua maupun orang
ketiga.
Dugaan sementara, karena hakekat harta adalah milik Allah yang
diperuntukkan semua makhluknya di muka bumi, antara satu dengan lainnya
diberikan kelebihan, sandainya ada transaksi diantara keduanya maka Allah

49
Lih. QS. Hud:87, al-Fath:11
50
Lih. QS. an-Nisa’:10
23

adalah pemilik tunggal yang hakiki. Yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa di
dalam harta orang kaya ada hak yang harus diberikan kepada orang lain
sebagai fungsi sosial. Prof. Dr. Quraish Shihab menukil Hasan Hanafi dari
bukunya ad-Din wa at-Turats menyebutkan bahwa māl dan amwāl dalam al-
Qur'an membagi dua bentuk kategori, pertama, tampil berdiri sendiri tanpa
dinisbahkan kepada sesutupu, kedua maal atau amwaal yang dinisbahkan
kepada Allah, anak yatim, mitra pembicara, orang ketiga. Cendekiawan Mesir
kontemporer itu –Hasan Hanafi-- memperoleh kesan bahwa yang tidak
dinisbahkan kepada sesuatu pun mengisyaratkan adanya harta yang tidak
menjadi objek kegiatan manusia, kendati dia berpotensi untuk itu.
Sedangkan kategori kedua, dinisbahkan kepada sesuatu, menjadi objek
kegiatan manusia.51 Ayat lain yang mirip dengan ayat diatas, tetapi berbicara
dalam konteks anjuran untuk mendistribusikan sebagian hartanya agar
mempunyai nilai fungsi sosial antara lain adalah QS. adz-Dzāriyāt (51):19,
ditunjuk dengan menggunakan kata amwālihim hendaknya orang mukmin
memberikan sebagian hartanya untuk pemerataan kepada orang yang
membutuhkan hingga ia minta-minta (as-sā’il) maupun orang butuh akan
tetapi tidak meminta-minta untuk menjaga kehormatan dirinya (al-mahrūm).
Dalam ayat tersebut, Wahbah az-Zuhaily memberikan penjelasan, bahwa salah
satu sifat orang-orang mukmin untuk mendapatkan balasan surga adalah
orang-orang yang mewajibkan dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan hartanya melalui kasih sayang kepada orang yang ditemuinya dalam
keadaan meminta minta, atau orang yang tidak meminta-minta karena terjaga
kehormatannya sehingga ia tercegah untuk mendapatkan bagian dari sedekah
orang kaya. 52
Menurut Ibnu Abbas, ayat tersebut bukan berisi kewajiban zakat
tetapi berisi anjuran sedekah selain zakat, sebagai bentuk kasih sayang dan
tanggung jawab sesama mukmin, pendapat ini, sejalan dengan pendapat Ibn
‘Arabi yang mendasarkan kepada turunnya ayat di Mekah, sedangkan perintah
51
M. Qurasih Shihab, Kaidah Tafsir, 375
52
Zuhaili, Wahbah, al-Tafsīr al-Munīr fi al-‘Aqīdah wa al-Tasyrī’ah wa al-Manhaj, (Beirut:
Dārul Fikr, 2003), Jilid 14, 17
24

zakat disyariatkan di Madinah, itu berarti ayat tersebut mengandung arti


sedekah selainn zakat. Dengan kata lain, tidak berisi anjuran wajib tetapi
anjuran sunnah sebagai bentuk amanah terhadap harta. Berbeda pula dengan Ibn
katsir, beliau berpendapat ayat tersebut adalah makiyyah tetapi mengandung
hukum sesudahnya.53 Persoalan distribusi wajib berupa zakat ataupun berupa
anjuran seperti infak dan sedekah bila dikaitkan dengan kajian ekonomi, maka
akan menjadi ciri khas yang tidak dimiliki oleh sistem ekonomi lain dalam
kerangka untuk mengurangi penumpukan harta kepada beberapa orang saja agar
ekonomi berputar secara sehat.Apapun pendapat ulama’ tentang ayat yang
berkaitan dengan distribusi harta, menurut penulis yang perlu digaris bawahi
adalah kesemua pendapat di atas mengandung upaya pemerataan dan
kesejahteraan bersama.
Inilah pesan penting yang harus dimunculkan dalam memahami
kebersamaan dan pemerataan ekonomi kepada semua orang mukmin, ide
dasar al-Qur'an dalam persoalan harta adalah untuk kesejahteraan bersama. Baik
pengulangan atau penisbatan māl maupun konteks yang dibicarakan tersusun
sedemikian rapi, tentu bukan sususnan ini bukan susunan sembarangan atau
faktor kebetulan juga bukan semata mata sebagai daya tarik bunyi bacaan,
tetapi bahasa al - Qur'an adalah bahasa pilihan yang penuh dengan makna.
Bahasanya itu sendiri adalah wahyu yang harus diteliti dan dikaji mendapatkan
gambaran informasi maksud dan isi al- Qur'an itu sendiri.

53
Ismail bin Katsir, Tafsīr al Qur'an al-Karīm, (Mesir: Maktabat Shofa, 2004), iv, 280
25

KESIMPULAN

Penulisan tafsir al Qur'an tematik tentang tanggung jawab


sosial dalam penulisannya menggunakan metode tematik, tematik yang
dimaksud adalah dengan cara mengumpulkan beberapa tema yang sejenis untuk
kemudian di analisa dan diambil kesimpulan sebagai sebuah isi dari tema
tersebut, bertujuan untuk menjawab pelbagai persoalan ummat yang berkembang
di masyarakat. Setelah membandingkan dengan kitab al maal fi-al Qur'an wa
sunnah karya Dr. Musa Syahin dan at takāful fi al-Qur'ān wa sunnah karya
Badruddin an-Naajiy maka dihasilkan beberapa keunikan yang terdapat dalam
penulisan tafsir al Qur'an tematik yang disusun oleh tim penyusun Lajnah
Pentashih Mushaf al Qur'an, antara lain; Metode tematik yang digunakan
sesuai dengan umumnya, namun sangat ringkas dan disertai dengan rujukan
yang luas merujuk pada pengetahuan yang bersifat kekinian, tidak terpaku hanya
pada kitab khazanah klasik yang dianggap sebagai pengetahuan yang telah
mapan dan absah untuk dirujuk.
Hal lain yang dianggap unik adalah, buku ini disusun dari beberapa nara
sumber yang kompeten dalam bidangnya, hal ini tidak ditemukan di beberapa
karya tafsit tematik lain, seperti dalam kitab-kitab yang dijadikan pembanding
dalam penulisan makalah ini. Dengan nara sumber yang banyak ini diharapkan
lebih bisa mengakomodir banyak pengetahuan yang tertuang dalam penjelasan
tema tema yang dipilih dalam karya tafsir tersebut. Selain itu pendekatan induktif
memungkin pembaca untuk lebih mudah menerima dalil al-Qur'an yang
dihidangkan, karena pembaca diajak berbicara dan berfikir latar belakang setiap
masalah dengan bukti faktual dari beberapa disiplin keilmuan, dalam hal ini
adalah harta dan kepemilikan sebaga iinstrumen penting dalam penentu
kesejahteraan.
26

DAFTAR PUSTAKA

Lajnah Tashih, Al Qur'an dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, 2012


Abidin, Ibnu, Hasyiyah Raddul Mukhtar, (Beirut: Daar al-Fikr), iv, tt al Farmawi,
Abd. Al- Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, terj. Rosihon Anwar, M. Ag,
(Bandung: CV. Pustaka Setia), 2002
Al-Aqqad, Mahmud Abbas, al-mar’ah fil al Qur'an an, (Mesir: Nahdhah, tt)
Arifin, Gus & Suhendri Abu Faqih, Al-Qur'an Sang Mahkota
Cahaya, (Jakarta; PT Elex Media Komputindo), 2010
As-Shabuni, Ali, Al Qur'an Explorer, disunting oleh Ikhwanuddin, Lc, Indeks al
Qur'an, (Jakarta, Sahih), 2016
Badruddin Najiy, Mabāhits fi tafsīr al Mauḍū’iy, (Makkah: Daar al ‘Ashama’),
2001
Fatin, "Figur Khalifah Umar Bin Al-Khattab Dalam Pandangan Sastrawan Arab
Modern (Telaah Karya Abbas al-Aqqad, Hafidz Ibrahim dan Ali ahmad
Bakatsir)." Jurnal Madaniya 11.1 (2014), 26
Hikmatul, Akbar. "Politik Identitas: Perkembangan Kapitalisme Sebagai
Identitas Baru Cina Pada Abad 21." Jurnal Studi Diplomasi Dan
Keamanan 2.2 (2010). Ismail bin Katsir, Tafsir al Qur'an al-Kariim,
(Mesir: Maktabat Shofa), 2004
Jaelani, Muhyiddin Abdul Qadir, Tafsir al Jailāniy, (Beirut: Syirkah Tamam),
2009
Masyhud, Fatin. "Figur Khalifah Umar Bin Al-Khattab Dalam Pandangan
Sastrawan Arab Modern (Telaah Karya Abbas al-Aqqad, Hafidz
Ibrahim dan Ali ahmad Bakatsir)." Jurnal Madaniya 11.1 (2014).
Sanaky, Hujair A.H. "Metode Tafsir: Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti
Warna atau Corak Mufassirin." Al-Mawarid Journal of Islamic Law
(Vol.18 No.1 2015). Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran: Tafsir
Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan), 1996
Shihab, Quraisy, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al Qur'an, (Tangerang: Lentera Hati), 2013
Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset), 1992
Suzeno, Fran Magnis (ed.) Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: P.T Gramedia), 1999
Yamani,Muh Tulus, "Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i."
J-PAI(1.2, 2016)
Zuhaili, Wahbah, al Fiqh al Islāmiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dārul Fikr,)ii, 1985
Zuhaili, Wahbah, al-Tafsīr al-Munīr fi al-‘Aqīdah wa al-Tasyrī’ah wa al-
Manhaj, (Beirut: Dārul Fikr), 2003
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wewenang Pendelegasian dan koordinasi merupakan sesuatu yang sangat penting
dan vital dalam organisasi manajemen. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang
dan koordinasi agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen dengan
baik.Pendelegasian dilakukan agar manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga
lebih memperkuat organisasi, terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.

Koordinasi juga merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan kegiatan-


kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional)
suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi..Islam memenuhi
tuntutan kebutuhan manusia di mana saja berada sebagai pedoman hidup baik bagi
kehidupan duniawi maupun bagi kehidupan sesudah mati.
Al-Qur‟an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah sebagai
penyempurna dari kita-kitab yang pernah diturunkan sebelumnya. Al-Qur‟an dan Hadits
merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam dalam
memahami syariat.
Ramayulis menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen
adalah al-tadbir (pengaturan).1 Kata ini merupakan asal dari kata dabbara (mengatur)
yang banyak terdapat dalam Al-Qur‟an seperti firman Allah SWT dalam surat Al Sajadah
ayat 5:

Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik
kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah SWT adalah
pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah
SWT dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT
telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi
dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-
aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan melalui orang
5
2
lain. Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam
sebagaimana dinyatakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang
dimiliki (umat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun
lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara
efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di
dunia maupun di akhirat.3 Berbicara mengenai manajemen pendidikan Islam tentunya
ada kaitannya dengan wewenang dan pendelegasian. Wewenang dan pendelegasian
merupakan hal yang sangat penting di dalam organisasi. Dengan adanya wewenang dan
pendelegasianmaka sesuatu perencanaan akan berhasil dengan baik dan maksimal.

Wewenang dan pendelegasian sangat diperlukan dalam keberlangsungan


organisasi. Jika hal ini tidak ada maka akan hancurlah sebuah organisasi, dalam makalah
ini akan dibahas mengenai mengembangkan dan memadukan develop and integrated
(mengembangkan dan terintegrasi) keilmuan manajemen pendidikan sub topik wewenang
4
dan tanggung jawab. Disini akan menggunakan pendekatan Interkonektif serta akan
dikonsultasikan dan di komunikasikan berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, Makalah ini
kami buat agar dapat dijadikan referensi bagi pembaca untuk mengetahui tentang
wewenang dan pendelegasian perspektif al qur’an dan hadits.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Wewenang dan Pendelegasian?
2. Apa Wewenang dan Pendelegasian Al-Qur’an dan Hadits?
3. Jenis-jenis Wewenang dan Pendelegasian?
4. Contoh Wewenang dan Pendelegasian?

1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal 262.
2
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), (Jakarta: PT Indeks, 2007), hal. 8
3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op. Cit, hal. 260
6
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wewenang Dan Pendelegasian

Pengertian Wewenang atau Otoritas dalam konteks organisasi bisnis dapat didefinisikan
sebagai kekuasaan dan hak seseorang untuk menggunakan dan mengalokasikan sumber daya
secara efisien, untuk mengambil keputusan dan memberi perintah agar dapat mencapai tujuan
organisasinya. Louis A. Allen berpendapat bahwa wewenang adalah sejumlah kekuasaan
(powers) dan hak (rights) yang didelegasikan pada suatu jabatan. Oleh karena itu, wewenang
atau otoritas harus didefinisikan dengan baik agar orang-orang yang memegang jabatan
tertentu mengetahui dengan jelas ruang lingkup wewenang mereka dan mereka tidak boleh
salah mengartikannya.
Dengan kata lain, wewenang atau otoritas adalah hak untuk memberikan perintah, pesan
atau instruksi untuk menyelesaikan segala sesuatu yang ditugaskannya. Manajemen Tingkat
Atas merupakan tingkat manajemen yang memiliki wewenang terbesar.

Kata Pendelegasian dapat didefinisikan sebagai pemberian wewenang atau tanggung


jawab kepada orang lain sedangkan definisi dari wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk
melakukan sesuatu, membuat keputusan atau memerintah orang lain untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu.
Dari definisi dua kata tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan Pendelegasian Wewenang atau Delegation of Authority adalah pembagian wewenang
dan kekuasaan kepada orang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Manajemen adalah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh menejer dalam
memanage organisasi, lembaga, maupun perusahaan.5 Manajemen pendidikan Islam
adalah suatu proses penataan atau pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang
melibatkan sumber daya manusia muslim dan menggerakkannya untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Seorang manajer dalam memanage sebuah
organisasi memiliki wewenang serta memiliki tanggung jawab.

4
Amin Abdullah, Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic Studies di Perguruan Tinggi;
Pendekatan Integratif-Interkonektif, Cetakan: I, Februari 2006.
7
B. Wewenang dan Pendelegasian Al-Qur’an dan Hadits
Secara universal, manusia adalah makhluk Allah yang memiliki potensi
kemakhlukan yang paling bagus, mulia, pandai, dan cerdas. Manusia mendapatkan
kepercayaan untuk menjalankan dan mengembankan titah-titah amanatNya serta
memperoleh kasih sayangNya yang sempurna.6
Sebagai wujud kesempurnaannya, manusia diciptakan oleh Allah setidaknya
memiliki dua tugas dan pendelegasianbesar. Pertama, sebagai seorang hamba yang
berkewajiban untuk memperbanyak ibadah kepada Nya sebagai bentuk
pendelegasian'ubudiyyah terhadap Tuhan yang telah menciptakannya. Kedua, sebagai
khalifah yang memiliki jabatan ilahiyah sebagai pengganti Allah dalam mengurus seluruh
alam. Dengan kata lain, manusia sebagai khalifah berkewajiban untuk menciptakan
kedamaian, melakukan perbaikan, dan tidak membuat kerusakan, baik untuk dirinya
maupun untuk makhluk yang lain.
Dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kepala sekolah/ madrasah adalah guru yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhatul athfal (TK/ RA),
taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/ MI),
sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah
(SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah
atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan
(SMK/ MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB).8

6
Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership, (Yogyakarta: DIVA Press, 2008), hal. 21.
7
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014, Tentang Kepala Madrasah
8
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan guru sebagai kepala
sekolah/ madrasah, 20 Juni 2010
8

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Dalam bab II mengenai tugas dan fungsi disebutkan dalam pasal 3 ayat 1 dan 2
kepala madrasah mempunyai tugas merencanakan, mengelola memimpin dan
mengendalikan program dan komponen penyelenggaraan pendidikan pada madrasah
berdasarkan standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan meliputi: standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyaan, dan
standar penilaian.9
Tugas dan pendelegasian itu merupakan amanat ketuhanan yang sungguh
besar dan berat. Oleh karena itu, semua yang ada di langit dan di bumi menolak amanat
yang sebelumnya telah Allah SWT tawarkan kepada mereka. Akan tetapi, manusia berani
menerima amanat tersebut, padahal ia memiliki potensi untuk mengingkarinya seperti
firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 72.

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"(Al-Ahzab: 72).

Ibn 'Abbas sebagaimana dikutip oleh Ibn Kasir dalam tafsirnya10 " menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan amanat pada ayat di atas adalah ketaatan dan
penghambaan atau ketekunan beribadah. Ada juga yang memaknai kata amanah

9
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014, Tentang Kepala Madrasah, Loc.
Cit. Hal. 4.
10
'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur'an al-Azim, (Kairo: Muassasah
Qurtubah, 2000), Jil. XI, hal. 25
9

sebagai al-taklif atau pembebanan, karena orang yang tidak sanggup memenuhinya
berarti membuat utang atas dirinya. Adapun orang yang melaksanakannya akan
memperoleh kemuliaan.

‫سب‬
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja
kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; „bagaimana maksud
amanat disia-siakan? „Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada
ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (Bukhari–6015).

Sungguh benarlah ucapan Rasulullah SAW. "Jika amanat telah disia-siakan,


tunggu saja kehancuran terjadi." Amanah yang paling pertama dan utama bagi manusia
ialah amanah ketaatan kepada Allah, pencipta, pemilik, pemelihara dan penguasa alam
semesta dengan segenap isinya.
Kepala madrasah dalam menjalankan tugas kepemimpinan yang dibarengi dengan
wewenang dan pendelegasianmemikul amanat bersesuain dengan surat Al-Ahzab ayat 72
yang lebih dititik beratkan kepada semua isi komponen madrasah terdiri dari semua hal
yang menunjang segala sesuatu baik mengenai sarana dan prasarananya.
Dari sekian banyak penafsiran ulama tentang amanah, dapat ditarik sebuah
"benang merah" yang dapat menghubungkan antara satu dengan yang lain, yaitu pada
kata al-mas'uliyyah (tanggung jawab) atas anugerah Tuhan yang diberikan kepada
manusia, baik berupa jabatan (hamba sekaligus khalifah) maupun nikmat yang
sedemikian banyak.
Rasulullah SAW dalam hadits yang driwayatkan oleh al-Bukhari dari Abdullah
ibn Umar, yaitu:
11

Artinya: "Abdullah bin Umar RA berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,
“Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan
berpendelegasianterhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggung
jawabannya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami adalah pemimpin bagi
keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawabannya tentang keluarga
yang dipimpinnya. Isteri adalah pemelihara rumah suami dan anak-anaknya.
Budak adalah pemelihara harta tuannya dan ia berpendelegasianmengenai hal
itu. Maka camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akan dituntut
(diminta pertanggung jawaban) tentang hal yang dipimpinnya”11

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari pada kalimat seperti dibawah ini: 12

Artinya: ”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai
pertanggung jawabannya.”

Begitu berat dan besar pendelegasianseorang pemimpin, pada hadits rasulullah


kembali mengulangi kalimat kullukum ra'in yang diawali dengan huruf peringatan
(tanbih) yaitu ‫ أال‬sebagai bentuk isyarat yang mengingatkan setiap manusia untuk lebih
berhati-hati dalam menjalankan kepemimpinannya karena semua itu akan dipertanggung
jawabkan dihadapan Allah SWT.13

11
Abu 'Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, al Jami' al-Sahih al-Musnad min Hadis Rasulillah
Sallallahu 'alaihi wa Sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Jilid. III (Kairo: al-Matba'ah al-Salafiyyah, 1403
H), hal. 328.
12
Ahmad Sunarta dan Syamsuddin Noor, Himpunan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: An-Nur, 2009),
hal.103
13
Al-„Asqalani, Syihab al-Din Abu al-Fadl Ahmad ibn „Ali ibn Hajar. Nuzhat al-Nazr Syarh} Nukhbah.
(Mesir. al-Munawwarah. t.th. Ibn Hajar al-'Asqalani), Jilid. XIII, hal. 113.
12

Artinya: “Dari Aisyah RA bahwa orang-orang Quraisy dibuat susah oleh urusan seorang
wanita Makhzumiyah yang mencuri. Mereka berkata:”Siapa yang mau
berbicara dengan Rasulullah SAW untuk memintakan keringanan baginya?,
Mereka berkata, siapa lagi yang berani melakukannya selain dari Usamah bin
Zaid, kesayangan Rasulullah? Maka Usamah berbicara dengan beliau, lalu
beliau bersabda, Adakah engkau memintakan syafa‟at dalam salah satu
hukum-hukum Allah? Kemudian beliau berdiri dan menyampaikan pidato,
seraya bersabda: “Sesungguhnya telah binasalah orang-orang sebelum
kalian,karena jika orang yang terpandang di antara mereka mencuri, mereka
membiarkannya, dan sekiranya yang mencuri itu orang lemah di antara
mereka, maka mereka menegakkan hukuman atas dirinya. Demi Allah,
sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya kupotong tangannya.”
(HR. Bukhari).

Menurut atsar yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwa dia menceritakan seorang
perempuan yang sering mengingkari barang yang dia pinjam dari orang lain, maka nabi
menyuruh untuk dipotong tangannya, maka Usamah Bin Zaid sebagai saudara atau
kerabatnya meminta rasulullah untuk mengampuni kesalahannya.
Menurut atsar yang diriwayatkan oleh Jabir RA bahwa diceritakan ada seorang
wanita dari Bani Makhzum yang mencuri, maka Nabi SAW mendatangkannya, akhrinya
ia meminta perlindungan kepada Ummi Salamah, namun Nabi SAW bersabda: Demi
Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.15
Hadits ini juga memberi hikmah kepada kita bahwa keadilan dalam islam itu
memang mutlak ditegakkan demi tercapainya masyarakat Islam yang memiliki
persamaan hak dan kewajiban dihadapan hukum Allah. Tidak ada perbedaan hukum
antara si kaya dengan si miskin, antara si bangsawan dengan rakyat jelata, seluruh
manusia sama dihadapan Allah sang pemilik hukum, yang membedakan derajat hanya
ketakwaan.
14
Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam,Taisirul-Allam Syarh Umdatul-Ahkam, (Jeddah:
Maktabah As-SAWady Lit-Tauzi‟,1412/1992)
15
Ibid. 889.
13
Selanjutnya dalam salah satu ayat Al-Qur‟an, kemampuan dalam melaksanakan
wewenang Allah SWT kepada Nabi Adam disimbolkan dengan kemampuan dalam
mengeja nama-nama benda seluruhnya, Nabi Adam berpendelegasian untuk mengeja
nama benda tersebut, hal ini diisyaratkan dalam Al-Qur‟an surah Al Baqarah ayat 31:

Artinya: “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
“Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-
orang yang benar”.

Pendelegasianmanusia yang paling utama adalah bagaimana manusia mampu


memposisikan dirinya di hadapan Allah dan kehidupan sosialnya. Untuk mengetahui hal
tersebut perlu dipaparkan terlebih dahulu maksud dan tugas diciptakan manusia itu,
seperti dijelaskan dalam ayat Al-Qur‟an surat Adz-Dzariyat ayat 56:

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi
kepada Ku”.
Istilah kata Abdi dan pengabdian merupakan kata-kata yang biasa dipergunakan
sehari-hari. Tetapi dalam konteks Al-Qur‟an kata „abd yang darinya bahasa Indonesia
abdi dan pengabdian itu mengandung pengertian yang luas secara baik secara teologis
maupun filosofis. Abdi maksudnya adalah ketundukan hati, merendahkan diri di hadapan
Allah SWT. Dalam surat At-Tahrim ayat 6:
14
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.

Dari ayat Al-Qur‟an ini tergambar jelas sebuah wewenang dan pendelegasian skala kecil
yaitu seorang kepala rumah tangga selaku manager terhadap keluarganya agarterhindar
dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Pendelegasianmerupakan perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari, karena tanpa tanggung jawab, maka semuanya akan menjadi tidak
karuan. Dalam surat Al Mudatsir ayat 38:

Artinya: “Tiap-tiap diri berpendelegasianatas apa yang telah diperbuatnya”


Ayat ini menegaskan bahwa pendelegasianatas diri sendiri dan berkaitan dengan
surat At-Tahrim ayat yang menjelaskan pendelegasianitu bukan saja terhadap apa yang
diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan
tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak
yang sholeh, kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas
sampai kapanpun.
Pendelegasianadalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah. Jika
manusia dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang
paling dalam, maka dia pasti bisa berpendelegasiankepada yang lain. Allah SWT
berfirman dalam surat Al-Isra ayat 36:

Artinya: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya
15

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut


demikian karena manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan. Manusia
mempunyai tuntutan yang besar untuk berpendelegasianmengingat ia mementaskan
sejumlah peranan dalam konteks sosial ataupun teologis.16
Dalam organisasi formal, pemimpin dalam hal ini kepala madrasah memegang
pendelegasianterhadap psiformance.Pemimpin dapat memutuskan untuk memlih
pertanggung jawaban yang didasarkan atas keputusan-keputusan dimana para bawahan
ikut berpartisipasi, atau pertanggung jawaban yang didasarkan atas keputusan yang
dibuat.17

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran."(An-Nahl: 90).
Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: "Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, dan sesungguhnya


pada hari kiamat akan mendapatkan malu dan penyesalan, kecuali orang yang
mengambilnya dengan hak dan melaksanakan tugas kewajibannya dengan baik".18
Dalam melaksanakan tugas dan pendelegasian kepemimpinannya, seorang kepala
sekolah harus dapat memahami, menghayati, dan menyelami kondisi jiwa yang berbeda-
beda. Rakyat memiliki kapasitas dan kapabilitas tersendiri, sehingga pemimpin harus
terus menggali dan mengembangkan kualitas pemahaman terhadap rakyatnya yang
beragam tersebut dengan perspektif psikologi Islam atau psikologi kenabian.19
16
Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 132
17
Thomas Gordon, Kepemimpinan yang Efektif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 56
18
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Terjemah Shahih Muslim Riyadhus Shalihin, Jilid III, hal. 1457
19
Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership. (Yogyakarta: DIVA Press. 2008), hal. 249.
16

Suatu pelajaran yang berharga dari Rasulullah SAW. agar pemimpin


memperhatikan orang-orang yang dipimpinnya yang memiliki kondisi berbeda-beda
diisyaratkan pada sabda beliau:

Artinya: "Apabila salah seorang di antara kalian menjadi imam, hendaklah ia meringankan
shalatnya. Karena di antara manusia itu ada yang lemah, ada yang sakit, dan adapula yang
tua. Apabila kalian shalat sendiri, hendaklah ia shalat menurut yang ia kehendaki".

C. Tangung Jawab Kepala Madrasah


Pendelegasian menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya, sehingga bertanggung jawab, berkewajiban menanggung
segala sesuatu, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Pendelegasianadalah
kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Pendelegasianjuga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya. Pendelegasianitu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan
manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak
mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan pendelegasianitu.
Dengan demikian pendelegasianitu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang
berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain.26
Pendelegasian merupakan syarat utama dalam kepemimpinan seperti kepala
madrasah. Tanpa memiliki rasa tanggung jawab, maka kepala madrasah tidak dapat
menjadi pemimpin. Dalam memaknai pendelegasianmaka berisi di dalamnya keberanian
mengambil resiko terhadap tantangan, hambatan atau rintangan yang akan menghalang
tercapainya pekerjaan-pekerjaan yang dipikul dengan sebaik-baiknya. Kepala madrasah
harus mempunyai rasa pendelegasianterhadap kepemimpinannya.27

25
George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal. 100
26
http://kbbi.web.id/tanggung+jawab

27
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),
hal.73
17
Dalam diri manusia melekat tiga peran pokok yang harus dimainkan dalam
kehidupannya yaitu peran manusia sebagai hamba Allah SWT, peran manusia sebagai
makhluk sosial dan peran manusia sebagai khalifah fil ardl. Peran pertama merupakan
landasan utama dalam menjalankan peran yang kedua dan ketiga. Membincangkan
masalah pendelegasianmanusia, erat hubungannya dengan istilah khalifah seperti
disebutkan dibeberapa ayat Al-Qur‟an.
Menurut Dawam Raharjo dalam bukunya Ensiklopedi Al-Qur‟an, kata
khalifah yang cukup dikenal di Indonesia mengandung makna ganda. Di satu
pihak, khalifah dimengerti sebagai kepala negara dalam pemerintahan seperti kerajaan
Islam di masa lalu, dan di lain pihak pula pengertian khalifah sebagai „wakil tuhan” di
muka bumi28. Yang dimaksud dengan “wakil tuhan” menurut M. Dawam Raharjo bisa
mempunyai dua pengertian; Pertama yang diwujudkan dalam jabatan pemerintahan
seperti kepala negara, kedua, dalam pengertian fungsi manusia itu sendiri di muka
bumi.29

Menurut Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar mengutip pendapat al-Qurtubi, amanat


yang ditugaskan Allah kepada manusia sungguh berat, hal ini terbukti pada penolakan
langit dan bumi serta gunung-gunung ketika ditawarkan untuk memikulnya dan
mengemban amanat tersebut.30 Penawaran dan penolakan amanat tersebut dipahami
oleh banyak ulama dalam arti kiasan atau majaz. Namun ada juga yang memahami
dalam arti yang sesungguhnya. Quraish Shihab menyimpulkan pendapat pertamalah
yang lebihkuat.31
Dasar yang dipakai manusia ketika bersedia menerima wewenang (amanat)
adalah karena ia diberi kemampuan atau potensi oleh Allah yang memungkinkan
mampu mengemban wewenang (amanat) itu. Potensi yang dimaksud bukan saja
potensi untuk dapat menunaikan wewenang tersebut, tetapi potensi yang dapat
menunaikan wewenang dengan baik dan bertanggung jawab.32

28
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Islam, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep Kunci,
(Jakarta:Paramadina, 2002), cet. II, hal. 346.
29
M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera
Hati,2002), cet. I, Vol. 11, hal. 336.
30 31
Ibid, hal. 346
32
Ibid, hal. 332.
18
Kepala madrasah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat
dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima
pelajaran.33
Sebagai admisnistrator mengandung makna bahwa sebagai kepala madrasah
dengan tugas pokok dan fungsi di bidang administrasi, pimpinan madrasah yang
menjalankan tugas pokok dan fungsi menggerakkan dan mempengaruhi guru-guru dan
staf madrasah untuk bekerja. Manajer madrasah mengandung makna sebagai kepala
madrasah dengan tugas pokok dan fungsi proses dan operatif dari keseluruhan aktivitas
instituisinya, sedangkan school principal bermakna menjalankan tugas pokok dan fungsi
sebagai principalship.34
Melihat penting dan strategisnya posisi kepala madrasah dalam mewujudkan
tujuan madrasah, maka seharusnya kepala madrasah harus mempunyai nilai kemampuan
relasi yang baik dengan segenap warga di madrasah, sehingga tujuan madrasah dan
tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Manajer madrasah mengandung makna
sebagai kepala madrasah dengan tugas pokok dan fungsi proses dan operatif dari
keseluruhan aktivitas instituisinya, sedangkan school principal bermakna menjalankan
tugas pokok dan fungsi sebagai principalship.35
Tugas kepala sekolah (madrasah) sebagai berikut: (1) Menjaga agar segala
program madrasah berjalan sedamai mungkin (as peaceful as possible); (2) Menangani
konflik atau menghindarinya; (3) Memulihkan kerjasama; (4) Membina para staf dan

murid; (5) Mengembangkan organisasi; (6) Mengimplementasi ide-ide pendidikan. Untuk


memenuhi tugas-tugas di atas, dalam segala hal hendaknya kepala madrasah berpegangan
kepada teori sebagai pembimbing tindakannya. Teori ini didasarkan pada
pengalamannya, karakteristik normatif masyarakat dan madrasah, serta iklim
instruksional dan organisasi madrasah.

33
Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Madrasah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), cetakan ke3, hal. 83.
34
Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar, (Jakarta: Bu
35
Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal.
19

D.Pendelegasian Wewenang (Otoritas) Kepala Madrasah


Kunci perbedaan otoritas dan pendelegasianadalah dua sisi dari mata uang yang sama.
Istilah otoritas singkatan dari kekuasaan atau hak yang diberikan kepada seseorang untuk
membuat keputusan yyang disebut wewenang, sedangkan pendelegasianadalah kewajiban untuk
memelihara dan mengatur kewenangan ditugaskan.36

Delegasi wewenang adalah pelimpahan atau pemberian otoritas dan pendelegasian dari
pimpinan atau kesatuan organisasi kepada seseorang atau kesatuan organisasi lain untuk
melakukan aktivitas tertentu. KApabila bawahan mengerjakan tugas tersebut, berarti
kepala sekolah sukses dalam kepemimpinannya, tetapi hal tersebut tidaklah efektif.
Namun apabila bawahan mengerjakan tugas tersebut dengan rasa ketidaksenangan dan
melakukan tugas tersebut hanya karena otoritas seorang manajer maka manajer tersebut
sukses dalam kepemimpinannya.37Seorang ahli dari Inggris J.C Denyer dalam The Liang
Gie menyatakan bahwa seseorang manajer perkantoran harus memiliki pendidikan dan
latihan yang tepat maupun ciri-ciri perwatakan yang cocok dengan
tugasnya. Selanjutnya harus memilikikemampuan melimpahkan
pekerjaan maupun kecakapan dalam organisasi.38
Pendelegegasi wewenang merupakan suatu faktor yang penting di dalam
manajemen dikarenakan: (a) menetapkan hubungan organisatoris formal diantaraanggota-
anggota badan usaha, (b) memberikan kekuasaan manajerial agar mereka mampu
bertindak apabila keadaan memaksa dan (c) mengembangkan bawahan dengan cara
memberi izin kepada mereka untuk mengambil keputusan dan menerapkan pengetahuan
yang mereka peroleh.39

36
http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.differencebetween.info/difference-
between-authority-and-responsibility&prev=search diakses tanggal 20 Oktober 2015
37
H.B. Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hal. 163

38
The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hal. 12.
39
George R. Terry, Prinsip-prinsip .., hal. 10
20

BAB 3
PENUTUP

A.Kesimpulan
Suatu Proses penenrtuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui wewenang dan
pendelegasian dalam penggunaan sumber daya organisasi bisa di sebut sebagai
menejemen . Wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk bertindak, membuat keputusan,
memerintah, dan melimpahkan pendelegasian kepada orang lain. Adapun bentuk-bentuk
wewenang adalah: wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal), wewenang
resmi dan tidak resmi, wewenang pribadi dan territorial, wewenang terbatas dan
menyeluruh. Pendelegasian wewenang (otoritas) adalah pelimpahan atau pemberian
otoritas dan pendelegasian dari pimpinan atau kesatuan organisasi kepada seseorang atau
kesatuan organisasi lain untuk melakukanaktivitas tertentu.
Pendelegasian adalah keharusan untuk melakukan semua tugas-tugas (kewajiban)
yang dibebankan kepada seseorang, sebagai akibat dari wewenang yang diterimanya atau
dimilikinya. Pendelegasian adalah kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul
karena seseorang telah menerima wewenang, maka dari itu, antara wewenang dan
pendelegasian harus seimbang.
21

DAFTAR PUSTAKA

Abu 'Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, al Jami' al-Sahih al-Musnad min Hadis
Rasulillah Sallallahu 'alaihi wa Sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Jilid.
III Kairo: al-Matba'ah al-Salafiyyah, 1403 H.

Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam,Taisirul-Allam Syarh Umdatul-


Ahkam, Jeddah: Maktabah As-SAWady Lit-Tauzi‟,1412/1992

Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, CV Pustaka Setia, Bandung 1999

Ahmad Sunarta dan Syamsuddin Noor, Himpunan Hadits Shahih Bukhari, Jakarta: An
Nur, 2009

Al-„Asqalani, Syihab al-Din Abu al-Fadl Ahmad ibn „Ali ibn Hajar. Nuzhat al-Nazr
Syarh Nukhbah. Mesir. al-Munawwarah. t.th. Ibn Hajar al-'Asqalani

Amin Abdullah, Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic Studies di


Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif, Cetakan: I, Februari 2006

Definisi Wewenang, http://artikata.com/arti-383651-wewenang.html

George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009

H.B. Siswanto, Pengantar Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011

Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Surabaya, CV. Haji Mas Agung, 1997

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, cet. I, juz XXII

Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, Bandung: Cipta


Cekas Grafika, 2004.

'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur'an al-Azim, jil. XI
Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Islam, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep


Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002

M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2008
22

M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta:
Lentera Hati, 2002

Malyu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012

Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Terjemah Shahih Muslim Riyadhus Shalihin Jilid III

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014, Tentang Kepala
Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan guru
sebagai kepala sekolah/ madrasah, 20 Juni 2010

Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership, Yogyakarta: DIVA Press, 2008

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2008

Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), Jakarta: PT Indeks, 2007

Roderik Martin, Sosiologi Kekuasaan, ter. Herjoediono, Jakarta: Rajawali Press, 1990

Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pres, 1990

Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2003

The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta: Liberty, 2000

Thomas Gordon, Kepemimpinan yang Efektif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994

Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Madrasah, Jakarta: Raja Grafindo Persada), cetakan


ke 3.
1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADITS


BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling sering di lakukan oleh
orang-orang pada semua tingkatan dan bidang organisasi. Karena makna dari
keputusan sendiri diartikan bahwa pilihan di antara dua atau lebih alternatif (Robbin
& Coulter, 2009:162).
Dalam sebuah pengambilan keputusan terkadang kita harus mengorbankan hal
yang tentunya sangat kita senangi/ kita inginkan. Ketika kita memilih kegiatan
organisasi A maka kesempatan mengikuti organisasi B akan hilang dan sebaliknya.
Dengan kata lain pengambilan keputusan itu memiliki fungi yang sangat penting
untuk seseorang dalam sebuah organisasi atau sebagai anggota organisasi.
Seorang anggota organisasi harus mampu memprioritaskan suatu pilihan yang
tepat dalam keputusannya, agar keputusan tersebut tidak di sesalinya kemudian hari.
Terkadang pengambilan keputusan seseorang akan disesali ketika keputusannya tidak
sesuai dengan prediksi/ tujuannya. Selain itu kehidupan nyata dalam organisasi
terkadang keputusan kita berbenturan terhadap kepentingan orang lain/ organisasi.
Dari masalah tersebut menandakan bahwa pengambilan keputusan itu tidaklah
mudah. Salah satunya adalah kita harus mempertimbangkan hal-hal yang lain di
sekeliling kita.
Dewasa ini banyak pedoman dalam pengambilan keputusan di dalam sebuah
organisasi. Dari beberapa pedoman tersebut tentunya banyak cara/ norma/ atau aturan
yang berbeda.Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Pengambilan
Keputusan Perspektif Al Quran dan Hadis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Pengambilan Keputusan ?
2. Apa Tipe-tipe dari Keputusan?
3. Apa tujuan atau asumsi dari keputusan?
4. Bagaimana Kajian Islam dalam Pengambilan Keputusan Perspektif Al Quran
dan Hadis?

1
2

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian dari pengambilan keputusan
2. Untuk mengetahui tipe-tipe dari keputusan
3. Untuk mengetahui tujuan atau asumsi dari keputusan
4. Untuk mengetahui kajian islam pengambilan keputusan perspektif Al Quran
dan Hadis

2
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PENGAMBIL KEPUTUSAN
Pengambilan Keputusan adalah suatu proses pemilihan alternative terbaik dari
banyak alternative dengan cara yang dianggap paling efisien sesuai dengn situasi.
Ada banyak pendekatan yang dapat dilakukan untuk menilai mana alternative terbaik.
Beberapa orang menggunakan pendekatan qualitative dalam proses pengambilan
keputusan.1
Menurut George R. Terry “ bahwa pengambilan keputusan di definisikan
adalah pemilihan dua alternatif atau lebih” menurut definisi tersebut bahwa untuk
menentukan suatu keputusan harus memunculkan alternatif solusi minimal dua solusi
atau lebih yang akan ditentukan kemudian pilihan terbaik diantaranya. 2
B. TIPE-TIPE KEPUTUSAN

Ada beberapa tipe keputusan organisasi dan menajemen yakni :

1. Keputusan perorangan dan organisasi,

Orang mengambil keputusan untuk memproduksi demi organisasi biasanya


mempunyai motivasi yang tergantung pada karakter/sifat alternatif yang menghadapi
konsekuensi alternatif dan tujuan perorangan. Apabila alternatif yang dihadapi itu
terlalu banyak maka biasanya orang telah mempunyai kerangka pengambilan
keputusan tersendiri sesuai dengan kepribadiannya. Kepribadian ini mendapatkan
rangsangan eksternal sehingga mengadakan reaksi yang kemudian merupakan jalan
yang ia tempuh. Konsekuensi alternatif pun banyak sekali. Orang memiliki sistem
harapan dan nilai tersendiri dan dihadapkan pada konsekuensi alternatif yang ada.
Ada beberpa alternatif yang dapat lebih diterima oleh seseorang dibandingkan dengan
alternatif lain dan alternatif tersebut digunakan sebagai dasar melakukan tindakan.

1
ANALISA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERSPEKTIF ILMIAH DAN ISLAM - Jurusan Teknik Industri
(uii.ac.id)
2
Dr. Azpizain Chaniago Spd, MSi, Teknik Pengambilan Keputusan (Jakarta Pusat, Lentara Ilmu Cendekia, 2017),
hlm 3

3
4

2. Perbedaan Keputusan pribadi (Perseorangan) dan organisasi


Perbedaan antara keputusan pribadi dan organisasi dijelaskan oleh Chester
Barnard. Menurut pendapatnya perbedaan dasarnya adalah bahwa keputusan-
keputusan pribadi (personal decisions) biasanya tidak dapat didelegasikan kepada
orang lain , sedangkan keputusan-keputusan organisasi (organizational decesions)
sering didelegasikan. Jadi manajer membuat keputusan organisasi yang ditujukan
pada pencapaian tujuan organisasi dan keputusan pribadi yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pribadi. Dalam kenyataannya sering sulit bahkan tidak mungkin
untuk memisahkan kedua aspek keputusan menejemen ini. Terkadang keputusan
pribadi dan organisasi sesuai sehingga mempermudah pencapaian masing-masing
tujuan dan terkadang tidak sesuai sehingga saling menghambat masing-masing
tujuan.
3. Keputusan Dasar dan Rutin
Keputusan-keputusan rutin adalah keputusan-keputusan yang sangat
berlawanan dengan keputusan dasar. Tipe keputusan ini merupakan setiap hari,
bersifat sangat repetitif (berulang-ulang) dan mempunyai sedikit dampak pada
organisasi keseluruhan. Bagaimanapun juga digabungkan dengan keputusan dasar,
keputusan rutin memainkan peranan sangat penting dalam menentukan sukses
tidaknya suatu organisasi. Contohnya seorang manajer personalia menarik karyawan
baru, seorang akuntan membuat keputusan tentang suatu rekening baru , seorang
tenaga penjualan memutuskan daerah yang akan didatangi. Tentu saja proporsi
keputusan yang dibuat dalam organisasi sebagian besar merupakan berbagai macam
keputusan rutin, meskipun proporsi yang tepat tergantung pada tingkatan organisasi
mana keputusan dibuat. Contoh , penyelia (lini) pertama membuat hampir semua
keputusan rutin, sedangkan manajer puncak membuat keputusan rutin lebih sedikit
tetapi lebih banyak dasar.3
C. TUJUAN DAN ASUMSI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Tujuan terwujudnya perspektif pengambilan keputusan ialah mendukung
pembangunan sebuah kondisi yang mampu memaksimumkan harapan. Jika kejadian
yang diharapkan belum / tidak terwujud, maka muncullah masalah atau resiko. Teori

3
Ibid, hlm 7,8,9

4
5

pengambilan keputusan mencoba untuk meminimasi resiko yang mungkin muncul,


dimana kelak harus dihadapi oleh pemimpin yang merumuskan keputusan. Asumsi
disusun untuk penyederhaan kerumitan dalam teori dan model yang digunakan. Jika
pemimpin ingin merepresentasikan hal yang eksplisit dalam definisi permasalahan,
maka syarat asumsi harus terpenuhi sebagai “tolak ukur” dalam mewujudkan
pemaksimalan kepuasan dan harapan, sekaligus untuk meminimasi resiko.4
Fungsi pengambilan keputusan individual atau kelompok baik secara
institusional ataupun organisional, sifatnya futuristic. Namun, dapat dispesifikan
sebgai berikut:
 Pemecahan semua konflik
 Penghindaran ketidakpastian
 Pencarian akar masalah5

Tujuan penga,bilan keputusan dibagi menjadi dua yaitu bersifat tunggal dan
ganda. Bersifat tunggal yaitu hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengn masalah
lain, sedangkan bersifat ganda tujuannya masalah saling berkaitan, dapat bersifat
kontrodiktif ataupun tidak kontradiktif6

D. KAJIAN ISLAM MENGENAI PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Dalam Islam, menurut Ibnu Tamiyah pengambilan keputusan yang disepakati
adalah musyawarah, sebab merupakan ijma’ (konsekuensi) hasil musyawarah dan
tidak merupakan rekayasa sepihak untuk mementingkan kepentingan tertentu.7
1. Prinsip Pengambilan Keputusan dalam Islam
a. Adil
Prinsip yang pertama dan paling utama dalam pengambilan keputusan adalah
adil. Secara istilah adil dapat diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak dan
seimbang. Prinsip keadilan sangat penting karena dengan keadilan keputusan
yang diambil tidak merugikan oranglain.

4
Rizki Eka dan Dewi Ratiwi “Teori Pengambilan Keputusan”, (Sidoarjo : Umsida Press, 2020), hlm. 6
5
Staff Gunadarma” Konsep Penga,bilan Keputusan” , hlm 5
6
ibid
7
Shohahussurur, Proses Pengembalian Keputusan dalam perspektif Ibnu Tamiyah,(Jurnal Tsaqofah Vol. 6, No
1, April 2010)hlm. 67

5
6

b. Amanah
Amanah dapat diartikan pula terpercaya. Melalui Amanah maka dalam
pengambilan keputusan akan memiliki dampak psikologis bahwa keputusan
tersebut keputusan yang harus dilaksanakan dan akan dipertanggungjawabkan
dikemudian hari.
c. Istiqomah
Dalam Islam Istiqomah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus,
berpegang pada akidah islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak
berubah dan berpaling waktu dalam apa-apa keadaan sekalipun
d. Kejujuran
Dalam Islam kita dituntut untuk bersikap jujur dalam setiap perbuatan,
termasuk dalam pengambilan keputusan.
2. Ayat tentang pengambilan keputusan
a. Al-Baqoroh ayat 233

َّ‫ن ُي ت ِ م‬ َ َ ُ َ‫ن أ َ ْو ل َاد‬


ْ ‫ن أ َراد َ أ‬ ْ ‫م‬َ ِ‫ن ۖ ل‬ ِ ْ ‫ام لَي‬ ِ َ‫ن ك‬ ِ ْ ‫ح ْو لَي‬ َ ‫ن‬ َّ ‫ه‬ َ ‫ع‬ ْ ‫ض‬ ِ ‫ات ُي ْر‬ ُ ‫۞ َو ا ْل َو ا لِ َد‬
ُ َّ‫وف ۚ ل َا ُت ك َ ل‬
‫ف‬ ِ ‫ع ُر‬ ْ ‫م‬َ ‫ن بِ ا ْل‬ َّ ‫س َو ُت ُه‬ْ ‫ك‬ ِ ‫ن َو‬ َّ ‫م ْو ُل و ِد ل َُه ر ِ ْز ُق ُه‬ َ ‫ع لَى ا ْل‬ َ ‫اع َة ۚ َو‬ َ َ‫الرض‬ َّ
ۚ ‫ود ل َُه بِ َو َل ِد ِه‬ ٌ ‫م ْو ُل‬َ ‫ه ا َو ل َا‬ َ ‫ار َو ا لِ َد ٌة بِ َو َل ِد‬ َّ َ‫ه ا ۚ ل َا ُت ض‬ َ ‫ع‬ َ ‫س‬ ْ ‫س إ ِ ل َّ ا ُو‬ ٌ ‫َن ْف‬
‫ما‬ َ ‫اض ِم ْن ُه‬ ٍ ‫ن َت َر‬ ْ ‫ع‬ َ ‫ن أ َ َرادَ ا ِف صَ ا ل ًا‬ ْ ِ ‫ك ۗ َف إ‬ َ ِ‫ل ذَ َٰ ل‬ ُ ‫ث ِم ْث‬ ِ ِ‫ع لَى ا ْل َو ار‬ َ ‫َو‬
‫ك مْ َف ل َا‬ ُ َ ‫ض ُع وا أ َ ْو ل َاد‬ ِ ‫س َت ْر‬ ْ ‫ن َت‬ َ
ْ ‫ن أ َردْ ُت مْ أ‬
َ
ْ ِ ‫م ا ۗ َو إ‬ َ ‫ع لَي ْ ِه‬ َ ‫اح‬ َ ‫او ر ٍ َف ل َا ُج َن‬ ُ ‫ش‬ َ ‫َو َت‬
‫َم وا‬ ْ ‫وف ۗ َو ا َّت ُق وا ال لَّ َه َو‬
ُ ‫اع ل‬ ِ ‫ع ُر‬ ْ ‫م‬َ ‫م ا آ َت ي ْ ُت مْ بِ ا ْل‬ َ ْ‫م ُت م‬ ْ َّ‫س ل‬َ ‫ك مْ إ ِ ذَ ا‬ ُ ْ ‫ع لَي‬
َ ‫اح‬ َ ‫ُج َن‬
‫ير‬
ٌ ‫ص‬ ِ َ ‫ون ب‬ َ ‫م ُل‬ َ ‫ع‬ ْ ‫م ا َت‬َ ِ‫ن ال لَّ َه ب‬ َّ َ ‫أ‬

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak

6
7

ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Menurut tafsir Al Alazhar Ayat ini mengandung dalil boleh berijtihad dalam hukum.
Hal ini berdasarkan kebolehan dari Alloh SWT bagi orangtua untuk bermusyawarah dalam
hal-hal yang membawa kebaikan bagi anak, sekalipun dengan perkiraan mereka saja dan
bukan berdasrkan hakikat atau keyakinan. Attasyawur (Musyawarah) adalah mengeluarkan
atau mencari pendapat yang terbaik.

b. Asy-Syura : 38
َ َ َ ‫ َو ا لَّ ِذ‬. c
ْ‫ه م‬
ُ ‫م ُر‬
ْ ‫ام وا ال صَّ ل َ ا َة َو أ‬ُ ‫اس َت َج ابُ وا لِ َر ب ِ ِه مْ َو أ َق‬
ْ ‫ين‬
‫ون‬
َ ‫اه مْ يُ ْن ِف ُق‬
ُ ‫م ا َر َز ْق َن‬
َّ ‫ى ب َ ي ْ َن ُه مْ َو ِم‬َٰ ‫ور‬
َ ‫ش‬ ُ
Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.

Menurut tafsir Al Misbah kata syura terambil dari kata syaur. Kata Syura
bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan
memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain. kata ini terambil dari
kata Syirtu AL-‘Asyal yang bermakna na: saya mengeluarkan madu (dari wadahnya).
Ini berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu dan bermusyawarah
adalah upaya meraih madu itu di manapun ditemukan. atau dengan kata lain
pendapat siapa pun yang dinilai benar tanpa .mempertimbangkan siapa yang
menyampaikannya8

Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak bermusyawarah


dengan para sahabatnya dibanding Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR.
Tirmidzi)

Rosululloh mencontohkan hal demikian karena beliau tahu bagaimana cara


menghormati sikap dan pikiran orang lain. Dalam hidup ini kita tak mungkin lepas
dari perbedaan pendapat, dan musyawarah merupakan salah satu mekanisme untuk
mencairkan perselisihan pandangan agar tak sampai merusak kebersamaan.

8
M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah (Lentera hati: Jakarta Pusat 2002) hlm 179

7
8

PENUTUP

KESIMPULAN

Pengambilan keputusan di definisikan adalah pemilihan dua alternatif atau


lebih” menurut definisi tersebut bahwa untuk menentukan suatu keputusan harus
memunculkan alternatif solusi minimal dua solusi atau lebih yang akan ditentukan
kemudian pilihan terbaik diantaranya.

Tujuan terwujudnya perspektif pengambilan keputusan ialah mendukung


pembangunan sebuah kondisi yang mampu memaksimumkan harapan. Jika kejadian
yang diharapkan belum / tidak terwujud, maka muncullah masalah atau resiko. Teori
pengambilan keputusan mencoba untuk meminimasi resiko yang mungkin muncul,
dimana kelak harus dihadapi oleh pemimpin yang merumuskan keputusan. Asumsi
disusun untuk penyederhaan kerumitan dalam teori dan model yang digunakan. Jika
pemimpin ingin merepresentasikan hal yang eksplisit dalam definisi permasalahan,
maka syarat asumsi harus terpenuhi sebagai “tolak ukur” dalam mewujudkan
pemaksimalan kepuasan dan harapan, sekaligus untuk meminimasi resiko.

Menurut Tafsir Al Azahar Menurut tafsir Al Alazhar Ayat Al Baqoroh ayat


233 mengandung dalil boleh berijtihad dalam hukum. Hal ini berdasarkan kebolehan
dari Alloh SWT bagi orangtua untuk bermusyawarah dalam hal-hal yang membawa
kebaikan bagi anak, sekalipun dengan perkiraan mereka saja dan bukan berdasrkan
hakikat atau keyakinan. Attasyawur (Musyawarah) adalah mengeluarkan atau
mencari pendapat yang terbaik

8
9

DAFTAR PUSTAKA

ANALISA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERSPEKTIF ILMIAH DAN ISLAM - Jurusan Teknik Industri
(uii.ac.id)
Chaniago, Azpazin. 2017. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta Pusat : Lentara Ilmu Cendekia,
Eka, Reki dan Ratiwi, Dewi. 2020. Teori Pengambilan Keputusan, Sidoarjo : Umsida Press, 2020
Gunadarma Staff, Konsep Penga,bilan Keputusan.
Shohahussurur . 2010. Proses Pengembalian Keputusan dalam perspektif Ibnu Tamiyah, Jurnal Tsaqofah Vol. 6,
No 1
Shihab Shihab. 2002. Tafsir Al-Misbah Lentera hati: Jakarta Pusat

9
2

PENGAWASAN DAN EVALUASI PERSPEKTIF ALQURAN DAN HADIS

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengawasan dan evaluasi adalah bagian terakhir dari fungsi manajemen.
Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses manajemen.
Pengawasan dan evaluasi harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Fungsi manajemen
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan evaluasi.
Kasus-kasus yang banyak terjadi dalam organisasi adalah masih lemahnya
pengawasan dan evaluasi sehingga terjadi berbagai penyimpangan antara
perencanaan dan pelaksanaan.
Evaluasi perlu dilakukan karena mengingat sifat-sifat manusia, yaitu
makhluk yang lemah, makhluk yang suka membantah dan ingkar kepada Alloh
Swt, serta mudah lupa dan banyak salah, namun mempunyai batas untuk sadar
kembali. Di sisi lain, manusia merupakan makhluk terbaik dan termulia serta
dipercaya Allah SWT untuk mengemban amanat yang istimewa sebagai khalifah
dimuka bumi. Untuk itulah, dalam rangka mengetahui kapasitas, kualitas, peserta
didik perlu diadakan evaluasi. Dalam evaluasi perlu adanya teknik, dan sasaran
untuk menuju keberhasilan dalam proses belajar mengajar dan pendidikan secara
keseluruhan. Evaluasi yang baik haruslah didasarkan atas tujuan yang ditetapkan
berdasarkan perencanaan sebelumnya dan kemudian benar-benar diusahakan oleh
guru untuk peserta didik. Betapapun baiknya, evaluasi apabila tidak didasarkan
atas tujuan yang telah ditetapkan, tidak akan tercapai sasarannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa sajakah prinsip-prinsip evaluasi dalam pendidikan?
2. Bagaimana sistem evaluasi dalam pendidikan?
3. Apa saja sasaran evaluasi dalam pendidikan?
3

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Makalah ini menjelaskan tentang Evaluasi Pendidikan Agama Islam. Penilaian
dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan keputusan-keputusan
pendidikan, baik yang menyangkut perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak
lanjut pendidikan, baik yang menyangkut perorangan, kelompok maupun
kelembagaan. Dalam konteks ini, penilaian dalam pendidikan Agama Islam
bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Agama
Islam benar-benar sesuai dengan niai-nilai Islami sehingga tujuan pendidikan
Agama Islam yang dicanangkan dapat tercapai secara maksimal. Sistem
evaluasi dalam pendidikan Islam mengaku pada sistem evaluasi yang digariskan
oleh Allah SWT, dalam Alquran dan dijabarkan dalam Sunah, yang dilakukan
Rasulullah SAW dalam proses pembinaan risalah Islamiyah.
Mendasarkan beberapa permasalahan yang kami rumuskan, pembahasan
dalam makalah ini mengarahkan pada elaborasi prinsip-prinsip dalam pendidikan.
Selanjutnya kami juga berusaha memaparkan bagaimana system evaluasi dalam
pendidikan. Dan terakhir, kami juga mengulas sasaran evaluasi dalam pendidikan.
4
BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENGAWASAN DAN EVALUASI


1. PENGERTIAN PENGAWASAN
Pengawasan (controlling) merupakan suatu faktor penunjang
penting terhadap efisiensi organisasi, perencanaan pengorganisasian, dan
pengarahan. Pengawasan adalah suatu fungsi yang positif dalam
menghindarkan dan memperkecil penyimpangan-penyimpangan dari
sarana-sarana atau target yang direncanakan.1 Menurut Johnson control
sebagai fungsi sistem yang melakukan penyesuaian terhadap rencana,
mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan hanya dalam batas-
batas yang dapat ditoleransi.2
Di sini control diartikan sebagai kendali agar performan petugas
dan output sesuai rencana. Sedangkan Henry Fayol mengatakan: “Control
consist in verifying whether everything occur in comformity with the plan
adopted, the instruction issued and principles estabilished. It has for
object to point out weaknesses and errors in order to rectify then and
prevent recurrence.” 3
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pengawasan (controlling) merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan
maksud agar tujuan yang ditetapkan tercapai dengan mulus tanpa
penyimpangan-penyimpangan yang berarti, dan apabila dalam
pelaksanaannya ada penyimpangan atau kekurangan maka diperlukan
adanya perencanaan ulang (revisi).

2. PENGERTIAN EVALUASI
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation, artinya
tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu. Sesuai dengan
1
Dodo Murtado dkk,Manajemen dalam perspektif Alquran dan Hadis, (Bandung:Yrama Widya,
2019)hlm.198
2
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia , (Jakarta: Bina Aksara, 1988),hlm. 168
3
Dalam Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi, Pengawasan dan Manajemen dalam Perspektif Islam ,
(Jakarta: Fe Universitas Trisakti, 1992), hlm. 78.
5
pendapat tersebut, menurut Wand and Brown, “Evaluasi adalah suatu
proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi
untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu
system pengajaran. Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau
tekhnik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar
prhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek
kehidupan mental psikologis dan spiritual religious.4
Selain istilah evaluasi, terdapat pula istilah lainnya yang hamper
berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara itu orang lebih
cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang
sama.5 Berikut uraian perbedaan mengukur, menilai dan evaluiasi.
a. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.
Pengukuran bersifat kuantitatif.
b. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik-buruk. Penilaian bersifat kualitatif
c. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah yakni mengukur dan
menilai6
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan
mengadakan pengukuran dan penilaian terhadap keberhasilan dari
berbagai aspek.

B. Fungsi Pengawasan dan Evaluasi serta Tujuannya Menurut Al-Quran


Fungsi manajerial pengawasan adalah untuk mengukur dan
mengoreksi pekerjaan bawahan serta memastikan tujuan organisasi dan
rencana yang didesain sedang dilaksanakan.
Adapun evaluasi memiliki beberapa fungsi berikut.
1. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada pimpinan
sebagai dasar perbaikan proses kegiatan.

4
Dodo Murtado dkk,Manajemen dalam perspektif Alquran dan Hadis, (Bandung:Yrama Widya,
2019)hlm.201
5
Ibid
6
Ibid, hlm 202
6
2. Untuk menentukan kemampuan/hasil
3. Untuk menentukan kerja sesuai dengan tingkat kemampuan
4. Untuk mengenal latar belakang, baik psikologi, fisik, maupun
lingkungan bawahannya.7
Adapun sistem evaluasi yang diterapkan Alloh Swt tidak
menggunakan system laboratorial seperti dalam dunia ilmu pengetahuan
modern sekarang. Namun, prinsip-prinsipnya menunjukan bahwa sitem
pengukuran terhadap perilaku manusia yang beriman dan tidak beriman
secara umum telah ditunjukkan dalam Al Quran. Alloh Swt berfirman di
dalam al-Qur’an, fungsi pengawasan dapat terungkap di antaranya

‫َّللا ِ أ َ ْن ت َق ُ و ل ُوا َم ا ََل ت َفْ ع َ ل ُ و َن‬


‫كَ ب ُ َر َم قْ ت ًا ِع نْ د َ ه‬

“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-


apa yang tidak kamu kerjakan.” Ayat tersebut memberikan
ancaman dan peringatan terhadap orang yang mengabaikan
pengawasan terhadap perbuatannya.”

Selain ayat tersebut, terdapat beberapa ayat yang menjelaskan


tentang pengawasan antara lain dalam QS. Al Hasyr ayat 18 berikut:

ٌ ْ‫َّللا َ َو لْ ت َنْ ظ ُ ْر ن َ ف‬
ْ ‫س َم ا ق َ د ه َم‬
ۖ ‫ت لِ غ َ ٍد‬ ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال ه ِذ ي َن آ َم ن ُوا ا ت هق ُ وا ه‬
‫َّللا َ َخ ب ِ ي ٌر ب ِ َم ا ت َعْ َم ل ُ و َن‬ ‫َو ا ت هق ُوا ه‬
‫َّللا َ ۚ إ ِ هن ه‬

“Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

7
Ibid
7

Kandungan ayat tersebut adalah Allah Swt memberi arahan


kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain rencana apa yang
akan dilakukan dikemudian hari. Tujuan melakukan pengawasan,
pengendalian dan koreksi adalah untuk mencegah seseorang jatuh
terjerumus kepada sesuatu yang salah. Tujuan lainnya adalah agar kualitas
kehidupan terus meningkat. Inilah yang dimaksud dengan tausiyah, dan
bukan untuk menjatuhkan. Fungsi manajerial pengawasan adalah untuk
mengukur dan mengkoreksi kerja bawahan untuk memastikan bahwa
tujuan organisasi dan rencana yang didesain sedang dilaksanakan.
Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui tiga
pilar pengawasan, yaitu: 1) ketaqwaan individu, bahwa seluruh personel
perusahaan dipastikan dan dibina agar menjadi manusia yang bertaqwa;
2) pengawasan anggota, dalam suasana organisasi yang mencerminkan
sebuah team maka proses keberlangsungan organisasi selalu akan
mendapatkan pengawasan dari personelnya sesuai dengan arah yang telah
ditetapkan; 3) Penerapan/supremasi aturan, organisasi ditegakkan dengan
aturan main yang jelas dan transparan dan tidak bertentangan dengan
syariah.8

C. Pengawasan dan Evaluasi Menurut Hadis


1) Pengawasan Menurut Hadist
Beberapa hadits Rasulullah Saw juga menganjurkan perlunya
melaksanakan pengawasan atau evaluasi dalam setiap pekerjaan. Ajaran Islam
sangat memperhatikan adanya bentuk pengawasan terhadap diri terlebih dahulu
sebelum melakukan pengawasan terhadap orang lain. Hal ini antara lain
berdasarkan hadits Rasulullah Saw sebagai berikut:

(‫حاسبوا أنفسكم قبل أن بحاسبوا ونوا أعمالكم قبل أن توزن )الحديث‬

8
M Utsman Najati, Belajar EQ, Dan SQ Dari Sunah Nabi (Jakarta: Hikmah, 2006),hlm. 28
8
Artinya: “Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah
terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain.” (HR. Tirmidzi:
2383).1
Dalam pandangan Islam segala sesuatu harus dilakukan secara terencana,
dan teratur. Tidak terkecuali dengan proses kegiatan belajar-mengajar yang
merupakan hal yang harus diperhatikan, karena substansi dari pembelajaran
adalah membantu siswa agar mereka dapat belajar secara baik dan maksimal.
Manajemen dalam hal ini berarti mengatur atau mengelola sesuatu hal agar
menjadi baik. Hal ini sesuai dengan hadits, An-Nawawi (1987: 17) yang
diriwayatkan dari Ya’la Rasulullah bersabda:yang artinya
“Sesungguhnya mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala
sesuatu.” (HR. Bukhari: 6010).
Berdasarkan hadits di atas, pengawasan dalam Islam dilakukan untuk
meluruskan yang bengkok, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.
Pengawasan di dalam ajaran Islam, paling tidak terbagi kepada 2 (dua)
hal: pertama, pengawasan yang berasal dari diri, yang bersumber dari tauhid dan
keimanan kepada Allah SWT. Orang yang yakin bahwa Allah pasti mengawasi
hamba-Nya, maka orang itu akan bertindak hati-hati. Ketika sendiri, dia yakin
Allah yang kedua, dan ketika berdua dia yakin Allah yang ketiga. Allah SWT
berfirman: “Tidaklah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia
antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan
antara) lima melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan
antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula)
pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan
Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan
memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Mujadalah:7).
Selain itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika
9
melakukan suatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, dan
tuntas) (HR. Thabrani).

Tujuan melakukan pengawasan, pengendalian dan koreksi adalah untuk


mencegah seseorang jatuh terjerumus kepada sesuatu yang salah. Tujuan lainnya
adalah agar kualitas kehidupan terus meningkat. Inilah yang dimaksud dengan
tausiyah, dan bukan untuk menjatuhkan.
14
HR. Tirmidzi: 2383

(‫حاسبوا أنفسكم قبل أن بحاسبوا ونوا أعمالكم قبل أن توزن (الحديث‬

Artinya: “Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih


dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain.”

Fungsi manajerial pengawasan adalah untuk mengukur dan mengkoreksi


kerja bawahan untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dan rencana yang
didesain sedang dilaksanakan. Dalam konteks ini, implementasi syariah
diwujudkan melalui tiga pilar pengawasan, yaitu: 1). ketaqwaan individu, bahwa
seluruh personel perusahaan dipastikan dan dibina agar menjadi manusia yang
bertaqwa; 2). pengawasan anggota, dalam suasana organisasi yang mencerminkan
sebuah team maka proses keberlangsungan organisasi selalu akan mendapatkan
pengawasan dari personelnya sesuai dengan arah yang telah ditetapkan; 3).
Penerapan/supremasi aturan, organisasi ditegakkan dengan aturan main yang jelas
dan transparan dan tidak bertentangan dengan syariah.2
Ar-riqobah atau proses pengawasan merupakan kewajiban yang terus
menerus harus dilaksanakan, karena pengawasan merupakan pengecekan
jalannya planning dalam organisasi guna menghindari kegagalan atau akibat yang
lebih buruk. Mengenai faktor ini al-Qur’an memberikan konsepsi yang tegas agar
hal yang bersifat merugikan tidak terjadi. Tekanan al-Qur’an lebih dahulu pada
intropeksi, evaluasi diri pribadi sebagai pimpinan apakah sudah sejalan dengan
pola dan tingkah berdasarkan planning dan program yang telah dirumuskan
10
semula. Setidak-tidaknya menunjukkan sikap yangh simpatik dalm menjalankan
tugas, selanjutnya mengadakan pengecekan atau memeriksa kerja anggotanya.
Islam mengajarkan agar setiap orang berbuat baik sesuai dengan ajaran
Allah dan Rasulnya. Dalam Islam diyakini bahwa setiap manusia didampingi oleh
dua malaikat (Raqib dan Atid) yang mencatat segala perbuatan manusia dan akan
dipertanggungjawabkan oleh setiap manusia di hadapan Allah.

2) Evaluasi Menurut Hadits


Dalam ajaran Islam evaluasi merupakan pemahaman yang tidak baru lagi.
Artinya, evaluasi adalah suatu ajaran yang pasti dan harus dilakukan oleh umat
Islam. Dalam hal ini, umat Islam dapat mewacanakan hadits Rasulullah SAW
sebagai landasan berfikir dan pijakan dalam tindakan. Evaluasi pada dasarnya
adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria
tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan
tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa
setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil yang diperoleh dari penilaian
dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan
tersebut dinamakan hasil belajar. Dalam menjalankan misi pendidikan, untuk
melihat tingkat atau kadar penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, maka
Nabi Muhammad SAW melakukan evaluasi kepada sahabat-sahabatnya.
Dengan mengevaluasi para sahabatnya, Rasulullah mengetahui
kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan
tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Nabi Muhammad SAW
sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh para sahabat
membacakan ayat-ayat al-qur’an dihadapannya dengan membetulkan hafalan dan
bacaan mereka yang keliru.

16
M Utsman Najati, Belajar EQ, Dan SQ Dari Sunah Nabi (Jakarta: Hikmah,
2006), hlm. 2
11
Begitu banyak hadits yang mengindikasikan tentang evaluasi, antara lain:
‫ عن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فيما يرويه عن ربه تبارك‬,‫عن ابن عباس رضي هللا عنه‬
‫ فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها عنده حسنة‬: ‫ ثم بين ذلك‬،‫ "إن هللا كتب الحسنات والسيئات‬: ‫وتعالى‬
،‫ وإن هم بها فعملها كتبها هللا عنده عشرة حسنات إلى سبعمائة ضعف إلى أضعاف كثيرة‬,‫كاملة‬
."‫ وإن هم بها فعملها كتبها هللا سيئة واحدة‬،‫وإن هم بسيئة فلم يعملها كتبها هللا عند ه حسنة كاملة‬
)‫(رواه البخاري ومسلم‬
Artinya: Dari ibn abbas RA. dari Rasulullah SAW sebagaimana dia
meriwayatkan dari Rabbnya yang Maha Tinggi: “sesungguhnya Allah telah
menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut: siapa
yang ingin melaksanakan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka
dicatat disisinya sebagai suatu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat
melakukannya dan kemudian melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya
sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan
yang banyak. Dan jika dia berniat melaksanakan keburukan kemudian dia tidak
melaksanakannya maka baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat
kemudian dia melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu
keburukan. (HR. Bukhari Muslim).
Hadits tersebut merupakan hadits qudsi yang menunjukkan kemurahan dan
kasih sayang Allah yang sempurna kepada manusia. Allah menjelaskan bahwa Ia
telah menetapkan kebaikan dan keburukan. Lalu memerintah malaikat pencatat
amal untuk mencatat keinginan kita berbuat kebaikan dengan satu pahala
kebaikan walaupun kita belum melaksanakannya. Sebaliknya bila kita
berkeinginan berbuat keburukan dan dosa namun tidak melaksanakannya karena
takut kepada Allah maka dicatat sebagai suatu kebaikan. Setelah malaikat
mencatat amal perbuatan manusia maka Allah akan membalas mereka sesuai
dengan apa yang mereka kerjakan.
Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap makhluknya
tidak akan menyalahi aturan yang ditetapkan sehingga tidak ada orang yang
teraniaya atau dirugikan. Kesalahan hanya dihitung sesuai dengan jumlah
kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung berlipat ganda.
12
Selain hadits di atas, terdapat hadits yang menjelaskan ketika Rasulullah di
evaluasi oleh allah melalui malaikat jibril. Sebagaimana kisah kedatangan
malaikat jibril kepada nabi Muhammad SAW. Ketika beliau sedang mengajar
sahabat di suatu majlis. Malaikat jibril menguji dengan pertanyaan-pertanyaan
yang menyangkut pengetahuan beliau tentang iman, islam dan ihsan.
َ َ‫ص هلى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم ذ‬
ٍ ٍ ‫ات َي ْو‬ َ ‫هللا‬ ُ ‫س ِع ْندَ َر‬
ِ ‫س ْو ِل‬ َ َ‫ي هللاُ َع ْنهُ أَيْضا ً ق‬
ٌ ‫ َب ْينَ َما نَ ْح ُن ُجلُ ْو‬:‫ال‬ َ ‫ض‬ِ ‫ع َم َر َر‬ ُ ‫َع ْن‬
‫ َوَلَ يَ ْع ِرفُهُ ِمنها‬،‫ َلَ ي َُرى َعلَ ْي ِه أَث َ ُر ال هسف َِر‬،‫ب َش ِد ْيد ُ َس َوا ِد ال هش ْع ِر‬
ِ ‫اض الثِيَا‬ َ ْ‫إِذ‬
ِ َ‫طلَ َع َعلَ ْينَا َر ُج ٌل َش ِد ْيد ُ بَي‬
‫ض َع َكفه ْي ِه َعلَى فَ ِخذَ ْي ِه‬ َ ‫صلهى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم فَأ َ ْسنَدَ ُر ْكبَتَيْ ِه إِلَى ُر ْكبَت َ ْي ِه َو َو‬ َ ِ ‫س إِلَى النهبِي‬ َ ‫ َحتهى َج َل‬،ٌ ‫أ َ َحد‬
َ‫ اْ ِإل ِسالَ ُ ٍ أ َ ْن ت َ ْش َهدَ أ َ ْن َل‬:‫صلهى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫ يَا ُم َح همد أ َ ْخ ِب ْرنِي‬:‫ال‬
ُ ‫ فَقَا َل َر‬،ٍ ِ َ‫ع ِن اْ ِإل ْسال‬ َ َ‫َوق‬
‫ْت ِإ ِن‬َ ‫ضانَ َوت َ ُح هج ْالبَي‬ َ ‫ص ْو َ ٍ َر َم‬ ‫ي ه‬
ُ َ ‫الزكاَة َ َوت‬ َ ِ‫صالَة َ َوتُؤْ ت‬
‫س ْو ُل هللاِ َوت ُ ِقي َْم ال ه‬ ُ ‫ِإلَهَ ِإَله هللاُ َوأ َ هن ُم َح همدًا َر‬
‫ أ َ ْن‬: ‫ال‬
َ َ‫ان ق‬ ِ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْر ِني َع ِن اْ ِإليْ َم‬:‫ال‬ َ ُ ‫ فَ َع ِج ْبنَا لَهُ َي ْسأَلُهُ َوي‬،‫ت‬
َ َ‫ ق‬،ُ‫ص ِدقُه‬ َ ‫صدَ ْق‬
َ : ‫ت ِإلَ ْي ِه َسبِ ْيالً قَا َل‬ َ َ ‫ا ْست‬
َ ‫ط ْع‬
‫ قَا َل‬،‫ت‬ َ ‫صدَ ْق‬َ ‫ال‬ َ َ‫ ق‬.ِ‫اآلخ ِر َوتُؤْ ِمنَ بِ ْالقَدَ ِر َخي ِْر ِه َوش َِره‬ ِ ٍ ِ ‫س ِل ِه َو ْاليَ ْو‬
ُ ‫تُؤْ ِمنَ بِاهللِ َو َمالَئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر‬
‫ فَأ َ ْخبِ ْرنِي َع ِن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬.‫اك‬ َ ‫ أ َ ْن ت َ ْعبُدَ هللاَ َكأَنه َك ت ََراهُ َفإ ِ ْن لَ ْم ت َ ُك ْن ت ََراهُ فَإِنههُ يَ َر‬:‫ال‬ ِ ‫فَأ َ ْخبِ ْرنِي َع ِن اْ ِإل ْح َس‬
َ َ‫ ق‬،‫ان‬
َ ‫ قَا َل فَأ َ ْخبِ ْرنِي َع ْن أ َ َم‬.‫ َما ْال َمسْؤُ ْو ُل َع ْن َها بِأ َ ْعلَ َم ِمنَ السهائِ ِل‬:‫ال‬
‫ قَا َل أ َ ْن ت َ ِلدَ اْأل َ َمةُ َربهت َ َها‬،‫اراتِ َها‬ َ َ‫ ق‬،‫السها َع ِة‬
‫ يَا‬: ‫ ث ُ هم َقا َل‬،‫طلَقَ فَ َل ِبثْتُ َم ِلياا‬ َ ‫ ث ُ هم ا ْن‬،‫ان‬ ِ َ‫ط َاولُ ْونَ فِي ْالبُ ْني‬ ِ ‫َوأ َ ْن ت ََرى ْال ُحفَاة َ ْالعُ َراة َ ْال َعالَةَ ِر َعا َء ال هش‬
َ َ ‫اء يَت‬
ُ ‫ هللاُ َو َر‬: ُ‫ع َم َر أَتَد ِْري َم ِن السهائِ ِل ؟ قُ ْلت‬
‫ [ رواه‬. ‫ قَا َل فَإِنههُ ِجب ِْر ْي ُل أَتـَا ُك ْم يُ َع ِل ُم ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم‬. ‫س ْولُهُ أ َ ْعلَ َم‬ ُ
] ‫مسلم‬
Artinya:” Dari Umar RA. juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di
sisi Rasulullah SAW suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang
mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak
padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami
yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu
menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah SAW) seraya
berkata, “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, Maka bersabdalah
Rasulullah: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang
disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji
jika mampu”, kemudian dia berkata, “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan
aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan
13
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia
berkata, “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang
ihsan “. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat
engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda,“ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya ". Dia berkata,“ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau
bersabda, “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu
berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah SAW)
bertanya,“ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata,“ Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda,“ Dia adalah Jibril yang datang
kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (H.R. Muslim)
Hadits ini merupakan hadits yang memiliki makna sangat dalam, karena
di dalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Kemudian hadits ini juga mengandung makna yang sangat agung karena berasal
dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan
makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/
Rasulullah).
Adapun Kandungan hadits diatas secara implisit menjelaskan bahwa:
a. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan
kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan
penguasa;
b. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang-orang yang
hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang
bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia
mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya;
c. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya
untuk berkata, “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi
kedudukannya;
14
d. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia;
e. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap
kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya
sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba-sahayanya;
f. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya
selama tidak dibutuhkan;
g. Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah ta’ala;
h. Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis
ilmu;
i. Didalamnya terdapat Konteks Evaluasi diri dalam menjalani Hidup di
Dunia.[31]
Adapun hadits riwayat Turmudzi juga menjelaskan tentang evaluasi:
ِ ‫س َع ْن أَبِي بَ ْك ِر ب ِْن أَبِي َم ْريَ َم َحدهثَنَا َع ْبد ُ ه‬
‫َّللا بْنُ َع ْب ِد‬ َ ُ‫يع َحدهثَنَا ِعي َسى بْنُ يُون‬ ٍ ‫سفْيَا ُن ْب ُن َو ِك‬ ُ ‫َحدهثَنَا‬
‫ب‬
ٍ ‫ض ْم َرة َ ب ِْن َح ِبي‬ َ ‫ار ِك َع ْن أ َ ِبي بَ ْك ِر ب ِْن أ َ ِبي َم ْريَ َم َع ْن‬ َ َ‫الر ْح َم ِن أ َ ْخبَ َرنَا َع ْم ُرو ْب ُن َع ْو ٍن أ َ ْخبَ َرنَا ا ْب ُن ْال ُمب‬
‫ه‬
‫ت‬ ِ ‫سهُ َو َع ِم َل ِل َما َب ْعدَ ْال َم ْو‬
َ ‫س َم ْن دَانَ نَ ْف‬ ُ ‫َّللاُ َعلَيْ ِه َو َسله َم قَا َل ْالك َِي‬
‫صلهى ه‬ َ ِ ‫َع ْن َشدها ِد ب ِْن أ َ ْو ٍس َع ْن النه ِبي‬
ُ ‫ِيث َح َس ٌن َقا َل َو َم ْعنَى قَ ْو ِل ِه َم ْن دَانَ نَ ْف َسه‬
ٌ ‫َّللا قَا َل َهذَا َحد‬ ِ ‫اج ُز َم ْن أَتْ َب َع نَ ْف َسهُ ه ََواهَا َوت َ َمنهى َعلَى ه‬ ِ ‫َو ْال َع‬
‫ب قَا َل َحا ِسبُوا‬ ِ ‫طا‬ ‫ع َم َر ب ِْن ْال َخ ه‬
ُ ‫ب يَ ْو َ ٍ ْال ِقيَا َم ِة َوي ُْر َوى َع ْن‬َ ‫سهُ فِي الدُّ ْنيَا قَ ْب َل أ َ ْن يُ َحا َس‬
َ ‫ب نَ ْف‬
َ ‫يَقُو ُل َحا َس‬
‫ب‬ َ ‫اب يَ ْو َ ٍ ْال ِقيَا َم ِة َعلَى َم ْن َحا‬
َ ‫س‬ ُ ‫ف ْال ِح َس‬ ِ ‫أ َ ْنفُ َس ُك ْم قَ ْب َل أ َ ْن ت ُ َحا َسبُوا َوت َزَ يهنُوا ِل ْلعَ ْر‬
ُّ ‫ض ْاأل َ ْكبَ ِر َوإِنه َما يَ ِخ‬
‫ب‬ َ ‫ون ب ِْن ِم ْه َرانَ قَا َل ََل يَكُو ُن ْالعَ ْبد ُ ت َ ِقياا َحتهى يُ َحا ِس‬
ُ ‫ب نَ ْف َسهُ َك َما ي ُ َحا ِس‬ ِ ‫ع ْن َميْ ُم‬ َ ‫نَ ْف َسهُ فِي الدُّ ْنيَا َوي ُْر َوى‬
‫ط َع ُمهُ َو َم ْلبَسُهُ – الترمذي‬
ْ ‫ش َِري َكهُ ِم ْن أَيْنَ َم‬
Artinya:” Menceritakan pada kami Sufyan bin Waki’, Menceritakan pada kami Isa
bin Yunus dari Abi Bakar bin Abi Maryam Menceritakan pada kami Abdullah bin
Abdurrahman, Memberitahukan pada kami Amr bin Aun, Menceritakan pada
kami Ibnul Mubarak, dari Abi Bakar bin abi Maryam dari Dlamrah bin bin
Habib dari Syaddad bin Aus dari Nabi SAW bersabda, “orang yang cerdas itu
adalah orang yang mengalahkan hawa nafsunya (dirinya) dan melakukan
perbuatan untuk (kehidupan setelah mati), sedangkan orang yang lemah adalah
orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah. Sufyan
berkata” ini hadits Hasan” berkata lagi Maksud” Man daana Nafsahu” adalah
Mengevaluasi dirinya di dunia sebelum di hisab nanti di hari kiamat. Dan
15
diriwayatkan dari Umar bin Khattab berkata” Evaluasi diri kalian sebelum dihisab
di akhirat dan berhiaslah untuk kehormatan yang besar dan bahwasanya hisab
pada hari kiamat diringankan bagi orang yang mengevaluasi dirinya di dunia.
Diriwayatkan juga dari Maimun bin Mihran berkata” Tidak dikatakan hamba yang
bertaqwa, sehingga ia mengevaluasi dirinya sebagaimana Menginterogasi
temannya dari mana dia mendapat Makanan dan Pakaian. (HR. Turmudzi).
Hadits di atas menjelaskan bahwa sebelum manusia dihisab hendaknya
melakukan evaluasi diri di dunia kelak pembalasan yang diterima oleh
manusia tidak terlalu berat . Berkaitan dengan takhrij hadits di atas, sebagaimana
diketahui bahwa Saddad Bin Aus adalah sahabat Nabi, Dlamrah bin
Habib Tabi’in Kalangan Biasa (Tsiqah), Abu Bakar bin Abi Maryam Tabi’it
tabi’in Tua (Dha’ief), Ibnul Mubarok Tabi’it tabi’in Pertengahan (Tsiqah), Isa bin
Yunus Tabi’it tabi’in Tua (Tsiqah), Amru bin Aun Tabi’u atba’ Tua
(Tsiqah), Sufyan bin Abi Waki’ Tabi’u atba’ Tua (Dha’ief ) dan Abdullah bin
Abdurrahman tabi’u atba’ Pertengahan (Tsiqah). Jadi, secara keseluruhan
berkaitan dengan sanad hadits di atas dikatakan bahwa hadits tersebut bias
dijadikan hadits hasan menurut Imam Turmudzi sebab sanad hadits tersebut
didominasi oleh Perawi yang Tsiqah.
Rasulullah SAW, juga menguji kemampuan saat pada waktu akan
berangkat perang sebagaimana riwayat berikut.
‫ عرضنى‬,‫ عن ابى عمرقال‬,‫ عن نافع‬,‫ جدثنا عبد هللا‬,‫ حدثنا أبى‬,‫حدثنا محمد بن عبد هللا بن نمير‬
ٍ ‫ وعرضني يو‬.‫ فا ٍ يجوني‬,‫ وأنا ابن أربع عشرة‬,‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يو ٍ أحد فى القتال‬
(‫ فأجزانى )رواه البخاري‬,‫ وانا بن خمس عشرة سنة‬,‫الخندق‬
Artinya: Menceritakan kepada Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair,
menceritakan kepada kami ayahku, menceritakan kepada kami ‘Abdullah, dari
Nafi’, dari ibn Imar berkata, Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang
pada hari perang uhud, ketika aku berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak
mengizinkanku, dan beliau mengujiku kembali pada hari perang khandaq ketika
aku berusia lima belas tahun, lalu beliau mengizinkanku. (HR. Muslim).
Dari hadits tersebut bisa dilihat bahwa ketika Ibn Umar berusia empat belas
tahun dan pada waktu itu akan terjadi perang uhud, Ibn Umar dievaluasi atau diuji
16
oleh Rasulullah terlebih dahulu terkait kemampuannya dalam berperang. Setelah
Rasulullah menguji kemampuan Ibn Umar, Rasulullah kemudian tidak
mengijinkannya untuk mengikuti peperangan karena kemampuan Ibn Umar belum
cukup sempurna. Setelah Ibn Umar berusia lima belas tahun, Rasulullah kembali
menguji kemampuannya dalam berperang untuk menghadapi peperangan yang
pada waktu itu ialah perang khandaq. Setelah Rasulullah menguji dan melihat
kemampuannya, Rasulullah kemudian mengijinkannya untuk mengikuti
peperangan karena kemampuan Ibn Umar sudah cukup sempurna.
Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rasulullah SAW sering
mengevaluasi. Sebagaimana maqolah dibawah ini.
‫اب َي ْو َ ٍ ْال ِق َيا َم ِة َعلَى َم ْن‬
ُ ‫َف ْال ِح َس‬ ِ ‫َحا ِسب ُْوا ا َ ْنفُ َس ُك ْم قَ ْب َل ا َ ْن ت ُ َحا َسب ُْوا ت َزَ يهنُ ْوا ِل ْل َع ْر‬
ُّ ‫ض ْاأل َ ْك َب ِر َو ِإنه َما َيخ‬
‫ب نَفْ َسهُ فِ ْي الدُّ ْنيا‬ َ ‫َحا َس‬
Artinya: “Adakanlah perhitungan terhadap diri kalian sebelum kalian
diperhitungkan”.

3) Teknik Evaluasi
Jika dikaitkan antara evaluasi dengan pendidikan hingga menjadi suatu
term evaluasi pendidikan maka evaluasi pendidikan adalah penilaian untuk
mengetahui proses pendidikan dan komponen-komponennyadengan instrumen
yang terukur dan berlandaskan ketercapaian yang diinginkan. Dalam pendidikan,
evaluasi sangat penting dilakukan karena untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan dalam proses pembelajaran tersebut. Pendidikan menanamkan nilai-
nilai yang sangat sinkron dengan Pendidikan Agama Islam dan secara tidak
langsung maka untuk proses evaluasinya bisa digunakan evaluasi dalam wacana
pendidikan Islam. Term atau istilah evaluasi dalam wacana pendidikan Islam tidak
diperoleh padanan katanya yang pasti, tetapi terdapat term atau istilah-istilah
tertentu yang mengarah pada makna evaluasi.9 Term-term tersebut adalah:
a. Al-Hisab, memiliki makna mengitung, menafsirkan dan mengira. Hal ini
dapat dilihat dalam firman Allah SWT QS. Al-Baqarah, 2:284.

9
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004),hal. 198.
17
‫ض ۗ َوإِن ت ُ ْبد ُوا َما فِى أَنف ُ ِس ُك ْم أ َ ْو ت ُ ْخفُوهُ يُ َحا ِس ْب ُكم بِ ِه ٱ هلِّلُ ۖ فَيَ ْغ ِف ُر ِل َمن يَشَا ُء‬
ِ ‫ت َو َما فِى ٱ ْأل َ ْر‬ ِ ‫لِّل َما فِى ٱل هس َٰ َم َٰ َو‬
ِ‫ِه‬
ٌ ‫ِب َمن يَشَا ُء ۗ َوٱ هلِّلُ َعلَ َٰى ُك ِل َش ْىءٍ قَد‬
‫ِير‬ ُ ‫َويُعَذ‬
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau
kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan
kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Begitu pula dalam QS. Al-Ghasyiyah (88) Ayat 26.

َ ‫ث ُ هم إِ هن َعلَ ْينَا ِح‬


‫سابَ ُهم‬
Artinya: “Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab
mereka.”

b. Al-Bala’, memiliki makna cobaan dan ujian. Terdapat dalam firman


Allah SWT (QS. Al-Mulk, 67: 2).

ُ ُ‫يز ٱ ْلغَف‬
‫ور‬ ُ ‫ت َوٱ ْل َحيَ َٰوة َ ِليَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أ َ ْح َسنُ َع َم ًال ۚ َوه َُو ٱ ْلعَ ِز‬
َ ‫ٱلهذِى خَ لَقَ ٱ ْل َم ْو‬

Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun”

c. Al-Hukm, memiliki makna putusan atau vonis. Misalnya dalam firman


Allah SWT, (Q.S An-Naml: 78)

‫يز ٱ ْل َع ِلي ُم‬


ُ ‫ضى َبيْنَ ُهم ِب ُح ْك ِم ِهۦ ۚ َوه َُو ٱ ْل َع ِز‬
ِ ‫ِإ هن َرب َهك َي ْق‬
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara
mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.”
18

d. Al-Qadha, memiliki arti putusan. Misalnya dalam firman Allah SWT( Q.S
Thaha: 72)

‫ضى َٰ َه ِذ ِه ٱ ْل َح َي َٰوة َ ٱلدُّ ْن َيا‬


ِ ْ‫اض ۖ ِإنه َما تَق‬ َ َ ‫ض َما أ‬
ٍ َ‫نت ق‬ ِ َ‫قَالُوا لَن نُّؤْ ثِ َر َك َعلَ َٰى َما َجا َءنَا ِمنَ ٱ ْل َب ِي َٰن‬
َ َ‫ت َوٱلهذِى ف‬
ِ ‫ط َرنَا ۖ فَٱ ْق‬
Artinya: “Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan
kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada
kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah
apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat
memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja.”

e. Al-Nazhr, memiliki arti melihat. Misalnya dalam firman Allah SWT Q.S
Al-Naml:27)

‫نت ِمنَ ٱ ْل َٰ َك ِذ ِبي َن‬


َ ‫ت أ َ ْ ٍ ُك‬ َ َ ‫ظ ُر أ‬
َ ‫صدَ ْق‬ ُ ‫قَا َل َسنَن‬
Artinya: “Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah
kamu termasuk orang-orang yang berdusta.”

f. Al-Imtihan, berarti ujian yang juga berasal dari kata mihnah. Bahkan
dalam Alquran terdapat surat yang menyatakan wanita-wanita yang diuji
dengan menggunakan kata imtihan, yaitu surat al-Mumtahanah. Firman
Allah Swt. yang berkaitan dengan kata imtihan ini terdapat pada surat al-
Mumtahanah (60) ayat 10.

‫ت فَ َال‬ ٍ َ‫ت فَٱ ْمت َِحنُوه هُن ۖۖ ٱ هلِّلُ أ َ ْعلَ ُم بِإِي َٰ َمنِ ِه هن ۖ فَإ ِ ْن َع ِل ْمت ُ ُموه هُن ُمؤْ ِم َٰن‬
ٍ ‫َٰيَأَيُّ َها ٱلهذِينَ َءا َمنُوا إِذَا َجا َء ُك ُم ٱ ْل ُمؤْ ِم َٰنَتُ ُم َٰ َه ِج َٰ َر‬
‫ار ۖ ََل ه هُن ِحل له ُه ْم َو ََل هُ ْم يَ ِحلُّونَ لَ ُه هن ۖ َو َءاتُوهُم هما أَنفَقُوا ۚ َو ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم أَن ت َن ِك ُحوه هُن إِذَا‬ ِ ‫ت َْر ِجعُوه هُن إِلَى ٱ ْل ُكفه‬
ِ ‫ص ِم ٱ ْلك ََوافِ ِر َوسْـَٔلُوا َما أ َنفَ ْقت ُ ْم َو ْليَسْـَٔلُوا َما أَنفَقُوا ۚ َٰذَ ِل ُك ْم ُح ْك ُم ٱ ه‬
‫لِّل ۖ يَ ْح ُك ُم‬ َ ‫وره هُن ۚ َو ََل ت ُ ْم ِس ُكوا بِ ِع‬ َ ‫َءات َ ْيت ُ ُموه هُن أ ُ ُج‬
‫َب ْينَ ُك ْم ۚ َوٱ هلِّلُ َع ِلي ٌم َح ِكي ٌم‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah
kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji
(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;
19
maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman
maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka)
orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa
atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya.
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah
kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka
bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

g. Al-ikhtibar, memiliki makna ujian atau cobaan/al-bala‟. Orang Arab


sering menggunakan kata ujian atau bala‟ dengan sebutan ikhtibar.
Bahkan di lembaga pendidikan bahasa Arab menggunakan istilah
evaluasi dengan istilah ikhtibar.
Beberapa term tersebut di atas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi
secara langsung atau hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini
didasarkan asumsi bahwa Alquran dan Hadis merupakan asas maupun prinsip
pendidikan Islam, sementara untuk operasionalnya tergantung pada ijtihad umat.
Term evaluasi pada taraf berikutnya lebih diorientasikan pada makna “penafsiran
atau memberi putusan terhadap pendidikan”. Setiap tindakan pendidikan
didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat dan lingkungan pendidikan tertentu.
Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian dibutuhkan guna mengetahui
sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai. Dari pengertian ini, proses
pelaksanaan penilaian lebih ditekankan pada akhir tindakan pendidikan.
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan keputusan-
keputusan pendidikan, baik yang menyangkut perencanaan, pengelolaan, proses
dan tindak lanjut pendidikan, baik yang menyangkut perorangan, kelompok
maupun kelembagaan. Dalam konteks ini, penilaian dalam pendidikan Islam
bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam
20
benar-benar sesuai dengan nilai- nilai Islami sehingga tujuan pendidikan Islam
yang dicanangkan dapat tercapai secara maksimal.10
Selanjutnya evaluasi dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Jenis evaluasi berdasarkan tujuan dibedakan atas lima jenis evaluasi, yaitu:
a) Evaluasi diagnostik, adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah kelemahan-
kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya;
b) Evaluasi selektif adalah adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih
siwa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu;
c) Evaluasi penempatan adalah adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan
siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa;
d) Evaluasi formatif adalah adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar dan mengajar. Sebagaiman
dikemukakan oleh Frederich G. Knikr, “formative evaluation looks at the process
of Learning and teaching while the instruction disain is being develop and
materials produced”;
e) Evaluasi sumatif adalah adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan
hasil dan kemajuan belajar siswa. Penilaian ini dilaksanakan terhadap program/
desain yang telah diimplementasikan.
2) Jenis evaluasi berdasarkan sasaran
a) Evaluasi konteks yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik
mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan
yang muncul dalam perencanaan;
b) Evaluasi input, evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber
daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan;
c) Evaluasi proses, evaluasi yang ditujukan untuk melihat proses pelaksanaan,
baik mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung
dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya;
d) Evaluasi hasil atau produk, evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program
yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki,
dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan;
e) Evaluasi outcome atau lulusan, evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil
belajar siswa lebih lanjut, yakni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.

10
Ngalim Purwanto. Evaluasi Pengajaran.( Bandung: Remaja Karya, 1955),hal.12.
21
3) Jenis evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran:
a) Evaluasi program pembelajaran, yang mencakup terhadap tujuan
pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-
aspek program pembelajaran yang lain;
b) Evaluasi proses pembelajaran, yang mencakup kesesuaian antara
peoses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang
di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran,
kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran;
c) Evaluasi hasil pembelajaran, mencakup tingkat penguasaan siswa
terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun
khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.
4) Jenis evaluasi berdasarkan objek dan subjek evaluasi
Berdasarkan Objek antara lain:
a) Evaluasi input, evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan
kepribadian, sikap, keyakinan;
b) Evaluasi transformasi, evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi
proses pembelajaran antara lain materi, media, metode dan lain-
lain;
c) Evaluasi output, evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada
ketercapaian hasil pembelajaran;
Berdasarkan subjek :
a) Evaluasi internal, evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam
sekolah sebagai evaluator, misalnya guru;
b) Evaluasi eksternal, evaluasi yang dilakukan oleh orang luar
sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat.

4) . Tujuan dan Fungsi Evaluasi dalam Pendidikan karakter


Secara rasional filosofis, pendidikan Islam bertugas untuk membentuk al- Insan
al-Kamil atau manusia paripurna. Karena itu evaluasi pendidikan Islam, hendaknya
diarahkan pada dua dimensi, yaitu: dimensi dialektikal horizontal dan dimensi
ketundukan vertical.11 Tujuan evaluasi pendidikan adalah mengetahui kadar pemahaman
anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik
untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi
bertujuan mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga

11
Abdul al-Aziz, dkk. Dalam Hasan Langgulung, Pendidikan dan peradaban Islam, al-Hasan. (
Jakarta: Indonesia, 1985), 3
22
naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan
mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidik bersungguh-sungguh dalam
menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.Dalam pendidikan Islam,
tujuan evaluasi ditekankan pada penguasaan sikap, keterampilan dan pengetahuan-
pemahaman yang berorientasi pada pencapaian al-insan al-kamil.12 Penekanan ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara garis besar meliputi
empat hal, yaitu:
a) Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya;
b) Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat;
c) Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam
sekitar; dan
d) Sikap dan pandangan terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah SWT,
anggota masyarakat serta khalifah-Nya.
Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa
klasifikasi kemampuan teknis, yaitu:
a) Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah Swt. dengan
indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan
dan ketakwaan kepada Allah Swt;
b) Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan
kegiatan hidup bermasyarakat, seperti akhlak yang mulia dan disiplin;
c) Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta
menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi
makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada;
d) Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah
Swt. dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam
budaya, suku dan agama;
Secara filosofis fungsi evaluasi selain menilai dan mengukur juga memotivasi
serta memacu peserta didik agar lebih bersungguh-sungguh dan sukses dalam kerangka
pencapaian tujuan pendidikan Islam. Secara praktis fungsi evaluasi adalah (a) secara
psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya, sehingga ia merasakan
kepuasan dan ketenangan, (b) secara sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta
didik sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti dapat

12
Omaar Mohammad al-Toumu M. Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa Dr. Hasan
Langgulung ( Jakarta: Cet. I, Bulan Bintang, 1979), hal.339
23
berkomunikasi dan beradaptasi dengan seluruh lapisan masyarakat dengan segala
karakteristiknya, (c) secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru
dalam menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan
kecakapannya masing-masing, (d) untuk mengetahui kedudukan peserta didik di antara
teman-temannya, apakah ia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang, (e) untuk
mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program pendidikannya, (f)
untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam rangka
menentukan jenis pendidikan, jurusan maupun kenaikan tingkat/kelas, (g) secara
administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan peserta
didik kepada pemerintah, pimpinan/kepala sekolah, guru/instruktur, termasuk
peserta didik itu sendiri. 13
Fungsi evaluasi pendidikan islam adalah sebagai umpan balik (feedback)
terhadap kegiatan pendidikan. Umpan balik ini berguna untuk:
a) Ishlah yaitu perbaikan terhadap semua komponen-komponen pendidikan,
termasuk perilaku, wawasan dan kebiasaan-kebiasaan;
b) Tazkiyah yaitu penyucian terhadap semua komponen-komponen
pendidikan;
c) Tajdid yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan;
d) Al-Dakhil yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua murid berupa rapor,
ijazah, piagam dan sebagainya.

5) Prinsip-Prinsip Evaluasi Dalam Pendidikan


Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam evaluasi pendidikan Islam,
yaitu: prinsip kontinuitas, prinsip menyeluruh, prinsip obyektivitas, dan prinsip mengacu
pada tujuan.
a) Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Bila aktivitas pendidikan Islam dipandang sebagai suatu proses untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus dilakukan
secara kontinu. Prinsip ini selaras dengan istiqamah dalam Islam, yaitu setiap umat
Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah Swt. yang diwujudkan dengan
senantiasa mempelajari Islam, mengamalkannya, serta tetap membela tegaknya agama
Islam, sungguhpun terdapat berbagai tantangan yang senantiasa dihadapinya. Dalam

13
Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003
24
ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang
pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil,
sebagaimana diisyaratkan Alquran dalam Surah Al- Ahqaf (46) Ayat 13

َ‫علَ ْي ِه ْم َو ََل هُ ْم يَحْ زَ نُون‬ ٌ ‫ِإ هن ٱلهذِينَ قَالُوا َربُّنَا ٱ هلِّلُ ث ُ هم ٱ ْستَ َٰقَ ُموا فَ َال خ َْو‬
َ ‫ف‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah",


kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tiada (pula) berduka cita.”

b) Prinsip Menyeluruh (komprehensif)


Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan,
pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab dan
sebagainya, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran Surat Al-Zalzalah Ayat 7

ُ ‫فَ َمن يَ ْع َم ْل ِمثْقَا َل ذَ هر ٍة َخي ًْرا يَ َرهۥ‬


Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya.”

c) Prinsip objektivitas
Objektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik- baiknya,
berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur- unsur
subjektivitas dari evaluator. Allah SWT. memerintahkan agar seseorang
berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan
ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan.
d) Prinsip mengacu kepada tujuan
Setiap aktivitas manusia sudah pasti mempunyai tujuan tertentu, karena
aktivitas yang tidak mempunyai tujuan berarti merupakan atau pekerjaan sia-sia

6) Sistem Evaluasi dalam Pendidikan


Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam mengacu pada sistem evaluasi yang
digariskan oleh Allah SWT, dalam Alquran dan dijabarkan dalam Sunah, yang dilakukan
Rasulullah SAW dalam proses pembinaan risalah Islamiyah. Secara umum sistem
evaluasi pendidikan Islam sebagai berikut:
25
a) Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam
problema kehidupan yang dihadapi (QS. Al-Baqarah, 2: 155).

‫ت ۗ َوبَش ِِر ٱل َٰ ه‬
َ‫صبِ ِرين‬ ٍ ‫ف َوٱ ْل ُجوعِ َونَ ْق‬
ِ ‫ص ِمنَ ٱ ْأل َ ْم َٰ َو ِل َوٱ ْألَنفُ ِس َوٱلث ه َم َٰ َر‬ ِ ‫َولَنَ ْبلُ َونه ُكم بِش َْىءٍ ِمنَ ٱ ْلخ َْو‬
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

b) Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang
telah diaplikasikan Rasulullah SAW. kepada umatnya (QS. Al-Naml, 27: 40).

‫ط ْرفُكَ ۚ فَلَ هما َر َءاهُ ُم ْست َ ِق ارا ِعندَهۥُ قَا َل َٰ َهذَا ِمن فَض ِْل َربِى‬ ِ َ ‫قَا َل ٱلهذِى ِعندَهۥ ُ ِع ْل ٌم ِم َن ٱ ْل ِك َٰت‬
َ َ‫ب أَن َ۠ا َءاتِيكَ بِ ِهۦ قَ ْب َل أَن يَ ْرتَده إِلَيْك‬
‫َنِى ك َِري ٌم‬ َ ‫ِليَ ْبلُ َونِى َءأ َ ْش ُك ُر أ َ ْ ٍ أ َ ْكفُ ُر ۖ َو َمن‬
َ ‫شك ََر فَإِنه َما يَ ْش ُك ُر ِلنَ ْف ِس ِهۦ ۖ َو َمن َكف ََر فَإِ هن َر ِبى‬
Artinya: “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala
Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini
termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa
yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia."

c) Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan


seseorang, seperti pengevaluasian Allah SWT. terhadap nabi Ibrahim as. yang
menyembelih Ismail as. putra yang dicintainya (QS. Al-Shaaffat, 37: 103)

ِ ‫فَلَ هما أ َ ْسلَ َما َوت َلههۥ ُ ِل ْل َج ِب‬


‫ين‬
Artinya: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya
atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).”

d) Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran yang telah
diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam as. tentang
asma` yang diajarkan Allah SWT. kepadanya di hadapan para.
e) Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan
memberikan semacam ‘iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk.
26
f) Allah SWT. dalam mengevaluasi hamba-Nya, tanpa memandang formalitas
(penampilan), tetapi memandang subtansi di balik tindakan hamba-hamba
tersebut.
g) Allah SWT. memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu,
jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan.

7) Sasaran Evaluasi dalam Pendidikan


Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah
menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat penting
untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu: 14
a) segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat,
perhatian, keterampilan peserta didik sebagai akibat dari proses belajar mengajar;
b) segi pengetahuan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam
proses belajar mengajar;
c) segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar
mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya
proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang
dicapai oleh peserta didik.

14
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis. ( Jakarta: PT rieneka Cipta, 2005), hal.248
27
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

Evaluasi dalam pendidikan karakter adalah penilaian untuk mengetahui proses


pendidikan dan komponen-komponennya dengan instrumen yang terukur dan
berlandaskan ketercapaian karakter yang diinginkan.Tujuan evaluasi pendidikan adalah
mengetahui kadar pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian
dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Program
evaluasi bertujuan mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah,
sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat.
Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik,
yaitu sejauh mana pendidik bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
evaluasi pendidikan Islam, yaitu: prinsip kontinuitas, prinsip menyeluruh, prinsip
obyektivitas, dan prinsip mengacu pada tujuan. Dalam implementasi evaluasi dalam
pendidikan karakter memang tidak semudah membalik tangan, namun itu semua adalah
tantangan bagi dunia pendidikan sekarang dan masa mendatang. Jika dalam pembelajaran
guru belum mampu mengevaluasi siswa dalam evaluasi pendidikan karakter maka harus
ada korelasi positif dengan lingkungan sekitar misal keluarga dan masyarakat.
28
DAFTARPUSTAKA

Abu 'Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, al Jami' al-Sahih al-


Musnad min Hadis RasulillahSallallahu'alaihiwaSallam
waSunanihiwaAyyamihi, Jilid III. Kairo:al-Matba'ah al-Salafiyyah,
1403 H.
AbdullahbinAbdurrahmanbinShalihAliBassam,Taisirul-Allam Syarh
Umdatul-Ahkam, Jeddah: Maktabah As-SAWadyLit-Tauzi‟,
1412/1992
AhmadMustofa, IlmuBudayaDasar, CV. PustakaSetia, Bandung. 1999
Ahmad Sunarta dan Syamsuddin Noor, Himpunan Hadits Shahih Bukhari,
Jakarta: AnNur, 2009
Al-„Asqalani, Syihab al-Din Abu al-Fadl Ahmad ibn „Ali ibn Hajar. Nuzhat al-
NazrSyarhNukhbah.Mesir. al-Munawwarah.t.th.IbnHajaral-'Asqalani
Al-Aziz, Abdul dkk. Dalam Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam,
al-Hasan. Jakarta: Indonesia, 1985
AminAbdullah,Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic
Studies di PerguruanTinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif,
Cetakan: I, Februari. 2006
Arikunto. Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara 2003.
Bahri Djamarah, Syaiful. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif
Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: PT rieneka Cipta,
2005.
DefinisiWewenang,http://artikata.com/arti-383651-wewenang.html
GeorgeR.Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PTBumiAksara, 2009
H.B.Siswanto, Pengantar Manajemen, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Surabaya, CV.Haji Mas Agung, 1997
Hamka, Tafsiral-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, cet.I, juzXXII
Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, Bandung:
Cipta Cekas Grafika, 2004.
'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur'an al-Azim,
jil. XI. Kairo: MuassasahQ urtubah, 2000
M.Dawam Raharjo, Ensiklopedi Islam, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002
M.NgalimPurwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008
M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Pesan, Kesandan Keserasianal-Qur‟an,
Jakarta: LenteraHati, 2002
Malyu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2012
Mohammad al-Toumu M. Syaibany, Omaar. Falsafah Pendidikan Islam, Alih
bahasa Dr. Hasan Langgulung. Jakarta: Cet. I, Bulan Bintang, 1979.
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Terjemah Shahih Muslim Riyadhus Shalihin
Jilid III Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2014, Tentang Kepala Madrasah
29
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan guru
sebagai kepala sekolah/madrasah, 20 Juni 2010
RachmatRamadhanaal-Banjari, Prophetic Leadership, Yogyakarta: DIVA Press,
2008
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2008
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisikedelapan), Jakarta: PT Indeks, 2007
Roderik Martin, Sosiologi Kekuasaan, ter. Herjoediono, Jakarta: Rajawali Press,
1990
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pres,1990
Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar, Jakarta: BumiAksara, 2003
The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta: Liberty, 2000
ThomasGordon, Kepemimpinan yang Efektif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994
Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Madrasah, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
cetakanke3.
Murtado Dodo dkk, Manajemen dalam perspektif Alquran dan Hadis,
(Bandung:Yrama Widya, 2019)
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1988)
Syafri Shofyan Harahap, Akuntansi, Pengawasan dan Manajemen dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: Fe Universitas Trisakti, 1992)
M Utsman Najati, Belajar EQ, Dan SQ Dari Sunah Nabi (Jakarta: Hikmah, 2006),

Anda mungkin juga menyukai