Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PERANAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK ORGANISASI


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kepemimpinan Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Fatah Syukur

DisusunOleh:

1. Agus Setiawan (2241046)


2. Much Misbah Assa'di (2241047)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDKAN ISLAM


PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEBUMEN
2022
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ........................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................6
A. PERANAN KEPEMIMPINAN ........................................................................... 6
1. Definisi Kepemimpinan ...................................................................................6
2. Peran Kepemimpinan dalam Organisasi ........................................................7
B. KONFLIK ORGANISASI ................................................................................. 11
1. Hakikat Konflik ..............................................................................................11
2. Pandangan Terhadap Konflik .......................................................................13
3. Faktor Penyebab Konflik...............................................................................15
C. MACAM-MACAM KONFLIK DALAM ORGANISASI ............................... 17
D. PERAN PIMPINAN DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK DI
ORGANISASI.................................................................................................... 19
E. STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM PEMECAHAN KONFLIK
ORGANISASI.................................................................................................... 22
1. Majemen Konflik............................................................................................22
2. Model Konseptual Manajemen Konflik Organisasi ....................................24
BAB III. PENUTUP ........................................................................................................28
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Siklus kehidupan manusia dikelilingi oleh pertentangan alamiah sebagai
ketetapan Allah (sunatullah) yang tertata sedemikian rupa sehingga melahirkan
dinamika bagi kehidupan manusia itu sendiri. Adanya perbedaan antara malam
dan siang melahirkan dimensi waktu; malaikat dan setan serta surga dan neraka
melahirkan dimensi nilai dan moral; bumi dan langit serat barat- timur dan utara -
selatan melahirkan dimensi ruang dan tempat. Perbedaan, pertentangan dan
konflik merupakan suatu kewajaran dalam dinamika kehidupan manusia.
Dengan demikian merupakan suatu kewajaran, bahwa pertentangan atau
konflik akan selalu ada selama manusia itu ada, baik secara individu maupun
anggota kelompok ataupun masyarakat. Dalam kehidupan berorganisasi misalnya,
konflik antara pemimpin dengan orang yang dipimpinnya atau antar anggota
kelompok dengan anggota lainnya bisa saja terjadi. Sebab didalam suatu
organisasi terdapat beberapa individu yang berbeda kepribadiannya,
kepentingannya, latar belakang, sosial, budaya, agama, dan sebagainya. Konflik
tidak bisa dihindari, tetapi dapat dikelola, bahkan disinergikan menjadi sesuatu
yang sangat dinamis.
Oleh karena itu, pengendalian konflik merupakan salah satu tugas
pemimpin dalam kepemimpinannya. Efektifitas kepemimpinan sesorang dapat
dinilai dan bagaimana ia mampu mengendalikan dan mengelola konflik.
Kegagalan seorang pemimpin dalam mengendalikan dan mengelola konflik akan
menimbulkan sesuatu yang anti produktif dan destruktif, sebaliknya jika seorang
pemimpin dapat mengendalikan dan mengelola konflik secara baik. Konflik
merupakan masalah yang pelik untuk segera dicarikan pemecahannya. Konflik
dapat bermanfaat terutama dalam : (l) Menciptakan kreativitas (2) Perubahan
sosial yang konstruktif (3) Membangun keterpaduan kelompok, dan (4)
Peningkatan fungsi kekeluargaan/ kebersamaan.
2

Sejarah manusia telah memperlihatkan bahwa sejak zaman dahulu


manusia yang hidup berkelompok sudah mengenal pemimpin yang akan
memimpin mereka. Ada beberapa macam pemimpin misal pemimpin formal,
pemimpin informal, pemimpin bidang keagamaan, pemimpin bidang politik,
pemimpin perusahaan, pemimpin rumah tangga dan masih banyak lagi macamnya
sesuai dengan bidang yang dihadapi. Gaya seorang pemimpin dipergunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Seorang pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai dengan
kemampuan dan kepribadiannya.
Setiap pemimpin dalam menggerakkan dan mengarahkan semua potensi
pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan , norma-norma
dan budaya organisasi dipandang sebagai suatu kunci kesuksesan pencapaian
tujuan organisasi. Peranan pemimpin dalam membina pegawai sangat terkait
dengan gaya kepemimpinannya yang ditampilkan. Seorang pemimpin diharapkan
dapat menampilkan gaya kepemimpinan dalam segala situasi , dan mampu
memberi motivasi dimasa-masa sulit sehingga tercipata rasa keyakinan akan
atasan dalam diri para bawahannya.
Didalam suatu organisasi keberadaan seorang pemimpin sangat penting
karena pemimpin menjadi salah satu ujung tombak dari keberhasilan dalam
berorganisasi. Maka tugas pemimpin adalah mempengaruhi bawahannya untuk
mencapai perubahan dengan menciptakan koordinasi yang lebih mudah,
membentuk tim kerja dalam mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin
menekan ego sendiri, menghargai kontribusi orang lain dan menunjukkan pada
bawahan bahwa mereka sangat dihargai.
Pemimpin mendorong keberanian untuk menerima kegagalan dan
kesalahan, mendengar apa yang dikatakan bawahan , menunjukkan kepercayaan
pada orang lain dan mau belajar dari orang lain termasuk dengan bawahannya.
Dalam mencapai tujuan organisasi membutuhkan beberapa faktor pendukung
yaitu alat, modal, alam dan manusia. Diantara faktor-faktor tersebut manusialah
3

yang sangat dominan untuk memegang peranan penting dalam menentukan masa
depan organisasi.
Walaupun modal yang tersedia besar dan teknologi yang digunakan
canggih, organisasi tidak akan mampu berjalan dengan baik jika tidak ada
manusia yang berada di organisasi tersebut. Dan perlu di sadari bahwa
keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia
dengan didukung seorang pemimpin yang mampu memimpin suatu organisasi,
dituntut untuk mempunyai pemikiran terbuka, mau menerima ide-ide baru, rela
menerima kritikan dan mau belajar serta mendengarkan kebenaran yang
disampaikan oleh bawahnnya. Pemimpin dituntut untuk menciptakan hubungan
personal dengan orang lain dari pada kebutuhannya sendiri, dan harus berani
menerima kegagalan.
Setiap pemimpin perlu menyadari bahwa untuk mewujudkan hubungan
manusiawi yang efektif , perlu memilki kemampuan memperlakukan orang lain
sebagai subyek bukan objek, sebagaimana layaknya benda mati, yang dapat
diperlukan sekehendak hati. Istilah dalam kepemimpinan “Return On Individual”
yang artinya agar pemimpin menaruh perhatian pada setiap individu yang
dipimpinnya. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memilki kecakapan dan
kelebihan sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Jadi, pemimpin ialah seorang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan
sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir), dan merupakan kebutuhan
dari satu situasi/zaman, sehingga pemimpin mempunyai kekuasaan dan
kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Pemimpin juga
mendapatkan pengakuan serta dukungan dari bawahannya dan mampu
menggerakkan bawahan kearah tujuan tertentu. Tanda-tanda awal konflik terlihat
dalam peningkatan intensitas ketidak sepakatan diantara anggota-anggota.
Konflik dalam diri individu dinyatakan melalui keluh kesah, gerakan-
gerakan kegelisahan pada wajah, perilaku gagap, melamun, dan ucapan-ucapan
yang ketus. Sedangkan konflik antar individu maupun kelompok ditandai dengan
semakin menurunnya ketidak saling percayaan, ketidak saling terbukaan, dan
4

kerjasama kelompok diantara kedua belah pihak. Akibat adanya konflik yang
terjadi disuatu organisasi berakibat pada renggangnya hubungan antar individu di
organisasi tersebut.
Selain itu berakibat pula pada perkembangan organisasi itu sendiri.
Perkembangan organisasi adalah menghabiskan waktu atau energi yang
seharusnya dapat digunakan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat dan kinerja
karyawan menjadi rendah sehingga sulit mencapai tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya. Akibat konflik yang timbul tidak seluruhnya menghambat
perkembangan organisasi.
Ada konflik yang dapat menjamin kehidupan dan kemajuan organisasi,
dikatakan demikian karena adanya situasi-situasi konflik dapat meningkatkan
kesadaran organisasi akan masalah-masalah yang harus diatasi, mendorong
pencarian solusi-solusi secara lebih luas dan juga dapat memfasilitasi perubahan-
perubahan secara positif dan inovatif. Walaupun demikian konflik yang sudah
melampaui batas kewajaran yang dapat menghambat perkembangan organisasi
harus segera diatasi. Tidak mudah bagi pemimpin dalam menyelesaikan konflik
yang terjadi di suatu organisasi yang dipimpinnya, sehingga pimpinan mempunyai
hambatan dalam mengatasi konflik tersebut.
Hal itu disebabkan adanya ketidak terbukaan antara bawahan dan atasan.
Di dalam suatu organisasi memang terdapat sumber daya manusia yang terdiri
dari bermacam-macam individu atau pribadi. Setiap individu pasti memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Salah satu tugas atau peran pimpinan yaitu harus
dapat menyelesaikan konflik yang sifatnya merugikan untuk menciptakan suatu
organisasi yang sehat dan tertib dengan cara menggunakan metode pendekatan
penyelesaian yang tepat untuk menangani konflik sehingga setiap konflik itu
dapat diselesaikan dengan baik dan tidak ada yang merasa dirugikan. Dari latar
belakang tersebut, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai konflik yang
dapat merugikann organisasi, maka penulis mengambil judul tentang “Peranan
Kepemimpinan Dalam Konflik Organisasi”.
5

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sangatlah


menarik untuk dikaji, namun penulis memfokuskan bidang yang dikaji dalam
penulisan ini yaitu peran pimpinan dalam menyelesaikan konflik di organisasi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, penulis merumuskan permasalahan yang


akan dibahas yaitu:
1. Bagaimana Hubungan Kepemimpinan dengan Organisasi?
2. Bagaimana Suatu Konflik Berpengaruh Terhadap Perkembangan
Organisasi?
3. Bagaimana Peran Pimpinan dalam Menyelesaikan Konflik di Organisasi?
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. PERANAN KEPEMIMPINAN
1. Definisi Kepemimpinan
Kata kepemimpinan memiliki akar kata pemimpin. Kemudian pemimpin
berasal dari kata pimpin yang berarti bimbing, tuntun. Pemimpin berarti orang
yang memimpin, membimbing, menuntun, menunjukkan jalan, melatih
(mendidik, mengajar) supaya akhirnya dapat mengerjakan sendiri
(Poerwadarminta, W. J.S., 1986). Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard dalam
bukunya Management of Oraganizational Behavior mendefinisikan
kepemimpinan sebagai proses yang mempengaruhi kegiatan individu atau
kelompok dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu (Paul
H. & Kenneth H. Blanchard, 1982). Pengertian di atas menggambarkan bahwa
kepemimpinan adalah upaya-upaya seseorang untuk mempengaruhi prilaku orang
lain atau prilaku kelompok. Upaya mempengaruhi prilaku tersebut bertujuan agar
dapat mencapai target atau sasaran tertentu. Baik tujuan perorangan atau
kelompok.
Kepemimpinan, menurut Bashori, dipahami sebagai segala daya upaya
bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat (resources) yang tersedia
dalam suatu organisasi (Bashori, 2020). Menurut Robbins dalam Wahab dan
Umiarso, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok ke arah
pencapaian tujuan. Owens mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu interaksi
antara satu pihak sebagai yang memimpin dengan pihak yang dipimpin.
Sedangkan James Lipham, seperti yang diikuti oleh M. Ngalim Purwanto,
mendefinisikan kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur
baru untuk mencapai tujuantujuan dan sasaran organisasi atau untuk mengubah
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran organisasi (Wahab, 2015).
Dari beberapa definisi kepemimpinan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau
bekerjasama (mengkolaborasi dan mengelaborasi potensi nya) untuk mencapai
7

tujuan yang telah ditetapkan. Dari keterangan di atas juga dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan : a) Merupakan usaha mempengaruhi orang lain agar mau
melakukan sesuatu; b) Merupakan seni karena upaya yang dilakukan berbeda-
beda; c) Bersifat berkelanjutan; d) Bertujuan untuk memperoleh manfaat bersama.
Dengan demikian kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama
diantara pemimpin dan anggotanya.
Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga
dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat
memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengaruhi
bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya (Bashori, 2019)
2. Peran Kepemimpinan dalam Organisasi

Salah satu indikator kesuksesan organisasi tercermin pada kinerja yang


dihasilkan secara komprehensif, baik kinerja dari aspek finansial, aspek manusia,
aspek metode kerja dan lingkungan yang kondusif. Terkait dengan kinerja sumber
daya manusia dipengaruhi oleh dua katagori faktor utama yaitu faktor internal dan
faktor eksternal sumber daya manusia. Sumber daya manusia sebagai salah satu
aset organisasi yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak dapat
digantikan oleh sumber daya lainnya. Dalam berorganisasi, peranan sumber daya
manusia sangatlah penting karena sumber daya manusia ini berlaku sebagai
pengelola sistem.
Agar sistem ini tetap berjalan, dalam pengelolaanya harus memperhatikan
aspek-aspek penting seperti perencanaan, perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan
pengembangan, penggajian, penilaian, pemutusan hubungan kerja dan aspek-
aspek sumber daya manusia lainnya. Dalam hal ini sumber daya manusia
dijadikan manajemen sebagai salah satu indikator penting pencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. (Farid Wajdi & Asmani Arif, 2021).
Kepemimpinan diyakini banyak pihak berkaitan erat dengan keberhasilan suatu
organisasi. Pemimpin di suatu organisasi mempunyai posisi yang dominan dalam
menentukan sukses atau tidaknya suatu organisasi.
Kinerja yang dihasilkan oleh suatu organisasi merupakan gambaran
kinerja yang diberikan oleh pemimpin dalam mengelola organisasi tersebut.
8

Pemimpin yang baik akan dapat mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi


orang lain untuk melaksanakan tugas sesuai dengan perintahnya, sehingga
diharapkan dapat mewujudkan tercapainya tujuan organisasi. Dalam konteks
pendidikan, kepemimpinan menjadi faktor penentu keberhasilan pencapaian
tujuan pendidikan (Sutarto, 2006). Meskipun sebenarnya banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan institusi pendidikan, namum kepemimpinan
menjadi faktor utama.
Kepemimpinan pada organisasi ataupun lembaga pendidikan sangatlah
penting dikarenakan dalam memperoleh kesuksesan, dibutuhkan kepemimpinan
dengan keterampilan yang baik dan efektif. Pemimpin juga harus memiliki
kemampuan sebagai pengelola, sebagai seorang pemimpin yang profesional
bukan hanya mempunyai gaya dan menghayati nilai-nilai yang diperlukan di
dalam masyarakat, tetapi juga menguasai prinsip manajemen modern. Disamping
itu, seorang pemimpin profesional haruslah menguasai visi, misi tujuan serta
program-program yang telah ditetapkan, strategi yang dijalankan harus sesuai
dengan potensi masyarakat.
Terdapat komponen-komponen yang mendukung dalam kepemimpinan
tersebut. Diantaranya adanya pemimpin yang ideal, kemampuan pemimpin untuk
mendorong pencapaian tujuan organisasi, pengikut, adanya target yang ingin
diperoleh, dan terdapat organisasi tempat dimana kepemimpinan tersebut ada. Jadi
peran kepemimpinan dalam lembaga pendidikan sangat penting, karena jalannya
suatu lembaga pendidikan tergantung kepemimpinannya, bagaimana dia bisa
membawa bawahannya kearah yang lebih baik, serta dapat mencapai tujuan di
dalam lembaga pendidikan itu sendiri.
Namun, pada kalangan akademisi memiliki kesepakatan bahwa
kepemimpinan sangatlah situasional dan kontekstual, bahwa pemimpin yang
berhasil dalam satu konteks tidak perlu berhasil pada konteks lain, atau berhasil
memimpin dalam suatu kelompok belum tentu jika memimpin kelompok lainnya,
atau berhasil ada satu waktu belum tentu dapat berhasil pada waktu yang lainnya.
Selain itu, sebagian besar penulis setuju bahwa kepemimpinan dapat diajarkan
9

dan dipelajari, meskipun yang lain percaya bahwa bakat kepemimpinan tertentu
adalah bawaan sejak lahir (Muna & Zennie, 2010).
Mengelola suatu organisasi termasuk didalamnya mengelola sumber daya
manusia, memerlukan prinsip-prinsip manajemen termasuk prinsip dan teori
kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam
memimpin organisasinya, terutama dalam hal manajemen sumber daya manusia.
Dengan demikian seorang pimpinan dalam suatu organisai merupakan faktor yang
menentukan atas keberhasilan organisasi yang dipimpinnya. Menurut Luther
Gulick sebagaimana dikutip oleh Sutarto (1993:28) tentang pengertian organisasi
dalam hubungannya dengan kepemimpinan mengatakan bahwa:

“Organization is the means of interrelating the subdivisions of work by


allotting them to men who are placed in a structure of authority, so that to
work may be coordinated by orders of superior to subordinates, reaching
from the top to the bottom of the entire enterprise”.

Seorang pemimpin akan berhasil apabila menempatkan orang-orang yang


benar ke dalam posisi yang tepat seperti ungkapan “The Right Man In The Right
Place”. Apabila hal tersebut dipenuhi, besar kemungkinan pemimpin tersebut
akan berhasil menjalankan tugas kepemimpinannya. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan di organisasi adalah seperangkat perilaku yang diharapkan
dilakukan oleh seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin
didalam organisasi yang dipimpinnya.
Menurut Oemar Hamalik (2005:166) ada 5 (lima) hal yang perlu
diperhatikan agar pemimpin dapat berperan baik didalam organisasi yang
dipimpinnya. Meliputi :
a. Peran sebagai katalisator
Seorang pemimpin harus menumbuhkan pemahaman dan kesadaran orang-
orang yang dipimpinannya, agar tindakan yang dilakukan dapat bermanfaat
untuk kepentingan semua anggota organisasi. Para anggota merasa bahwa
hasil kerja pimpinannya tidak semata-mata menguntungkan dirinya, tetapi
10

menguntungkan semua anggota organisasi secara keseluruhan. Maka


pemimpin harus melaksanakan tugas :
1.) Melakukan identifikasi masalah yang dihadapi oleh kelompok, baik
masalah intern maupun masalah ekstern. Sebagai contoh masalah intern
adalah masalah yang ada didalam organisasi seperti sistem komunikasi,
sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan dan lain-lain,
sedangkan masalah ekstern dapat dilihat dari cara melakukan kerjasama
antar organisasi;
2.) Merumusksan masalah yang paling penting dan masalah yang sangat
sering terjadi dan dihadapi oleh oleh anggota kelompok. Misalnya seperti
perbedaan persepsi oleh komunikasi yang digunkakan kurang jelas
sehingga sulit dipahami;
3.) Merumuskan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah dan
mencari berbagai alternatif pemecahannya. Sebagai missal faktor-faktor
tersebut adalah adanya sumber daya yang langka sehingga alternative
yang ditempuh oleh seorang pimpinan adalah memperbesar sumber daya
tersebut.
b. Peran sebagai Fasilitator
Seorang pemimpin harus dapat mendorong dan menumbuhkan kesadaran
para kelompok di suatu organisasi yang dipimpinnya supaya kesadaran para
kelompok di suatu organisasi yang dipimpinnya supaya melakukan
perubahan yang diharapkan untuk meningkatkan perkembangan suatu
organisasinya. Pemimpin harus dapat memberikan berbagai kemudahan
bagi para kelompoknya dengan cara:
1.) Mengorganisasikan kegiatan para kelompok untuk memudahkan
organisasi mencapai tujuannya;
2.) Membuat keputusan yang mengacu kepada penyusunan skala prioritas
tugas-tugas yang hendak dikerjakan oleh organisasi dan para
kelompoknya.
c. Peran sebagai pemecah masalah
11

Seorang pemimoin harus mampu bertindak cepat, tepat, dan tanggap


permasalahan yang dihadapi oleh organisasi, dan berusaha memecahkan
masalah tersebut dengan secepat-cepatnya. Pemimpin harus mampu
menentukan saat dan bentuk pemberian bantuan kepada anggota atau
kelompok, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan setiap gerak langkah
yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang ada.
d. Peran sebagai penghubung sumber
Seorang pemimpin harus dapat mencari sumber-sumber yang berkenaan
dengan kondisi dan kebutuhan organisasi. Dengan sumber-sumbver
tersebut, pemimpin dapat membantu organisasi atau kelompok untuk
mengetahui cara-cara pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperoleh
bantuan yang diperlukan dalam rangka memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
e. Peran sebagai komunikator
Seorang pemimpin harus dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada
orang lain, yang kemudian disampaikan kepada orang lain, yang kemudian
disampaikan kepada orang lain secara berlanjut. Bentuk komunikasi harus
dilakukan secara dua arah supaya gagasan yang disampaikan dapat dibahas
secara luas, yang mencakup para pelaksana dan khalayak sasaran perlu
menguasai teknik berkomunikasi secara efektif.

B. KONFLIK ORGANISASI

Menurut Chandolia dan Anastasiou, pimpinan organisasi harus bisa


mengatasi (me-manage) konflik yang terjadi pada organisasi dengan baik,
sehingga tujuan organisasi bisa tercapai tanpa adanya hambatan yang
menimbulkan terjadinya konflik. Dengan demikian, seorang pemimpin harus
mampu bagaimana cara mengelola suatu konflik (Chandolia & Anastasiou, 2020).
Konflik yang terjadi dalam organisasi dapat menghambat capaian tujuan yang
dikehendaki, konflik perlu dikelola dengan baik agar dampaknya dapat
diminimalisir (A. H. Nasrudin, 2021).
1. Hakikat Konflik
12

Konflik selalu terjadi tatkala kepentingan antara individu, antar komunitas


baik dalam organisasi maupun di masyarakat yang majemuk, saling berbenturan.
Menurut Cumming, konflik adalah suatu proses interaksi sosial dimana dua orang
atau lebiih berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka (S.P.
Cumming, 1980). Du Brin, A.J. menyatakan bahwa konflik mengacu pada
pertentangan individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketengangan
sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan (A.J. Dubrin, 1984).
Luthans (1985) mengatakan perilaku konflik yang dimaksud adalah
perbedaan kepentingan/minat, perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan
perbedaan tanggungjawab dalam aktivitas organisasi. Sedangkan menurut
Alisahbana, mengartikan konflik adalah perbedaan pendapat dan pandangan
diantara kelompok, kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang sama
(S.T. ‘Alisahbana 1986). Selanjutnya, Aldag, R.J. dan Stearns, T. M secara tegas
mengartikan konflik adalah ketidaksepahaman antar dua atau lebih
individu/kelompok sebagai akibat dari usaha kelompok lainnya yang menganggu
pencapaian tujuan (R.J. Aldag & T.M. Stearns).
Adapun Stoner berpendapat bahwa konflik organisasi adalah mencakup
ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau perselisihan soal
tujuan, status nilai, persepsi atau kebribadian (J. Stoner & R.E. Freeman, 1994).
Harjana (1994) mengatakan bahwa konflik adalah perselisihan dan pertentangan
antar dua orang/kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang
lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa suatu organiasai yang sedang
mengalami konflik menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut ; a) adanya pertentangan
norma dan nilai individu maupun kelompok, b) adanya perselisihan dalam
mencapai tujuan yang disebabkan karena perbedaan persepsi dalam menafsirkan
program organisasi, c) adanya perbedaan pendapat antar individu/kelompok, d)
adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya kreativitas,
inisiatif atau gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi dan e) adanya sikap
dan perilaku saling berebut sumberdaya organisasi yang terbatas dan
menghalangi/menganggu pihak lain.
13

Adapun proses terjadinya konflik menurut Tosi adalah dimulai dengan


munculnya kekecewaan akan suatu hal, merasakan konflik, tanggapan konflik,
pengolahan konflik kemudian dampak konflik (Tosi, 1990). Kekecewaan tidak
selalu diungkapkan secara terbuka. Biasanya saling menahan diri dan tidak
bersifat reaktif. Pada tahap berikutnya, kedua belah pihak merasakan adanya
konflik, pada tahap ini individu/kelompok saling berebut karena adanya
keterbatasan sumberdaya organisasi (dana, peralatan fasilitas kerja, informasi,
tenaga, dan waktu kerja). Pada tahap berikutnya individu dan kelompok
menanggapi dan mengambil tindakan, bertengkar, berdebat sudah mengganggu
kelompok lain sehngga mengancam kelangsungan organisasi. Setelah itu
pengolahan konflik. Keberadaan konflik tidak bisa dihindari, tugas pimpinan
adalah mengarahkan dan mengelola agar tetap produktif dan kreatif agar menjaga
keberlangsungan organisasi. Terakhir, dampak konflik. Bila konflik dikelola
dengan baik bisa jadi akan berdampak positif, begitu juga sebaliknya.
Hendrick, S. Menyatakan bahwa timbulnya pertentangan disebabkan oleh
adanya tantangan dari peristiwa yang terjadi sehari-hari. (S. Hendrick 1992). Jadi
tahapnya ada 3, yaitu : 1) peristiwa sehari-hari, 2) munculnya tantangan dan 3)
timbulnya pertentangan.
2. Pandangan Terhadap Konflik
a. Pandangan Tradisional
Pada masa perkembangan manajemen tahun 1900 – 1940 menanggap
konflik adalah tidak menguntungkan. Mitos yang bersifat umum perihal konflik
menurut pandangan tradisional adalah :
 Adanya konflik sebagai kelemahan manajer
 Pertentangan adalah negatif dan merusak
 Konflik pertanda lemahnya perhatian pada organisasi
 Konflik jika dibiarkan akan reda dengan sendirinya
 Konflik harus dipecahkan (Hendricks. W., 1992)
Jadi, menurut pandangan tradisional, terjadinya konflik adalah hal buruk
yang harus dihindari karena akibat dari konflik yang bersifat merugikan
organisasi. Sebisa mungkin seorang manajer harus menghindari adanya konflik,
14

dan apabila sudah terjadi harus dipecahkan atau dibiarkan saja karena konflik
akan reda dengan sendirinya.

b. Pandangan Kontemporer
Bulton, R. menyatakan bahwa keberadaan konflik dapat berakibat merusak
(destruktif) dan atau manguntungkan (desruptif) bagi kelangsungan organisasi (R.
Bulton, 2000). Du Brin, A.J. menganggap konflik yang terlalu rendah dapat
menjadi disfungsional karena menimbulkan kelesuhan dan menghalangi
kreativitas dan produktivitas (A.J. Dubrin, 1984). Tosi H.L. et.all (1990)
menyatakan bahwa pandangan masa kini meyakini konflik sebagai peristiwa yang
tidak dapat dihindarkan apalagi dihapus, pada kondisi tertentu konflik diperlukan
untuk mengembangkan inovasi.
Pandangan kontemporer menyadari bahwa tidak semua konflik bersifat
fungsional dan berkeyakinan bahwa terdapat konflik yang menimbulkan pengaruh
negatif terhdap kelangsungan organisasi. Konflik dalam organisasi saat ini
dipandang sebagai hal yang tidak dapat dihindarkan karena individu dan
kelompok saling bergantung dalam mencapai tujuan. Namun demikian konflik
yang bersifat merusak dapat merugikan organisasi (Owens, 1991). Lebih jauh,
Owens menjelaskan bahwa manajemen konflik yang efektif apabila menghadapi
masalah berusaha untuk dipecahkan sehingga meningkatkan kesehatan organisasi.
Konflik fungsional adalah konfrontasi antara individu atau kelompok yang
menambah keuntungan kinerja organisasi, sedangkan konflik disfungsional adalah
setiap perbedaan atau interaksi diantara individu atau kelompok yang
menghalangi pencapaian tujuan organisasi (Gibson,et,at. 1996).
Pandangan kontemporer berpendapat bahwa konflik itu baik dan harus
didorong agar tetap muncul, menganggap konflik sebagai kompetisi untuk
mendapat penghargaaan, konflik sebagai peristiwa alami yang terjadi dalam
organisasi dan pada dasarnya manusia tidak selalu jelek, akan tetapi perlu
diarahkan agar dapat berprestasi dan mau bersaing. Du Brin, A.J. (1984)
mengemukakan dampak positif konflik adalah :
 Menimbulkan perubahan secara konstruktif
15

 Segala daya dan motivasi tertuju pada pencapaian tujuan


 Merangsang inovasi dan meningkatkan keeratan kelompok
 Menggantikan tujuan yang sudah tidak relevan
 Manajemen konflik menguntungkan organisasi
 Hubungan antar pribadi dan antar kelompok mendorong ke arah
peningkatan kesehatan organisasi
 Konflik dapat mengurangi ketegangan dalam bekerja.

Menurut Edelman, R.J., bahwa selain dampak positif yang diharapkan


muncul, konflik dapat berdampak negatif terhadap aktivitas organisasi antara lain,
terjadinya gangguan psikologis, ganguan fisik, gangguan tingkah laku, dan
timbulnya stres karena menghadapi lingkungan konflik (R.J. Edelman, 1993).
Dampak negatif konflik dapat menurunkan produktivitas kelompok dan
penghamburan waktu. Jadi, menurut pandangan kontemporer, selain berdampak
positif konflik juga berpotensi menimbulkan dampak negatif apabila tidak diatur
dengan baik. Seorang pemimpin (manajer) diharapkan dapat melihat aspek positif
dan negatif konflik, sebab sering terjadi konflik yang dampak negatifnya kepada
pihak-pihak yang berkonflik lebih banyak daripada dampak positifnya.
3. Faktor Penyebab Konflik
Suatu konflik tidak selalu merugikan, didalam organisasi konflik
diperlukan dan diciptakan bahkan diakui eksistensinya. Sehubungan dengan ini
perlu pula dikatakan bahwa konflik bukan merupakan tanda kelemahan organisasi
atau bukti kegagalan pimpinannya.

“konflik seperti halnya rasa sakit, merupakan pertanda bahwa suatu


organisasi sedang berada dalam atau sedang berdiri di ambang kesulitan. Suatu
organisasi atau sistem sosial yang berusaha menekan adanya konflik, melarang
pengungkapan perbedaan pendapat, kehilangan umpan balik untuk memperbaiki
diri dan menciptakan stabilitas”. (Adam, 2009:170)

Walaupun demikian pemimpin perlu memahami beberapa sebab yang


dapat memahami suatu konflik, terutama untuk mendapatkan manfaat dalam
menanganinya serta mampu menciptakan perilaku organisasi yang berguna bagi
16

peningkatan efektivitas organisasi. Organisasi sebagai kumpulan individu tidak


terlepas dari persoalan konflik dalam mencapai tujuan, karena itu agar konflik
dapat berdampak positif bagi kelangsungan organisasi harus dikelola secara baik
dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
Ada beberapa sumber konflik dalam sebuah organisasi :
1. Faktor Komunikasi (communication factors): disebabkan oleh kesalahan
komunikasi atau komunikasi yang kurang baik antar bawahan,antar pimpinan
ataupun antar bawahan dan pimpinan;
2. Faktor Struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or
organization structure): disebabkan oleh kurang baiknya susunan struktur
organisasi yang dibuat;
3. Faktor yang bersifat personal (personal factors): disebabkan oleh faktor
individu yang memang sudah saling memilki konflik satu sama lainnya;
4. Faktor lingkungan (environmental factors): faktor lingkungan yang kurang
mendukung organisasi tersebut.
Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi lima, seperti:
1. Biososial, pakar manajemen menempatkan frustasi-agresi sebagai sumber
konflik. Berdasarkan pendekatan ini, frustasi sering menghasilkan agresi yang
mengarah pada terjadinya konflik;
2. Kepribadian dan Interaksi, termasuk di dalamnya adalah kepribadian yang
abrasive (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan, keterampilan
interpersional, kejengkelan, persaingan (rivalitas), perbedaan gaya interaksi,
ketidaksederajatan hubungan ;
3. Struktural, konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat
seperti yang disulut oleh kekuasaan, status, dan kelas sosial
4. Budaya dan Ideologi, intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan dari
perbedaan politik, sosial, agama, dan budaya
5. Konvergensi (gabungan), dalam situasi tertentu sumber-sumber konflik itu
menjadi satu, sehingga menimbulkan kompleksitas konflik itu sendiri.
17

C. MACAM-MACAM KONFLIK DALAM ORGANISASI

Organisasi dengan skala besar maupun kecil yang pernah mengalami dan
menyelesaikan konflik-konfliknya, setidaknya membagi jenis konflik menjadi
4, (Sukanto, 1996), masing-masing sebagai berikut :

1. Konflik perananan yang terjadi di dalam diri seseorang (person-role


conflict) di mana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh
seseorang sehingga orang tersebut memilih untuk tidak melaksanakan
sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut.
2. Konflik antar peranan (inter-role conflict) dimana orang menghadapi
persoalan karena dia menjabat dua atau lebih fungsi yang saling
bertentangan seperti seseorang yang menjadi mandor dalam perusahaan
tetapi juga sebagai ketua serikat pekerja.
3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan
beberapa orang (intersender conflict), misalnya seorang rektor yang
harus memenuhi permintaan dari dekan-dekan fakultas yang berlainan
atau dekan yang harus mengakomodir semua kepentingan/kebutuhan
para ketua jurusan yang juga sangat bermacam-macam.
4. Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling
bertentangan (intrasender conflict) biasanya timbul karena perbedaan
persepsi dan penafsiran terhadap informasi.

Adapun menurut Alfrits B. Tumiwa (2005), tipe-tipe konflik pada umumnya


adalah :

1. Konflik Konsesual
Konflik yang di dalamnya mengandung sifat-sifat yang memberikan
alternatif untuk pemecahannya melalui kesepakatan
2. Konflik Dissensual
18

Terdapat perbedaan yang tajam tentang apa yang diinginkan dan posisi-
posisi yang dikehendaki masing-masing pihak. Konflik semacam ini
bisa saja dirundingkan dan bisa saja tidak, tergantung kepada potensi
mereka untuk berkompromi
3. Konflik Latent
Konflik ini timbul karena adanya ketegangan yang selalu ada tapi tidak
diperhatikan sungguh-sungguh. Hubungan yang tegang dalam interaksi
antara individu maupun kelompok menimbulkan konflik yang seolah-
olah tidak kelihatan.
4. Konflik yang Emerging
Masing-masing pihak mengetahui bahwa terdapat konflik yang
berkembang dalam interaksinya. Faktor utama penyebab konflik
diketahui, isu-isu yang menimbulkan konflik dimengerti, akan tetapi
tidak ada proses pemecahan konflik yang mampu dilaksanakan.
5. Konflik yang Manifest
Mereka yang berselisih sudah mulai mengadakan perundingan tapi
belum menemukan kesepakatan atau jalan keluar.
6. Konflik Destruktif
Terdapat proses pertarungan menang-kalah, kompetisi yang tajam antara
individu dan antara kelompok, komunikasi tidak terpercaya, pemecahan
dicari untuk memberikan beban pada pihak lain.
7. Konflik Konstruktif
Ada pemecahan masalah secara kreatif dan usaha-usaha mencapai
pemecahan dengan cara saling memuaskan. Hasil yang dicapai bukan
menang atau kalah melainkan menang semua. Semua pihak merasa
kepentingan tidak dilanggar dan tujuannya tercapai tanpa merugikan
pihak lain.
8. Konflik Konstitusional
Memusatkan pada hak-hak yang dijamin secara legal, alamiah dan
tradisional dari individu-individu maupun organisasi. Penyelesaian
melalui hakim aatau wasit.
19

D. PERAN PIMPINAN DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK DI


ORGANISASI
Tugas seorang pemimpin yaitu mampu memecahklan masalah dengan
baik, mampu mengembangkan konflik sehingga dapat mencapai titik kritis namun
jangan sampai tiba pada titik kepatahan atau “breaking point” , adalah betul-betul
mengandung resiko dan bahaya dan merupakan tugas yang sangat berat. Seorang
Pemimpin memerlukan jiwa yang dinamis, kreatif, berani, bertanggung jawab dan
berdedikasi penuh pengabdian, yang hanya dimiliki oleh pribadi pemimpin yang
berkarakter kuat.
Pemimpin modern harus mampu mendorong bawahannya agar
menemukan ide-ide sendiri, berpartisipasi aktif dan mau menerima banyak
perbedaan dan keragaman. Lalu menciptakan kondisi yang merangsang konflik
positif yang terkendali dan menyelesaikannya dengan baik. Adapun cara
pemimpin untuk mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi,yaitu:
1. Konflik dari dalam diri individu (individual conflict)
Konflik yang terjadi dalam organisasi jika dibiarkan akan
menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan, konflik yang ada didalam
diri individu dapat menyebabkan seseorang merasa bimbang bingung
sehingga dalam menyelesaikan pekerjaan tidak bisa dilakukan dengan
maksimal. Peran seorang pemimpin harus dapat memberikan arahan terhadap
bawahannya, yaitu:
a. Memberikan waktu kepada bawahan untuk merenung dan memikirkan
jalan keluarnya;
b. Apabila cara tidak berhasil, pimpinan mencarikan beberapa alternatif,
saran, masukan yang baik dan memberikan rasa percaya diri kepada
bawahan supaya yakin apa yang akan dipilih adalah solusi terbaik untuk
menentukan tujuan yang dilaksanakannya.
2. Konflik antar individu maupun antar kelompok
Banyak cara untuk memecahkan persoalan konflik antar pribadi
maupun antar kelompok, misalnya membuka diri, menerima umpan balik,
20

menaruh kepercayaan terhadap orang lain. Ada beberapa strategi untuk


mengurangi konflik di organisasi, yaitu:
a. Memecahkan masalah melalui sikap kooperatif
Bila dua kelompok atau dua individu memiliki tujuan yang berbeda
karena masing-masing menganut sistem nilai yang berbeda, maka
penyelesaian masalahnya ialah:
1) Duduk bersama, berunding, dan bermusyawarah;
2) Melihat masalah dengan kepala dingin dan mendiskusikannya;
3) Melelui sikap kooperati orang berusaha melepaskan perbedaan
perbedaan yang tidak prinsipil, untuk lebih banyak menemukan titik-
titik persamaan;
4) Tidak selalu mau menang sendiri dan mengharuskan pihak lain
mengalah. Bersedialah mengalah dengan itikad baik untuk
memecahkan masalah.
b. Mempersatukan tujuan
Tujuan yang dipersatukan ini sama dengan tujuan yang harus dicapai oleh
kelompok yang tengah berselisih. Tujuan bersama itu harus bisa dicapai
karena sifatnya imperatif atau memaksa. Melalui jalan kooperatif dan
disertai rasa solidaritas tinggi, orang harus bisa bekerjasama atas dasar
saling percaya-mempercayai satu sama lain.
c. Menghindari konflik
Cara paling wajar dan mudah yaitu menghindari suatu konflik, yang
bertujuan untuk tidak melakukan, menentang, lalu mendesak semua
kesebalan dan kekecewaan kedalam ketidaksabaran sehingga menjadi
kompleks-kompleksterdesak, yang sering menjadi sumber pengganggu
bagi ketenangan batin sendiri. Dengan jalan pendesakan bertujuan
menghindari kesusahan. Yang penting adalah menghindari orang yang
tidak disenangi, dan menghindari konflik terbuka. Selanjutnya cepat atau
lambat orang harus berani saling berkonfrontasi dan mencari jalan
penyelesaiannya.
21

d. Memperhalus konflik
Memperhalus konflik itu berarti melicinkan jalan atau memperhalus
penyelesaian konflik dengan jalan:
1) Mengecilkan perbedaan-perbedaan sikap dan ide dari perorangan
dan kelompok yang tengah bertikai;
2) Dan memperbesar titik persamaan/ titik singgungdari tujuan atau
kepentingan bersama, yang harus dicapai dengan cara kooperatif.
Dengan memperhalus konflik dan melicinkan jalan penyelesaian orang
berusaha dengan sengaja dan sadar menyingkirkan perbedaan untuk lebih
menonjolkan persamaan serta kepentingan bersama, sehingga jalan damai
dapat ditempuh untuk memecahkan masalah yang dipertengkarkan.
e. Kompromi
Kompromi merupakan proses saling berjanjiantara kedua belah pihak
yang bersedia melepaskan sebagian dari tuntutannya. Dalam peristiwa
kompromi boleh dikatakan tidak ada pihak yang menang dan yang kalah
secara mutlak. Kedua belah pihak bersedia mengorbankan sedikit dari
pendirian dan tuntutanya sehingga tersapai satu keputusan bersama,
sekalipun keputusan itu tidak bisa disebut sebagai hasil yang optimal bagi
kedua belah pihak. Keputusan hasil kompromi itu merupakan produk
penalaran, saling mengalah, saling memberi dan menerima dimana kedua
belah pihak saling terpuaskan.
f. Tindakan yang otoriter
Dalam struktur organisasi formal dengan adanya relasi atasan-bawahan,
maka otoritas dan kewibawaan pemimpin yang berkedudukan paling
tinggi merupakan suara pemutus bagi konflik antar-individu dan antar-
kelompok. Kekuasaan formal merupakan bentuk arbitrage atau
perwasitan dan sebagai alat penentu. Kepemimpinan otoriter dengan
tindakan-tindakan yang tegas dan drastis itu disaat genting itu bisa
menegakkan orde, bisa menjadi alat koordinasi yang efektif.
g. Mengubah struktur individual dan struktur organisasi
22

Cara lain untuk mengurangi konflik yaitu dengan cara mengubah struktur
organisasi. Memindahkan dan mempertukarkan anggota-anggota
kelompok dan pemimpinnya, dengan semboyan “the right man in the
right place”, membentuk badan koordinasi, memperkenalkan sistem
konsultasi dan sistem apel, memperluas partisipasi aktif para anggota dan
anak buah.

E. STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM PEMECAHAN KONFLIK


ORGANISASI
1. Majemen Konflik
Manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan; menstimulasi konflik,
mengurangi atau menurunkan konflik, dan mengendalikan konflik.
Menstimulasi konflik dapat dilakukan dengan memberikan pengharggan
prestasi, mengadakan evaluasi kinerja seacar terpadu, memotivasi anggota,
mengubah sistem penggajian, menetapkan standar kinerja.
Menurut Dwiyanti dan Rahardjo, strategi dalam mengatasi konflik salah
satunya dengan cara kontrol emosi (Dwiyanti, 2016). Peran komunikasi
pimpinan dalam mengatasi konflik sangat baik antara lain dapat membuat
keputusan yang tepat dan tidak merugikan pihak yang berkonflik. Strategi
mengatasi konflik antara lain menghindari konflik, mengakomodasi
konflik, kompetisi, kompromi atau negosiasi, memecahkan masalah atau
kolaborasi (Octavia & Halim, 2018).
Aktivitas organisasi akan efektif jika individu maupun kelompok kerja
memiliki rasa ketergantungan untuk menciptakan hubungan saling
mendukung, menuju pencapaian tujuan organisasi dan berupaya tidak
menciptakan perbedaan. Strategi yang dilakukan dengan dua metode yaitu,
metode kolaborasi dan metode kompromi (Rahayu, 2018). Strategi pada
manajemen konflik diperlukan bagi individu dan kelompok sebagai upaya
untuk suatu proses perbaikan hubungan personal yang berkaitan dengan
penyelesaian pekerjaan (Pido, 2017).
23

No. Strategi Deskripsi

1 Langkah 1 Lakukan kajian mendalam menyangkut


berbagai isu, keluhan, keberatan dan masalah
yang paling mendasar dengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut; 1. apa yang
menimbulkan kesenjangan antara harapan
dan kenyataan yang dirasakan oleh para
pihak?

2 Langkah 2 jawaban pertanyaan tersebut akan


menentukan jenis masalah utama (inti) yang
akan diletakkan sebagai batang. misalnya
perebutan lahan parkir, pemagaran lahan
kelapa sawit oleh masyarakat, perkelahian
antar pemuda, tingginya pengangguran,
pengusiran warga, dsb

3 Langkah 3 Jika terdapat lebih dari satu masalah maka


pilih yang memiliki tingkat
kepentingan/prioritas dan cakupan yang lebih
luas

4 Langkah 4 berdasarkan masalah tersebut ajukan


pertanyaan faktorfaktor penyebab masalah itu
muncul. dengan menempelkannya di bawah
masalah inti sebagai akar. setiap jawaban
kemudian diajukan pertanyaan yang sama
untuk masing-masing jawaban hingga
ditemukan jawaban akhirnya.

5 Langkah 5 setelah faktor penyebab masalah telah


teridentifikasi secara lengkap, selanjutnya
dari masalah tersebut diajukan pertanyaan
“akibat apa saja yang ditimbulnya dari
masalah tersebut?”. tuliskan semua jawab
dari masalah tersebut dalam bagian daun dan
ranting pohon dan buahnya.

Sumber : (Pido, 2017).


24

2. Model Konseptual Manajemen Konflik Organisasi


Agar konflik berdampak positif dan fungsional maka perlu
dikembangkan model manajemen sebagai berikut :
a. Model Integratif Manajemen Konflik Organisasi
 Dasar Pemikiran
Dalam perkembangan suatu organisasi tidak dapat
dihindarkan dan selalu terjadi konflik. Organisasi yang dinamis
justru membutuhkan konflik yakni pada konflik yang optimal.
Guna meningkatkan pemahaman terhadap masalah-masalah yang
muncul dalam setiap aktivitas organisasi dan pekerjaan, konflik
dapat berdampak positif dan fungsional apabila dikelola secara
baik dan dapat meningkatkan pemahaman terhadap berbagai
masalah, memperkaya gagasan, dan memperjelas masalah.
Dengan demikian konflik yang dikelola secara tepat, dapat
menimbulkan saling pengertian yang lebih mendalam terhadap
pendapat dan gagasan orang lain sehingga berdampak pada
peningkatan kerjasama yang lebih produktif guna mencapai
tujuan organisasi.
 Dampak yang diharapkan
Dampak yang diharapkan adalah positif seperti :
meningkatkan oemahaman terhadap berbagai masalah,
memperjelas masalah, memperkaya gagasan, saling pengertian
yang lebih dalam terhadap pendapat orang lain, mencari
pemecahan masalah bersama, orientasi pada tugas,
mempersatukan anggota organisasi, menemukan cara
penggunaan sumber daya manusia lebih baik, memperbaiki
kinerja organisasi, penyesuaian terhadap perkembangan IPTEK,
mengadakan evaluasi kerja.
Sedangkan dampak negatif yang mungkin muncul antara lain
rusaknya kerjasama antar unit, muncul sikap otoritarian,
angresivitas individu, pertentangan yang berlarut-larut, sikap
25

apatis, motivasi kerja rendah, hasil tidak maksimal, sasaran tidak


dapat dicapai sesuai jadwal. Dampak negatif (disfungsional)
dicari penyebabnya dengan mengidentifikasi sumber-sumber
konflik.
 Mengidentifikasi Sumber-Sumber Konflik
 Manajemen Konflik
b. Model Pengurangan (reduce) Konflik
Kegagalan dalam manajemen konflik dapat menghambat pencapaian
tujuan organisasi. Apabila itensitas konflik tinggi dan menjurus pada
merintangi pencapaian tujuan organisasi, maka pendekatan yang
digunakan adalah reduce konflik.
Bila konflik terlalu rendah yang dicirikan dengan adanya satuan
kerja yang terlalu lambat melaksanakan pekerjaan, karyawan bekerja
atas dasar perintah atasan, kurang inisiatif, anggota kelompok saling
toleransi pada kelemahan maka pendekatan yang tepat adalah
msnstimulasi konflik. Akan tetapi pada konflik yang intsensitas tinggi
dan cenderung merugikan organisasi maka pilihan yang tepat
mengadakan tindakan meredakan konfllik.
c. Model Stimulasi Konflik Organisasi
Pada tingkat konflik yang sangt rendah kadang-kadang konfllik tidak
nampak dipermukaan, bahkan tidak mmuncul dalam aktifitas organisasi.
Pada intensitas konflik yang rendah biasanya dicirikan oleh motivasi
kerja yang rendah, sikap apatis, hasil tidak maksimal, kegiatan hanya
sdekedar menjalankan tugas, targetb tidak tercapai, masing-masing
anggota bertoleransi terhadap kesalahan ini perlu model stimulasi
konflik organisasi.
Secara gris besar konflik disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal organisasi, yang bersumber dari internal ialah ;keterbatasan
sumber daya, perbedaan sifat, nilai persepsi, saling ketergantungan
komunikasi. Sedangkan yang berasal dari eksternak adalah
;perkembangan IPTEK, peningkatan kebutuhan masyarakat, regulasi dan
26

kebijakan pemerintah, persaingan yang semakin ketat, keadaan politik


dan keamanan, keadaan ekonomi masyarakat.
Konflik yang terjadi dapat berakibat fungsional atau difungsional.
Fungsional berupa ;perbedan, pertentangan, perselisihan antara individu
kelompok untuk mencapai tujuan. Akibat fungsional, mengarah pada
perilaku positif, sehingga pimpinan berperan mengarankan konflik agar
tetap fungsional. Akibat difungsional mengarah pada perilaku yang
dapat menghambat atau merintangi pencapaian tujuan karena satuan-
satuan kerja terallu lambat dalam menjalankan tugas karena tingkat
konflik rendah.untuk itu perlu dilakukan stimulasi berupa ;peningkatan
persaingan, standar kerja lebih tinggi, menyamoaikan informasi yang
bertentangan, penghargaan prestasi dan motivasi karyawan, pengarahn
ini mengakibatkan peningkatan kinerja indivudu dan produktivitas
organisasi. Metode pengarahan konflik bertujuan untuk membangun
kembali kinerja agar menjadi optimal dengan cara meminimalkan akibat
yang merugikan dan mengusahakan konflik berada pada tingkat yang
menguntungkan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
mengatasi disfungsional adalah ;
 Menggabungkan unit yang konflik
 Mengadakan kegiatan bersama
 Mutasi atau rotasi, jabatan, menetapkan peraturan baru,
menghadapkan tantangan baru kepada dua pihak yang
konflik, memfungsikan peran integrator atau pihak ketiga.
d. Alternatif Model Manajemen Konflik Inovatif
Manajemen konflik yang inovatif didasari oleh pemikiran bahwa
konflik tidak dapat dihindari dalam aktivitas sebagai tumbuhnya
dinamika individu atau kelompok yang saling berkopetensi untuk meraih
prestasi. Kompetisi antar invidu atau kelompok diktegorikan sebagai
konflik yang fungsioanal jika memperjuangkan kepentingan yang lenbih
besar yaitu kelangsungan organisasi.
27

Model konflik yang inovatif menurut wahyudi akdon, H


{2005}adalah sebagai berikut;
Konflik fungsional terjadi karena adanya perbedaan pendapat {PP},
pendapat tujuan {PT}, perbedaan kepentingan {PK}, perbedaan inisiatif {PI},
hal ini berdampak pada perilaku.
Perpaduan antara PP dengan PI = kreativitas kerja
Perpaduan antara PP dengan PT = motivasi kerja
Perpaduan antara PK dengan PP = dinamika kelompok
Perpaduan antara PT dengan PI = pemechan masalah
Dampak konflik bersifat yaitu; sikap kompetensi, kreativitas kerja,
dinamika kelompok, usaha mencari pemecahan masalah, motivasi kerja.
Resolusi konflik dapat dilakukan dengan cara menetapkan aturan
kompetisi, menetapkan sistem evaluasi dan imbalan, pemecahan masalah
bersama melalui musyawarah, perundingan {negosiasi}, kompromi atau
konfrontasi.
Kadang-kadang timbul apa yang disebut The Conflict Paradox yaitu
muncul secara bersamaan aspek fungsional dan disfungsional. Oleh sebab itu
pimpinan organisasi diharapkan mampu melihat hal ini dengan mengadakan
pendekatan yang tepat sesuai ,masalah yang dihadapi.
28

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, maka dapat mengambil kesimpulan


mengenai peran pimpinan dalam menyelesaikan konflik di organisasi yaitu:
1. Organisasi tanpa pemimpin ibarat kapal perang yang besar tanpa nahkodanyayang
terjadi nantinya adalah kemuduran produktivitas didalam organisasi. Pemimpin
mempunyai hubungan dalam mempengaruhi jalannya organisasi dengan visi misi
yang sedang dijalankan dengan berbagai sudut pandang sebagai seorang pemimpin,
susdut pandang structural, sumber daya manusia,politik dan simbolik.
2. Konflik dapat diartikan dengan perbedaan,pertentangan dan perselisihan. Konflik
merupakan masalah yang serius dalam setiap organisasi yang dapat merugikan
kinerja suatu organisasi maupun mendorong kerugian bagi banyak karyawan yang
baik. Konflik dapat bersifat menguntungkan atau konstruktif bagi organisasi, namun
ada konflik yang bersifat destruktif yang dapat mengganggu laju perkembangan
organisasi akan menurun, dan mengakibatkan kemunduran dalam organisasi.
3. Peran pemimpin dalam menangani konflik antara lain harus dapat membuat
keputusan yang tepat dan tidak merugikan kedua belah pihak atau pihak yang
berkonflik. Pendekatan konflik yang digunakan oleh pemimpin untuk mengurangi
konflik yang ada di organisasi antara lain adalah Memecahkan masalah melalui
sikap kooperatif, Mempersatukan tujuan, Menghindari konflik, Memperhalus
konflik, Kompromi, Tindakan yang otoriter, Mengubah struktur individual dan
struktur organisasi. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani konflik
yang terjadi di organisasi tergantung pada permasalahan dan situasi konflik.
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan
pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap
yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap
organisasi. Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal,
mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan
kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik
yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi
dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh
dirinya sendiri.
29

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. (2012). Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan


Islam di Indonesia. Kencana.
Adam I. Indrawijaya. (2009). Perilaku Organisasi.Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Alisjahbana, S.T. 1986. Antropologi Baru. Jakarta: Penerbit PT Dian Rakyat.
Bashori, B. (2019b). Transformasi Kepemimpinan Perguruan Tinggi Dan Jejaring
Internasional. PRODU: Prokurasi Edukasi, 1(1), 15–32.
Bashori, B. dkk. (2020). Peran Kepemimpinan Di Lembaga Pendidikan Islam.
PRODU: Prokurasi Edukasi, 2(1993), 38–49.
Cummings, P.W.m 1980. Open Management: Guides t Successful Practice. New
York Amacom.
Gibson, J.L., Invancevich, J.M. & Donelly, Jr. J.H. 1996. Organisasi : Prilaku,
Struktur dan Proses. (Edisi kedelapan), Ahli B1asa: Nunul ardiana, Jakarta :
Binarupa Aksara
Hani Handoko. (2003). Manajemen Edisi2. Yogyakarta : BPFE
Harry L.Wylie. (1958). Manajemen Handbook. New York: Ronal Press
Heidjrachman dan Suad Husnan.(1986). Manajemen Personalia Edisi
Ketiga.Yogyakarta:BPFE
Hendricks, W. 1992. Bagaimana Mengelola Konflik. iiterjemehkan oleh : Arif
Santoso. Jakarta : Bumi Aksara.
Kartini Kartono. (2003). Pemimpin dan Kepemimpinan (edisi baru). Jakarta: CV
Rajawali
Komarudin. (1985). Menejemen Kantor, Teori dan Praktek. Jakarta: Sinar Baru
Luthans, F. 1985. Organizational behavior. New York : McGraw-Hill. Book
Company.
Oemar Hamalik. (2005). Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen
Pelatihan Ketenagakerjaan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Pido, S. A. T. (2017). Manajemen Konflik Teori dan Aplikasi. Gorontalo:
Pustaka Cendekia.
30

Sondang P.Siagan MPA. (1999). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta:


Rineka Cipta
Stoner, J.A.F. & Freeman, R.E. 1994. Management. Ahli Bahasa : Wilhelmus W.
Bakowatun. Jakarta : Intermedia.
Sutarto. (1993). Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Suyanto. (2006). Revolusi Organisasi dengan Memberdayakan Kecerdasan
Spiritual. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Tosi H.L., Rizzo J.R. & Carrol, S.J. 1990. Managing Organization Behavior. (2"
Edition). New York : Harper Collins Publishers.
Triantoro Safaria. (2004). Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi. (2012). Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Wahyudi. (2011). Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai