Dosen Pengampu:
Dr. Made Saihu, M.Pd.I.
Oleh:
Savira Azura
NIM: 202520117
PROGRAM STUDI
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PTIQ JAKARTA
2021 M. / 1442 H.
DAFTAR ISI
Table of Contents
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
Abstrak ...................................................................................................................... 3
BAB 1 ....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN..................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan & Pembelajaran ................................................................. 6
BAB II....................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 7
A. Pengertian Kepemimpinan Islam ................................................................... 7
B. Gaya Kepemimpinan Islam ........................................................................... 9
C. Prinsip – Prinsip Kepemimpinan Islam ....................................................... 13
D. Efektivitas Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam .................................. 15
BAB III ................................................................................................................... 19
PENUTUP............................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ................................................................................................. 19
B. Saran............................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 20
2
Abstrak
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan suatu topik bahasan yang klasik, namun
tetap sangat menarik untuk diteliti karena sangat menentukan
berlangsungnya suatu organisasi, kelompok, masyarakat, keluarga,
bahkan negara. Kepemimpinan itu esensinya adalah pertanggungjawaban.
Masalah kepemimpinan masih sangat baik untuk diteliti karena tiada
habisnya untuk dibahas di sepanjang peradaban umat manusia. Terlebih
pada zaman sekarang ini yang semakin buruk saja moral dan mentalnya.
Ibaratnya, semakin sulit mencari pemimpin yang baik (good leader).
Pemimpin yang baik sebenarnya pemimpin yang mau berkorban dan
peduli untuk orang lain serta bersifat melayani dan menggunakan strategi,
akal, dan otaknya untuk menjalankan sebuah misi atau dalam mengelola
suatu tugas, namun menggunakan hatinya dalam memimpin anak buah
atau bawahan karena subjek dari seorang pemimpin itu adalah manusia
(manages by head, leads by heart). Tetapi, kenyataannya berbeda. Bila
dilihat sekarang para pemimpin yang ada dari lapisan bawah sampai
lapisan tertinggi, dari pusat hingga ke daerah-daerah. Banyak pemimpin
yang hadir dengan tanpa mencerminkan sosok pemimpin yang
seharusnya, malah terlihat adanya pemimpin-pemimpin yang jauh dari
harapan rakyat, tidak peduli dengan nasib rakyat bawah, dan hampir tidak
pernah berpikir untuk melayani masyarakat. Karena kepemimpinan
mereka lebih dilandasi pada keinginan pribadi dan lebih mengutamakan
kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan
suatu kelompok atau organisasi, menuju pada penentuan/pencapaian
tujuan (Stogdill).1 Dalam pendidikan Islam efektifitas & kriteria
pemimpin harus dilandaskan pada Al-Qur’an & Hadits agar para
pemimpin memiliki koridor yang jelas dan tetap amanah serta
bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, baik secara individu
maupun kelompok/organisasi.
Pengembangan organisasi merupakan suatu kegiatan mengadakan
perubahan secara berencana yang mencakup suatu diagnosa secara
sistematis terhadap organisasi. Seorang pemimpin harus ikut aktif dalam
mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pengembangan organisasi.
1
Daryanto, Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran, Cet ke 1,
Yogyakarta: Gava Media, 2011, hal. 17.
4
Keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinannya atau pengelola dan komitmen
pimpinan puncak organisasi. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang
seharusnya dimiliki oleh pemimpin organisasi. Efektivitas seorang
pemimpin ditentukan oleh kepiawaiannya mempengaruhi dan
mengarahkan para anggotanya.
Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga
sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan
lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam
memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi
atau contingency approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian
lebih banyak pada cara-cara menjadi pemimpin yang efektif, termasuk
dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk
menjadi pemimpin profesional dan bermoral. Dalam Islam setiap individu
adalah pemimpin, minimal bagi dirinya sendiri. Selain itu peran
kepemimpinan juga berada di lingkungan terkecil seperti keluarga, itulah
sebabnya pemimpin yang jujur, adil, dan bertanggung jawab sangat
diharapkan dalam keluarga agar tercipta pemimpin pemimpin yang jujur,
adil, dan bertanggung jawab di lingkungan yang lebih besar seperti
masyarakat, organisasi, perusahaan, bahkan negara.
Faktanya krisis moral menjadi sebab utama dalam masalah
kepemimpinan yang ada di dunia, khususnya di Indonesia. Banyak para
pemimpin di negeri ini yang tidak amanah sehingga menyalahgunakan
kekuasaan dan amanah yang telah diberikan. Keunggulan dari para
pemimpin yang handal dalam dunia pendidikan, bisnis maupun negara,
harus mampu dalam kegiatan managerial dan mediator pimpinan dengan
bawahan, juga dibutuhkan keunggulan-keunggulan tertentu yang
merupakan kecenderungan kualitas sikap mental, pola pikir, proses kerja
dan hasil karya yang mampu berdampak terhadap kemajuan organisasi.
Disamping keunggulan dalam intelegensianya seorang pemimpin juga
dituntut untuk dapat memiliki kecerdasan emosional (Emotional
Quotient) & kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) yang mantap, stabil
dan seimbang dalam menjalankan organisasi. Emotional & Spiritual
Quotient akan dapat memberikan keunggulan-keunggulan dalam
terobosan-terobosan kebijakan dan kepemimpinan yang akan dijalankan.
B. Rumusan Masalah
Setelah melihat fenomena di atas maka penulis memfokuskan
makalah ini pada :
1. Apa yang dimaksud Kepemimpinan dalam Islam ?
2. Bagaimana gaya Kepemimpinan dalam Islam ?
5
3. Apa Prinsip-prinsip Kepemimpinan Islam ?
4. Mengapa perlu adanya Efektifitas Kepemimpinan dalam
Pendidikan Islam ?
6
BAB II
PEMBAHASAN
2
Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali Pers, 1983,
hal. 255.
3
John J. Hater & Bernard M. Bass, “Superiors' evaluations and subordinates'
perceptions of transformational and transactional leadership,” Journal of Applied
Psychology, 73(4), 695–702. https://doi.org/10.1037/0021-9010.73.4.695.
4
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hal. 26.
7
pembagi penjelasan tentang kepentingan, minat, kemauan cita-cita atau
tujuan-tujuan yang diinginkan untuk dicapai oleh sekelompok individu.5
Dengan demikian jelas bahwa kepemimpinan itu kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain bekerja sama demi mencapai
tujuan yang telah dicita-citakan. Hal ini diperkuat oleh Muzamil
Qomar yang menyatakan bahwa hakekat kepemimpinan pendidikan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain
untuk mencapai tujuan pendidikan.6
Kepemimpinan dalam Islam mengandung makna yang mendalam,
jika ditelaah kepemimpinan dalam bahasa Arab, mempunyai padanan
kata Khalifah sebagai pemimpin yang mengantikan kedudukan Nabi
Muhammad saw, sebagai Rasul yang diutus untuk menyampaikan pesan
(message) ke-Tuhanan dimuka bumi ini. Hal inilah yang memberikan
konsekuwensi logis yang sangat mendasar, bahwa dalam prespektif Islam
sebagai ajaran keagamaan, memahami bahwa status kepemimpinan
meniscayakan pelimpahan wewenang Tuhan (Allah swt), kepada manusia
sebagai wakilnya dimuka bumi. Dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S Al-Baqarah ayat 30).
Seorang khalifah merupakan pemimpin tertinggi dalam agama
Islam, dalam arti yang lebih luas, dinisbahkan kepada setiap individu
yang disebut manusia dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
dimuka bumi ini.7 Prototipe ideal seorang pemimpin, telah dicontohkan
oleh Rasulullah saw, yang bersikap tegas dan lembut. Kualitas
kepribadian Rasulullah saw sebagai seorang pemimpin inilah, yang telah
berhasil membentuk kepribadian para sahabat, yang awalnya keras dan
anarki khas kebudayaan jahiliyah bangsa Arab, berubah menjadi pribadi
yang tegas terhadap lawan dan lembut terhadap sesama. Salah satu
konsep kepemimpinan dalam Islam ialah wilayatul al-imam, yang oleh
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011, hal.
78.
6
Muzamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Malang: Remaja Rosda Karya,
2007, hal. 153.
7
Kurniatus Sa’adah, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Karismatik Kiai Terhadap
Interaksi Sosial Santriwati Dengan Kiai Di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta”,
hal 6.
8
Al-Mawardi didefenisikan sebagai penganti kenabian dalam memelihara
agama, dan mengatur kehidupan umat manusia dimuka bumi ini.8
Peran dan tanggungjawab seorang pemimpin dalam pandangan
Islam sebagaimana yang dideskripsikan diataslah, yang menjadi pondasi
dan sekaligus pangkal titik tolak dalam merancang, dan membangun
konsep kepemimpinan pendidikan Islam, sebagai salah satu agenda ke-
Nabian yang telah dinisbahkan kepada manusia sebagai wakil Tuhan
(Allah swt) dimuka bumi ini. Untuk mengurai beberapa aspek dalam
kepemimpinan pendidikan Islam, penulis mendeskripsikan secara umum,
kepemimpinan pendidikan Islam meliputi tugas, fungsi, syarat, dan ciri-
ciri kepemimpinan pendidikan Islam.
8
Mawardi, Organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyah Kotamadia Surabaya, Semarang:
Balai Penelitian Keagamaan Depag, 1994, hal. 5.
9
Elbina Mamla Saidah, “Konsep Kepemimpinan dalam Islam,” dalam Jurnal Al-
Ishlah Vol. 06, Tahun 2014.
9
Begitu pula dengan kepemimpinan dalam pendidikan Islam. Tipe
kepemimpinan dalam pendidikan adalah modal utama untuk menuju dan
mencapai tujuan pendidikan yang baik. Tidak dapat dipungkirir bahwa
pendidikan Islam mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam
membina kepribadian para penerus bangsa.
Dimana pendidikan Islam melahirkan peserta didik yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berlimu, kreatif,
mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Dan keberhasilan mencapai
tujuan pendidikan tersebut sangat bergantung pada penyelenggara
pendidikan.
Penyelenggara pendidikan tersebut harus memiliki jiwa
kepemimpinan yang mampu mencapai visi dan misi pendidikan Islam
yang maksimal. Berikut adalah beberapa tipe kepemimpinan dalam
pendidikan Islam :
1. Kepemimpinan Otokratik
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik
memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang
sebagai karakteristik yang negatif. Dengan istilah lain
pemimpin tipe otokratik adalah seorang yang egois.
Dengan egoismenya pemimpin otokratik melihat perananya
sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional.
Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang
memiliki sikap sebagai berikut :
a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
b. Mengindentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e. Tergantung pada kekuasaan formilnya
f. Dalam tindakan pengerakannya sering mempergunakan
approach mengandung unsur paksaan dan bersifat
menghukum.10
Pemimpin bertindak sebagai diktator, pemimpin
adalah penggerak dan penguasa kelompok. Kewajiban
bawahan atau anggota-anggotanya hanyalah mengikuti dan
menjalankan, tidak boleh membatah ataupun mengajukan saran.11
Dalam kepemimpinan otokratik ini terlihat bahwa dalam
melaksanakan kepemimpinannya, pemimpin bertindak sebagai
penguasa sehingga segala tindakan dan keputusan atas suatu
masalah sesuai dengan kehendak pemimpin. Dalam tipe
10
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004, hal. 169.
11
Afifuddin, Administrasi Pendidikan, Bandung : Insan Mandiri, 2005, hal. 33.
10
kepemimpinan yang seperti ini, setiap bawahan harus taat dan patuh
dengan aturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemimpinnya.
2. Kepemimpinan Laisez Faire
Laissez faire (kendali bebas) merupakan kebalikan dari
pemimpin otokratik. Jika pemimpin otokratik selalu mendominasi
organisasi maka pemimpin laissez faire ini memberi kekuasaan
sepenuhnya kepada anggota atau bawahan. Bawahan dapat
mengembangkan sarannya sendiri, memecahkan masalahnya
sendiri dan pengarahan tidak ada atau hanya sedikit.12 Adapun sifat
kepemimpinan laissez faire seolah-olah tidak tampak, sebab pada
tipe ini seorang pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada
para anggotanya dalam melaksanakan tugasnya. Disini seorang
pemimpin mempunyai kenyakinan bahwa dengan memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya terhadap bawahan maka semua
usahanya akan cepat berhasil. Tingkat keberhasilan organisasi atau
lembaga yang dipimpin dengan gaya laissez faire semata-mata
disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota
kelompok dan bukan karena pengaruh dari pemimpinnya.13
Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan laissez faire
meliputi ; persepsi tentang peranan, nilai-nilai yang dianut, sikap
dengan hubungannya dengan para pengikutnya, perilaku organisasi
dan gaya kepemimpinan yang biasa diigunakan. Pemimpin
pendidikan yang menggunakan gaya laissez faire akan memberikan
kebebasan yang sangat longgar terhadap guru, staf administrasi
dalam menjalankan tugas serta mereka dilibatkan dalam
pengambilan keputusan.14
Adapun nilai – nilai yang dianut oleh pemimpin gaya laissez
faire pada umumnya berpandangan bahwa:
a. Manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam
kehidupan bersama
b. Manusia mempunyai kesetiaan pada organisasi dan sesama.
c. Patuh terhadap norma dan peraturan yang telah menjadi
komitmen bersama
d. Mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas
yang telah menjadi tanggung jawabnya.
3. Kepemimpinan Demokratis
Dari kata “demokratis” ini tergambar bahwa apa yang akan
kita putuskan dan laksanakan itu disepakati dan dilakukan
12
Afifuddin, Administrasi Pendidikan, …, hal. 34.
13
Sobri Sutikno, Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Prospect, 2009, hal. 157.
14
Rohmat, Kepemimpinan Pendidikan Konsep dan Aplikasi, Purwokerto : STAIN
press, 2010, hal. 66.
11
bersama-sama. Tipe demokratis berlandaskan pada pemikiran
bahwa aktifitas dalam organisasi akan dapat berjalan lancar dan
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan apabila berbagai
masalah yang timbul diputuskan bersama antara pejabat yang
memimpin maupun para pejabat yang dipimpin. Seorang pemimpin
yang demokratis menyadari bahwa organisasi harus disusun
sedemikian rupa sehingga mengambarkan secara jelas beragam
tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya
tujuan organisasi.15 Dalam tipe kepemimpinan yang demokratis ini
sangat berbeda dengan kedua tipe kepemimpinan sebelumnya
karena pada tipe kepemimpinan demokratis ini, pemimpin tidak
bertindak otoriter dan tidak pula menyerahkan segala sesuatunya
kepada bawahannya. Dalam tipe ini terlihat bahwa antara atasan
yang dalam hal ini pemimpin terhadap bawahannya sama-sama
bekerja sama mulai dari perencanaan sampai pada evaluasi
kegiatan yang telah dilakukan. Ini berarti bahwa setiap pemimpin
mengambil keputusan dan kebijakannya akan selalu mendiskusikan
dengan bawahannya. Bawahan akan selalu dimintai pendapat dan
saran dalam pengambilan berbagai keputusan dalam organisasi itu.
Kepemimpinan demokrasi selalu menyadari bahwa dirinya
merupakan bagian dari kelompoknya. Berhasil tidaknya suatu
pekerjaan bersama terletak pada kelompok dan pimpinan.
4. Kepemimpinan Pseudo Demokratis
Tipe ini disebut juga semi demokratis atau manipulasi
diplomatic. Pemimpin yang bertipe pseudo-demokratis hanya
tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia
bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide - ide, pikiran,
atau konsepyang ingin diterapkan di lembaga Pendidikannya, maka
hal tersebut akan dibicarakan dan dimusyawarahkan dengan
bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa
sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima ide atau
pikiran tersebut sebagai keputusan bersama. Pemimpin ini menganut
demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan pemimpinyang
otoriter dalam bentuk yang halus, samar - samar, dan yang mungkin
dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan
pimpinan yang demokratis.
12
digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal
ini usaha menyelaraskan persepsi di antara orang yang akan
mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi
amat penting kedudukannya.16
Kriteria Pemimpin Ideal Menurut Al-Ghazali Sebuah hal yang
lumrah ketika seseorang menjadi pemimpin atau kepala negara
mempunyai suatu keinginan menguasai segala hal. Hal ini menurut Al-
Ghazali merupakan suatu penyakit dan harus segera diobati, karena ini
akan menjadi ancaman bagi keamanan masyarakat dan negara, bahkan
akan mengancam kedamaian dunia. Penyakit yang akan menghampiri
para kepala negara adalah nafsu ingin berkuasa. Hal ini timbul ketika
dirinya (kepala negara) merasa maha kuasa. Al-Ghazali membagi empat
macam keinginan atau nafsu untuk berkuasa.
Pertama, ingin kebesaran penaklukan, yaitu keinginan hendak
menjadi besar dan menaklukkan, baik dengan ilmu pengetahuan maupun
dengan kekuatan. Kedua, nafsu berkuasa, yaitu keinginan hendak
menguasai dan menundukkan orang lain di bawah kekuasaannya. Ketiga,
nafsu hak pengistimewaan. Suatu keinginan supaya dianggap dan
mempunyai hak-hak istimewa di dalam segala hal. Keempat, adalah nafsu
maha kuasa, yaitu berkeinginan untuk menguasai segalanya atau
segalanya di bawah kekuasaannya.
Empat hal di atas menurut al-Ghazali adalah suatu ancaman yang
akan menghampiri bagi moral para kepala negara atau pemegang
kekuasaan yang berakibat menjadikan mereka otoriter dan totaliter.
Seorang kepala negara akan maksimal dalam memimpin suatu
pemerintahannya bila dibantu oleh menteri yang cerdas, jujur teguh dan
dapat dipercaya dan pandai mengatur urusan negara, beserta saran yang
telah diberikan oleh kepala Negara.
16
Soewarno Hardono Ningrat, Pengantar Ilmu dan Study, Jakarta: Haji Masagung,
1980, hal. 21.
13
seorang calon pemimpin agar amanah yang diserahkan kepadanya
tidak di sia-siakan.17
2. Prinsip Tauhid. Islam mengajak ke arah satu kesatuan akidah di atas
dasar yang dapat diterima oleh berbagai umat, yakni tauhid.18
3. Prinsip Musyawarah. Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa
seseorang yang menyebut dirinya pemimpin wajib melakukan
musyawarah dengan orang yang berpengetahuan atau orang yang
berpandangan baik.19
4. Prinsip Adil. Keadilan menjadi suatu keniscayaan dalam organisasi
maupun masyarakat, dan pemimpin sudah sepatutnya mampu
memperlakukan semua orang secara adil, tidak berat sepihak dan
tidak memihak.
17
Veithzal Rivai, Kiat Memimpin Abad ke-21, Jakarta: Raja Grafindo. 2004, hal. 16
18
Muhadi Zainuddin dan Abd. Mustaqim, Studi Kepemimpinan Islam; Telaah
Normatif dan Historis, Semarang: Putra Mediatama Pres,. 2005, hal. 58.
19
Veithzal Rivai, Kiat Memimpin Abad ke-21,…, hal. 7.
14
D. Efektivitas Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam
15
Sumidjo, kepala madrasah harus berusaha untuk menanamkan,
memajukan, memotivasi dan meningkatkan sedikitnya empat macam
nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik dan artistik.22
Pembinaan mental; yaitu membina siswa tentang hal-hal yang
berkaitan dengan sikap batin dan watak.
Pembinaan moral; yaitu membina para siswa tentang hal-hal yang
berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai sesuatu perbuatan, sikap
dan kewajiban sesuai dengan ajaran agama Islam.
Pembinaan fisik; yaitu membina para siswa tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan
mereka lahiriyah.
Pembinaan artistik; yaitu membina siswa tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
Eksistensi madrasah di dalam lingkungan pesantren makin mempertegas
keterlibatan lembaga pendidikan Islam tertua ini dalam memperbaiki
sistem pendidikan Islam, tugas ini tentu saja hanya dapat diselesaikan
oleh manusia yang memiliki pengetahuan disamping juga telah
memelihara nilai etika Islami.
Maka tugas tersebut terbebankan kepundak orang-orang berfikir
sesuai dengan ungkapan al Qur’an surat Ali Imron ayat 190-191 berikut :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berfikir mendalam (berakal), (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imron.
190-191)
Mempelajari isyarat Al-Qur’an diatas yang mampu melaksanakan
tugas tersebut adalah manusia yang memiliki persyaratan-persyaratan
berikut:
1. Berfikir mendalam (Ulu al-Albab);
2. Memiliki kesadaran tujuan dan makna hidup abadi;
3. Menyadari penciptaan alam raya sebagai manifestasi
wujud trasendental;
4. Berpandangan positif dan optimis teradap alam raya;
5. Menyadari bahwa kebahagiaan dapat hilang karena
pandangan negatif-pesimis terhadap alam.23
22
Agus Maimun dan Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan; Lembaga Pendidikan
Alternatif di Era Kompetitif…, hal. 182.
23
Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta: Paramadina.
1999, cet. Ke-1, hal. 242.
16
Tentu saja efektivitas seorang pemimpin tidak hanya tercermin
dalam keterampilan seperti karakter (soft skill) namun juga keahlian
manajemen (hard skill). Oleh sebab itu kombinasi dari kedua hal ini
merupakan hal yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin.
Jika hanya keahlian dalam mengelola, menganalisa, dan membuat
keputusan saja, tanpa adanya kemampuan soft skill dalam memimpin,
sudah dipastikan anggota organisasi atau bawahan akan merasa tertekan
dan suasana organisasi akan tidak kondusif. Selain itu jika hanya
memiliki keterampilan soft skill seperti mau mendengarkan, memiliki
tujuan yang jelas dan amanah tanpa disertai kemampuan hard skill maka
tujuan organisasi tidak dapat tercapai secara maksimal. Sebagian besar
pemimpin memiliki criteria yang jelas terhadap kemampuan dan
kehalian dalam mensukseskan visi dan misi, namun jika tidak diiringi
dengan karakter individu yang kuat, maka akan terjadi pula tindakan
kecurangan dan tidak amanah dalam mengemban tugas senagai
pemimpin.
Sebuah survei pada tahun 1987, 1995, dan 2002 oleh Lembaga
leadership international yang bernama “The Leaderhip Challenge”
mengenai karakteristik pemimpin atau CEO (chief executive officer)
perusahaan di enam benua (Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan,
Asia, Eropa, dan Australia). Hasil survey tersebut karakter
CEO/pemimpin yang ideal adalah Jujur, Berpikiran Maju, Kompeten,
Inspirasi, Cerdas, Adil, dan Berpandangan luas. Hal ini menunjukkan
bahwa seorang pimpinan perusahaan, pengusaha yang sukses, atau pun
pribadi harus memiliki karakter jujur dalam dirinya. Demikian juga
Harvard Business School mengadakan forum diskusi leadership yang
dihadiri oleh para CEO terkemuka di Amerika dan dunia dengan berjudul
“Does Spirituality Drive Success” dari diskusi tersebut menghasilkan
kesepakatan bahwa ternyata spiritualitas menghasilkan 5 hal, dengan
urutan pertama kriteria pemimpin adalah jujur atau integritas. 24 Selain itu
lembaga konsultan Bumi Arasy mengadakan gathering dan survey
leadership dengan tema “Make God as Our CEO” yang diikuti oleh 40
perusahaan swasta nasional, multinasional, BUMN, media masa, dan
universitas, dengan hasil survey urutan pertama adalah jujur.25 Acara
gathering dan survey dikemas dengan metode maritim outbound dan
praktik serta simulasi langsung di lapangan sehingga hasil survey riil
24
Martha Lagace, et al, “Working Knowledge : Does Spirituality Drive Success”
dalam http:hbswk.hbs.edu/item/2899.html. Diakses pada 26 Maret 2021.
25
Bumi Arasy, “Make God as Our CEO,” dalam Laporan Pelatihan Gathering and
Survey Leadership, Jakarta : 2005.
17
berdasarkan aplikasi nyata. Berdasarkan referensi dunia, bahkan riset
yang dilakukan di Indonesia oleh perusahaan Bumi Arasy tersebut, sifat
& sikap jujur menempati peringkat pertama sebagai kriteria pemimpin.
Secara tidak disadari pula bahwa kejujuran dan karakteristik lainnya
dalam survey tersebut adalah mencerminkan sifat-sifat Allah dalam
Asmaul Husna. Hal ini menandakan bahwa ketika bekerja menjalankan
semua kriteria tersebut, maka secara tidak langsung menerapkan sikap
spiritualis dan menjalankan sifat-sifat Allah, sehingga bukan hanya
bekerja melainkan juga terdapat nilai ibadah dan pahala dari Allah SWT.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat mendasar dari
kacamata Islam, karena pada hakikatnya setiap manusia adalah
pemimpin (paling tidak bagi dirinya sendiri) atau khalifah di bumi
untuk menjalankan tugas yang mulia semata-mata hanya untuk
mendapatkan ridho Allah SWT. Nabi Muhammad SAW sebagai
representative manusia di bumi yang paling sempurna sebagai suri
teladan bagi seluruh umat, juga mencontohkan bahwa beliau
merupakan seorang pemimpin baik dalam hal duniawi maupun
ukhrowi. Hal itu tercermin dari kemampuan beliau dalam suksesnya
ketika berdagang menjadi saudagar, serta menjadi pemimpin perang
yang merupakan contoh suksesnya menjadi pemimpin di dunia.
Beliau juga merupakan pemimpin spiritual yang mulia dalam hal
beribadah, bermuamalah, dan berakhlak mulia, sehingga memiliki
julukan Al-Amin (terpercaya) yang disertai empat karakter utama,
yaitu Sidiq (Jujur), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan
kebenaran tanpa disembunyikan) dan Fathonah (cerdas).
Begitu banyak gaya dan tipe kepemimpinan serta karakteristik
pemimpin yang dicari bahkan diidamkan di seluruh dunia, seperti
jujur, berpikiran maju, kompeten, cerdas, dan criteria lainnya. Namun
jika ditelaah lebih dalam lagi apalagi dengan kacamata spiritual dan
Islam, maka semua sifat tersebut tertuang dalam asmaul husna atau
sifat-sifat Allah. Islam sebagai agama yang sempurna telah menjadi
panduan yang lengkap bagi orang-orang yang mau belajar dan
berpikir.
B. Saran
Alangkah lebih baik jika selalu menerapkan sikap dan sifat
yang ada di Asmaul Husna merupakan tolak ukur keberhasilan di
dunia maupun akhirat. Manusia tidak hanya menjadi pemimpin atau
bekerja semata namun juga mendapatkan pahala ketika dalam segala
aktifitas hidupnya menerapkan sifat-sifat yang tertuang dalam Asmaul
Husna.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Saidah Elbina Mamla, “Konsep Kepemimpinan dalam Islam,” dalam
Jurnal Al-Ishlah Vol. 06, Tahun 2014.
Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka
cipta, 2010.
Sutikno Sobri, Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Prospect, 2009.
Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2011.
Thoha Miftah, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali
Pers, 1983.
Zainuddin Muhadi dan Mustaqim Abd., Studi Kepemimpinan Islam;
Telaah Normatif dan Historis, Semarang: Putra Mediatama Pres,. 2005.
21