Anda di halaman 1dari 18

SOCRATES DAN PLATO

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah

FILSAFAT ILMU

Dosen Pembimbing:

Dr. Muhammad Suaib Tahir, M.A.

Di susun oleh:

Khairunnisa (202520101)

Marzuki Affan Nasution (202520102)

Meli Fernando (202520104)

Mochammad Dicky Novrieyan (202520105)

Savira Azzura R (202520117)

PRODI MAGISTERMANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PTIQ JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Karena berkat
izin-Nya, makalah sederhana ini dapat diselaikan. Muda-mudahan dengan
tersusunnya makalah ini dapat menjadi wawasan serta pembahasan yang menarik
untuk di baca. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi
MUHAMMAD SAW, serta keluarga, sahabat dan kepada kita selaku umatnya...
amin.
Sudah tentu makalah ini jauh dari kesempurnaan baik di lihat dari bahasa
maupun dari segi penyusunannya maka dari itu, memohan pada dosen pembimbing
memberi kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi pembacanya sehingga dapat
memberi wawasan dan ilmu yang bermanfaat......

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR...............................................................................................1
DAFTAR ISI………..................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................3
A. Latar belakang...................................................................................................3
B. Rumusan masalah..............................................................................................3
C. Tujuan masalah..................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................5
A. Biografi dan pemikiran Socrates…………………………...............................5
1. Biografi Socrates…………………………………………………………5
2. Pemikiran Socrates………………………………………………...……..10
B. Biografi dan pemikiran Plato…………………………………………….........11
1. Biografi Plato……………………………………………………………..11
2. Pemikiran Plato…………………………………………………………...13

BAB III PENUTUP..................................................................................................16

A. Kesimpulan .......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17

BAB I

2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan (ilmu) yang munculnya pada masa peradaban kuno (masa Yunani)
makna kata filsafat sendiri adalah cinta kearifan, arti kata tersebut belum
memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian
“mencintai” belum memperluhatkan keaktifan seorang filosof untuk memperoleh
kearifan.
Pada periode Yunani klasik ini perkembangan filsafat menunjukkan
kepesatan, yaitu ditandainya semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang
mengawali periode Yunani klasik adalah sofisme, kata sophos berarti arif atau
keberadaan sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik,
retorika dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di
masyakat sehingga keberadaan sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan
peradaban di Athena.
Filsafat Yunani klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat atau
pembahasan masalah filsafat secara spekulatif rasional dan tidak irrasional dogmatis.
Filsafat Yunani klasik juga merupakan islustrasi pemikiran dan pembahasan masalah
filsafat secara sistematis dan lengkap dan juga berlaku sampai sekarang. Filsafat
Yunani klasik tidak dapat dipisahkan dari dua tokoh filsuf terkemuka yaitu Socrates
dan Plato.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa itu Socrates?
2. Bagaimana pemikiran Socrates?
3. Siapa itu Plato?
4. Bagaimana pemikiran Plato?

C. Tujuan Masalah

3
1. Mengetahui siapa itu Socrates.
2. Mengetahi bagaimana pemikiran Socrates.
3. Mengetahui siapa itu Plato.
4. Mengetahui bagaimana pemikiran Plato.

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Biografi dan Pemikiran Socrates


1. Biografi Socrates
Tahun 431-404 merupakan tahun terakhir masa kejayaan Athena yang di
tandai dengan berakhirnya perang Peloponnesos/Peloponnesia. Perang Peloponnesos
terjadi antara Athena dan Kekaisarannya melawan Liga Peloponnesos yang ketika
dipimpin oleh Archidamia. Pada saat itu Sparta melancarkan serangan invasi ke
kawasan Attica. Periode perang ini berakhir pada tahun 421 SM dengan ditandai
penanda tanganan Perjanjian Nicias. Namun pertempuran kembali pada tahun 415
SM dimana Athena berbalik melakukan invasi besar-besaran ke Syracusa di Sisilia.
Serangan ini mengalami kegagalan besar-besaran dan menghancurkan seluruh tentara
Athena tahun 413 SM.
Negara kota itupun akhirnya berhasil diruntuhkan oleh tentara Sparta dan
menjadikan sebagian rakyat Athena sebagai budak. Adapaun kunci kemenangan
bangsa Sparta atas kekaisaran Athena adalah kuatnya sistem kenegaraan dan pasukan
militer yang dimilikinya. Maka dari itu Sparta dikenal sebagi sebuah Negara
Aristokrasi militer yang kuat.1 Dinegara itu semua penduduk sebagaimana yang
sudah tertulis pada konstitusi Sparta, tanpa pengecualian merupakan pasukan tentara.
Semua rakyat Sparta baik kaum laki-laki, pria, dan bahkan anak-anakpun turut andil
dalam latihan olahraga keras dan pendidikan kemiliteran.
Bagi Negara tidak ada perbedaan perlakuan bagi laki-laki maupun perempuan.
Mereka semua disamaratakan dalam pendidikan militer secara bersama-sama.
Adapaun tentang pendidikan fisik Sparta PMP Russell memberikan pendapat
berdasarkan karya Plutarch Lycurgus, yang menulis, Bahwa para gadis juga
diharuskan untuk ikut mengencangkan tubuh mereka dengan mengikuti latihan-
latihan fisik seperti, lari, gulat, lempar lembing, dan melepaskan anak panah yang

1
Ahmad Suhelmi dalam Bertrand Russell, A History of Western Philosophy, London: George
Allen & Unwin Ltd, 1946, hal. 261-262.

5
mana pada akhirnya mereka pun merasakan manfaat yang besar Dario hasil latihan
fisik yang mereka dapatkan. Dimana mereka berhasil memperoleh kekuatan fisik dan
tenaga yang bagus, sehingga pada saat melahirkan pun para kaum wanita dapat
dengan mudah menjalani proses tersebut tanpa merasa kesakitan.2
Latihan-latiohan fisik yang didapatkan rakyat Sparta menjadikan mereka
manusia yang berdisiplin, memiliki kehidupan yang teratur, serta memiliki ketaatan
yang tinggi pada pimpinan Negara, sehingga mereka selalu siap kapanpun mereka
dibutuhkan untuk berperang membela Negara. Sedangkan bertolak belakang dengan
pihak Athena. Athena adalah Negara demokrasi yang tidak memiliki program
militerisasi yang bagus seperti Sparta. Sehingga mereka tidak siap jika dihadapkan
dengan peperangan yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Inilah yang menjadi titik
kelemahan Athena yang membuatkan dapat dihancurkan oleh pasukan Sparta.3
Kekalahan Athena menimbulkan trauma sejarah dan psikologis serta
merupakan event yang paling monumental dilihat dari sudut sejarah pemikiran Barat.
Kekalahan itu dicatat oleh Robert Nisbet bahwa “lebih dari sekedar kekalahan militer,
tetapi kekalahan tersebut menandakan akhir dari suatu periode demokrasi yang
pernah ada dunia kuno, dengan degradasi etos moral yang menyertainya dan
permulaan suatui perubahan radikal dalam bentuk pemikiran dan budaya”.4
Orang-orang Athena, termasuk Plato meratapi kehancuran Negara Athena.
Ratapan Plato itu nampak dalam karya-karya politiknya. Meskipun demikian,
kekalahan Athena disatu sisi justru memiliki dampak positif. Mirip dengan Jepang
yang kalah Dari Amerika Serikat dan tentara sekutu pada masa Perang Dunia II
(1939-1945) yang kemudioan bangkit menjadi Negara adi kuasa dikawasan Asia
dewasa ini, Athena pun menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat
kenegaraan justru setelah kekalahannya dalam perang Peloponnesos. Sabine menulis

2
Ahmad Suhelmi dalam Bertrand Russell, hal. 114
3
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat (Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara,Masyarakat, dan Kekuasaan) ,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal. 33
4
Ahmad Suhelmi dalam Nisbet, The Social Philosopher, Community and Conflict IN Western
Thought, New York: Washington Square Press, 1983, hal. 2-3.

6
bahwa kekalahan itu tidaklah otomatis mengikis pengaruh Athena di Yunani dan
seluruh peradaban kuno disekitarnya, karena ternyata lambat laun Athena menjadi
pusat pendidikan Negara-negara sekitar Laut Tengah sejak kekalahannya itu sampai
abad-abad setelah nabi Isa.
Kemudian pada tahun 469-470 SM lahirlah Socrates yang kemudian menjadi
tokoh filsuf terkemuka.5 Ia adalah putra dari Sophroniscus dan Phaenarete, dari suku
Antiokhia dam keluarga Alopecae. Beberapa orang mengatakan bahwa ayahnya
berprofesi sebagai pemahat patung dari batu (stone mason). Tetapi bagaimanapun
Socrates tidak mengikuti jejak ayahnya, dan juga ia tidak mungkin berasal dari
keluarga yang miskin, seperti yang kita dapati kemudian ia bekerja sebagai tentara
bersenjata lengkap, dan pasti ia telah mendapatkan warisan yang cukup sehingga
dapat melakukan hal seperti itu. Dalam Theaetetus, ibu Socrates, yaitu Phaenarete
dideskripsikan sebagai bidan, tetapi meski ia adalah bidan, hal ini tidak bisa kita
anggap menyiratkan bahwa ia adalah bidan professional dalam pengertian modern.
Dari sinilah permulaan Socrates mengunakan metode filsafatnya dengan metode
kebidanan. Pada awal pembelajarannya terkait ilmu filsafat, Socrates berguru kepada
Arkhelaos. Namun seiring berjalannya waktu, Socrates merasa tidak puas dengan
gurunya, hingga berbalik dari yang tadinya mempelejarifilsafat alam, hingga akhirnya
memutuskan untuk mencari jalannya sendiri.6 Kehidupan awal Socrates berkemabnag
dalam kemegahan besar dan keindahan Athena.7
Ia dikenal sangat kritis dan selalu mempertanyakan segala sesuatu yang
dianggap benar. Tidak mudah percaya begitu saja tanpa melakukan penyelidikan.
Dari sinilah arti penting akal bagi Socarates. Bagi Socrates akal harus digunakan
secara terus menerus untuk mengemukakakn sebuah keraguan, bertanya dan selalu

5
Beberapa sejarawan dan ahli sosiologi terkemuka seperti Dr. Ali Syariati bahkan berhipotesa
bahwa Socrates adalah seorang nabi (pembawa kabar Tuhan) khusus untuk bangsa Yunani. Sejauh
mana validitas hipotesa Syariati itu mungkin perlu diadakan penelitian lanjut tentang biografi dan
ajaran-ajaran Socrates. Tentang Pemikiran Socrates antara lain lihat Kees Bertens, Sejarah Filsafat
Yunani, Yogyakarta: yayasan Kanisius, 1981.
6
Hadian Noor, Sejarah Filsafat,  (Malang: Citra Mentari Group, 1997), hal. 26
7
Frederick Copleston, Filsafat Periode Socrates, Yogyakarta: Basabasi, 2020, hal. 38-39

7
bertanya sampai kebenaran dan kebajikan benar-benar dapat dipahami. Setelah
pertanyaannya dapat terjawab, maka Socrates akan kembali mempertanyakan
jawaban itu. Sampai orang yang ia tanyakan tidak lagi mampu memberikan jawaban
dari pertanyaannya. Dengan membuat keraguan pada orang tersebut itulah ia
mengembangkan akal budi dan sikap kurang percaya terhadap segala sesuatu yang
dianggap kebenaran dan kebajikan. Metode pencarian Socrates itu dalam terminology
filsafat modern dinamakan Skeptisisme.8
Sebagai filsuf pencari kebenaran yang hakiki, Socrates menghadapi tantangan
kaum sofis dan penguasa negaranya saat itu. Ia mengecam kaum sofis karena
prsagmatisme mereka yang akut, menarik keuntungan dari pengajaran mereka,
mengutamakan kepentingan praktis dari teori, mengabaikan metafisika maupun
filsafat dan terlalu mengutamakan retorika serta demagogi politik. Socrates juga
mengutarakan ketidak sepakatannya dengan kaum sofis dalam hal tidak adanya
kriteria nilai baik dan buruk yang dianggap hal yang tidak diperlukan bagi kaum
sofis.
Secara historis, filsafat pada masa Socrates sering juga di sebut dengan
periode filsafat klasik. Akan tetapi, Socrates belum sampai pada suatu sistem filosofi,
yang memberikan nama klasik kepada filosofi itu. Ia baru membuka jalan. Ia baru
mencari kebenaran. Ia belum sampai menegakkan suatu sistem pandagan. Tujuannya
terbatas hingga mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
Dikarenakan hal tersebutlah Socrates menggunakan analogi seorang bidan yang
membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat, dimana pengetahuan
yang didapatkannya, lahir melalui diskusi panjang dan mendalam sebgaimana yang
disebutkan dapat disebut juga dengan metode dialetika dalam mencari pembenaran
akan suatu hal.
Dari metode dialektikanya, ia menemukan dua penemuan metode yang lain,
yaitu induksi dan definisi. Ia menggunakan istilah induksi manakala pemikiran

Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat (Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran


8

Negara,Masyarakat, dan Kekuasaan), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal. 34-35

8
betolak dari pengetahuan yang khusus, lalu ia menyimpulkannya dengan pengertian
umum. Pengertian umum diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama (umum)
dari masing-masing kasus khusus dan cirri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama
disisihkan. Ciri umum tersebut dinamakan ciri esensi dan semua ciri khusus itu
dinamakan ciri-ciri eksistensi. Suatu definisi dibuat dengan menyebutkan semua ciri
esensi suatu objek dengan menyisihkan semua ciri eksestensinya. Demikianlah jalan
untuk memperoleh definisi tentang suatu masalah.9
Karena dianggap sesat dan menyesatkan masyarakat, maka oleh penguasa
politik dan konspirasi kaum Sofis, Pada tahun 399 SM, Socrates akhirnya wafat pada
usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan yang
diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan
220 menolaknya. Socrates sebenarya dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis
dalam Krito, dengan bantuan para sahabatnya namun dia menolak atas dasar
kepatuhannya pada satu kontrak yang telah dia jalani dengan hokum di kota Athena.
Keberaniannya dalam menghadapi maut digambarkan dengan indah dalam Phaedo
karya Plato. Kematian Socrates dalam ketidak adilan peradilan menjadi salah satu
peristiwa paling berseajarah dalam masyarakat Barat di samping peradilan Yesus
Keristus.10
Kematiannya yang tragis itu dikarenakan ia tidak bisa membela dirinya
sendiri pada proses pengadilan hukuman matinya. Kematian Socrates tidaklah
mematikan ajaran-ajarannya. Kematian dirinya justru menjadi awal kebangkitan
ajaran-ajarannya dikalangan kaum muda Yunani kuno. Karena menjelang
kematiannya, pemikiran Socrates telah mempengaruhi iklim intelektual kaum muda
Athena. Salah satu pemuda Athena yang terpengaruh oleh pemikiran Socrates adalah
Plato. Ia adalah salah satu murid setia Socrates yang banyak mewarisi tradisi
keilmuan dan filsafat gurunya itu. Melalui Plato inilah pemikiran-pemikiran Socartes
berhasil dilestarikan.

9
Ahmad Syadali, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 66-67
10
Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1976), hal. 10

9
2. Pemikiran Socrates
Socrates merupakan pemikir yang memperkenalkan istilah theoria sebagai
pengetahuan. Menurut dia, tugas negara adalah mendidik warga negara dalam
keutamaan yakni memberikan kebahagiaan kepada setiap warga negara serta
membuat jiwa mereka sebaik mungkin. Penguasa negara haruslah memiliki
pengertian tentang “yang baik”. Socrates di masanya belum menawarkan sebuah
sistem pemerintahan demokratis yang berlaku di Athena, di mana pemegang kuasa
dipilih oleh majelis rakyat atau ditentukan dengan undian, karena yang dipilih
bukanlah seorang yang mempunyai keahlian khusus.
Bagi Socrates, keahlian yang sungguh-sungguh menjamin kesejahteraan
negara adalah pengenalan tentang yang baik. Di masa hidupnya Socrates memang
termasuk pejuang demokrasi. Dalam karya Plato yang berjudul Crito, Socrates
dipandang kedengkian orang terhadapnya, Socrates tetap ingin menunjukkan bahwa
dirinya senantiasa taat pada peraturan. Ia berpegang teguh pada prinsipnya serta tidak
terpengaruh dengan godaan materi. Sikapnya ini tentu dilandasi oleh prinsip etikanya
tentang “yang baik” itu, yang juga berimplikasi pada filsafat politiknya.11
Lebih jauh dari itu, salah satu pemikiran Socrates yang sangat dikenal adalah
bahwa pada diri setiap manusia terpendam jawaban mengenai berbagai persoalan
dalam dunia nyata. Karena itu setiap orang sesungguhnya bisa menjawab semua
persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada orang-orang itu, kebanyakan
mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban-jawaban bagi
persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena itu menurut Socrates, perlu ada orang
lain yang ikut mendorong mengeluarkan ide-ide atau jawaban-jawaban yang masih
terpendam itu. Dengan kata lain perlu semacam “bidan” untuk membantu kelahiran
sang ide dari dalam kalbu manusia.Pengertian tentang diri sendiri ini menurut
Socrates sangat penting buat tiap-tiap manusiadalam mengetahui dirinya terlebih
dahulu sebelum ia ingin mengerti tentang hal-hal lain di luar dirinya.12

11
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal. 31
12
Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011), hal. 100

10
Berbeda dengan kaum filosof alam naturalistic di zaman yunani klasik,
Socrates yang menjadi guru selaku pendidik sejati atas dasar keyakinan bagaikan
religi tentang hakekat manusia yang perlu didik. Dimana ia paling berminat dalam
mempelajari etika/kesusilaan dan kebahagiaan non-fisik.
Socrates berpandangan bahwa dengan berpengetahuan semua orang bisa
mencapai kebaikan dan tak ada orang yang berbuat salah dengan penuh kesadaran. Ia
juga berpendapat bahwa manusia memerlukan pendidikan agar vberpengetahuan
tetapi bukan pendidikan yang tradisional seperti umumnya yang dipraktekan secara
luas dengan mengurangi jiwa kritis pada masa itu.
Socrates lebih mengutamakan kurikulum yang tidak seperti yang
diperintahkan kepadanya untuk diajarkan kepada masyarakat. Melainkan ia
menerapkan pembelajaran melalui metode individualistik, dimana ia sangat
mengapresiasi pengetahuan dan manusia yang berfikir, dalam arti bahwa semua
kekuasaan/jabatan dalam masyarakat Yunani haruslah diemban oleh orang-orang
yang kompeten dan berpengetahuan. Adapaun pengetahuan tertinggi menurtnya ialah
pengetahuan eksistensi tentang diri sendiri secara internal (self-knowledge). Bagi
Socrates nilai-nilai (Virtue) dapat diajarkan melalui pengetahuan dan pendidikan
karena “knowledge is virtue” (penegtahuan itu bersifat baik).13
B. Biografi dan Pemikiran Plato
1. Biografi Plato
Plato adalah seorang filsuf Yunani, Plato lahir sekitar tahun 427 SM dari
sebuah keluarga bangsawan kaya yang hidup ketika Yunani menjadi pusat
kebudayaan besar selama empat abad.14 Namanya bermula ialah Aristokles. Nama
Plato diberikan oleh gurunya. Ia memperoleh nama itu berhubung dengan bahunya
yang lebar. Sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap raut mukanya, potongan
tubuhnya serta parasnya yang elok bersesuaian benar dengan ciptaan klasik tentang

13
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikkan, Bogor: PT
Imperial Bhakti Utama, 2007, hal. 15
14
Tim Nunsa, Plato Filsosf Yunani Terbesar, (Bandung: Nuansa Cendikia, 2009), hal. 11

11
manusia yang cantik. Bagus dan harmoni meliputi seluruh perawakannya. Dalam
tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang dalam dan menembus.
Pandangan matanya menunjuk seolah-olah ia mau mengisi dunia yang lahir ini
dengan cita-citanya.
Pelajaran yang diperoleh dimasa kecilnya, selain dari pelajaran umum ialah
menggambar dan melukis disambung dengan belajar musik dan puisi. Sebelum
dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersajak. Sebagaimana biasanya
dengan anak orang baik-baik di masa itu plato mendapat didikan dari guru-guru
filosofi. Pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya
murid Herakleitos yang mengajarkan “semuanya berlalu” seperti air.
Ayahnya bernama Ariston keturunan kodrus raja terakhir Athena dan ibunya
bernama Periktione. Disamping sebagai filsuf Plato juga sebagai pemikir politik yang
sangat kritis terhadap penguasa di Athena, apalagi pada saat gurunya yaitu Socrates
dihukum mati oleh pemerintah, maka pemikiran Plato mulai berkembang dan kritis
terhadap pemerintah sehingga berpendapat bahwa orang yang paling tepat dan baik
sebagai pemimpin itu oarng yang berfilsafat (filsuf), maka seketika itu Plato mulai
berpikir mengenai pemerintahan yang ideal, bagaimana mengatur pemerintah yang
baik. 15
Plato mengatakan untuk mengatasi masalah negara jangan hanya berdasarkan
apa yang dilihat saja, melainkan harus dengan memimpikan idealisme dan jangan
berhenti.16 Setelah Socrates meninggal maka plato pergi ke Athena untuk
mengembangkan Ilmunya yang menurutnya masih kurang selama duabelas tahun
lamanya dan juga pergi keberbagai daerah samapai Plato berada di Sisilia Italia
selatan.17
Setelah kembali dari pengembaraannya, ia mendirikan sekolah yaitu
Akademia, Plato mengabdi mengajarkan filsafatnya mengenai Idea-Idea atau gagasan
15
Izul Haq Lidinillah, Kesejajaran Dunia Plato Dengan Doktrin Islam, Jurnal Aqidah Dan
Filsafat Islam, Vol 5 No. 1, 2020, hal. 70
16
Sojun Park, WHY? The Republic, (Jakarta: Elex Media Kompotindo, 2018), hal. 4
17
Izul Haq Lidinillah, Kesejajaran Dunia Plato Dengan Doktrin Islam, hal. 71

12
Plato dalam pemerintahan, yang anehnya dalam Akadimia Plato terdapat tulisan “
orang yang tidak tau matematika jangan masuk kesini” disinilah Plato mengabdi
selama empat puluh tahun yaitu pada tahun 387 SM. Hingga Plato meninggal disini.18
2. Pemikiran Plato
Pemikiran atau idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya
keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat
kebendaan.19 Herman Horne juga mengatakan idelisme merupakan pandangan yang
menyimpulkan bahwa alam merupakan ekspresi dari pikiran, juga mengatakan bahwa
substansi dari dunia ini adalah dari alam pikiran serta pandagan bahwa hal-hal yang
bersifat materi dapat dijelaskan melalui jiwa. 20
Dapat disimpulkan bahwa idealisme merupakan aliran filsafat yang
mempunyai pandangan bahwa segala sesuatu ada pada ide atau pikiran dan bukan
hal-hal yang bersifat materi. Materi merupakan bagian luar dari hakekat terdalam,
yaitu akal, pikiran, dan ruh atau nilai.
Plato adalah murid sokrates. Aliran idealisme adalah suatu aliran ilmu filsafat
yang mengagungkan jiwa. Ia adalah murid dan teman Socrates. Karena sering
mengadakan perlawanan ia memperoleh pengetahuan yang banyak jumlahnya. Sejak
berumur 20 tahun plato mengikuti pelajaran sokrates. Pelajaran itulah yang memberi
kepuasan baginya.
Menurutnya cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan
jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap
oleh panca indera, dalam pertemuan jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan
yaitu dunia idea. Dasar seluruh filsafat Plato adalah ajaran ide. Ajaran ide Plato ini
melihat bahwa ide adalah realitas yang sejati dibandingkan dengan dunia indrawi

18
Izul Haq Lidinillah, Kesejajaran Dunia Plato Dengan Doktrin Islam, hal. 71
19
https://www.google.com/amo/s/ilmuwan9saja.wordpress.com/2012/12/12/idealisme-
plato/amp, 18 Maret 2021. Diakses jam 21.00 WIB
20
Rusdi, Filsafat Idealisme (Implikasinya Dalam Pendidikan), Dinamika Ilmu, Vol 13 No. 2,
Desember 2013, hal. 237

13
yang ditangkap oleh indra. Dunia idea adalah realitas yang tidak bisa dirasa, dilihat
dan didengar. Ide adalah dunia objektif dan berada di luar pengalaman manusia.21
Plato merupakan bapak filsafat idealisme atau pencetus filsafat idealisme.
Menurut Plato hakekat segala sesuatu tidak terletak pada yang bersifat materi atau
bendawi, tetapi sesuatu yang ada dibalik materi itu, yakni ide. Ide bersifat kekal,
immaterial dan tidak berubah. Walaupun materi hancur, ide tidak ikut musnah. 22
Plato juga mengatakan bahwa tidak ada kebenaran yang materi, kebenaran
hakiki itu ada dalam Idea.23 Dengan kata lain plato mengatakan bahwa kebenaran
tidak dapat ditemukan dalam dunia nyata, sebab dunia nyata tidak permanen dan
selalu mengalami perubahan. Karena itu suatu ilmu pengetahuan agar dapat
memberikan pengetahuan yang kokoh, maka ia mesti bersumber dari hasil
pengamatan yang tepat dan tidak berubah-ubah. Hasil pengamatan yang seperti ini
hanya bisa datang dari suatu alam yang tetap dan kekal. Alam inilah yang disebut
sebagai alam ide, suatu alam di mana manusia sebelum ia lahir telah mendapatkan
idea bawaannya.
Dengan idea bawaan ini manusia dapat mengenal dan memahami segala
sesuatu sehingga lahirlah ilmu pengetahuan. Manusia tinggal mengingat kembali saja
idea-idea bawaan itu jika ia ingin memahami sesuatu. Karena itu, bagi Plato alam
idea inilah alam realitas, sedangkan yang tampak dalam wujud nyata alam indrawi
bukanlah alam yang sesungguhnya
Hal yang penting juga untuk di ketahui dari filsafat plato adalah pemikiran dia
tentang negara. Menurutnya bahwa dalam tiap-tiap negara segala golongan dan segala
orang-orang adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuannya. Kesejahteraan
semuanya itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang
menentukan nilai pembagian pekerjaan. Dalam negara yang ideal itu, golongan
pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga
21
Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta: Kharisma Putr Utama, 2009),
hal. 34
22
Rusdi, Filsafat Idealisme (Implikasinya Dalam Pendidikan), hal. 238
23
Izul Haq Lidinillah, Kesejajaran Dunia Plato Dengan Doktrin Islam, hal. 72

14
memperlindungi, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan
dilindungi dan mereka memerintah. Ketiga macam budi yang dimiliki oleh masing-
masing golongan, yaitu bijaksana, berani dan menguasai diri dapat menyelenggarakan
dengan kerjasama budi ke empat bagi masyarakat, yaitu keadilan.
Walaupun idealisme selalu dihubungkan dengan Plato, lahirnya idealisme
sebagai madzhab atau aliran filsafat bukanlah pada zaman Plato masih hidup. Istilah
idealisme untuk menunjukan suatu aliran filsafat, baru dipakai pada abad ke 19 M.
Aliran filsafat idealisme dalam abad ke-19 M, merupakan kelanjutan dan pemikiran
filsafat rasionalisme yang berkembang pada abad ke-17 M. Para pengikut aliran
idealisme ini pada umumnya, filsafatnya bersumber dari filsafat kritisismenya
Immanuel Kant. Fichte (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut idealisme
subjektif, merupakan murid Kant. Demikian juga dengan Schelling yang filsafatnya
disebut dengan idealisme objektif, kemudian kedua filsafat idealisme ini (subjektif
dan objektif) disintesiskan dalam filsafat idealisme mutlaknya Hegel (1770-1831). 24

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

24
Achmad Fadlil Abidillah dkk, Ekonomi Islam: Perspektif Filsafat Dan Ilmu Pengetahuan,
(Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2021), hal. 59-60

15
Filosof membangun membangun pondasi falsafahnya sehingga mengguncang
dunia Barat. Para filosof klasik muncul untuk membangkitkan kembali kepercayaan
masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang waktu itu mengalami pendangkalan dan
melemahnya tanggung jawab manusia karena pengaruh negative dari para filosof
aliran sofisme. Kehadiran filosof Yunani klasik sama dengan kehadiran raksasa yang
menguncanh bumi. Berbegai pandangan filosof Yunani merupakan motifasi kuat
untuk bangkit kembali ilmu pengetahuan yang semakin lemah dan dangkal oleh
pengaruh filsafat kaum sifis yang merelatifkan segala sesuatu.
Nama-nama seperti Socrates dan Plato merupakan para filosof yang bangkit
pada masa Yunani klasik. Zaman klasik berawal dari Socrates, tetapi Socrates belum
sampai pada suatu system filosofi, yang memberikan makna klasik kepada filosof. Ia
baru membuka jalan, Ia baru membuka kebenaran. Ia belum sampai menegakkan
suatu system pandangan. Tujuannya terbatas hingga mencapai dasar yang baru dan
kuat bagi kebenaran dan moral.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta: Rajawali Pres, 2011

16
Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1976
Copleston, Frederick, Filsafat Periode Socrates, Yogyakarta: Basabasi, 2020
Fadlil Abidillah, Achmad, dkk, Ekonomi Islam: Perspektif Filsafat Dan Ilmu
Pengetahuan, Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2021
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty, 1999
https://www.google.com/amo/s/ilmuwan9saja.wordpress.com/2012/12/12/idealisme-
plato/amp, 18 Maret 2021. Diakses jam 21.00 WIB
Lidinillah, Izul Haq, Kesejajaran Dunia Plato Dengan Doktrin Islam, Jurnal Aqidah
Dan Filsafat Islam, Vol 5 No. 1, 2020
Mufid, Muhammad, Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta: Kharisma Putr Utama,
2009
Noor, Hadian, Sejarah Filsafat, Malang: Citra Mentari Group, 1997
Park, Sojun, WHY? The Republic, Jakarta: Elex Media Kompotindo, 2018
Rusdi, Filsafat Idealisme (Implikasinya Dalam Pendidikan), Dinamika Ilmu, Vol 13
No. 2, Desember 2013,
Suhelmi, Ahmad, dalam Bertrand Russell, A History of Western Philosophy, London:
George Allen & Unwin Ltd, 1946
_____________, Pemikiran Politik Barat (Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara,Masyarakat, dan Kekuasaan), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2007
_____________, dalam Nisbet, The Social Philosopher, Community and Conflict IN
Western Thought, New York: Washington Square Press, 1983
Syadali, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2004
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikkan,
Bogor: PT Imperial Bhakti Utama, 2007
Tim Nunsa, Plato Filsosf Yunani Terbesar, Bandung: Nuansa Cendikia, 2009

17

Anda mungkin juga menyukai