Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Konsep dan Nilai-Nilai Kepemimpinan

Berdasarkan Kearifan Lokal

Disusun oleh:

Kelompok 6

1. Ninda Rohani Situmorang (7233210040)


2. Nicko Fernando Rajagukguk (7233210049)
3. Rahel Marito Tambunan (7233510008)
4. Dian maulina pratiwi (7231210008)

Dosen Pengampu:

Hilma Harmen, SE, MBA

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Konsep dan
Nilai-nilai Kepemimpinan Berdasarkan Kearifan Lokal" ini dengan tepat waktu. Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepemimpinan. Selain itu, tulisan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep dan Nilai-nilai Kepemimpinan
Berdasarkan Kearifan Lokal bagi pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima
kasih kepada para dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah ilmu dan
wawasan sesuai dengan bidang studinya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berbagi sebagian ilmunya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan Oktober 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2


A. Konsep Kepemimpinan .................................................................................. 2
B. Nilai-Nilai Kepemimpinan ............................................................................. 2
C. Kepemimpinan berdasarkan Kearifan Lokal.................................................. 4
1. Kepemimpinanm menurut Kearifan Lokal Suku Batak..................... 4
2. Kepemimpinan menurut Kearifan Lokal Suku Nias .......................... 6
D. Relevansi Sistem Kepemimpinan Tradisional Pemilihan
Pemimpin Masyarakat Kini ........................................................................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 10
A. Kesimpulan..................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membicarakan kepemimpinan memang suatu hal yang menarik yang dapat dimulai dari
sudut pandang apa saja. Dari waktu ke waktu kepemimpinan selalu berkembang dan menjadi
perhatian serta bahan kajian Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh
oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Esensi
kepemimpinan pada suatu masyarakat, bangsa tentu memiliki ciri khas sesuai kearifan lokal
yang tumbuh berkembang pada suatu masyarakat, bangsa. Sehingga jenis, macam, ragam,
corak kepemimpinan tidak bisa diseragamkan satu sama lain.

Dalam ungkapan Batak-Toba hal itu disebut. "Asing dolok asing do sihaporna. Asing luat
asing do nang adatna" atau seperti peribahasa klasik." lain lubuk lain ikannya" yang
menunjukkan bahwa ragam, jenis, macam, corak kepemimpinan bisa berbeda-beda pula.
Dalam hal ini banyak gaya, teori dan tipe kepemimpinan yang dapat dipelajari untuk kemudian
diterapkan dalam proses kepemimpinannya. Salah satu sumber pembelajaran yang cukup baik
adalah pola kepemimpinan berdasarkan kearifan lokal Nias. Sama dengan daerah lainnya,Nias
juga memiliki local wisdom yang dapat dipedomani dan diambil nilai-nilai ajarannya.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1. Apa yang yang dimaksud dengan konsep kepemimpinan?

2. Apa saja Nilai-Nilai kepemimpinan?

3. Bagaimanakah kepemimpinan berdasarkan kearifan lokal Batak dan Nias?

4. Bagaimanakah relevansi sistem kepemimpinan tradisional terhadap pemilihan

pemimpin masyarakat kini?

1
Bab II

PEMBAHASAN

A. Konsep Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah suatu tindakan dalam bentuk mempengaruhi orang lain untuk mau dan
mampu bertindak. proses komunikasi untuk pengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok ke
arah pencapaian tujuan organisasi dalam suatu seni dan situasi tertentu, dan suatu proses agar
mau bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin merupakan pribadi yang
disukai dan menjadi teladan bagi masyarakat yang dipimpinnya sehingga tujuan bersama dapat
tercapai.

Sockanto (2001:318) mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin atau leader


untuk mempengaruhi orang yang dipimpin atau pengikutnya. Sehingga orang lain tersebut
bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan
antara kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial.
Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu proses sosial,
kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu badan yang
menyebabkan gerak dari warga masyarakat.

B. Nilai-Nilai Kepemimpinan

Nilai-nilai kepemimpinan adalah sejumlah sifat-sifat utama yang harus dimiliki seorang
pemimpin agar kepemimpinannya dapat efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Liadwiristanti mengemukakan beberapa nilai kepemimpinan yang perlu dimiliki
seorang pemimpin antara lain adalah sebagai berikut

1. Integritas dan Moralitas

Integritas menyangkut mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh
sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Moralitas menyangkut ahlak, budi pekerti, susila dan ajaran tentang baik dan buruk. Jadi
serang pemimpin dituntut memiliki integritas dan moralitas yang baik sehingga dapat terlihat
kewibawaan dan kejujuranya.

2
2. Tanggung Jawab

Pemimpin harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan dan tidak dilakukannya untuk
mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi. Hal itu dibutuhkan
karena pemimpin merupakan tonggak anggotanya.

3. Visi Pemimpin

Kepemimpinan scorang pemimpin nyaris identik dengan visi kepemimpinannya. Visi adalah
arah kemana organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin.
Jika seorang pemimpin tidak memiliki visi dalam organisasinya, maka organisasi tersebut tidak
akan berjalan karena tidak ada tujuan yang ingin dicapai.

4. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan juga merupakan kearifan seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu sehingga
keputusannya adil dan bijaksana. Kebijaksanaan memiliki makna lebih dari kepandaian atau
kecerdasan.

5. Keteladanan

Keteladanan seorang pemimpin adalah sikap dan tingkah laku yang dapat menjadi contoh bagi
orang-orang yang dipimpinnya. Keteladanan berkaitan erat dengan kehormatan, integritas, dan
moralitas pemimpin

6. Menjaga Kehormatan

Seorang pemimpin harus menjaga kehormatan baik dirinya, anggotanya, maupun organisasinya.
Dengan cara tidak melakukan perbuatan-perbuatan yangtercela. Hal tersebut perlu dilakukan
karena segala perbuatan pemimpin dapatmenjadi contoh bagi anggotanya.

7. Beriman

Beriman berarti meyakini bahwa Tuhan itu ada. Hal tersebut sangat penting karena pemimpin
adalah manusia biasa dengan semua keterbatasannya secara fisik. pikiran dan akal budi sehingga
banyak masalah yang tidak akan mampu dipecahkan dengan kemampuannya sendiri. Oleh
karena itu seorang pemimpin harus memiliki iman yang kuat dan beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

8. Kemampuan Berkomunikasi

Antara pemimpin dan yang dipimpin terdapat suatu ikatan kuat sebagai satu keutuhan dan
memiliki ketergantungan satu sama lain. Untuk mencapai hal tersebut maka seorang pemimpin
harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Sehingga mampu membangun
komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya secara efektif dan efisien.

3
9. Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM

Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai
penggerak untuk mencapai tujuan organisasi itu. SDM juga merupakan faktor strategis dan
penentu dalam kemajuan organisasi. Seorang pemimpin harus memiliki komitmen kuat untuk
meningkatkan kualitas SDM, jika ingin organisasinya tetap bertahaan dan berjalan

C. Kepemimpinan berdasarkan Kearifan Lokal

Kearifan lokal atau local wisdom amerupakan ide-ide atau gagasan lokal pada suatu tempat
yang bersifat bijaksana dan bernilai baik yang tumbuh dan berkembang serta menjadi
pedoman bagi masyarakatnya. Kearifan lokal adalah produk masyarakat masa lalu yang
kemudian menjadi unggulannya, yang digunakan secara terus menerus sehingga menjadi
pegangan bagi masyarakat setempat. Biasanya kearifan lokal menjadi sumber ilmu
pengetahuan, sebagai dasar dalam menetapkan kebijakan dan terintegrasi dalam kehidupan
masyarakatnya. Kearifan lokal juga diartikan sebagai suatu kebenaran yang telah mentradisi
dalam suatu daerah yang berpedoman pada filosofi, nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku
yang melembaga secara tradisional.

Menurut Wagiran, Ruang lingkup kearifan lokal dapat dibagi menjadi delapan, yaitu

• Norma-norma lokal yang dikembangkan berupa pantangan dan kewajiban


• Ritual dan tradisi masyarakat serta makna dibaliknya.
• Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos dan cerita rakyat yang biasanya mengandun pelajaran
atau pesan-pesan tertentu.
• Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh masyarakat, tetua adat,
pemimpin spritual.
• Manuskrip dan kitab-kitab suci yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.
• Cara komunitas lokal dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari.
• Alat-bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu.
• Kondisi sumber daya alam atau lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam penghidupan
masyarakat sehari-hari.

1. Kepemimpinanm menurut Kearifan Lokal Suku Batak

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia, berdasarkan sensus dari
Badan Pusat Statistik pada tahun 2010. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk
mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan
Pantai Timur di Provinsi Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak
adalah Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak/Dairi, Simalungun, dan Toba, Batak adalah
rumpun suku-suku yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara.

4
Wilayah pada masyarakat batak tradisional terdiri atas beberapa tingkatan yaitu: Huta,
Lumban/Horja dan Bius, tiap tingkatan dipimpin oleh seseorang yang disebut Raja dan
mempunyai tugas tanggung jawab dan fungsi masing-masing.

J.C. Vergouwen mendefenisikan makna huta (kampung) bagi orang Batak Toba sebagai:
"sebuah dunia kecil yang tertutup, satu kesatuan yang hidup dan terdiri dari sekelompok kecil
orang yang terikat satu sama lain secara alami, dan sudah lama hidup di tempat ini, tempat
anak-anak mereka lahir, tempat yang diharapkan menjadi kuburan mereka sendiri. Huta
(kampung) merupakan tempat tinggal dari orang Batak yang berasal dari satu nenek moyang
(satu ompu) dengan atau tanpa boru. Marga pendiri huta disebut marga raja (marga tano).
Marga lain yang tinggal di huta dinamakan marga boru, mereka tidak mempunyai hak atas
tanah. Huta didirikan oleh satu marga raja dan di dalam setiap huta Batak terdapat raja huta
yaitu seorang dari pendiri huta.

Horja adalah struktur dan organisasi wilayah yang terdiri dari beberapa wilayah huta, di mana
pimpinan horja dinamakan raja parjolo (terdepan) yang didampingi oleh beberapa raja partahi
(perencana). Dalam masyarakat Batak. pesta horja hanya dilaksanakan oleh mereka yang
semarga.

Bius adalah struktur wilayah dari sistem pemerintahan Harajaon Batak dengan wilayah
tertentu dan mempunyai rakyat serta pemerintahan. Bius adalah tingkatan pemerintahan yang
lebih tinggi dalam masyarakat Batak Toba dan pemerintahan bius sangat bersatu dengan
agama dan adat. Wilayah bius terdiri dari beberapa horja. Kepala dan pimpinan bius disebut
sebagai raja doli.

Pimpinan tertinggi dalam birokrasi tradisional Batak Toba di setiap wilayah disebut raja. Raja
adalah seorang pemimpin, penganyom, dan pemersatu rakyat. Pemimpin memiliki kedudukan,
kuasa dan wibawa yang khas yang berimplikasi terhadap hubungannya dengan rakyat dan
dalam pengambilan keputusan. Kekhasan tersebut didasarkan atas nilai budaya kerohanian dan
kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat. Konsep raja bagi masyarakat Batak Toba
bukan sebagai kepala pemerintahan, namun lebih berkaitan dengan tanggung jawab, oleh
karena itu raja adalah seorang yang disegani, dihormati dan dipatuhi. Semua posisi fungsional
dalam kehidupan masyarakat dan status sosial dalam struktur relasional budaya Batak Toba
selalu disebut raja. Dalam struktur kultural relasional hal itu disebut Dalihan Na Tolu, yang
terdiri dari unsur kekeluargaan Batak: Dongan tubu, hula-hula, dan boru. Ketiga unsur relasi
kultural ini disebut raja, sehingga ada raja ni dongan tubu (raja dari teman semarga), raja ni
hula-hula (raja dari pihak marga perempuan), dan raja ni boru (raja dari keluarga yang
beristerikan semarga pihak laki- laki). Ada juga raja ni dongan sahuta (raja teman sekampung),
bahkan raja na ginokkon atau raja na ro (raja dari undangan atau raja yang diundang).
Penyebutan raja juga dikenal kepada pelaksana tugas-tugas fungsional yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Misalnya, ada raja parhobas (raja pelayan), ada raja bondar (raja tali air
atau irigasi). bahkan ada nama seseorang raja napogos (raja yang miskin). Di kalangan

5
masyarakat Batak juga dikenal sebutan tangko raja (mencuri ala raja, secara raja). Dari
pemakaian kata raja di sini jelas menunjukkan sifat perilaku (pangalaho/karakter) yang
dimiliki seseorang.

Penyebutan raja terhadap pelaksana tugas-tugas fungsional dalam kehidupan sehari-hari


masyarakat Batak Toba merupakan hal yang lumrah, karena yang dituntut dan yang
diharapkan dari seorang pelaksana tugas fungsional adalah: karakternya, perilakunya, dalam
bersikap dan bertindak. berkomunikasi dan berpikir tentang tugas yang diembannya. Dalam
pemahaman raja sesuai dengan budaya Batak, peranan dan fungsinya tidak ada hubungannya
dengan kekuasaan politis, struktur dan hierarki kepemimpinan. Raja yang dikenal dan
dipahami dalam budaya Batak bukanlah raja politis Dengan demikian, seorang raja, apa pun
status sosialnya dan tugas apa pun yang diemban dan dilakukannya, haruslah seorang yang
memiliki sahala, wibawa, dan terhormat. Raja na marsahala (raja yang memiliki sahala),
adalah raja yang berwibawa. bijak, memiliki otoritas spiritual, sehingga menjadi contoh dan
panutan di tengah masyarakat. Kriteria seseorang yang memiliki sahala, bijaksana dalam
bertindak, adil terhadap semua orang, pengayom dan penggembala masyarakat, solider,
pemerhati, dan siap memberi pertolongan kepada orang lain, memberi tumpangan, menjamu
makan setiap tamu yang datang dan menjadi pembimbing dalam kehidupan. Dengan kata lain,
seorang yang memiliki sahala adalah bila ia menjadi panutan, tau sitiruon jala siihuthonon,
dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ia memiliki kriteria seperti itu, maka ia disebut, diakui,
dan dipatuhi sebagai seorang raja. Jadi, kerajaannya tidak bersifat politis, tetapi berdasarkan
pada karakter dan perilakunya dalam kehidupan masyarakat. Secara umum sistem
pemerintahan Tradisional Batak ini lebih banyak dilihat dari sudut kejiawaan yang berhikmat.
Hukum lahir memang kuat tetapi ikatan yang palingmendasar adalah dari segi kerohanian
yang dianggap Spritual. Dalam kehidupan orang batak toba lahir nya anak laki laki merupakan
lahirnya harapan penerus kepemimpinan "marga", karena dalam kepemimpinan adat batak
toba seorang laki laki yang akan menjadi pemimpin dalam acara acara adat tertentu.mHarus
memenuhi syarat "harajaon" yang memiliki kriteria syarat moral. Masyarakat sudah mulai
melakukakan penggemblengan bibit, bebet, bobot pada keturunannya. Masyarakat batak
sangat menjunjung tinggi adatnya, untuk masyarakat batak sebelum lahir kedunia pun sudah
melakoni acara adat sampai seorang batak tersebut menjadi tulang pun masih ada serangkaian
acara adatnya.

2. Kepemimpinan menurut Kearifan Lokal Suku Nias

Suku Nias adalah sekelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa aslinya,
masyarakat Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha =
manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah Suku Nias adalah masyarakat
yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias
secara umum disebut “FONDRAKÖ” yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari
kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik (batu besar)
dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih

6
ditemukan di wilayah pedalaman khususnya di Teluk Dalam (Nias Selatan), Onolimbu (Nias
Barat) dan di tempat-tempat lain sampai sekarang.

Dalam kearifan lokal terdapat beberapa karakter yang mendefinisikan kebudayaan suku
bangsa Nias. Yang diantaranya: etika, kesehatan, sosial kemasyarakatan, kelestarian
lingkungan, kondisi alam, dan lain-lain. Di suku Nias juga dikenal istilah marga yaitu sistem
yang mengikuti garis ayah (patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari perkumpulan-
perkumpulan dari seorang nenek moyang. Pernikahan dalam satu marga tidak dibenarkan.

Di samping itu pula di Pulau Nias dikenal istilah kasta. Dimana tingkatan kasta yang
tertinggi adalah "Balugu" dan untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu
melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak
babi selama berhari-hari. Adapun beberapa rincian kasta yang terdapat di Pulau Nias antara
lain:

a) Si’ulu (Balugu/Salaŵa), yaitu: golongan masyarakat yang mempunyai kedudukan tertinggi


secara turun-temurun, akan tetapi pengukuhannya melalui proses pelaksanaan pesta kebesaran
(Owasa/Fa’ulu). Bangsawan yang telah memenuhi kewajiban adatnya melalui proses
Owasa/Fau’ulu disebut Si’ulu Si Ma’awai dan menjadi Balö Zi’ulu yaitu bangsawan yang
memerintah;

b) Ere, yaitu: para pemimpin agama kuno. Sering juga, oleh karena kepintaran seseorang
dalam hal tertentu, maka dia disebut Ere, umpamanya Ere Huhuo yaitu seseorang yang sangat
pintar dalam berbicara terutama menyangkut adat-istiadat. Secara garis besar terdapat 2 (dua)
macam ere, yaitu: Ere Börönadu dan Ere Mbanua;

c) Si’ila, yaitu: kaum cerdik-pandai yang menjadi anggota badan musyawarah desa. Mereka
yang selalu bermusyawarah dan bersidang (Orahu) pada setiap masalah-masalah yang
dibicarakan dalam desa, dipimpin oleh Balö Zi’ulu dan Si’ulu lainnya;

d) Sato, yaitu: Masyarakat biasa (masyarakat kebanyakan) juga sering disebut Ono mbanua
atau si fagölö-gölö atau niha si to’ölö;

e) Sawuyu (Harakana), yaitu: golongan masyarakat yang terendah. Mereka berasal dari
orang-orang yang melanggar hukum dan tidak mampu membayar denda yang dibebankan
kepadanya berdasarkan keputusan sidang badan musyawarah desa. Kemudian mereka ditebus
oleh seseorang (biasanya para bangsawan), oleh karenanya semenjak itu mereka menjadi
budak (abdi) bagi penebus mereka. Mereka juga berasal dari orang-orang yang tidak mampu
membayar utang-utangnya, orang-orang yang diculik atau orang-orang yang kalah dalam
perang, kemudian mereka menjadi budak.

F. Harefa menyatakan bahwa Salawa artinya Yang Tinggi. Ia disebut demikian karena ialah yang
lebih dari kawannya sekampung itu dalam segala hal, umpamannya: Tentang bangsa, dialah yang

7
lebih tertua; tentang keadaannya, dialah yang lebih berada; tentang kepandaian, dialah yang lebih
pandai dan sebagainya. Sejajar dengan itu, Bambowo La'ia menyatakan bahwa pemimpin di Nias
itu mempunyai syarat, yakni:

(1) berwibawa (Molakhömi). Wibawa itu mewujudkan diri dalam keseganan terhadap seseorang.
Wibawa ini adalah pembawaan sejak lahir, dan sukar menerangkan sebab-sebab yang membuat
orang segan kepada seseorang itu.

(2) senioritas (Fa'asia'a). Sebenarnya menyangkut faktor ini boleh dua pembahagian, yaitu tua
karena umur dan tua karena dianggap tua, bukan karena umur. Tua karena umur itulah senioritas,
tetapi tua karena dianggap tua atau karena alasan-alasan yang tertentu itulah yang disebut
"primus interpares".

(3) berkeadaan (Fo khö). Seorang diangkat pimpinan karena kaya. Di Nias sering terdengar :
"Lihat dulu dapurnya, berasap apa tidak." Maksudnya, apakah berkeadaan atau tidak.

(4) kepandaian (Fa'onekhe). Bila yang berkeinginan mendirikan kampung tersebut telah
menunjukkan dirinya sebagai yang "tertinggi", barulah ia memberitahu dan sekaligus mengajak
masyarakat untuk mendirikan banua. Pada waktu itu, yang bakal "salawa" membayar adat
kepada orang banyak. Adapun nama-nama adat tersebut adalah: pembersihan bukit/pertapakan
kampung (Folowi ba hili); penanaman tanda sila'uma (Fananö zi la'uma); pemberian nama
kampung (Famatörö döi mbanua) dan membuat jalan ke pancuran (Folowi lala ba nidanö).

D. Relevansi Sistem Kepemimpinan Tradisional Terhadap Pemilihan Pemimpin


Masyarakat Kini

Pemilihan pemimpin merupakan sebuah aktivitas politik dari masyakarat. Menurut Max Weber
ada tiga alasan utama yang menyebabkan seseorang melakukan aktivitas politik, yakni:

1) Rasional nilai, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai
suatu kelompok.

2) Tradisional, didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku Individu atau tradisi tertentu
dari suatu kelompok social.

3) Rasional instrumental, yaitu pertimbangan dan pilihan yang sadar dan berhubungan dengan
tujuan tindakan itu untuk mencapainya.

Karakteristik sosial dan pengelompokkan-pengelompokkan sosial, usia, jenis kelamin.


agama, pekerjaan, latar belakang, kegiatan-kegiatan dalam kelompok formal dan informal dan
lainnya memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku memilih seseorang.
Kelompok-kelompok sosial itu memiliki peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan
orientasi seseorang. Dalam banyak penelitian faktor agama, aspek geografis (kedaerahan) dan

8
faktor kelas atau status ekonomi (khususnya di negara-negara maju) memang mempunyai
korelasi nyata dengan perilaku pemilih.

Hak konstitusional masyarakat dalam memilih pasca reformasi mendapatkan tempat yang
sangat terhormat, namun pada era reformasi terjadi perubahan perilaku pemilih yaitu munculnya
pemilih sosiologis yang semakin kuat. Dalam perhelatan pemilukada dan pemilu, masyarakat
lebih cenderung memilih berdasarkan preferensi tertentu yang berbasis primordial, bahkan tidak
sedikit di ranah lokal daerah politik identitas tidak terelakkan dalam kontestasi politik.
Masyarakat cenderung memilih dengan melihat latar belakang calon kandidiat yang didasarkan
pada ikatan suku/etnis, ras, agama, golongan, lebih utama dibandingkan dengan melihat rekam
jejak, visi misi dan program calon.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kepemimpinan adalah suatu tindakan dalam bentuk mempengaruhi orang lain untuk mau dan
mampu bertindak. Proses komunikasi untuk pengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok ke arah
pencapaian tujuan organisasi dalam suatu seni dan situasi tertentu, dan suatu proses agar mau
bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum sistem pemerintahan
tradisional Batak dan Nias lebih banyak dilihat dari sudut pandang adat dan agama. Masyarakat
cenderung memilih dengan melihat latar belakang calon kandidiat yang didasarkan pada ikatan
suku/etnis, ras, agama, golongan, lebih utama dibandingkan dengan melihat rekam jejak, visi
misi dan program calon.

B. Saran

Penulis menyarankan pembaca untuk mencari informasi mengenai Konsep dan Nilai- nilai
Kepemimpinan Berdasarkan Kearifan Lokal dari berbagai sumber guna memperbanyak dan
memperlengkap wawasan dan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/529430228/KEPEMIMPINAN-BERDASARKAN-KEARIFAN-
LOKAL

https://images.app.goo.gl/XAkRf5QoMWMKZiYs9 asal usul dalihan na tolu

Bennis, Waren, Menjadi Pemimpin Efektif Terjemahan Anna W Bangun Jakarta PT Alex Media

Fred, 2008. "Organizational Behavor" Mc Graw Hill: New York. p.281Gibson, Invancevich,
Donnelly, Organisasi Perilaku, Struktur, Proses, alih Bahasa Nunuk Adiarni, Jakarta: Binarupa

10

Anda mungkin juga menyukai