Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ILMU TAFSIR I

“ Metodologi Tafsir Maudhu’i ”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10 :

1. GILANG PERDANA : 1219.049


2. RONI TONDI HARAHAP : 1219.061

DOSEN PENGAMPU :

Dr. ARSAL, M.Ag

HUKUM EKONOMI SYARIAH (HES-B)

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2020 M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih
banyak atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isimakalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih


banyakkekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yangmembangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

LockDown, 31 Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR………………………………………………………………..…i

DAFT ISI……………………………………………………………………......ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang………………………………………………………….…4
B. RumusanMasalah…………………………………………………………4
C. Tujuan Penulisan………………………………….....................................4.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metodologi Tafsir Maudhu’i................. ..................................5


B. Cara Penggunaan Tafsir Maudhu’i.............................................................8
C. Kelebihan Dan Kelamahan Tafsir Maudhu’i.............................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................14
B. Saran..........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berbicara tentang tafsir maudhu’i karena banyaknya metode tafsir dalam


menafsiri alqur’an, untuk mencari maksud atau makna yang terkandung dalam al
qur’an yang sangat dalam maka para mufassir dengan berbagai ilmu yang dia miliki
terus menggali beberapa tafsir al-qur’an.

Dalam kaitan ini, studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara
yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa
yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Metode tafsir Qur’an berisi seperangkat kaidah atau aturan yang
harus diperhatikan ketika menafsirkan ayat-ayat Qur’an. Maka, apabila seseorang
menafsirkan ayat Qur’an tanpa menggunakan metode, tentu tidak mustahil ia akan
keliru dalam penafsirannya.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Metodologi Tafsir Maudhu’i ?


2. Bagaimana cara penggunaan Tafsir Maudhu’i ?
3. Apa kelebihan dan kelemahan dari Tafsir Maudhu’i ?

C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Metodologi Tafsir Maudhu’i
2. Untuk mengetahui cara penggunaan Tafsir Maudhu’i
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan Tafsir Maudhu’i

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Tafsir Maudhu’i

Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani “methodos”, yang berarti cara atau
jalan.Dalam bahasa Inggris, kata itu ditulis “method”, dan bahasa Arab
menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan dalam bahasa Indonesia,
kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk
mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya atau cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu kegiatan guna mencapai suatu
tujuan yang ditentukan.
Secara etimologi tafsir berarti, menyikap maksud dari suatu lafal yang sulit
untuk difahami. Menurut Manna’ Khalil Al-Qathan pengertian etimologinya adalah
menjelaskan, menyikap dan menerangkan makna yang abstrak.
Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab yaitu maudhu’ yang merupakan isim
maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang berarti meletakkan, menjadikan, mendustakan
dan membuat-buat. Arti maudhu’i yang dimaksud di sini ialah yang dibicarakan atau
judul atau topik atau sektor, sehingga tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat Al-
Qur’an yang mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu.1
Adapun pengertian metode tafsir maudhu’i (tematik) menurut istilah para ulama
ialah :
“ Mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang
bersama-sama membahas judul/topik/sektor tertentu dan menertibkannya sedapat
mungkin5sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian
mengistimbatkan.”

Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema, diharuskan untuk


mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema itu. Namun demikian, bila hal itu

1
Manna Khalil al-Qaththan, Mabahis Fiy ‘Ulum al-Quran, (Beirut: Mansyurat al-Ashr al Hadis, tt)
hlm. 323

5
sulit dilakukan, dipandang memadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili
(representatif).
Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa metode
tafsir maudhu’i ialah upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an mengenai suatu tema
tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat atau sejumlah ayat yang dapat mewakili
dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk memperoleh jawaban atau
pandangan Al-Qur’an secara utuh tentang tema tertentu, dengan memperhatikan tertib
turunnya masing-masing ayat dan sesuai dengan asbabun nuzul kalau perlu.
Metode tafsir maudhu’i disini adalah metode tafsir yang berusaha mencari
jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai
tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-
keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil
hukum-hukum darinya.
Menurut Al-farmawi metode tafsir maudhu’i ialah metode yang membahas
ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat
yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai
aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya.
M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa metode maudhu’i mempunyai dua
pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur’an dengan
menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema ragam dalam
surat tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu
surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang
dibahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat Al-Qur’an dan sedapat
mungkin diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian
menyeluruh ayat-ayat tersebut, guna menarik petunjuk Al-Qur’an secara utuh tentang
masalah yang dibahas itu.
Lebih lanjut M.Quraish Shihab mengatakan bahwa, dalam perkembangan
metode maudhu’i ada dua bentuk penyajian pertama menyajikan kotak berisi pesan-
pesan Al-Qur’an yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja.
Biasanya kandungan pesan tersebut diisyaratkan oleh nama surat yang dirangkum

6
padanya selama nama tersebut bersumber dari informasi rasul. Kedua,
metode maudhu’i mulai berkembang tahun 60-an. Bentuk kedua ini menghimpun
pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat tidak hanya pada satu surah saja.
Ciri metode ini ialah menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga
tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Jadi, mufassir
mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari
Al-Qur’an itu sendiri, atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu
dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas
atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Jadi
penafsiranyang diberikan tidak boleh jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an agar
tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat dari pemikiran atau terkaan berkala [al-
ra’y al-mahdh]. Oleh karena itu dalam pemakainnya, metode ini tetap menggunakan
kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir.
Dasar-dasar tafsir maudhu’i telah dimulai oleh Nabi Muhammad SAW sendiri
ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-
ma’sur. Seperti yang dikemukakan oleh al-Farmawi bahwa semua penafsiran ayat
dengan ayat bisa dipandang sebagai tafsir maudhu’i dalam bentuk awal. Menurut
Quraish Shihab, tafsir tematik berdasarkan surat digagas pertama kali oleh seorang guru
besar jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Syaikh Mahmud
Syaltut, pada Januari 1960.
Karya ini termuat dalam kitabnya, Tafsir al-Qur’an al-Karim. Sedangkan tafsir
maudhu‘i berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid al-
Kumiy, seorang guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh Mahmud Syaltut,
jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, dan menjadi ketua jurusan
Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun seribu sembilan ratus
enam puluhan. Buah dari tafsir model ini menurut Quraish Shihab di antaranya adalah
karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad: al-Insan fî al-Qur’an,al-Mar’ah fî al-Qur’an,
dan karya Abul A’la al-Maududi: al-Riba fî al-Qur’an.2

2
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Cet. Ke-XIX, (Bandung: Mizan, 1999) hlm.114

7
B. Cara Penggunaan Metodologi Tafsir Maudhu’i
1. M. Quraisy Syihab dalam tulisannya Tafsir Al-Qur’an Masa Kini mengemukakan 8
langkah yang harus ditempuh:
1) Menetapkan masalah atau judul;
2) Menghimpun atau menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah tersebut;
3) Menyusun ayat-ayat tadi sesuai dengan masa turunnya dengan memisahkan
priode Mekkah dan Madinah;
4) Memahami korelasi ayat tersebut dalam surat masing-masing;
5) Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang menyangkut masalah
tersebut;
6) Menyusun pembahasan salah satu kerangka yang sempurna;
7) Studi tentang ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun
ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan
‘amm dan khas (umum dan khusus) muthlaq dan muqayyad (yang bersyarat
dan tanpa bersyarat) atau yang kelihatannya bertentangan, sehingga semuanya
bertemu dalam suatu muara tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam
pemberian arti;
8) Menyusun kesimpulan-kesimpulan yang menggambarkan jawaban Al-Qur’an
terhadap masalah yang dibahas tersebut.

2. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang penafsir yang menggunakan
metode ini ialah;
1) Untuk sampai pada kesimpulan yang lebih mendekati kebenaran, hendaklah
menyadari bahwa tidak bermaksud menafsirkan Al-Qur’an dalam pengertian
biasa; tugas utamanya ialah mencari dan menemukan hubungan antara ayat-
ayat untuk mendapatkan kesimpulan sesuai dengan dilalah ayat tersebut.
2) Penafsir harus menyadari bahwa ia hanya memiliki satu tujuan, dimana ia
tidak boleh menyimpang dari tujuan tersebut. Semua aspek dari permasalah
itu haris dibahas dan semua rahasianya harus digali. Jika tidak demikian, ia
tidak akan merasakan kedalaman (balaghah) Al-Qur’an, yaitu keindahan dan
hubungan yang harmonis diantara susunan ayat-ayat dan bagian-bagian dari
Al-Qur’an.
3) Memahami bahwa Al-Qur’an dalam menetapkan hukumnya secara berangsur-
angsur. Dengan memperhatikan sebab diturunkannya ayat disamping
persyaratan lain, maka seorang penafsir akan terhindar dari kekeliruan,
dibandingkan jika ia hanya melihat lafazhnya saja.
4) Penafsir hendaknya mengikuti aturan-aturan (qa’idah) dan langkah-langkah
yang sesuai dengan petunjuk metode ini, agar perumusan permasalahan
nantinya tidak kabur.

8
Contoh metode maudhu’i (tematik) adalah seperti penyelesaian kasus riba yang
dilakukan ole Ali al-Shabuni dalam “Tafsir Ayat Ahkam” yang secara hierarki
menentukan urutan ayat. Pertama QS. ar-Ruum ayat 39 yang menjelaskan tentang
kebencian Allah kepada riba walaupun belum diharamkan.

ْ ‫ٱَّلل ِّ فَأ ُ ۟و َٰ ٓلَئِّكَ ه ُ ُم ٱ ْل ُم‬


‫ض ِّعفُو َن‬ َّ َ ‫ٱَّلل ِّ ۖ َو َما ٓ َءات َ ْيت ُم ِّمن َزك ََٰوةٍ ت ُِّريدُو َن َو ْجه‬ ۟ ُ‫اس ف َ ََل ي َْرب‬
َّ ‫وا عِّن َد‬ ِّ َّ‫َو َما ٓ َءات َ ْيت ُم ِّمن ِّربًا ِّلي َْربُ َو ۟ا ف ِّٓى أ َ ْم َٰ َو ِّل ٱلن‬

“ Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). ” Qs. Ar-Rum : 39

Kedua QS. al-Baqarah ayat 278 yang menjelaskan keharaman riba secara mutlak.

‫ٱلرب َٰ َٓو ۟ا ِّإن كُنت ُم ُّم ْؤ ِّمنِّي َن‬ ۟ ‫ٱَّلل َ َوذ َ ُر‬
ِّ ‫وا َما بَق َِّى ِّم َن‬ َّ ‫وا‬ ۟ ُ‫َٰ ٓيَأَيُّهَا ٱلَّذِّي َن َءا َمن‬
۟ ُ‫وا ٱتَّق‬
Artinya: “278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

Dalam Pembahasan Ri’ayat Al-yatim fi Al-Qur’an Al-Karim Al-Farmawi mengambil


beberapa langkah-langkah metodologi sebagai berikut:
1. mengumpulkan ayat-ayat yang berhubungan dengan anak yatim sekaligus
mengelompokkan ayat-ayat tersebut kedalam makkiyat dan madaniyat. Makiyat
sebanyak 5 ayat dan Madaniyat 17 ayat (termasuk al-Ma’un);
2. bertitik tolak dari ayat-ayat yang terkumpul itu, Al-Farmawi menetapkan sub-
subbahasan. Pembahasan tentang pemeliharaan anak yatim berdasarkan ayat-ayat
Makiyyat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu:
1) pemeliharaan diri/fisik anak yatim, membahas 4 ayat dan
2) masalah harta anak yatim

Adapun pembahasan anak yatim berdasarkan ayat-ayat Madaniyat, terbagi kedalam tiga
subbahasan, yaitu:
1. pentingnya pembinaan akhlak dan pendidikan anak yatim menurut Al-Qur’an,
membahas 4 ayat;
2. pemeliharaan harta anak yatim, 9 ayat;
3. perintah berinfak kepada anak yatim, 4 ayat.
4. pada tahap pembahasan, Al-Farmawi mempertimbangkan masa turunnya surat dan
urutan ayat-ayat jika kebetulan terdapat beberapa ayat dalam satu surat yang
sedang dibahas.
5. Munasabah (korelasi) antara ayat dengan ayat disajikan dalam suatu kaitan yang
rasional, historis, dan semangat pedagogis. Hal tersebut menyebabkan uraian terasa

9
hidup dan mengesankan. Misalnya sewaktu mengikuti penyajian yang cukup
menarik tentang hubungan tiga ayat makkiyah yaitu ayat ke-6 surat Ad-Dhuha,
yaitu:
Artinya: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
Suatu pernyataan kepada Nabi yang cukup menggugah bila dihubungkan dengan latar
belakang dirinya:
Artinya: “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-
wenang.”
(QS. Ad-Dhuha: 9)
Suatu sikap yang dituntut untuk menghormati atau menyayangi anak yatim.
Memberikan penjelasan mengenai Firman Allah swt. dalam QS. an-Nisa’ ayat 5:
yang Artinya: “dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya, hartaY (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai
pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”

Al-Farmawi menerangkan bahwa pemakaian kata “Fi ha” bukan “minha” pada
ayat itu menunjukkan bahwa pemeliharaan yatim hendaklah membiayai kehidupan
anak yatim asuhannya yang bukan diambil dari harta asal, tetapi dari hasil harta asal
anak yatim yang diamanahkan kepadanya. 3

C. Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Maudhu’i

1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Maudhu’i

 Kelebihan metode tafsir maudhu’i antara lain:

a) Menjawab tantangan zaman: Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh


dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Maka
metode maudhu’i sebagai upaya metode penafsiran untuk menjawab tantangan tersebut.
Untuk kajian tematik ini diupayakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
masyarakat.

b) Praktis dan sistematis: Tafsir dengan metode tematik disusun secara praktis
dan sistematis dalam usaha memecahkan permasalahan yang timbul.

3
Zsdes, Tafsir Maudhu’i, diakses dari http://fikar0760.blogspot.com/2014/12/tafsir-maudhui.html
pada tanggal 31 mei 2020, pukul 20.00 wib

10
c) Dinamis: Metode tematik membuat tafsir Al-Qur’an selalu dinamis sesuai
dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan pandangan di dalam pikiran pembaca
dan pendengarnya bahwa Al-Qur’an senantiasa mengayomi dan membimbing
kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan strata sosial.

d) Membuat pemahaman menjadi utuh: Dengan ditetapkannya judul-judul yang


akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an dapat diserap secara utuh.
Pemahaman semacam ini sulit ditemukan dalam metode tafsir yang dikemukakan di
muka. Maka metode tematik ini dapat diandalkan untuk pemecahan suatu permasalahan
secara lebih baik dan tuntas.

 Kekurangan metode tafsir maudhu’i antara lain:

a) Memenggal ayat Al-Qur’an: Yang dimaksud memenggal ayat al-Qur’an ialah


suatu kasus yang terdapat di dalam suatu ayat atau lebih mengandung banyak
permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya
kedua ibadah itu diungkapkan bersama dalam satu ayat. Apabila ingin membahas
kajian tentang zakat misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang shalat harus di
tinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak mengganggu pada waktu
melakukan analisis.

b) Membatasi pemahaman ayat: Dengan diterapkannya judul penafsiran, maka


pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut.
Akibatnya mufassir terikat oleh judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat
ditinjau dari berbagai aspek, karena dinyatakan Darraz bahwa, ayat Al-Qur’an itu
bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan
diterapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari
permata tersebut.

2. Perbedaan Metode Tafsir Maudhu’i dengan Metode Tafsir Lainnya

A. Perbedaan metode maudhu’i (tematik) dengan metode tahlili

Metode Tahlili Metode Maudhu’i (Tematik)


- Mufassir terikat dengan susunan - Mufassir tidak terikat

11
ayat sebagaimana tercantum dalam dengan susunan ayat dalam
mushaf. mushaf, tetapi lebih terikat dengan
urutan masa turunnya ayat, atau
kronologi kejadian.

- Mufassir berusahan berbicara - Mufassir tidak berbicara


menyangkut berapatema yang tema lain selain tema yang sedang
ditemukan dalam satu ayat. dikaji. Oleh karena itu, ia dapat
mengangkat tema-tema Al-Qur’an
yang masing-masing berdiri sendiri
dan tidak bercampur aduk dengan
tema-tema lain.

- Mufassir berusaha menjelaskan - Mufassir tidak membahas


segala sesuatu yang ditemukan dalam segala permasalahan yang
satu ayat. dikandung oleh satu ayat. Tetapi
hanya yang berkaitan dengan
pokok bahasan.

- Sulit ditemukan tema-tema - Mudah untuk menyusun


tertentu yang utuh. tema-tema Al-Qur’an yang berdiri
sendiri.

- Sudah dikenal sejak dahulu dan - Walaupun ditemukan sejak


banyak digunakan dalam kitab-kitab dahulu, sebagai sebuah metode
tafsir yang ada. penafsiran yang jelas dan utuh baru
dikenal belakangan saja.

B. Perbedaan metode maudhu’i (Tematik) dengan metode ijmali (Global)

Metode Ijmali (Global) Metode Maudhu’i (Tematik)


- Mufassir terikat dengan susunan - Mufassir tidak terikat
mushaf. dengan susunan mushaf.

- Mufassir berusaha berbicara - Mufassir tidak berbicara


menyangkut beberapa tema yang tema lain selain tema yang sedang
ditemukan dalam satu ayat. dikaji.

C. Perbedaan metode maudhu’i dengan metode muqarin

Metode Muqarin Metode Maudhu’i


- Mufassir menjelaskan al-Qur’an - Mufassir tidak berbicara
dengan apa saja yang ditulis oleh para tema lain selain tema yang sedang
mufassir. dikaji.

12
- Mufassir terikat dengan uraian - Mufassir tidak terikat
para mufassir. dengan uraian para mufassir. 4

4
Mega Sukma, Metode Tafsir Maudhu’i, (makalah) hlm.13-16

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara singkat Metode Tafsir Maudhu’i (Tematik) dapat dikatakan sebagai suatu
metode tafsir yang berusaha mencari jawaban-jawaban Al-Qur’an tentang suatu masalah
dengan jalan menghimpunkan ayat-ayat yang berkaitan dengannya, serta menganalisa
melalui ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah-masalah yang dibahas, sehingga
dapat melahirkan konsep-konsep yang utuh dari Al-Qur’an tetang berbagai masalah.
Metode yang relative baru dan dianggap aktual dalam penafsiran Al-Qur’an berangkat
dari suatu kesatuan yang logis dan saling berkaitan antara satu sama lainnya. Jadi tidak
ada satupun kontradiksi ayat-ayat Alquran, hal ini semakin jelas sebagaimana yang
ditegaskan pula didalam Al-Quran itu sendiri.
Analisis Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Maudhu’i yaitu: Kelebihan metode tafsir
maudhu’i antara lain menjawab tantangan zaman, praktis dan sistematis, dinamis,
membuat pemahaman menjadi utuh. Kekurangan metode tafsir maudhu’i antara lain
Memenggal ayat al-Qur’an,Membatasi pemahaman ayat.

B. Saran
Dalam makalah ini mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan yang terekspos
karena kita semua masih dalam tahap belajar. Untuk itu penulis harapkan agar pembaca
berkenan untuk memberi kritikan yang membangun dan menambahkan kekurangan-
kekurangan yang ada pada makalah ini.

14
Daftar pustaka

Manna Khalil al-Qaththan, Mabahis Fiy ‘Ulum al-Quran, (Beirut: Mansyurat al-Ashr al Hadis,
tt) hlm. 323
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Cet. Ke-XIX, (Bandung: Mizan, 1999) hlm.114

Zsdes, Tafsir Maudhu’i, diakses dari http://fikar0760.blogspot.com/2014/12/tafsir-


maudhui.html pada tanggal 31 mei 2020, pukul 20.00 wib

Mega Sukma, Metode Tafsir Maudhu’i, (makalah) hlm.13-16

15

Anda mungkin juga menyukai