Nim : 53020210047
Kelas : IAT - D
UTS REVIEW
Jurnal 1 : Kusroni, “Mengenal Ragam Pendekatan,
Metode, Dan Corak Dalam Penafsiran Al-Qur’an”, KACA,
(Vol. 9 No. 1, 2019)
Jurnal 2 : Ummi Kalsum Hasibuan, Risqo Faridatul Ulya,
dan Jendri, J, “Tipologi Kajian Tafsir: Metode, Pendekatan
dan Corak dalam Mitra Penafsiran Al-Qur’an”, Ishlah,
(Vol. 2 No. 2, 2020)
B. METODE TAFSIR
1. Metode Tahlili (Analitis)
a. Kitab Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an karya Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H/
922 M), terdapat 15 jilid dengan 7.125 halaman.
b. Kitab Tafsir Al-Qur’an al- ‘Azhim karangan al-Hafizh Imam al-Din Abi al-Fida’
Isma’il bin Katsir alQuraisyi al-Dimasyqi (w. 774 H/ 1343 M), kitabnya
berjumlah 4 jilid dan 2.414 halaman (termasuk 58 halaman sisipan ilmu tafsir
pada jilid terakhir).
c. Kitab Adhwa’ al-Bayanfi Idhah Al-Qur’an bi Al-Qur’an disusun oleh Muhammad
al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jakani al-Syanqithi dalam 10 jilid dengan
6.771 halaman.
Maudhu’i secara bahasa berasal dari kata( – مو ضعI )وضع – يضع – وضعا:
yang berarti menaruh, meletakkan sesuatu.
Adanya penetapan judul dalam penafsiran, maka dengan sendirinya membuat suatu
permasalahan jadi terbatas (sesuai dengan topik itu saja), padahal jika dilihat pada
ketentuan Al-Qur’an, tidak mungkin ayat-ayat yang ada padanya mempunyai
keterbatasan itu tidak mencakup seluruh makna yang dimaksud.
Kelebihan metode ini memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas
kepada pembaca apabila dibandingkan dengan metode-metode lain. Sebab dalam
penafsiran terlihat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an itu dapat ditinjau dari berbagai disiplin
ilmu pengetahuan sesuai keahlian mufasir. Selain itu untuk selalu bersikap toleran
terhadap berbagai pendapat orang lain yang terkadang jauh berbeda dari pendapat
seseorang dan tidak mustahil ada yang bertentangan atau kontradiktif. Serta metode
komparatif ini mendorong mufasir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis
serta pendapat ulama tafsir lain.
5. Metode Hermeneutika
C. PENDEKATAN PENAFSIRAN
1. Pendekatan Tekstual
Suatu pendekatan dalam menafsirkan Al-Qur’an lebih menekankan pada teks
dalam dirinya. Suatu tafsir yang menggunakan pendekatan tekstual, biasanya
analisisnya itu lebih cenderung bergerak dari teks kepada konteks dan bersifat lebih
kearaban. Adapun buku tafsir Indonesia yang menggunakan objek ini, secara umum
menekankan perspektif tekstual-reflektif, seperti Kitab Tafsir al-Mishbah, Al-Qur’an
dan Tafsirnya.
2. Pendekatan Kontekstual
5. Pendekatan Sosio-Historis
D. CORAK PENAFSIRAN
1. Corak Lughawi
2. Corak Filsafat
Corak ini muncul akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tafsir
‘ilmi adalah penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan melakukan pendekatan ilmiah
atau mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an berorientasi pada teori-teori ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk memerdekakan akal dari belenggu keraguan,
melepaskan belenggu-belenggu berfikir, dan mendorongnya untuk mengamati
fenomena alam.
Kitab-kitab tafsir yang menggunakan corak penafsiran ini adalah kitab al-
Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an karangan Thanthawi Jawhari (1287-1358 H) terdiri 13
jilid, 26 juz dan 6.335 halaman, kitab al-Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kawniyah fi Al-
Qur’an karya Hanafi Ahmad dan kitab al-Isyarat al-Ilmiyah fi Al-Qur’an al-Karim
karya Dr. Muhammad Syawqi al-Fanjari.
4. Corak Fikih
Corak fiqhi merupakan corak yang berkembang. Tafsir fiqhi lebih popular
disebut tafsir ayat al-Ahkam atau tafsir ahkam karena lebih berorientasi pada ayat-
ayat hukum dalam Al-Qur’an. Dilihat dari sisi pro-kontranya, tafsir corak fiqhi
merupakan jenis corak yang banyak diterima hampir semua mufasir. Tafsir ini berusia
sudah sangat tua, karena kelahirannya bersamaan dengan kelahiran tafsir Al-Qur’an
itu sendiri.
Banyak sekali judul kitab yang layak untuk disebutkan dalam deretan daftar
nama-nama kitab tafsir ayat al-Ahkam, baik dalam bentuk tahlili maupun maudu’i,
antara lain : Ahkam Al-Qur’an karya al-Jassas (917-980 M), seorang faqih mazhab
Hanafi. Ahkam Al-Qur’an karya ibn al-‘Arabi (1075-1148 M). al-Jami’ li ahkam Al-
Qur’an karya al-Qurtubi (w:1272 M). ahkam Al-Qur’an karya al-Shafi’i (w: 204 H.).
dan masih banyak lagi karya tafsir di bidang fikih atau Tafsir Ahkam.
Contoh tafsir fiqhi antara lain adalah: kalimat وأرجلكمdalam masalah wudhu’
yang terdapat dalam surah al-Maidah ayat 6. Jika dibaca mansub (fathah) maka yang
wajib dilakukan pada kaki ketika berwudhu’ adalah membasuh bukan mengusap.
Akan tetapi jika majrur (kasrah) maka yang wajib hanya mengusap.
5. Corak Tasawuf
a. Tafsir Sufi al-Nazhariy adalah tafsir yang disusun oleh ulama-ulama dalam
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berpegang pada teori-teori tasawuf yang
mereka perpegangi dan dikembangkan.
b. Tafsir Sufi al-Isyari berarti penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berusaha
mentakwilkan berdasarkan isyarat-isyarat yang tersembunyi dan hanya diketahui
oleh para sufi ketika mereka melaksanakan suluk.
Diantara kitab-kitab tafsir yang bercorak sufi :
a. Tafsir Al-Qur’an al-Azhim karya Abdullah al-Tustariy (w.283 H).
b. Kitab Ara’is al-Bayan fi Haqaiq Al-Qur’an karya Imam al-Syiraziy (w. 606
H).
c. Tafsir Al-Qur’an karya Sahal ibn Abdillah al-Tustari (w: 283H).
d. Haqaiq al-Tafsir karya Abu Abdurrahman al-Sulamiy (w: 412 H).
6. Corak al-Adabi wa al-Ijtima’i
Al-Adabi wa al-Ijtima’i terdiri dari dua kata, yaitu al-Adabi dan al-
Ijtima’i. Corak tafsir yang memadukan filologi dan sastra (tafsir adabi), dan corak
tafsir kemasyarakatan. Corak tafsir kemasyarakatan ini sering dinamakan juga
ijtima’i.
Kata al-Adabi dilihat dari bentuknya termasuk masdar dari kata kerja
(madi) aduba, yang berarti sopan santun, tata krama dan sastra. Sedangkan kata
al-Ijtima’i bermakna banyak bergaul dengan masyarakat atau bisa diterjemahkan
kemasyarakatan/sosial. Jadi secara etimologis tafsir al-Adabi al-Ijtima’i adalah
tafsir yang berorientasi pada sosial- kemasyarakatan, atau bisa disebut dengan
tafsir sosio-kultural.
Kepopuleran corak ini dimulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh
(1849-1905). Corak tafsir al-Adabi al-Ijtima’i adalah corak tafsir yang
menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung
dengan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit
masyarakat atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan
mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti
tapi indah didengar. Jadi, corak penafsiran al-Adabi al-Ijtima’ adalah corak
penafsiran yang berorientasi pada budaya kemasyarakatan.