MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Metodologi Penelitian Tafsir
Dosen Pengampu : Dr. Subur Wijaya, M.Pd.I
Oleh:
Ahmad Hidayatullah NIM: 2021.09.0003
Fadlian Ilhami NIM: 2021.09.0013
Farhan Adhitiya NIM: 2021.09.0014
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an merupakan hal yang
sangat urgen dalam memahami kehendak Allah. Sehingga lahirlah
banyak tafsir yang hadir untuk memenuhi kebutuhan manusia agar bisa
merasakan makna yang mendalam yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Karenanya penafsiran terus berkembang dan seakan tiada hentinya dari
masa ke masa. Selalu hadir demi memenuhi pemahaman umat pada
masanya. Sehingga tidak mengherankan jika ada penafsiran yang
berbeda dengan penafsiran yang lahir belakangan. Tentu penafsiran
yang baru selalu menarik untuk dikaji.
Penafsiran yang dilakukan oleh para mufassir memiliki
karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki oleh para mufassir.
Sehingga penafsiran yang dilakukan tidak akan jauh dari apa yang
mereka pahami dari bidang ilmu yang mereka miliki. Karnanya ulama
memaparkan beberapa corak dalam penafsiran. Diantaranya adalah tafsir
yang bercorak fiqh, karena mufassirnya memang ahli dalam bidang
hukum Islam. Kemudian ada tafsir yang bercorak sufi yang sering
disebut dengan Tafsir isyari. Kemudian terdapat pula tafsir yang
bercorak falsafi. Kemudian ada tafsir yang becorak adabi ijtimai, begitu
juga ada tafsir yang bercorak sains yang sering disebut tafsir ilmi. Dan
terdapat pula penafsiran berdasarkan pemahaman tentang bahasa,
sehingga tafsirnya dikategorikan sebagai tafsir lughawi.
Terdapat banyak ragam corak penafsiran yang nampak pada
tafsir yang ditulis oleh para mufassir. Dalam makalah ini kami akan
membatasi tiga pembahasan corak penafsiran saja. yaitu; corak tafsir
fiqh, corak tafsir sufistik, dan corak tafsir falsafi.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi corak dalam penafsiran?
2. Sebutkan corak-corak dalam penafsiran?
3. Sebutkan contoh corak penafsiran
C. Tujuan
1. Memahami corak-corak dalam penafsiran.
4
BAB II>
PEMBAHASAN
1. Corak Fiqh
Tafsir corak fiqh lebih populer dengan sebutan tafsir ayat
ahkam, karena orientasinya pada ayat-ayat hukum dalam Al-
Qur’an.6 Hampir semua muafssir tidak meragukan tafsir yang
1
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 1299.
2 Ibrahim Anis dan Abdul Halim Muntasir , Al-Mu’jam Al-Wasith (Mesir:
Maktabah Syurouq ad-Dauliyyah, 2004), h. 847.
3 Aldomi Putra, Metodologi Tafsir, Jurnal Ulunnuha, 2018, h. 56.
4
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Ciputat: PT. Mahmud
Yunus wa Dzurriyyah, 2007), h. 318.
5 Nasaruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta:
5
bercorak fiqh. Tafsir corak fiqh ini usianya sangatlah tua, karena
kelahirannya itu sama dengan tafsir Al-Qur’an itu sendiri.
Model penafsiran corak ini lebih menitik beratkan terhadap
kajian ayat-ayat hukum dan tafsir yang menjelaskan bagaimana
cara menghasilkan hukum dari ayat tersebut. Penafsiran dengan
karakter ini memiliki keunggulan dalam hal ketelitian dan
kedalaman dalam meyimpulkan hukum, ia lebih banyak
membutuhkan kecerdasan tersendiri dalam mendiskusikan dan
membandingkan banyak pendapat dibanding penafsiran corak lain
sebagaimana hal tersebut memang menjadikannya sesuatu yang
sangat urgen dan membutuhkan konsentrasi yang sangat besar.7
Dapat dipastikan bahwa tafsir seperti ini lahir dari para pakar
hukum Islam atau yang lazim disebut dengan fuqaha.
Karena itu tidak heran jika tafsir dalam corak ini
berpanjang lebar dalam membahas aspek hukum yang terkandung
di dalam Al-Qur’an. Bahkan sebagian di antara mereka hanya
menafsirkan ayat-ayat yang dikategorikan sebagai ayat ahkam.8
Setiap mazhab dan golongan tersebut berupaya
menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat dijadikan
sebagai dalil atas kebenaran mazhabnya, dan berupaya menggiring
ayat-ayat Al-Qur’an agar sejalan dengan paham teologi masing-
masing. Tafsir fiqhi ini banyak ditemukan dalam kitab fiqih
karangan imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda-beda.
Kita temukan pula sebagian ulama yang mengarang kitab tafsir
dengan latar belakang mazhab masing-masing.9
6
b. Tafsir Ahmad bin Abi Said yang diberi nama at-Tafsirat al-
Ahmadiyah Fi Bayani al-Ayati as-Syariyah
2. Corak Sufi
Tafsir bercorak sufi ialah tafsir dengan kecenderungan
menta’wilkan Al-Qur’an selain dari apa yang tersirat, dengan
berdasar pada isyarat-isyarat yang nampak pada ahli ibadah.
Tafsir corak seperti ini disebut juga dengan tafsir isyari, yaitu
mentakwilkan Al-Qur’an dengan makna yang bukan makna
lahiriyahnya dikarenakan terdapat isyarat samar yang hanya
diketahui oleh para penempuh jalan spiritual dan tasawuf. Dan
makna isyarat tersebut dapat dipadukan dengan makna lahiriyah
yang sesuai dengan maksud ayat yang bersangkutan.10
7
3. Corak Falsafi
Awal munculnya Tafsir Falsafi ini, bisa dikatakan dimulai
oleh ‘Abdullah bin Mas’ud yang dikenal dalam hal ijtihad (ra’y).
Di abad-abad selanjutnya ilmu agama dan sains mengalami
kemajuan, kebudayaan Islam berkembang dan penerjemahan
buku-buku asing kedalam bahasa Arab digalakkan pada masa
khalifah Abbasiyah, diantaranya buku-buku karangan para
filosof seperti Aristoteles dan Plato. Pada perkembangan zaman
selanjutnya para mufassir mencoba memahami Al-Qur’an dengan
metode filsafat tersebut, maka lahirlah metode falsafi.11 Kitab
tafsir yang menggunakan corak falsafi, seperti:
a. Mafatih Al-Ghaib Karya Imam Ar-Razy
b. Al-Isyarat Karya Imam Al-Ghazali
ٔصلٔوةِٔٔفَا ْغ ِسلُ ْوأ ُو ُج ْو َه ُك ْٔمٔ َواَ ْي ِديَ ُك ْٔم َّ ئاَيُّ َهأالَّ ِذيْنَٔٔأ َمنُ ْٔوأاِذَأقُ ْمت ُ ْٔمٔاِلَىٔال
ِٔنٔ ُك ْنت ُ ْٔمْٔ ْنٔ َوأِ س ُح ْوأ ِب ُر ُء ْو ِس ُك ْٔمٔ َواَ ْر ُجلَ ُك ْٔمٔاِلَىٔ ْال َك ْع َبي َ قٔ َو ْام ِٔ اِلَىٔ ْال َم َرا ِف
ٔسفَرٔٔاَ ْٔؤ َجأ َٔءٔاَ َح ٔدٔ ِم ْن ُك ْٔم َ ٔعٔلى َ ِٔنٔ ُك ْنت ُ ْٔمٔ َّم ْرضٔىٔاَ ْٔو ْٔ اط َّه ُر ْوأٔ َوا َّ َُجنُبًأف
ٔطيِبًا َ ٔص ِع ْيدًا َ ٔسأ َٔءٔفَلَ ْٔمٔت َِجد ُْوأ َمأ ًٔءٔفَتَيَ َّم ُم ْوا َ ِطٔاَ ْٔؤلٔ َم ْست ُ ُٔمٔالن ِٔ ِٔمنَٔٔ ْالغَأى
ٔنْٔ علَ ْي ُك ْٔمٔ ِمَ ٔل ٰٔ ُٔس ُح ْوأ ِب ُو ُج ْو ِه ُك ْٔمٔ َواَ ْي ِد ْي ُك ْٔمٔ ِم ْن ٔهُٔ َمأي ُِر ْي ٔد
َٔ ّللأُ ِل َيجْ َع َ امْ َف
َٔعلَ ْي ُك ْٔمٔلَعَلَّ ُك ْٔمٔتَ ْش ُك ُر ْون
َ ٔٔط ِه َر ُك ْٔمٔ َو ِليُتِ َّٔمٔنِ ْع َمتَه َ ُنٔي ُِّر ْي ٔدُٔ ِلئْ َح َرجٔٔ َّولٔ ِك
11
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara
Perepannya, Penerjemah, Suryan A.Jamrah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994), h. 20.
8
tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu
dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,dalam
perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau
menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air,
bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu agar kamu bersyukur.”
Imam at-Thabri ketika menafsirkan selalu menjelaskan
dengan potongan-potongan ayat. Dan salah satu karakter
tafsir ini adalah memulai menafsirkan dengan kalimat ٔأختلف
( اهلٔٔالتاْويلPerbedaan pendapat ahli tafsir). Ayat tersebut
memiliki redaksi yang umum, lalu timbullah pertanyaan
orang beriman. Bagaimana yang bisa mendirikan sholat?
Maka dijawablah dalam tafsir ini dengan landasan hadits,
dan menghasilkan beberapa hukum.
a. Wudhu diperuntukkan kepada orang yang tidak suci
(dalam keadaan hadats), sebagaimana Ibnu Abbas
menyampaikan: “ Tidak wajib berwudhu kecuali
mereka yang berhadats”.
b. Berwudhu ketika bangun dari tidur dan hendak
melakukan shalat sebagaimana hadits dari Zaid bin
Aslam. ٔأذأقمتمٔمنٔالنو ٔم:يعني
c. Berwudhu setiap hendak melakukan shalat, maka
harus memperbaharui wudhu. Ali bin Abi Thalib
berwudhu setiap hendak melakukan shalat.12
9
2. Penafsiran Bercorak Sufi
Dalam kitab Lathaif al-Isyarat Imam Al-Qusyairi pada surah
al-Baqarah ayat 13.
13
Abd al-Karim bin Hauzan, al-Qusyairi, Tafsir al-Qusyairi, jilid 1, h. 25
10
Contoh diatas menunjukkan bahwa kata isyarat
(isyarah) dan dikatakan merupakan salah satu metode
bayani isyari mujaz di mana Al-Qusyairi menjelaskan makna
batin dari ayat tersebut secara singkat jelas dan padat.
Sehingga bagi yang membaca kitab tafsir beliau akan
merasakan penafsiran yang cukup dalam khususnya dalam
kajian tasawuf.
11
berputar. Apabila bergeraknya naik turun maka secara
mutlak tidak bisa dimanfaatkan, gravitasi akan hilang,
padahal bumiini lebih berat daripada manusia. Dan jika
itu terjadi maka bumi yang akan jatuh terlebih dahulu,
dan manusia akan melayang. Lalu jika geraknya berputar,
maka tidak akan sempurna kemanfataan bumi ini. Ini
dikarenakan berputarnya bumi itu terlalu cepat, dan jika
perputaran itu berlawanan arah maka manusia sekan-
akan hanya berjalan ditempat.
b. Tidak boleh sekeras batu
Jika orang sedang tidur ataupun lagi berjalan, maka akan
menyakiti badan, dan kesulitan dalam bercocok tanam,
kesulitan dalam membuat bangunan.
c. Tidak boleh terlalu lembut dan tipis
tidak bisa menghalau sinar matahari. Akibatnya siang
hari semakin panas dan malam hari terlalu dingin.14
12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Corak tafsir bisa disebut dengan istilah laun at-Tafsir yang dapat
dilihat dari produk kitab tafsir sang mufassir. Berdasarkan uraian
makalah ini dapat ditegaskan bahwa suatu corak tafsir sangat tergantung
pada penafsiran yang dilakukan oleh mufassir, sementara mufassir itu
sendiri terikat dengan tingkat intelektualitasnya, psikologi social, latar
belakang, dan politik, dan terikat pula dengan asumsi-asumsi teologis
yang diyakini, termasuk terikat dengan kepentingan-kepentingan
subjektifnya. Kondisi-kondisi mufassir ini pada akhirnya mewarnai dan
memebentuk corak penafsiran yang terlihat dalam uraian dan
penjelasannya.
Corak tafsir dibagi menjadi beberapa macam diantaranya yaitu
corak fiqh, corak sufistik, corak falsafi, corak lughawi, corak ilmi, corak
adab ijtima’i. dan diantar ulama yang menekuni corak fiqh adalah Imam
ibnu Jarir at-Thabari dengan karyanya Tafsir Ath-Thabari. Dalam corak
sufistik ada Imam Al-Qusyairi dalam karyanya kitab Lathaif al-Isyarat.
Dalam bidang falsafi ada imam Fakhruddin ar-Razi dalam karyanya
Mafatihul Ghaib.
Corak yang nampak dalam penafsiran memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing, sehingga tidak ada yang layak mengkalim
bahwa corak penafsirannya adalah yang terbaik. Disamping itu, dengan
beragamnya corak penafsiran menjadikan para pembaca dapat memilih
penafsiran yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14