Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin, Segala puji hanya layak kita panjatkan kehadirat Allah
Swt. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” POKOK-
POKOK ULUM AL-QUR’AN”.
Penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak atas penyusunan makalah ini,
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pengampu
Mata Kuliah Al-qur’an dan Hadist, Bapak Muhammad Hasnan Nahar S.Th.I.,M.Ag. yang telah
memberikan dukungan, dan kepercayaan yang begitu besar.
Semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah
yang lebih baik lagi kedepannya. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan namun tak ada gading yang tak retak, penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir
kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Yogyakarta, 16 Oktober 2020

Penulis
i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 2
A. Pengertian Metode Penafsiran Al-Qur’an...................................................................... 2
B. Metode Penafsiran Al-Qur’an........................................................................................ 2
a. Metode Tafsir Taḥlīlī (Analisis)............................................................................... 2
b. Metode Tafsir Ijmāli (Global).................................................................................. 3
c. Metode Tafsir Muqārin (Perbandingan)................................................................... 4
d. Metode Tafsir Maudhū’i (Tematik)........................................................................ 5
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 7
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. iii


ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an dalah kitab petunjuk yang di dalamnya memuat ajaran moral
universal bagi umat manusia sepanjang masa.Ajaran moral itu yang menjadi
landasan hidup manusia di dunia.1
Al-Qur’an secara teks memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teks,
selalu berubah sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya al-
Qur’anselalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinpretasikan dengan
berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan
tafsir diajukan sebagai jalan untuk membedahmakna terdalam dari al-Qur’an.2
Al-Qur’andi dalamnya sudah sangat lengkap dan tidak ada satu
kekurangan, jikalau ada kekurangan munurut seseorang, maka itu bukan
disebabkan al-Qur’anyang tidak sempurna, melainkan hanya pengetahuan manusia
sajalah yang belum sempurna.3
Dalam menafsirkan al-Qur’an, pada mulanya berdasarkan sumber dari
penafsiran Rasul Saw., penafsiran-penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran
tabi’in yang disebut Tafsīr bi al-Ma`tsur, kemudian muncul penafsiran yang
diakibatkan oleh perkembangan zaman dengan menggunakan ijtihad atauyang
disebut dengan Tafsīr bi al-Ra’yu.4

B. Batasan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode penafsiran al-qur'an?
2. Jelaskan apa saja metode penafsiran alqur'an?

1
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir kontemporer, (Yogyakarta: LkiS Printing Cemerlang, 2010), h. V
2
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Penamadani, 2005), h. 3
3
Muhibbin Noor, Tafsir Ijmali, (Semarang: Fatawa Publishing, 2016), h. 1
4
Quraish Shihab, Membumikaan Al-Qu’an, (Bandung: Mizan, 1994), h. 71

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Penafsiran Al-Qur’an
Metode dalam bahasa Arab disebut manhaj jamaknya manāhij yang
diterjemahkan dengan jalan yang nyata. Di dalam surat alMa’idah ayat 48 disebutkan
“untuk tiap-tiap umat di antara kamu kami berikan aturan dan minhaj (jalan yang
terang). Sementara itu kata tafsīr merupakan bentuk taf ’īl dari kata al-fasr yang berarti
al-bayān wa al-kasyf (penjelasan dan penyingkapan).

Tafsir adalah penjelasan tentang maksud firman Allah sesuai dengan


kemampuan manusia.5Menurut al-Zarkasyi (w.1392), tafsir merupakan suatu ilmu yang
mengantarkan pada pemahaman terhadap kitab suci yang diturunkan pada nabi,
penjelasan makna-maknanya, penggalian hukum-hukum dan hikmahnya.6Sedangkan
alZarqani mengatakan tafsir adalah suatu ilmu yang mengkaji alQur’an dari segi tanda-
tanda yang mengantarkan pada maksudAllah sesuai dengan kemampuan manusia.7

Jadi metode tafsir yang dimaksud adalah cara (langkah dan prosedur) yang
digunakan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat al-Qur’an. Dengan kata lain metode
mengandung seperangkat kaidah dan aturan-aturan yang harus diperhatikan oleh para
mufassir agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan
dalam menafsirkan ayat al-Qur’an.8

B. Metode Penafsiran Al-Qur’an


Dalam perkembangan tafsir al-Qur’an dari dulu hingga kini, secara umum para
mufassir menggunakan metode tafsir yang beragam yang diklasifkasikan menjadi empat
metode. Metode tafsir Ijmāli (global), metode tafsir Taḥlīlī (analisis), metode tafsir
Maudhū’i (tematik), dan metode tafsir Muqārin (perbandingan).9
a. Metode Tafsir Taḥlīlī (Analisis)
Taḥlīlī berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlil yang diterjemahkan dengan
“mengurai, menganalisis”atau bisa juga berarti membuka sesuatu atau tidak
menyimpang darinya atau membebaskan.10

5
Muhammad Husain al-Dzahabi, al Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah,
1976), Jilid. 1, cet. 2, h. 2.
6
Badr al-Din al Zarkasyi, al Burhān f ‘ulūm al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al ‘Ilmiyahh,2008),
Jilid 1, h. 13
7
Abd al ‘Azhim al-Zarqani, Manāhil al-Irfān f ‘ulum al-Qur’an, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Habi,
t.th), Jilid II, h. 6.
8
Supiana dan M.Karman, ‘Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, (Bnadung: Pustaka
Islamika, 2012), h.302.
9
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2004), h. 94.
10
Muhammad bin Mukrim bin Manzur al Afriqy al Mishry Jamaluddin Abu Fadh, Lisān al-
‘Arabi, Juz 11, (Beirut: Dar Sadir, 2010), h.163.
2
Metode tafsir taḥlīlī adalah salah satu metode tafsir yang sistematis karena kandungan
al-Qur’an dijelaskan berdasarkan urutan ayat-ayat di dalam mushaf yang ditinjau dari berbagai
aspeknya meliputi mufaradāt ayat, munāsabah ayat yaitu melihat hubungan antara ayat
sebelum dan sesudahnya, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang
terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan keistimewaan susunanan kata-
kata pada ayat-ayat yang ditafsirkan serta diperkaya dengan pendapat imam mazhab.11
Metode taḥlīlī memliki ciri tersendiri dibandingkan dengan metode tafsir yang lain.
Berikut ini beberapa ciri-ciri dari metode tafsir taḥlīlī : Membahas segala sesuatu yang
menyangkut satu ayat itu. Tafsir taḥlīlīterbagi sesuai dengan bahasan yang ditonjolkannya,
seperti hukum, riwayat dan lain-lain. Pembahasannya disesuikan menurut urutan ayat. Titik
beratnya adalah lafadznya. Menyebutkan munasābah ayat, sekaligus untuk menunjukkan
wihdah al-Qur’an. Menggunakan asbab nuzul ayat. Mufasir beranjak ke ayat lain setelah ayat
itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat
lain. Persoalan yang dibahas tuntas.12
Oleh karena itu metode taḥlīlī memiliki ciri khas dibandingkan metode tafsir yang lain
yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili merupakan penafsiran yang
bersifat luas dan menyeluruh (komprehensif). Ciri yang paling dominan dari metode tafsir
taḥlīlī ini tidak hanya pada penafsiran al-Qur’an dari awal mushaf sampai akhir, melainkan
terletak pada pola pembahasan dan analisisnya.13

b. Metode Tafsir Ijmāli (Global)


Tafsir ijmali yaitu menafsirkan Al-Qur`an secara singkat dan global. Dengan metode
ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna Al-Qur`an dengan uraian singkat dan bahasa
yang mudah sehingga dapat dipahami oleh semua orang, mulai dari orang yang berpengetahuan
luas sampai orang yang berpengetahuan sekadarnya. Hal ini dilakukan terhadap ayat perayat
dan surat per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf sehingga tampak keterkaitan antara
makna satu ayat dan ayat yang lain, antara satu surat dengan surat yang lain.
Dengan metode ini, mufassir berupaya pula menafsirkankosa kata Al-Qur`an dengan
kosa kata yang ada dalam Al-Qur`ansendiri, sehingga para pembaca yang melihat uraian
tafsirnya tidakjauh dari konteks Al-Qur`an, tidak keluar dari muatan makna yangdikandung
oleh kosakata serupa dalam Al-Qur`an, dan adanya keserasian antara bagian Al-Qur`an yang
satu dan bagian yang lain. Metode ini lebih jelas dan lebih mudah dipahami para pembaca.
Ketika menggunakan metode ini, para mufassirmenjelaskan Al-Qur`an dengan bantuan Asbab
Al-Nuzul,peristiwa sejarah, Hadis Nabi, atau pendapat ulama.14
Para pakar menganggap bahwa metode ijmali merupakan metode yang pertama kali
lahir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
pada era Nabi SAW.dan para sahabat, persoalan Bahasa, teruatama Bahasa Arab bukanlah
menjadi penghambat dalam memahami alQur`an. Tidak saja karena mayoritas sahabat adalah
orang Arab dan ahli Bahasa Arab, tetapi juga mereka mengetahui secara baik latar belakang
turunnya (asbab al-Nuzul) ayat dan bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi
dan kondisi umat islam ketika ayat Al-Qur`an turun.

11 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 378.


12 Rachmat Syaf’I, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka SETIA, 2006), h. 241-242.
13 Zuailan, “Metode Tafsir Tahlili”, Diya al-Afkar, vol.iv, no.01, Juni 2016.
14 Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu`I (ter), (Bandung: Pustaka setia, 2002), 38.

3
Realitas sejarah yang demikian sangat kondusif dalam menyuburkan persemaian
metode Ijmali, karena sahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi, tetapi cukup
dengan isyarat dan uraian sederhana, sebagaimana yang dilakukan beliau ketika menafsirkan
kata Zulm dengan Syirk. Boleh dikatakan bahwa pada awal-awal islam metode ijmali menjadi
satu-satunya opsi dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur`an. Prosedur metode Ijmali yang
praktis dan mudah dipahami rupanya turut memotivasi ulama tafsir belakangan untuk menulis
karya tafsir dengan menerapkan metode ini. Di antara mereka adalah Jalal al-Din al-Mahalli
(w.864H) dan Jalal al-Din al-Suyuthi (w.911 H) yang mempublikasikan kitab tafsir yang sangat
popular dengan judul tafsir al-Jalalain. Lebih jauh, akar dari metode penafsiran ini barangkali
merujuk pada karya tafsir yang diatributkan kepada sahabat `Abd Allah bin Abbas, Tanwir al-
Miqbas fi Tafsir ibn Abbas, yang ditulis oleh al-Fairuzzabady (w.1414 M).15 Langkah-langkah
yang ditempuh para mufassir dalam penafsiran metode Ijmali:
1. Membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang tertuang dalam mushaf.
2. Mengemukakan arti global yang dimaksud oleh ayat tersebut.
3. Makna yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat (ayat diletakkan
di antara dua tanda kurung, sementara tafsirnya diletakkan di luar tanda kurung
tersebut) atau menurut pola yang diakui oleh jumhur Ulama dan mudah dipahami
semua orang.
4. Bahasa yang digunakan, diupayakan lafaznya mirip bahkan sama dengan lafaz yang
digunakan Al-Qur`an.16
Kelebihan dan Kelemahan Metode Tafsir Ijmali Tafsir sebagai produk pemahaman
manusia terhadap teks ayat-ayat Al-Qur`an, tentu tidak lepas dari kelebihan dan
kelemahannya, demikian juga dengan metode tafsir Ijmali, pasti memiliki kelebihan dan
kelemahan yang kalau kita analisa akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang
lainnya. Berikut kelebihan dan kelemahan metode tafsir Ijmali:
1. Kelebihan
• Memiliki karakter yang simplistis dan mudah dimengerti.
• Tidak mengandung elemen penafsiran israiliyat.
• Lebih mendekati bahasa Al-Qur`an
2. Kelemahan
• Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial.
• Tidak membuka ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.17

c. Metode Tafsir Muqārin (Perbandingan)


Metode muqaran menurut Abd al-Hayy al Farmawi adalah penafsiran Al-quran dengan
cara menghimpun sejumlah ayat – ayat Alquran , kemudian mengkaji, meneliti dan
membandingkan pendapat sejumlah penafsir mengenai ayat – ayat tersebut, baik penafsir dari
generasi salaf maupun khalaf atau menggunakan tafsir bi al-ra’yi maupun al-ma’tsur.
Disamping itu digunakan juga untuk membandingkan sejumlah ayat-ayat Al-quran tentang
suatu masalah dan membandingkan ayat-ayat Al-quran dengan Hadis Nabi yang secara lahiriah
berbeda. Kemudian ia menjelaskan bahwa diantara mereka ada yang corak penafsirannya

15
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta:
Sulthan Thaha Press, 2007), 47-48.
16
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta:
Sulthan Thaha Press, 2007), 48
17
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta:
Sulthan Thaha Press, 2007), 49
4
ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasainya. Ada diantara mereka yang menitikberatkan
pada bidang nahwu, yakni segi-segi i’râb, seperti Imam az-Zarkasyi. Ada yang corak
penafsirannya ditentukan oleh kecenderungan kepada bidang balâghah, seperti ‘Abd al-Qahhar
al-Jurjaniy dalam kitab tafsirnya I’jâz al-Qurân dan Abu Ubaidah Ma’mar Ibn al-Mustanna
dalam kitab tafsirnya al-Majâz, dimana ia memberi perhatian pada penjelasan ilmu ma’âniy,
bayân, badî’, haqîqah dan majâz. Jadi metode tafsir muqâran adalah menafsirkan sekelompok
ayat al-Quran dengan cara membandingkan antar-ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan
hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu
dari objek yang dibandingkan itu.
Ulama lain seperti Ali Hasan al-‘Aridl mengemukakan defenisi bahwa yang dimaksud
dengan tafsir muqaran adalah “ penafsiran yang ditempuh seorang penafsir dengan cara
mengambil sejumlah ayat Alquran kemudian mengemukakan penafsiran para ulama terhadap
ayat–ayat tersebut baik dari kalangan salaf maupun khalaf yang mempunyai kecenderungan
yang berbeda-beda dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi – segi
kecenderungan masing-masing”. Selain itu, kajian tafsir muqaran juga mencakup
perbandingan antara ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang satu masalah yang sama atau
membandingkan antara ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang satu masalah yang sama atau
membandingkan antara ayat-ayat Alquran denga Hadis Nabi yang secara lahiriah tampak
berbeda, lalu mencoba menkompromikan dan menghilangkan dugaan adanya pertentangan
antara keduanya.
Defenisi yang lebih rinci di kemukakan oleh Quraish Shihab sebagaimana dikutip oleh
Nawir Yuslem yang menyatakan bahwa metode muqaran ( komparasi) yaitu :Membandingkan
ayat-ayat Alquran antara satu dan yang lainnya yang memiliki kesamaan redaksi dalam dua
masalah atau kasus yang berbedaatau yang memiliki redaksi yang berbeda bagi satu masalah
atau kasus yang sama atau yang diduga sama dan atau membandingkan ayat-ayat Alquran
dengan Hadis-hadis Nabi SAW yang secara lahiriah bertentangan, serta membandingkan
antara pendapat-pendapat para ulama tafsir menyangkut penafsiran Alquran.
Melihat beberapa defenisi diatas dapat ditegaskan bahwa ruang lingkup tafsir muqaran
adalah sebagai berikut:
1. Membandingkan ayat-ayat Alquran antara satu dan yang lainnya yang memiliki
kesamaan /Membandingkan ayat-ayat Alquran antara satu dan yang lainnya yang
memiliki kesamaan /kemiripan redaksi dalam dua masalah yang berbeda atau lebih,
atau dalam satu masalah yang sama atau yang diduga sama.
2. Membandingkan ayat-ayat Alquran dengan Hadis Rasulullah SAW yang secara
lahiriah tampak bertentangan.
3. Membandingkan antara pendapat ulama-ulama tafsir menyangkut penafsiran
Alquran. Misalnya membandingkan penafsiran yang bercorak tafsir ahkam. Dengan
penafsiran yang bercorak tafsir adab al-ijtima’i terhadap ayat yang sama.

d. Metode Tafsir Maudhū’i (Tematik)


Kata maudhu’i dinisbatkan kepada kata al-maudhu’, yang berarti topik atau materi
suatu pembicaraan atau pembahasan. Dalam bahasa Arab kata maudhu’i berasal dari bahasa
Arab (‫)موضوع‬yang merupakan isim maf‟ul dari fi‟il madzi (‫ )وضع‬yang berarti meletakkan,
menjadikan, menghina, mendustakan, dan membuat-buat.7 Secara semantik, tafsir maudhu’i
berarti menafsirkan al-Qur‟an menurut tema atau topik tertentu. Dalam bahasa Indonesia biasa
disebut dengan tafsir tematik.8 Tafsir maudhu‟i menurut pendapat mayoritas ulama‟ adalah
“Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama.”18

18
Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i, (Mesir: Dirasat Manhajiyyah Maudhu‟iyyah,
1997), h. 41.
Al-Qur‟an memang sesungguhnya menghimpun tema-tema yang perlu digali dengan
menggunkan metode maudhu’i. Jika menafsirkan alQur‟an dengan metode yang seperti ini kita
akan bisa menetapkan syari‟at yang cocok untuk setiap waktu dan tempat. Dari sana kita bisa
menetapkan undang-undang kehidupan yang siap berhadapan dengan perubahan dinamika
kehidupan, undang-undang wadh’iyyah dan unsur eksternal yang kita hadapi dalam
keberagaman sehari-hari.19
Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah
menonjolkan tema, judul, atau topik pembahasan, jadi ada yang menyebut sebagai metode
topikal. Mufassir akan mencari tema-tema yang ada ditengah masyarakat yang ada di dalam
al-Qur‟an ataupun dari yang lainnya. Tema-tema yang dipilih akan dikaji secara tuntas dari
berbagai aspek sesuai dengan petunjuk dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkan. Masalah-
masalah yang ada harus dikaji secara tuntas dan menyeluruh agar mendapatkan sebuah solusi
dari permasalahan tersebut.20
Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh
mufassir. Seperti yang dikemukakan oleh al-Farmawi sebagai berikut:21
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu masalah tertentu.
3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertaipengetahuan tentang
asbāb an-nuzūl.
4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing.
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out line).
6. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan.
7. Mempelajari ayat-ayat yang ditafsirkan secara keseluruhan dengan jalan menghimpun
ayat-ayat tersebut yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan
antara yang „am (umum) dan yang khas (khusus, mutlak dan muqayyad (terikat) ),
atau yang pada lahirnya bertentangan sehingga semuanya bertemu dalam satu muara
tanpa perbedaan ataupun pemaksaan dalam penafsiran.

5
19
Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i,..
20
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,... h. 152.
21
Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i,... h. 48. Bandingkan
dengan Mustofa Muslim, Mabahis fi Tafsir Al-Maudhu’i, Juz I (Tt: Dar Al-Qalam, 2005), h. 37.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode tafsir Al-Qur’an adalah cara (langkah dan prosedur) yang digunakan oleh
mufassir untuk menjelaskan ayat al-Qur’an. Dengan kata lain metode mengandung seperangkat
kaidah dan aturan-aturan yang harus diperhatikan oleh para mufassir agar terhindar dari
kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam menafsirkan ayat al-Qur’an.
Metode penafsiran Al-Qura’an diklasifkasikan menjadi empat metode yaitu: tafsir
Ijmāli (global), metode tafsir Taḥlīlī (analisis), metode tafsir Maudhū’i (tematik), dan metode
tafsir Muqārin (perbandingan). Tafsir ijmali yaitu menafsirkan Al-Qur`an secara singkat dan
global. Metode tafsir taḥlīlī adalah salah satu metode tafsir yang sistematis karena kandungan
al-Qur’an dijelaskan berdasarkan urutan ayat-ayat di dalam mushaf yang ditinjau dari berbagai
aspeknya meliputi mufaradāt ayat. Metode tafsir maudhu’i berarti metode panafsiran dengan
cara pengelompokan menurut tema atao topiknya. Metode tafsir muqâran adalah menafsirkan
sekelompok ayat al-Quran dengan cara membandingkan antar-ayat dengan ayat, atau antara
ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek
perbedaan tertentu dari objek yang dibandingkan itu.
7
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati.2001
Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur
Rahman, Jakarta: Sulthan Thaha Press.2007
https://journal.alhikmahjkt.ac.id/index.php/HIKMAH/article/download/134/98
https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/wahana/article/download/2637/1760
http://eprints.walisongo.ac.id/6961/2/BAB%20I.pdf/
iii

Anda mungkin juga menyukai