Anda di halaman 1dari 20

CORAK DAN METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN

MAKALAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas


Mata Kuliah ‘Ulum Al-Qur’an
Dosen Pengampu Bapak Yudhi Prabowo, M.Ag
Program Studi Hukum Tata Negara

Oleh:
Aprizal
NPM: 22421111498

FAKULTAS SYARIAH, DAKWAH DAN USHULUDDIN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya tercurah kepada Allah Subhanahu Wata’ala
Dzat yang Maha Agung yang kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi serta
isinya yang membukakan jalan yang terang pada penulis sehingga dapat
merampungkan makalah ini. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa
keberhasilan penulis menuntaskan mata kuliah Ulumul Qur’an dengan
sebuah karya berbentuk makalah sederhana ini merupakan bentuk campur
tangan dari Allah SWT berupa Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya. Untaian
salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu
Alayhi Wasallam Nabi yang telah mengantarkan ilmu dan pengetahuan bagi
kita manusia sehingga dapat mengantarkan manusia menuju jenjang kehidupan
yang lebih mulia. Salawat juga disampaikan kepada para keluarga, para sahabat
dan orang-orang yang tetap istiqomah dijalan-Nya.
Penulisan makalah yang berjudul “Corak dan Metode Penafsiran Al-
Qur’an” ini tidak lepas dari bimbingan Bapak Yudhi Prabowo, M.Ag selaku
dosen mata kuliah Ulumul Qur’an.
Dengan penuh pengharapan, semoga penulisan makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi penulis khususnya, semua pembaca pada umumnya,
Penulis ucapkan banyak terimah kasih dan semoga diberikan balasan berupa
kebaikan dari Allah Subhanahuwata’ala.

Jazakillah khairal jazaa

Takengon, 26 Desember 2022


Aprizal

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3


A. Macam-Macam Metode Tafsir ...................................................... 3
B. Macam-Macam Corak Penafsiran ................................................. 12

BAB III PENUTUP ............................................................................... 16


A. Kesimpulan ................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber utama dan pertama umat islam adalah Al-Qur’an Al-Karim, yang
dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan. Adapun Al-Sunnah, seperti yang
telah kita ketahui merupakan sumber ajaran islam yang kedua. Karena alasan
inilah urgensi umat islam dalam mempelajari Al-Qur’an dirasa sangat penting
dan wajib.
Filsafat ilmu mengajarkan kepada kita tentang ontology yakni objek atau
mahiyah yang dikaji, epistemologi yaitu tentang bagaimana mendapatkan
pengetahuan, dan aksiologi yaitu nilai kegunaan ilmu.
Dalam kesempata ini penyusun akan mencoba untuk memaparkan atau
sedikit membahas mengenai epistemologi tafsir, dalam konteks ini yang
dimaksud adalah metode penafsiran Al-Qur’an. Sebab, seperti yang dinyatakn
oleh para ilmuan bahwa metode adalah suatu cara atau jalan, dalam kaitan ini
yaitu cara ilmiah untuk dapat memahami atau mawas objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan.
Dalam istilah Arab metode lebih dikenal dengan sebutan al-thariqah, yang
jelas metode ini memiliki peranan penting dalam menggali ilmu pengetahuan,
termasuk di dalamnya ilmu tafsir. Ungkapan al-thariqah ahammu min al-
maddah atau yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu metode
terkadang lebih penting dari pada materi, hal ini diungkapkan dan diisyaratkan
oleh Al-Ghazali (450-1057H/1057-1111M).
Ada beberapa metode penafsiran Al-Qur’an yang biasanya digunakan oleh
para ulama tafsir. Penafsiran yang lazim digunakan oleh para ulama tafsir
tersebut diantaranya ada yang bersifat meluas atau melebar dan juga bersifat
secara global. Tetapi, ada juga yang menafsirkannya dengan cara melakukan
studi komparasi atau perbandingan.
Masih dalam kaitannya dengan metode penafsiran Al-Qur’an, ada juga
yang melakukannya dengan cara yang sistematis (berurutan). Berdasarkan hal

1
itu salah satu ulama tafsir yakni Abd al-Hayy al-Farmawi menyebutkan bahwa
ada empat macam metode dalam tafsir Al-Qur’an.
Sedangkan corak penafsiran berdasarkaan isi ayat Al-Qur’an, dapat
ditemukan beberapa corak penafsiran yaitu diantaranya seperti tafsir falsafi,
tarbawi, akhlaqi, dls. Dalam kesempatan ini penyusun tidak akan menyebutkan
ssemua atau berbagai macam corak penaafsiran, namun secara global agaknya
tetap dipandang perlu mengenali berbagai corak penafsiran yang dimaksud
terutama terkait dengan orientasinya.
Dengan latar belakang di atas penyusun tertarik untuk mencoba membahas
persoalan tersebut dalam sebuah makalah yang berjudul Beberapa Metode Tafsir
dan Corak Penafsiran.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penyusun akan membahas mengenai :
1. Bagaimana macam-macam metode penafsiran?
2. Bagaimana macam-macam corak penafsiran?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja macam-macam metode penafsiran.
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam corak penafsiran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Metode Tafsir


Ada dua cara atau metode yang lazim digunakan oleh para ulama tafsir
dalam penafsiran Al-Qur’an, yaitu ada yang bersifat meluas atau melebar dan
secara global, ada yang melakukan studi perbandingan, serta ada juga yang
melakukan penafsiran Al-Qur’an dengan cara yang sistematis.
Dari berbagai metode penafsiran di atas, Abd al-Hayy al-Farmawi
menyebutkan ada empat macam metode (manhaj minhaj) dalam penafsiran Al-
Qur’an, yaitu al-manhaj al-tahlili, al-manhaj al-ijmali, al-manhaj al-muqaran,
dan al-manhaj al-maudhu’i.1
1. Tafsir al-Tahlili (Deskriptif-Analitis)

Secara harfiah, al-Tahlili (‫ )التحليلي‬berarti menjadi lepas atau terurai.

Jadi, yang dimaksud dengan metode tafsir al-tahlili adalah metode penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang
terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengikuti susunan surat-surat
dan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri, serta dengan melakukan analisis di
dalamnya.2
Metode ini bisa disebut juga dngan metode tajzi’i dan merupakan
metode penafsiran Al-Qur’an yang paling tua usiannya. Menurut M. Quraish
Shihab metode ini ada jauh sebelum metode maudhu’i. Metode al-tahlili ini
ada sejak Tafsir al-Farra (w.206 H/821 M), atau Ibn Majah (w. 237 H/851
M), dan atau paling lambat sejak Tafsir al-Thabari (w. 310 H/922 M).
Kitab-kitab tafsir Al-Qur’an yang ditulis oleh para mufassir (orang yang
menafsirkan Al-Qur’an) pada masa awal pembukuan Al-Qur’an, pada
umumnya atau bahkan semuannya mereka menggunakan metode tafsir al-

1
M.Quraish Shihab, Membumikan Al Quran; Fungsi dan Peran Whyu dalam kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan,1993), hal.75
2
M.Quraish Shihab, Membumikan Al Quran,...hal.77

3
tahlili. Baik dari kalangan Tafsir bi al-ma’tsur seperti “Jami’ al-Bayan ‘an
Takwil Ayi Al-Qur’an” karanagan Ibn Jarir al-Thabari, maupun dari aliran
Tafsir bi al-ra’yi semisal karya Muhammad Fakhr al-Din al-Razi al-Tafsir al-
Kabir atau Mafatih al-Ghaib.
Bahkan dari aliran tafsir abi al-isyarah/al-bathiniyyah juga
menggunakan metode tafsir al-tahlili, seperti kitab tafsir “Ghara’ib Al-
Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan” yang dipersembahakan/dibuat oleh al-
Naysaburi (w. 728 H/1328 M). Selain itu, metode penafsiran al-Tahlili juga
terus berkembang pada masa-masa berikunya, bahkan hingga sekarang al-
tafsir al-tahlili masih tetap mengalir.3
Beberapa contoh kitab tafsir yang menggunakan metode al-Tahlili
diantaranya adalah sebagai berikut:4
a. Jami’ al-Bayan ‘an Takwil Ayi Al-Qur’an (Himpun Penjelasan tentang
Takwil Ayat-ayat Al-Qur’an), 15 jilid dengan jumlah halaman sekitar
7125, karangan Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H/922 M);
b. Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim (Tafsir Al-Qur’an yang agung), 4 jilid dengan
sekitar 2414 halaman termasuk 58 halaman sisipan ilmu tafsir pada jilid
terakhir. Tafsir ini merupakan karya dari al-Hafizh Imad al-Din Abi al-
Fida’ Isma’il bin Katsir al-Quraisy al-Dimasyiqi (w.774 H/1343 M);
c. Al-Kasyif wa al-Bayan ‘an Tafsir Al-Qur’an (Penyingkapan dan
Penjelasan tentang Tafsir Al-Qur’an), karangan Abi Ishaq;
d. Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an (Neraca dalam Menafsirkan Al-Qur’an), 21
jilid dan tiap jilid terdiri atas 330-an hingga 450-an halaman, dan
merupakan karya al-‘Allamah al-Sayyid Muhammad Husayn al-
Thabathaba’i (1321-!402 H/1892-1981 M);
e. Majma’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an (Himpunan Informasi dalam
Menafsirkan Al-Qur’an), terdiri dari 5 jilid atau 10 juz dengan jumlah
halaman sekitar 3575-3725, karangan Syekh Abu ‘Ali al-Fadhl bin al-

3
M.Quraish Shihab, Membumikan Al Quran,...hal.80
4
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2010), hal.42-44

4
Hasan al-Thabaarsi. Beliau merupakan salah seorang ulama terbesar
mazhab Syi’ah al-Imamiyah pada abad ke-6 Hijriah;
f. Al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur (Mutiara Kata Prosa dalam
Tafsir bi al-Ma’tsur), yang disusun oleh Jalal al-Din al-Suyuthi (849-911
H/1445-1505 M);
g. Dan lain sebagainya.
Metode tafsir al-tahlili juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan
metode tafsir lainnya, antara lain terletak pada keluasan dan keutuhannya
dalam memahami Al-Qur’an. Dengan metode ini, seseorang diajak untuk
memahami Al-Qur’an dari awal surat hingga akhir surat. Kelebihan lain dari
metode tafsir al-tahlili ini ialah metode ini membahas Al-Qur’an dengan
ruang lingkup yang luas. Meliputi aspek kebahasaan, sejarah, hukum, dan
lain-lan.
Disamping memiliki kelebihan tentunya metode ini pun memiliki
kekurangan, diantaranya yaitu sebagai berikut:5
a. Kajiannya tidak mendalam;
b. Tidak detail dan tidak tuntas dalam menyelesaikan berbagai topik-topik
yang dibicarakan;
c. Memerlukan waktu yang cukup panjang dan menuntut ketekunan
mufassir;
d. Tidak sistematis, sehingga hal ini menjadi bahan kritikan oleh Rasyid
Ridha.
2. Tafsir al-Ijmali (Tafsir Global)
Secara lughawi, kata al-jamali berarti ringkasan, ikhtisar, global,
dan penjumlahan. Maka yang dimaksud dengan tafsir al-ijmali adalah
penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi
kandungan Al-Qur’an melalui pembahasan yang bersifat umum atau global,
dan bukan merupakan suatu pembahasan yang panjang dan luas, serta tidak
dilakukan secara rinci.

5
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir...hal.46

5
Pembahasannya pun hanya meliputi beberapa aspek dalam bahasa yang
singkat, misalnya dalam al-Tafsir al-Farid li Al-Qur’an al-Madjid yang
hanya mengedepankan arti kata, sebab nuzul, dan penjelasan singkat yang
sistematikannya sering diubah-ubah. Maksudnya, terkadang mengedepankan
mufradat kemudian sebab nuzul dan penjelasan singkat, tetapi sering pula
mendahulukan penjelasan yang singkat dan sebab nuzul.
Selain itu juga ada beberapa kitab yang menggunakan metode ini tidak
lebih dengan hanya mengedepankan makna sinonim dari kata-kata yang
bersangkutan, seperti tafsir al-Jalalayn yang pernah disebutkan dalam
halaman lain. Dan seperti hal nya tafsir karya Muhammad Mahmud Hijazi
yang hanya mengemukakan arti kata, penjelasan, dan sebab nuzul.
Berikut ini adalah beberapa contoh kitab tafsir yang metode
penafsirannya menggunakan metode al-Ijmali, diantaranya yaitu:6
a. Fath al-Bayan fi Maqashid Al-Qur’an (Mengenali Penjelasan Tujuan-
tujuan Al-Qur’an), karangan Imam al-Mujtahid Shiddiq Hasan Khan (lahir
1248), yang berisi sekitar 4800 halaman;
b. Al-Tafsir al-Wadhih (Tafsir yang Jelas), yang merupakan karangan dari
Dr. Muhammad Mahmud Hijazi, setebal tiga jilid dengan jumlah halaman
hampir 3000;
c. Al-Tafsir al-Farid li Al-Qur’an al-Majid (Tafsir yang Tiada Taranya untuk
Al-Qur’an yang Agung), delapan jilid dengan jumlah kurang-lebih 3377
halaman, buah pena Dr. Muhammad ‘Abd al-Mun’im;
d. Kitab al-Tashil li ‘Ulum al-anzil (Buku Mudah untuk Ilmu-ilmu Al-
Qur’an) dua jilid dan empat juz, masing-masing terdiri atas sekitar 195
halaman hingga 228 halaman, susunan Muhammad bin Ahmad bin Juzzay
al-Kalbi al-Gharnathi al-Andalusi (741-792 H/1340-1389 M);
e. Al-Muharir al-wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz (Komentar Singkat dalam
Menafsirkan al-Kitab yang Mulia), karya Abi Muhammad Abd al-Haqq
Athiyyah al-Gharnathi (481-541 H/1088-1146 M);

6
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2004), hal.95-96

6
f. Marah Labid Tafsir al-Nawawi/al-Tafsir al-Munir li Ma’alim al-Tanzil
(Kegembiraan yang Melekat Tafsir al-Nawawi/Tafsir yang Bercahaya
Sebagai Petunjuk Jalan Menuju Al-Qur’an), dua jilid, karangan al-
‘Allamah al-Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani (1230-1314
H/1813-1879 M);
g. Dan lain sebagainya.
Kelebihan dari metode ini yaitu metode al-Ijmali tampak sederhana,
praktis, mudah, dan cepat. Dan juga, pesan-pesan Al-Qur’an menjadi mudah
ditangkap. Jika dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, maka tafsir ijmali
ini akan unggul dalam hal kesederhanaannya.
Adapun kelemahannya terletak pada simplisitnnya yang menyebabkan
jenis tafsir ini terlalu dangkal, berwawasan sempit, dan parsial atau tidak
komprehensif. Sehingga jauh dari karakter dasar dan komprehensif yang
menjadi ciri khas Al-Qur’an.
3. Tafsir al-Muqaran (Tafsir Perbandingan)
Al-Tafsir al-Muqaran adalah metode tafsir yang dilakukan dengan cara
membanding-bandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki redaksi
berbeda padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang memiliki
redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan. Metode ini juga
disebut sebagai metode komparasi, maksudnnya ialah menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang selintas ditinjau terlihat berlawanan dengan hadits, padahal
hakikatnya sama sekali tidak bertentangan.
Metode ini juga bisa dilakukan dengan cara membanding-
bandingkannya antara aliran-aliran tafsir dan antara mmufassir satu dengan
yang lain, ataupun perbandingan itu dilakukan berdasarkan pada perbedaan
metode dan lain sebagainya. Dengan begitu maka bentu-bentuk metode yang
dilakukan dengan cara perbandingan memiliki objek yang luas dan banyak.
Bentuk-bentuk penafsiran itu antara lain yaitu:7

7
Muhammad Baqir al-Sadr, “Pendekatan Tematik terhadap Tafsir al-Qur’an, Ulumul
Qur'an”, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990/1410H, hal.28-30

7
a. Membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda tapi
maksudnya sama atau ayat-ayat yang menggunakan redaksi mirip padahal
maksudnya berlainan. Contohnya dalam QS. Al-An’am [6]:151 dengan
QS. Al-Isra’ [17]:31, dimana keduannya menggunakan redaaksi yang
berbeda tetapi maksudnya sama, yakni sama-sama melarang atau
mengharamkan melakukan pembunuhan terhadap anak. Dan contoh ayat
yang memiliki kemiripan redaksi padahal kasusnya dan tujuannya berbeda
adalah seperti dalam QS. Al-Qashash [28]:20 dengan QS. Yasin [28]:20.
Dikatakan memiliki redaksi yang mirip karena dalam QS. Al-
Qashash [28]:20 mendahulukan kata ‫( رجل‬rajulun), kemudian diikuti
dengan kata ‫ ; من اقصي المد ينة‬sedangkan dalam QS. Yasin [28]:20 justru
sebaliknya. Letak perbedaan lainnya yaitu QS. Al-Qashash [28]:20
mengisahkan peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa as. dan kejadian di
Mesir, sedangkan QS. Yasin [28]:20 menceritakan kisah yang dialami
penduduk sebuah kampung di Inthaqiyah, yang pperistiwanya terjadi
bukanpada masa Nabi Musa as.;
b. Membandingkan Ayat Al-Qur’an dengan matan hadits yang terkesan
bertentangan padahal tidak. Misalnya, dalam surat Al-Ma’idah [5]:67
Allah Swt. berfirman:
“Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak
menyampaikan risalah-Nya. Allah menjagamu dari bahaya manusia,
sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir”.
Lahirlah kutipan ayat - ‫ وهللا يعصمك من االنا س‬- yang mengisyaratkan bahwa
Allah Swt. akan selalu melindungi atau memelihara keselamatan jiwa dan
diri Nabi Muhammad Saw. dari kemungkinan pelukaan dan pembunuhan
yang dilakukan musuh-musuh Nabi. Namun, menurut al-Zarkasyi ada
riwayat hadits shahih yang menyebutkan bahwa pada waktu perang Uhun
Nabi sempat dilukai (terkena luka) oleh musuhnya yaitu berupa patah
giginya. Lalu jika begitu bagaimana dengan isi ayat diatas?

8
Al-Zarkasyi menawarkan dua kemungkinan dalam penyelesaian masalah
kontroversi tersebut, yakni yang pertama peristiwa Uhud terjadi sebelum
QS. Al-Ma’idah [5]:67 diturunkan; dan yang kedua penafsiran ayat di
atas perlu ditafsirkan dengan cara menakdirkan kata ‘Ismat itu sendiri.
‘Ismat disini berarti terjaminnya keselamatan Jiwa Nabi Muhammad Saw.
dari kemungkinan pembunuhan yang dilakukan musuh-musuhnya, bukan
keselamatan jasmaninya dari pelukaan yang dilakukan lawan-lawannya.
c. Membandingkan antara penafsiran ulama atau aliran tafsir yang satu
dengan penafsiran ulama atau aliran tafsir yang lainnya, seperti penafsiran
antara ulama salaf dengan khalaf, antara sunni dengan syi’i, antara Ahli
Sunnah dengan Mu’tazilah dan lain sebagainnya.
Sebagai contohnya yaitu patut dikemukakan perbedaan antara kaum
Mu’tazilah dengan kaum Ahli Sunnah dalam menafsirkan ayat-ayat yang
bertalian dengan masalah syafaat, suatu persoaalan yanng oleh al-Maraghi
dinilai sebagai salah satu problema yang telah melibatkan banyak pihak
untuk memperdebatkannya dalam waktu yang cukup lama. Dan itupun
hingga kini belum selesai.
Beberapa contoh kitab Tafsir al-Muqaran tidak seperti kitab dalam
metode penafsiran lainnya, dalam metode ini kitabnya terbilang langka.
Diantaranya ialah:
a. Durrat al-Tanzil wa Qurrat al-Takwil (Mutiara Al-Qur’an dan Kesejukan
al-Takwil), karya al-Khatib al-Iskafi (w. 420 H/1029 M);
b. Al-Burhan ji Tawjih Mutasyabih Al-Qur’an (Bukti Kebenaran dalam
Pengarahan Ayat-ayat Mutasyabih Al-Qur’an), karangan Taj al-Qarra’ al-
Kirmani (w. 505 H/1111 M).
Namun, meskipun demikian relatif cukup banyak kitab-kitab yang
membahas ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an yang mencoba membahasnya
menggunakan metode komparasi, meskipun tidak untuk semua ayat.
Contohnya ialah Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an.
Tafsir al-Muqaran memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu
lebih bersifat objektif, kritis, dan berwawasan luas. Sedangkan kelemahannya

9
antara lain adalah terletak pada kenyataan bahwa metode tafsir al-Muqaran
tidak bisa digunakan untuk menafsirkan semua ayat Al-Qur’an seperti halnya
pada tafsir tahlili dan ijmali.
4. Tafsir al-Maudhu’i (Tafsir Tematik/Analitis)
Tafsir al-maudhu’i ialah tafsir yang membahas tentang masalah-
masalah Al-Qur’an Al-Karim yang memiliki kestuan makna atau tujuan
dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang bisa juga disebut dengan metode
tauhidi atau kesatuan, untuk kemudian melakukan penalaran (analisis)
terhadap isi kandungannya menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan
syarat-syarat tertentu untuk menjelasakan makna-maknanya dan
mengeluarkan unsur-unsurnya serta menghubung-hubungkannya antara yang
satu dengan yang lain, dengan korelasi yang bersifat komprehensif.
Dalam praktik nyata, al-tafsir al-maudhu’i sesungguhnya telah cukup
lama bahkan disinyalir ada sejak di masa awal-awal islam, tetapi istilah Tafsir
al-maudhu’i itu sendiri ada diperkirakan pada sekitar abad ke-14 H/ke-19 M.
Sejalan dengan definisi di atas, maka ada beberapa langkah yang harus
dilakukan oleh seseorang apabila ia hendak membahas masalah-masalah
tertentu berdasarkan tafsir al-maudhu’i.
Langkah-langkah yang dimaksud adalah seperti yang dipaparkan oleh
Abd al-Hayy al-Farmawi dan Mushthafa Muslim yang ringkasannya adalah
sebagai berikut:8
a. Memilih dan menetapkan objek atau topik yang akan dibahas berdasarkan
ayat-ayat Al-Qur’an;
b. Mengumpulkan atau menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas
topik di atas;
c. Mengurutkan secara sistematis kaapan diturunkannya ayat-ayat tersebut
berdasarkan waktu/masa penurunannya;
d. Mempelajari penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dihimpun itu
dengan penafsiran yang yang memadai dengan mengacu kepada

8
Manna’ al-Qattan. 1973. Mabahits fi Ulmul Quran, Mansyurat al-‘Ashr al-Hadis,
hal.182-183

10
kitab0kitab tafsir yang ada dengan mengindahkan Ilmu munasadah dan
hadits;
e. Menghimpun hasil penafsiran di atas dengan sedemikian rupa untuk
mengistibathkan unsur-unsur asasi di dalamnya;
f. Kemudian mufassir mengarahkan pembahasan kepada tafsir al-Ijmali
dalam memaparkan berbagai pemikiran dalam rangka membahas topik
permasalahan yang ditafsirkan;
g. Membahas unsur-unsur dan makna-makna ayat tersebut untuk
mengaitkannya dengan sedemikian rupa berdasarkan metode ilmiah yang
benar-benar sistematis;
h. Memaparkan kesimpulan tentang hakikat jawaban Al-Qur’an terhadap
topik atau permasalahan yang dibaahas.
Belakangan ini, tafsir tematik tengah digandrungi banyak ilmuan
Muslim termasuk di Indonesia. Sebab, tafsir maudhu’i memecahkan berbagai
masalah yang terjadi dan mendesak pendekatan Al-Qur’an. Mungkin dengan
kita memperhatikan lngkah-langkah operasional tafsir maudhu’i kelihatannya
mudah dan sederhana, tapi pada kenyataannya jelas terasa berat dan lumayan
sulit bahkan rumit.
Disamping semua itu, ada beberapa contoh kitab tafsir yang
menggunakan metode maudhu’i, diantaranya:
a. Ushul al-Din wa Ushul al-Iman fi Al-Qur’an (Dasar-dasar agama dan
Asas-asas Keimanan dalam Al-Qur’an), karya Ayatullah al-Syekh
Muhammad al-Yazdi;
b. Al-Mar’ah fi Al-Qur’an (Wanita dalam Al-Qur’an), karya al-Ustadz
Mahmud al-Aqqad;
c. Al-Tibyan fi Aqsam Al-Qur’an (Penjelasan Sumpah dalam Al-Qur’an),
karangan Ibn Qayyun Al-Jawziyyah (691-751 H/1921-1350 M);
d. Al-Riba fi Al-Qur’an (Riba dalam Al-Qur’an), karya Abu al-A’la al-
Maududi.
e. Dan lain sebagainya.

11
Seperti halnya metode-metode tafsir yang lain, metode maudhu’i ini
juga memiliki beberapa kelebihan, yaitu metode ini penafsirannya lebih luas,
mendalam, tuntas dan sekaligus dinamis. Adapun kelemahannya antara lain
sama dengan tafsir al-muqran, yakni sama-sama tidak dapat menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan keseluruhan seperti yang dapat dilakukan oleh
metode tahlili dan ijmali.

B. Macam-Macam Corak Penafsiran


Dilihat dari segi isi ayat Al-Qur’an dan kecenderungan penafsirannya,
terdapat sejumlah corak penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Atau jika dilihat dari
segi pengelompokan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan isinya, ditemukan
sejumlah corak penfsiran ayat-ayat Al-Qur’an seperti tafsir falafi, tafsir ilmi,
tafsir tarbawi, tafsir akhlaqi, dan tafsir fiqhi.9
Berbagai corak penafsiran yang akan penyusun uraikan dalam makalah ini
tidak akan diuraikan secara rinci mengingat sumber yang dimiliki atau
digunakan punyusun dalam menyusun makalah ini masih terbatas dan terpaku
pada satu sumber buku utama saja. Namun secara umum, tetap dipandang perlu
mengenali berbagai corak penafsiran yang dimaksud terutama terkait dengan
orientasinya.
1. Tafsir Falsafi
Yang dimaksud dengan tafsir falsafi ini ialah penafsiran ayat-ayat Al-
Qur’an berdasarkan peendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat
liberal dan radikal. Ketika Muhammad Husayn al-Dzahhabi mengomentari
perihal tafsir falsafi, beliau menyatakan bahwa menurut penyelidikan dalam
banyak segi pembahasan-pembahasan filsafat bercampur dengan penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an. Contohnya ia menyebutkan penafsiran sebagian filsuf
yang mengingkari kemungkinan mi’raj Nabi Muhammad Saw. dengan fisik
yang disamping rohnya. Mereka hanya meyakini kemungkinan mi’raj Nabi
Muhammad Saw. hanya dengan roh tanpa jasad.

9
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1988),
hal.50

12
Penafsiran-pernafsiran filsafati memang retaif banyak dijumpai dalam
sejumlah kitab tafsir yang membahas ayat-ayat tertentu yang memerlukan
pendekatan filsafati. Sedangkan yang secara spesifik melakukan dengan
pendekatan penafsiran secara keseluruhan terhadap semua ayatAl-Qur’an itu
relatif sedikit.
2. Tafsir Ilmi
Tafsir ilmi atau al-tafsir al-ilmiy ialah penafsiran Al-Qur’an yang
pembahasannya lebih menggunakan pendekatan istilah-istilah ilmiah dalam
mengungkapkan Al-Qur’an dan beberapa dapat berusaha menghasilkan
berbagai cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berbeda dan melibatkan
pemikiran-pemikiran filsafat.
Dalam pandangan pendukung metode tafsir ini mereka berpendapt
bahwa metode semacam ini dapat memberikan kesempatan yang luas bagi
para mufassir untuk mengembangkan berbagai potensi keilmuan yang telah
ada dan akan di bentuk dalam Al-Qur’an.
Diantara ulama yang memberikan persetujuan terhadap metode ini
yaitu Al-Ghazali (450-505 H/1057-1111 M), Jalal al-Din al-Suyuthi (w.911
H/1505 M), Thanthawi Jauhari (1287-1358 H/1870-1939 M), dan
Muhammad Abduh (1265-1323 H/1849-1905 M).
Disamping itu juga tidak sedikit mufassir yang keberatan dengan
metode tafsir ilmi ini, yang bersifat keilmu-teknologian terutama atas alasan
fungsi Al-Qur’an sebagai bukan petunjuk dan bukan sebagai buku ilmu
pengetahuan. Diantara para ulama yang mengingkaari adanya metode ini
yaitu al-Syathibi (w. 790 H/1388 M), Ibn Taymiyyah (661-728 H/1262-1327
M), M. Rasyid Ridha (1282-1354 H/1865-1935 M), dan lain-lain.
Terlepas dari persoalan di atas, ada bebrapa buku yang mengkhususkan
pembahasan pada ayat-ayat ilmu pengetahuan diantaranya yaitu:10

10
Abd. al-Hayyi al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu'iy: Suatu Pengantar, alih bahasa
Suryana Jamrah, (Jakarta: Rajawali Press, 1977), hal.50

13
a. Al-jawahir fi Tafsir Al-Qur’an (Berbagai Mutiara dalam Menafsirkan Al-
Qur’an), karya Thanthawi Jauhari (1287-1358 H) yang terdiri dari 13 jilid,
26 juz, dan 6335 halaman;
b. Al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang merupakan karya dari
Ahmad Bayquni yang di terbitkan oleh penerbit Dana Bhakti Wakaf, 1994;
c. Tafsir al-Ayat al-Kawniyah (Tafsir-tafsir Ayat Kawniyah) susunan Dr.
Abdullah Syahatah yang diterbitkan di al-Qahirah, Mishr: Dar al-I’tisham,
1400 H/1980 M;
d. Dan lain sebagainya, yang sangat banyak jumlahnya.
Dari sekian banyak buku tafsir ilmi yang paling lengkap dan paling luas
adalah kitab Tafsir Thanthawi Jauhari.
3. Tafsir Tarbawi (Pendidikan)
Tafsir tarbawi ialah tafsir yang berorientasikan kepada ayat-ayat
tentang pendidikan. Dibandingkan dengan corak-corak tafsir yang lain, kitab
tafsir tarbawi masihmasih relatif sedikit. Diantara contoh kitab tafsir tarbawi
ialah:11
a. Manhaj Al-Qur’an fi al-Tarbiyah (Metode Al-Qur’an tentang Pendidikan),
karangan Muhammad Syadid, Beirut-Lubana: Mu’assasah al-Risalah,
1412 H/1991 M;
b. Namadzij Tarbawiyah min Al-Qur’an al-Karim (Model-model Pendidikan
dari Al-Qur’an al-Karim), buah tangan Ahmad Zaki Tafahah, Beirut-
Lubnan: Dar al-Kitab al-Lubnani, 1980 M.
c. Dan lain sebagainnya.
Sebenarnya macam0macam buku diatas itu tidak bisa digolongkan ke
dalam kelompok buku tafsir karena mengingat orientasinya bukan pada
penafsiran ayat-ayat tarbawi, melainkan lebih mengarak kepada penggalian
metode pendidikan dalam Al-Qur’an.

11
Abd. al-Hayyi al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu'iy,...hal.51

14
4. Tafsir Akhlaqi
Tafsir akhlaqi ialah penafsiran yang lebih cenerung kepada ayat-ayat
tentang akhlaq dan menurut pendekatan ilmu-ilmu akhlak. Hal ini banyak
dijumpai dalam kitab tafsir terutama aliran tafsir bi al-ma’tsur dan kitab-kitab
tafsir tahlili serta kitab tafsir al-isyari.
Kitab tafsir yang secara khusus hanya membahas tentang akhlak dalam
kitab-kitab agaknya relatif langka. Namun dalam kitab tabsir al-Tahlili
sangatlah banyak. Misalnya saja Tafsir al-Nasafi (4 jilid 1374 halaman),
karya al-Imam al-Jalil al-Alamah Ali al-Barakat Abdullah bin Ahmad bin
Mahmud al-Nasafi yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an sangat
kental dengan hal-hl yang bersifat etik moral.
5. Tafsir Ayat Ahkam/Fiqhi
Tafsir Fiqhi adalah tafsir yang lebih berorientasi pada ayat-ayat hukum
dalam Al-Qur’an. Tafsir ini memiliki usia yang sangat tua karena lahir
bersamaan dengan kelahiran tafsir Al-Qur;an pada umumnya. Diantara kitab-
kitab tafsir ahkam ialah:12
a. Tafsir al-Maraghi, karangan Ahmad Mushthafa al-Maraghi (1298-1373
H/1881-1945M);
b. Tafsir Ayat-ayat Hukum, buah jerih payah Muhammad Amin Suma yang
diterbitkan oleh penerbit Logos, Jakarta;
c. Ahkam Al-Qur’an al-Kiya al-Harasi, karya al-Kiya al-Harasi (w. 450
H/1058 M), beliau adalah seorang mufassir yang berkebangsaan
Khurasan;
d. Dan lain sebagainya, yang kini jumlahnya sudah cukup banyak.
Selain corak-corak penafsiran di atas yang berdasarkan kepada
kelompok imu ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri, juga sesungguhnya masih ada
corak-corak penafsiran Al-Qur’an lainnya yang didasarkan kepada aliran
politik seperti: tafsir aliran Khawarij, Ahli Sunnah wal-Jamaah dan aliran
Syi’ah yang masing-masing memiliki sejumlah kitab tafsir tersendiri.

12
Abd. al-Hayyi al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu'iy,...hal.53

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi pada bab sebelumnya, penyusun dalam baab ini
akan menyimpulkan kesimpulan dari berbagai materi yang telah penyusun
paparkan, diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Abd al-Hayy al-Farmawi menyebutkan ada empat macam metode tafsir,
yakni Tafsir al-Tahlili, al-Ijmali, al-Muqaran, dan al-maudhu’i. Yang di
dalamnya terdapat beberapa kelebihan dan kekurangannya masing-masing;
2. Sedangkan corak-corak penafsiran yang penyusun sampaikan dalam makalah
ini berjumlah lima macam, yaitu Tafsir Falsafi, Ilmi, Tarbawi, Akhlaqi, dan
Ayat Ahkam/Fiqhi.

B. Saran
Demikian makalah yang bisa kami sampaikan. Kami menyadari sangat
banyak kekurangan yang terdapat pada makalah yang kami susun ini. Oleh
karena itu kritik dan saran akan sangat membantu kami dalam penulisan
makalah yang lebih baik lagi mendatang. semoga bermanfaat bagi kita
semua.amin

16
DAFTAR PUSTAKA
al-Farmawi, Abd. al-Hayyi. 1977. Metode Tafsir Mawdhu'iy: Suatu Pengantar, alih
bahasa Suryana Jamrah. Jakarta: Rajawali Press

al-Sadr, Muhammad Baqir. “Pendekatan Tematik terhadap Tafsir al-Qur’an,


Ulumul Qur'an”, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990/1410H

Baidan, Nashruddin. 1988. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Jakarta: Pustaka


Pelajar

Khaeruman, Badri. 2004. Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung:


Pustaka Setia

Manna’ al-Qattan. 1973. Mabahits fi Ulmul Quran, Mansyurat al-‘Ashr al-Hadis

Salim, Abd. Muin. 2010. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras

Shihab, M.Quraish.1993. Membumikan Al Quran; Fungsi dan Peran Whyu dalam


kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan

Anda mungkin juga menyukai