Anda di halaman 1dari 21

Makalah

MANHAJ TAFSIR AT- TAHLILIY

Tugas Mata Kuliah Metodologi Tafsir Al Quran


Dosen Pengampu : Dr. Sofian Effendi, M.A.

Disusun oleh kelompok 2 :


Oryza Sativa
Rihadatul Aisy
Rizqiyah Khoiriyah
Septa Nur Hidayah
Triana Nur Safitri

PROGRAM STUDI ILMU AL’QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU ALQUR’AN
JAKARTA. 2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Rumusan Masalah
I.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
II.1
II.2
II.3
II.4
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat dan nikmat yang senantiasa
dicurahkan kepada makhluk-Nya serta telah memudahkan kami dalam penulisan makalah
yang berjudul “MANHAJ TAFSIR AT- TAHLILIY” ini.
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Tafsir Al Quran.
Selain itu untuk menambah wawasan kita dalam bidang Metodologi Tafsir Al Quran
khususnya tentang Metode Tafsir At Tahliliy. Yaitu mengenai Pengertian metode Tahlili,
Sejarah perkembangan metode Tahlili, Langkah operasional metode Tahlili, dan Karya
Tafsir yang menggunakan metode Tahlili.

Kami ucapkan terimakasih banyak kepada Bpk. Sofian Effendi, M.A. selaku dosen
pengampuh. Terimakasih pula kami ucapkan kepada segenap pihak yang telah membantu dan
menyukseskan kami dalam penulisan tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna. Karena itu kritik dan saran
sangat kami harapkan.

Jakarta, 28 Januari 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ulama selalu berusaha untuk memahami kandungan Al-Qur’an sejak masa ulama
salaf sampai masa modern. Dari sekian lama perjalanan sejarah penafsiran Al-Qur’an, banyak
ditemui beragam tafsir dengan metode dan corak yang berbeda beda. Dari sekian banyak
macam-macam tafsir, ulama membuat penglasifikasian tafsir dengan sudut pandang yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. M. Quraish Shihab, dalam bukunya
“Membumikan Al-Qur’an”, membagi tafsir dengan melihat corak dan metodenya
menjadi; tafsir yang bercorak ma’tsûr dan tafsir yang menggunakan metode penalaran
yang terdiri dari metode tahlîliy dan maudhû’iy. 1

Mu’min (2016) mengungkapkan bahwa Al-Farmawy, telah melakukan pembagian


tentang kitab-kitab yang menyangkut al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir yang metode dan
madzhab penulisannya berbeda- beda menjadi empat macam metode, yaitu: (1) Metode
Tafsir Tahlily; (2) Metode Tafsir Ijamly; (3) Metode Tafsir Muqaran, dan (4) Metode
Tafsir Mawdlu’y.2 Makalah ini akan membahas lebih dalam tentang metode tafsir At Tahlili.

I.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas lebih
dalam sebagai berikut:

1. Pengertian metode Tahlili


2. Sejarah perkembangan metode Tahlili
3. Langkah operasional metode Tahlili
4. Karya Tafsir yang menggunakan metode Tahlili
5. Aplikasi dan contoh

1
Dr. Ma’mun Mu’min, M,Ag. M.Si. M.Hum, Metodologi Ilmu Tafsir, Idea Press, Yogyakarta, 2016. Hlm 94
2
Dr. Ma’mun Mu’min, M,Ag. M.Si. M.Hum, Metodologiilmu Tafsir, Idea Press, Yogyakarta, 2016. Hlm 94
I.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah memberikan pemahaman lebih dalam kepada pembaca
mengenai :

1. Pengertian metode Tahlili

2. Sejarah perkembanhan metode tahlili

3. Langkah operasional metode Tahlili

4. Karya Tafsir yg menggunakan metode tahlili

5. Aplikasi dan contoh


BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Metode At-Tahlili

Secara harfiah, al-Tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Metode tahlili disebut
juga dengan metode deskriptif Analitis. Yang dimaksud dengan altafsir al-tahlili ialah
metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan
uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib
susunan/urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri dengan sedikit banyak
melakukan analisis didalamnya.3

Menurut Musaid al Thayyar, tafsir tahlili adalah mufasir bertumpu penafsiran ayat
sesuai urutan dalam surat, kemudian menyebutkan kandungannya, baik makna, pendapat
ulama, I’rab, balaghah, hukum, dan lainnya yang diperhatikan oleh mufasir. Jadi tafsir
tahlili dapat kita katakan bahwa mufassir meneliti ayat al Qur’an sesuai dengan tartib dalam
mushaf baik pengambilan pada sejumlah ayat atau satu surat, atau satu mushaf semuanya,
kemudian dijelaskan penafsirannya yang berkaitan dengan makna kata dalam ayat,
balaghahnya, I’rabnya, sebab turun ayat, dan hal yang berkaitan dengan hukum atau
hikmahnya.4

Metode tahlili juga dipahami sebagai metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an melalui
pendeskripsian (menguraikan) makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan
mengikuti tata tertib susunan atau urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an yang diikuti
oleh sedikit-banyak analisis tentang kandungan kandungan ayat itu. 5 Dengan demikian
metode tahlili menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya, baik
berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam mushaf, dengan memperihatkan
kandungan lafadz-lafadznya, munasabah ayat-ayatnya, hadis-hadis yang berhubungan
dengannya, pendapat-pendapat para mufassir terdahulu dan mufassir itu sendiri yang
diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya pada diri mufassir itu sendiri. 6

3
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm 110.
4
Syaeful Rokim, “Mengenal Metode Tafsir Tahlili”, December 2017, Al - Tadabbur Jurnal Ilmu Al-Qur an dan
Tafsir 2(03). hlm 44.
5
Drs. Ahmad izzan, M.Ag, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur, 2003, hlm 103.
6
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir, Juli 2018, Jurnal Ulunnuha 7(01), hlm 50.
Metode at-tahlili, menurut Quraish Shihab, lahir jauh sebelum metode tafsir
maudhu’i.7 Muhammad Baqir ash-Shadr menyebut tafsir metode tahlîliy ini dengan tafsir
tajzî’iy, yang secara harfiah berarti “tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian
atau tafsir parsial”.8

Metode Tahlîly kebanyakan dipergunakan para ulama masa-masa klasik dan


pertengahan. Di antara mereka, sebagian mengikuti pola pembahasan secara panjang lebar
(ithnâb), sebagian mengikuti pola singkat (i’jâz) dan sebagian mengikuti pula
secukupnya (musâwâh). Mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan metode
tahlîliy, namun dengan corak yang berbeda. Para ulama membagi wujud tafsir Al-Qur’an
dengan metode tahlîly kepada tujuh macam (bentuk) yaitu: At -Tafsîr bi al Ma’tsûr, At-
Tafsîr bi ar-Ra’yi, At-Tafsîrash-Shûfiy, At-Tafsîr al Fiqhiy, At-Tafsîr al-Falsafiy, At-Tafsîr
al-‘Ilmiy, dan At-Tafsîr alAdabiy al-Ijtimâ’iy.9

II.1.1 Ragam Tafsir Tahliliy

Para mufassir dalam mengkaji Al-Quran menggunakan berbagai bentuk metode


Penafsiran. Diantaranya dengan mengambil bentuk metode tafsir tahlili ini. Penafsiran Al-
Qur’an dengan metode tahlili dapat mengambil beberapa bentuk (corak) penafsiran
diantaranya:

 Tafsir bi al-ma'tsur,

Penafsiran (penjelasan) ayat al-Qur'an terhadap maksud ayat al-Qur'an'lain. 'Termasuk .dalam
tafsir bi al-ma'tsur adalah. penafsiran al-Qur'an yang dengan..hadits-hadits- yang
diriwayatkan dari Rasulullah Saw, penafsiran al-Qur'an dengan pendapat para Shahabat
berdasarkan ijtihad mereka, dan penafsiran .al-Qur'an dengan pendapat Tabi'in.10

 Tafsir bi al-ra'yi,
7
Drs. Ahmad izzan, M.Ag , Metodologi Ilmu Tafsir,Bandung: tafakur, 2003. hlm 103
8
Prof Dr Abd. Hadi, M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Griya Media,
Salatiga, 2020. Hlm 63.
9
Prof Dr Abd. Hadi, M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Griya Media,
Salatiga, 2020. Hlm 62.
10
DR. H. S.Agil Husin Al'Munawar,MA. , Drs. Masykur Hakim, I;Jaz Al Qur’an Dan Metodologi Tafsir, Penerbit
Dina Utama, Semarang, 1994. Hlm 36-37.
Penafsiran (penjelasan) ayat al-Qur'an berdasarkan pendapat atau akal. Para ularna'
menegaskan bahwa tafsir bi al-ra'yi ada yang diterima.dan ada yang ditolak. Suatu penafsiran
bi al-ra'yi dapat dilihat dari kualitas penafsirannya. Apabila ia memenuhi sejumlah
persyaratan yang dikemukakan para ulama tafsir, maka diterimalah penafsirannya. Jika tidak,
maka ditolak penafsirannya.11

 Tafsir shufi.

Penafsiran yang dilakuıkan öleh para shufi yang pada umumnya'dikuasai oleh ungkapan'
mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang shufi dan
yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawwuf12

 Tafsir fiqhi.

Penafsiranayat al-Quran yang dilakukan oleh (tokoh) suatu mazhabUntuk dapat dijadikan
sebagai dalil atas kebenaran mazliabnya. Tafsir fiqhi banyak ditemukan dalam kitah-kitab
figh karangan imam-imam dari berbagai mazhad yang berbeda. 13

 Tafsir falsafi,

Yaitu penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat
yang bersifat liberal dan radikal. Pendekat filsafat yang digunakan adalah pendekatan
yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat
Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori
filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an14

 Tafsir ‘ilmi,

Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga tafsir ini
dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan alamiah atau dengan
menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. yaitu penafsiran ayat-ayat kauniyah yang
terdapat dalam al-Qur’an, dengan cara mengaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan

11
DR. H. S.Agil Husin Al'Munawar,MA. , Drs. Masykur Hakim, I;Jaz Al Qur’an Dan Metodologi Tafsir, Penerbit
Dina Utama, Semarang, 1994. Hlm 36-37.
12
DR. H. S.Agil Husin Al'Munawar,MA. , Drs. Masykur Hakim, I;Jaz Al Qur’an Dan Metodologi Tafsir, Penerbit
Dina Utama, Semarang, 1994. Hlm 36-37.
13
DR. H. S.Agil Husin Al'Munawar,MA. , Drs. Masykur Hakim, I;Jaz Al Qur’an Dan Metodologi Tafsir, Penerbit
Dina Utama, Semarang, 1994. Hlm 36-37.
14
Yuliza, Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari Dan Tafsir Al-Razi), Liwaul Dakwah:
Volume 10, No. 2 Juli – Desember 2020. Hlm 52-53.
modern. Kajian tafsir ini adalah untuk memperkuat teori-teori ilmiah dan bukan
sebaliknya.15

 Tafsir adabi ijtima’i

yaitu corak penafsiran yang menjelaskan ayatayat al-Quran berdasarkan ketelitian


ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa yang lugas, dengan menekankan tujuan
pokok diturunkannya al-Quran, lalu mengaplikasikannya pada tatanan social, seperti
pemecahan masalah-masalah umat islam dan bangsa pada umumnya.16

Selain dari corak penafsiran, metode tahlily juga dapat dilihat dari panjang pendeknya
pembahasan. . Di antara para ulama, sebagian mengikuti pola pembahasan secara panjang
lebar (ithnâb), sebagian mengikuti pola singkat (i’jâz) dan sebagian mengikuti pula
secukupnya (musâwâh). Mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan metode
tahlîliy, namun dengan corak yang berbeda, diantaranya ; 17

• mengemukakan dengan panjang lebar (ithnab), seperti Al-Alusy, Al-Fakhru Razy,


Al-Qurthuby, dan Ibn Jarir Ath Thabary.

• mengemukakan dengan singkat (ijaz) seperti Jalaluddin As-Suyuthy, Jalaluddin


Al-Mahally, Farid Wajdy, dan sebagainya.

• mengambil tengah-tengah (musawah), seperti Al-Baydlawy, Muhammad Abduh, Al-


Naisabury, dan sebagainya.

Semua ulama diatas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan al-Qur’an dengan


menggunakan metode Tahlily, akan tetapi corak dalam metode tafsir Tahlily masing-
masing berbeda.

II.2 Perkembangan Metode Tafsir At-tahlili


15
Yuliza, Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari Dan Tafsir Al-Razi), Liwaul Dakwah:
Volume 10, No. 2 Juli – Desember 2020. Hlm 52-53.
16
Yuliza, Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari Dan Tafsir Al-Razi), Liwaul Dakwah:
Volume 10, No. 2 Juli – Desember 2020. Hlm 52-53.
17
Pada zaman Nabi S.A.W. dan para sahabat, pada umumnya mereka adalah ahli
bahasa Arab dan mengetahui secara baik latar belakang turun ayat (asbâb an-nuzûl), serta
mengalami secara langsung situasi dan kondisi umat ketika ayat-ayat Al-Qur’an turun.
Dengan demikian, mereka relatif lebih mampu untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an
secara benar, tepat, dan akurat. Berdasarkan kenyataan sejarah yang demikian, maka
untuk memahami suatu ayat, mereka tidak begitu membutuhkan uraian yang rinci,
tetapi cukup dengan isyarat dan penjelasan global (ijmâliy). Itulah yang membuat lahir
dan berkembangnya tafsir dengan metode ijmâliy (global) dalam penafsiran Al-Qur’an pada
abad-abad pertama.18

Pada periode berikutnya, umat Islam semakin majemuk dengan


berbondongbondong bangsa non-Arab masuk Islam, terutama setelah tersebarnya Islam ke
daerah-daerah yang jauh di luar tanah Arab. Kondisi ini membawa konsekuensi logis
terhadap perkembangan pemikiran Islam; berbagai peradaban dan kebudayaan non-Islam
masuk ke dalam khazanah intelektual Islam. Akibatnya, kehidupan umat Islam menjadi
terpengaruh olehnya. Untuk menghadapi kondisi yang demikian para pakar tafsir ikut
mengantisipasinya dengan menyajikan penafsiran-penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang
sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan umat yang semakin
beragam.19

Kondisi seperti yang digambarkan itulah yang merupakan salah satu pendorong
lahirnya tafsir dengan metode analitis (tahlîliy), sebagaimana tertuang di dalam kitab-
kitab tafsir tahlîliy, seperti Tafsir ath-Thabari dan lain-lain. Metode penafsiran tahliliy
terasa lebih cocok pada saat itu, karena dapat memberikan pengertian dan penjelasan yang
rinci terhadap pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian, umat terasa terayomi
oleh penjelasan-penjelasan dan berbagai interpretasi yang diberikan terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an di dalam kitab tersebut.20

Metode tahlili muncul dengan melalui beberapa tahapan periode penafsiran. Secara
global penjelasannya sebagai berikut;21

18
Prof Dr Abd. Hadi, M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Griya Media,
Salatiga, 2020. Hlm 59.
19
Prof Dr Abd. Hadi, M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Griya Media,
Salatiga, 2020. Hlm 59.
20
Prof Dr Abd. Hadi, M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Griya Media,
Salatiga, 2020. Hlm 59.
21
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqab fi ‘Ulum al-Qur’an, (Madinah Munawarah: majmu’ al-Malik al-Fahd, 1426H)
hal 1/347
Periode pertama, pada masa Nabi Muhammad saw, tafsir waktu itu terbatas pada penjelasan
pada kata-kata yang samar atau asing. Analisa tafsir secara kebahasaan kata dalam ayat di
masa Nabi sangat jarang sekali, dikarenakan waktu itu masyarakat tidak membutuhkan corak
tafsir seperti ini. Mereka sangat paham dengan bahasanya dan belum banyak tercampur
dengan orang-orang asing (ajam).22

Periode kedua, terjadi perluasan penafsiran secara besar-besaran. Hal itu menjadi kebutuhan
primer bagi orang-orang yang baru masuk islam, dimana mereka tidak menyaksikan langsung
turunnya wahyu. Mulailah adanya kebutuhan tafsir secara bahasa setahap-setahap. Hingga
islam menyebar di timur dan barat. Sebagaimana di nukil bahwa Umar bin Khattab
memberikan perhatian khusus pada segi bahasa. Begitu pula Ibnu Abbas ra., merupakan
sahabat Nabi saw yang berandil besar dalam menafsirkan al Qur’an al Karim.23

Periode ketiga, periode tafsir tahlili muncul setelah ilmu-ilmu keislaman dibukukan. Dan
muncul ilmu baru yang berkhidmat pada al-Qur’an al-Karim. Mulai analisa nash ayat al-
Qur’an dengan bentuk yang lebih luas, seperti nahwu, shorof dan balaghah. Oleh karena itu
terjadi peluasan penjelasan nash ayat al-Qur’an dalam ilmu bahasa arab dalam rangka
menjelaskan kata-kata gharib (asing) dalam al-Qur’an. Maka ditulislah secara khusus yang
menjelaskan makna kata dalam al-Qur’an seperti buku majaz al-Qur’an yang ditulis olrh Abu
Ubaidah (w 210H). Beliau menafsirkan petunjuk kata al-Qur’an, menjelaskan bacaan ayat
dan berbicara tafsirnya secara keilmuan bahsa secara murni.24

Periode keempat, Perkembangan Metode ini lebih dikenal sejak ahli tafsir al-Farra (w.
206H/821M) menerbitkan kitab tafsirnya itu atau sejak Ibn Majah (w. 237H/851M), atau
sejak masa periode penggabungan dari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir. Buku yang
paling lama dengan metode tahlili adalah buku yang ditulis oleh imam Muhammad bin Jarir
al-Tabari (w. 310H/922M). Perkembangan metode tafsir at tahlili mengalami perkembangan
yang sangat pesat pada masa-masa berikutnya. Bahkan, hingga kini, kitab-kitab tafsir yang
menggunakan pendekatan tafsir at tahlili masih terus mengalir penerbitannya.25

22
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqab fi ‘Ulum al-Qur’an, (Madinah Munawarah: majmu’ al-Malik al-Fahd, 1426H)
hal 1/347
23
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqab fi ‘Ulum al-Qur’an, (Madinah Munawarah: majmu’ al-Malik al-Fahd,
1426H) hal 1/347
24
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqab fi ‘Ulum al-Qur’an, (Madinah Munawarah: majmu’ al-Malik al-Fahd,
1426H) hal 1/347
25
Drs. Ahmad izzan, M.Ag , Metodologi Ilmu Tafsir,(Bandung: tafakur), hlm 104
II.3 Langkah Operasional Metode Tahlili

Cara mufassir dalam menafsirkan memberikan perhatian sepenuhnya kepada


semua aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkannya dengan tujuan
menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat. Dalam menafsirkan Al-Quran
dengan metode tahlili mufassir biasanya melakukan sebagai berikut:26

1. Menerangkan hubungan (munasabah) baik antara satu ayat dengan ayat yang
lain maupun antara satu surat dengan surat yang lain. mufasir menarasikan
penafsirannya berdasarkan struktur urutan susunan ayat dan surat dalam mushaf al-
Qur’an mulai dari awal sampai dengan akhir. Mufasir memberikan penjelasan mulai
dari ayat pertama dan surat pertama dalam al-Qur’an kemudian dilanjutkan yang kedua,
yang ketiga, dan seterusnya sampai dengan surat dan ayat terakhir dalam al-Qur’an
Mushaf Uthmānī.

2. Menerangkan sebab-sebab turunnya ayat (asbab al-nuzul) Menerangkan Sebab sebab


turun ayat. Menerangkan sebab-sebab turun ayat dengan berdasarkan riwaat sah. Dengan
mengetahui sebab turun ayat akan membantu dalam memahami ayat. Hal ini dapat
dimengerti karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat.

3. Menganalisis mufradat (kosa kata) dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab.
Menerangkan konteks ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian
satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata
dalam redaksi ayat itu. Menjelaskan arti kata-kata yang sulit. Setelah menafsirkan
dan menyebutkan ayat-ayat yang akan dibahas kemudian diuraikan lafadz yang sulit
bagi kebanyakan pembaca. Penafsir meneliti muatan lafadz itu kemudian menetapkan
arti yang paling tepat setelah memerhatikan berbagai hal yang munasabah dengan
ayat itu.

4. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Memberikan garis besar
maksud beberapa ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu
ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam
redaksi ayat itu.

5. Menerangkan unsur-unsur fasahah, bayan, i’jaz-nya, bila dianggap perlu. Memahami


disiplin ilmu tertentu. Dinamika transformasi peradaban akan membawa pengaruh
26
Yuliza, Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari Dan Tafsir Al-Razi), Liwaul Dakwah:
Volume 10, No. 2 Juli – Desember 2020. Hlm 47-50.
terhadap pemahaman al-Qur’an. Sudah jelas Al Qur’an sangat menghargai transformasi
peradaban yang sarat dengan inovasi-inovasi ilmiah. Al-Qur’an sangat menghargai
penemuan-penemuan ilmiah dengan berprinsip pada ada tidakya redaksi ayat yang
dapat membenarkan penemuan itu

6. Menerangkan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas, khusus untuk
ayat-ayat ahkam.

7. Menerangkan makna dan maksud syara’ yang terkandung dalam ayat bersangkutan
Memerhatikan keterangan- keterangan yang bersumber dari nabi dan sahabat atau
tabi’in. Cara menafsirkan al-Qur’an yang terbaik adalah mencari tafsirannya dari al-
Qur’an,, apabila tidak dijumpai di dalamnya maka mencari tafsirannya dari sunnah.
Apabila sunnah. idak dijumpai, maka dikembalikan kepada perkataan sahabat dan tabiin.

Dalam penerapan metode tahlili para mufassir tidak sama dalam menggunakan urutan
langkah-langkahnya. Ada juga yang tidak menggunakan salah satu dari langkah tersebut,
sehingga lebih tergantung kepada hal yang dianggap penting oleh mufassir.

Pada zaman kontemporer sekarang ini, Nampak jelas ada perhatian serius pada
metode ini. Yakni ada tambahan langkah-langkah baru dari sebelumnya, atau ada
pembagian bab yang jelas secara berurutan, sehingga dapat dipahami dengan mudah.
Perkembangan ini banyak terjadi pada dunia akademisi, terkhusus pada akademisi jurusan
tafsir, baik tafsir surat tertentu ataupun tafsir al-Qur‟an secara keseluruhan. Di antara
tema bab yang ditawarkan dalam metode tafsir tahlili ini sebagai berikut 27

1. Apa faidah dari nash ayat

Nash al-Qur‟an mengandung banyak petunjuk, makna, dan isyarat. Hal ini menunjukkan
tingkatan tertinggi kefasihan bahasa dan balagah. Selain itu juga, ada faidah yang
diambil dari nash ayat dan ruhnya, tetapi faidah ini mengantarkan pada faidah dalam
kehidupan ilmiah. Adanya langkah ini akan menjadi mengingat bagi pembacanya, atau
memberikan ringkasan baginya. langkah ini terkadang dengan nama lain seperti; Hidayah
ayat, Fawaid ayat, dan petunjuk ayat .

2. Hikmah pensyariatan dalam ayat

27
Syaeful Rokim, “Mengenal Metode Tafsir Tahlili”, December 2017, Al - Tadabbur Jurnal Ilmu Al-Qur an dan
Tafsir 2(03). hlm 51-53.
Ini mungkin yang dibutuhkan dalam di masa sekarang ini. Sebagian besar masyarakat
mencari penjelasan hikmah pensyariatan, agar hati mereka thuma’ninah. Mereka menyadari
bahwa apa yang dibawa islam (dalam Al-Qur‟an) selaras dengan akal, ilmu dan realita.
Hal ini akan kita temukan dalam kitab-kitab tafsir modern seperti Rawa‟I al-bayan dan al
Tafsir al-Munir.

3. I‟jaz keilmuan dalam nash al-Qur‟an

Ada beberapa ayat yang mengandung petunjuk pada bidang keilmuan dan penemuan
ilmiah modern,seperti ilmu falak (astronomi), ilmu kedokteran dan lain-lain.Walaupun al-
Qur‟an bukan buku ilmu astronomi, kimia, kedokteran, hanya saja al-Qur‟an mengobati
manusia dan membentuk psikologi, akhlak, dan pemikiran.Manusia diberikan ruang
untuk meneliti dan eksperimen pada bidang ilmiah (kauniyah). Para ulama kaum Muslimin
juga memandang baik dalam mengambil manfaat dari hasil penelitian tentang alam,
kehidupan, dan manusia untuk memahami al-Qur‟an.Hal itu dapat memperdalam
pemahaman mengenai nash al-Qur‟an. Hanya saja tidak boleh untuk memperkuat
pendapat perorangan sedangkan tidak ada korinah yang kuat.

4. Penjelasan historis masyarakat (sosiologis) saat ayat turun

Kondisi masyarakat atau kejadian yang terjadi sebelum turunya ayat alQur‟an atau apa yang
terjadi di masa Nabi Muhammad saw sangat membutuhkan perincian dan penjelasan yang
cukup. Sehingga pembaca dapat memahami petunjuk ayat secara hakiki.Terkadang ada
isyarat pada beberapa kejadian yang membutuhkan pengetahuan yang syamil
(komprehensif), dikarenakan ayat turun berkenaan tentang kejadian itu.Seperti ayat-ayat
permulaan pada surat al-Mujadilah juz 28.

5. Kandungan pengetahuan insani dan sosial kontemporer seperti ilmu psikologi,


ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu pendidikan dan lainnya.

Tidak diragukan lagi, bahwa sebagian besar dari ilmu-ilmu yang ada di zaman sekarang
ini memiliki dasar dan akar di dalam alQur‟an.Imam al-Suyuti mengatakan bahwa
kitabullah (al-Qur‟an) mencakup segala sesuatu (ilmu).Adapun berbagai beragam ilmu
yang ada itu ada petunjuknya di dalam al-Qur‟an. Pada kesempatan yang lain imam Suyuti
mengatakan bahwa al-Qur‟an berisikan juga ilmu-ilmu selain ilmu terdahulu, seperti
kedokteran, arsitek, dan lainnya.
II.4 Karya Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahliliy

Merujuk pada ragam metode tafsir Thaliliy berdasarkan pada corak bahasannya, Di
antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah:

bi al ma’tsur

 Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Imam Ibn Jarir al-Tabari.


 Tafsir al-Qur’an al-’Adim karya Ibn Kathir.

bi al ra’yi

 Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-Ta’wil, karya Mahmud al-Nasafi,


 Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil karya Al-Khazin.

sufi

 Tafsir al-Qur’an al-’Adim, karya Imam al-Tusturi.

fikih

 Tafsir Ahkam al-Qur’an, karya Al Jassah


 al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Imam Al-Qurtubi.

falsafi

 Mafatih al-Ghayb karya Fakhr al-Din al-Razi.

‘ilmi

 kitab al-Islam Yata’adda karya Wahid al-Din Khan.

adabi ijtima’i

 Tafsir al-Mannar karya Muhammad ’Abduh dan Rasyid Ridha

Jika mengacu pada panjang pendeknya pembahasan, dapat dilihat pada kitab-kitab tafsir
berikut ini ;

 yang menulis dengan sangat panjang, seperti kitab tafsir karya al-Alusi, Fakhr al-Din
arRazi, dan Ibn Jarir ath-Thabari;
 ada yang sedang, seperti kitab Tafsir al-Baidhawi dan an-Naisaburi;
 dan ada pula yang ditulis dengan ringkas, tetapi jelas dan padat, seperti kitab
Tafsîr alJalâlaiyn karya Jalal ad-Din Suyuthi dan Jalal ad-Din al-Mahalli dan kitab
Tafsir yang ditulis Muhammad Farid Wajdi.28

II.5 Aplikasi dan Contoh Metode Tahlili

‫َو ٱُهَّلل َخ َلَقُك ۡم ُثَّم َيَتَو َّفٰى ُك ۚۡم َوِم نُك م َّم ْن ُيَر ُّد ِإَلٰٓى َأۡر َذ ِل ٱۡل ُعُمِر ِلَك ۡي اَل َيۡع َلَم َبۡع َد ِع ۡل ٍم َش ۡي أًۚ ِإَّن ٱَهَّلل َع ِليم َقِدْيٌر‬

Artinya: “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu, dan diantara kamu
ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak
mengetahuinya. Sesungguhnya allah maha mengetahui lagi maha kuasa”. (Qs. An-Nahl
[16]:70)

Allah Ta’ala berfirman, “Allahlah yang menciptakan kalian, wahai manusia, dan mengadakan
kalian, padahal sebelumnya kalian tidak ada, bukan tuhan-tuhan yang kalian sembah selain-
Nya itu. Oleh karena itu, sembahlah Tuhan yang menciptakan kalian, bukan yang lain. ‫َيَتَو َّفٰى ُك ۚۡم‬
‘Mewafatkan kamu’ dia mengatakan: Mencabut nyawamu. ‫‘ َوِم نُك م َّم ن ُيَر ُّد ِإَلٰٓى َأۡر َذ ِل ٱۡل ُع ُم ِر‬Dan di
antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah’, dia mengatakan: Di
antara kalian ada yang hidup hingga tua-renta sehingga menjadi umur yang paling lemah.”
Sebuah pendapat mengatakan bahwa usia yang dimaksud adalah 75 tahun.

Muhammad bin Isma’il Al Fazari menceritakan kepadaku, ia berkata: Muhammad bin


Sawwar mengabarkan kepadakami, ia berkata: Asad bin Imran menceritakan kepada kami
dari Sa'd bin Tharif, dari Ashbagh bin Nabatah, dari Ali, tentang firman Allah, ‫َوِم نُك م َّم ن ُيَر ُّد ِإَلٰٓى‬
‫ۡل‬
‫“ َأۡر َذ ِل ٱ ُع ُم ِر‬Dan di antara kamu ada yang dikcmbalikan kepada umur yang paling lemah," ia
berkata, Yaitu usia 75 tahun.

Firman Allah, ‫“ ِلَك ۡي اَل َيۡع َلَم َبۡع َد ِع ۡل ٖم َش ۡي ًۚأ‬supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang
pernah diketahuinya.” Dia mengatakan: Kami mengembalikannya kepada usia yang paling
lemah agar ia kembali tidak tahu, sebagaimana masa kanak-kanaknya. Dia mengatakan: Agar
ia tidak tahu apa-apa setelah ia mengetahuinya pada masa mudanya. Pengetahuan itu hilang

28
Prof Dr Abd. Hadi, M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Griya Media,
Salatiga, 2020. Hlm 63.
dan terlupakan karena usia senja, sehingga ia tidak mengetahui apa-apa lagi tentangnya.
Pengetahuan itu tercabut dari akalnya, sehingga ia menjadi tidak tahu apa-apa setelah
mengetahui.

‫ “ ِإَّن ٱَهَّلل َع ِليٌم َق ِد يٌر‬Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” Maksudnya,
Sesungguhnya Allah yang tidak lupa dan tidak berubah pengetahuan-Nya itu adalah Maha
Mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi dan sedang terjadi, lagi Maha Kuasa atas
kehendak-Nya Dia tidak bodoh dan tidak lemah untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki-
Nya.29

II.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Tahlîli

Yuliza (2020) menguitp Baidan (2005) , bahwa keistimewaan metode tafsir Tahliliy

terletak pada ;30

1. Ruang lingkupnya yang luas sehingga dapat menampung berbagai ide dan gagasan dalam
upaya menafsirkan al-Qur’an. Disamping itu, metode yang digunakan oleh mufassir dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan keahlian para mufassir.

2. Memuat berbagai ide sehingga para mufassir mempunyai kebebasan dalam memajukan
ide- ide dan gagasan-gagasan baru dalam penafsiran alQur’an. Barangkali kondisi inilah
yang membuat tafsir tahlili lebih pesat perkembangannya.

Sebaliknya, kelemahan metode tahlili bisa dilihat dari tiga hal:

1. Menjadikan petunjuk al-Qur’an parsial Hal ini menimbulkan kesan seakanakan Al Qur’an
memberikan pedoman tidak utuh dan konsisten karena adanya perbedaan, akibat dari tidak
diperhatikannya ayat-ayat yang mirip.

2. Melahirkan penafsiran yang subyektif Hal ini berakibat banyaknya mufasir yang
menafsirkan Al Qur’an sesuai dengan kemauan hawa nafsunya sesuai dengan ide-ide dan
pemikirannya.

3. Membuka peluang masuknya pemikiran isra’iliyat. Terbentuknya opini yang belum


tentu cocok dengan yang dimaksud Allah di dalam firmanNya.
29
Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, Jilid 16 (Pustaka Azam:
Jakarta, 2007), Hal 215-216.
30
Yuliza, Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari Dan Tafsir Al-Razi), Liwaul Dakwah:
Volume 10, No. 2 Juli – Desember 2020. Hlm 53-54..
Sejalan dengan Baidan (2005), Hadi (2020) juga mengungkapkan kelebihan dan
kekurangan Metode tafsir Tahlîliy sebagai berikut; 31

1) Kelebihan metode Tafsir Tahliliy

 Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan
tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf,

 Mudah mengetahui relevansi/munâsabah antara suatu surat atau ayat dengan surat
atau ayat lainnya,

 Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat, meskipun


inti penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat yang lain, jika
ayat-ayat yang ditafsirkan sama atau hampir sama, dan

 Mengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum, sejarah, sains, dan lain-
lain.

 Keluesan dan keutuhannya dalam memahami al-Qur’an, maksudnya dengan metode


tahlili seseorang diajak untuk memahami al-Qur’an mulai dari awal mushaf (al-
Fatihah) sampai akhir (surat al-Nas).32

2) Kelemahan Metode Tafsir Tahlîliy

 Menghasilkan pandangan-pandangan yang parsial dan kontradiktif dalam


kehidupan umat Islam.

 Faktor subjektivitas tidak mudah dihindari, misalnya ada ayat yang ditafsirkan dalam
rangka membenarkan pendapatnya

 Terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap ayat-ayat yang


mempunyai tema yang sama masuknya pemikiran isrâîliyyât.

 Kajiannya tidak mendalam, tidak detail dan tidak tuntas dalam menyelesaikan topik-
topik yang dibicarakan, termasuk juga kelemahan metode tahlili terletak pada

31
Prof Dr Abd. Hadi, M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Griya Media,
Salatiga, 2020. Hlm 64.
32
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm 112-113.
jalannya yang terseok-seok (tidak tersistematis) inilah yang dikritik oleh
Muhammad Rasyid Ridha.33

Meskipun demikian, metodologi tahlili telah memberikan pemahaman yang luas dari suatu
ayat dengan melihatnya dari berbagai aspek: bahasa, fikih, teologi, filsafat, sain dan
sebagainya, sehingga metode tahlili (analitis) lebih berperan dan lebih banyak
diandalkan daripada metodemetode yang lain

BAB III

PENUTUP

33
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm 112-113.
Keberadaan metode ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam
melestarikan dan mengembangkan khazanah intelektual Islam, khususnya dalam bidang
tafsir Al-Qur’an. Adanya metode tahlîliy, maka lahir karya-karya tafsir yang besar-besar
sebagaimana yang telah disebutkan di depan. Berdasarkan kenyataan itu dapatlah dikatakan,
urgensitas metode ini tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun. Dalam penafsiran
AlQur’an, jika ingin menjelaskan dengan firman Allah dari berbagai segi seperti bahasa,
hukum -hukum fiqih, teologi, filsafat, sains, dan sebagainya, maka di sini metode tahlîliy
lebih berperan dan lebih dapat diandalkan dari pada metode-metode yang lain. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan, bahwa jika menginginkan pemahaman yang luas dari suatu ayat
dengan melihatnya dari berbagai aspek, maka jalan yang ditempuh adalah menggunakan
metode tafsir tahlîliy. Dan inilah salah satu urgensi pokok bagi metode ini dibandingkan
dengan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Al- Munawar, S.Agil Husin, DR. H. MA. , Drs. Masykur Hakim, I’Jaz Al
Qur’an Dan Metodologi Tafsir, Penerbit Dina Utama, Semarang, 1994.
Al-Suyuti, Abd al-Rahman, al Itqab fi ‘Ulum al-Qur’an, (Madinah
Munawarah: majmu’ al-Malik al-Fahd, 1426H) hal 1/347

Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir, Tafsir ath-Thabari, Terj.


Ahsan Askan, Jilid 16. Pustaka Azam: Jakarta, 2007.

Hadi, Abd, Prof. Dr. M. Ag, Metodologi Tafsir Dari Masa Klasik Sampai
Masa Kontemporer, Griya Media, Salatiga, 2020.

Izzan, Ahmad, Drs. M.Ag, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur,


2003.

Mu’min, Ma’mun, Dr. M,Ag. M.Si. M.Hum, Metodologi Ilmu Tafsir, Idea
Press, Yogyakarta, 2016.

Putra, Aldomi, Metodologi Tafsir, Juli 2018, Jurnal Ulunnuha 7(01), Hlm
41-66

Rokim, Syaeful, Mengenal Metode Tafsir Tahlili, December 2017, Al -


Tadabbur Jurnal Ilmu Al-Qur an dan Tafsir 2(03). hlm 41-56.

Suma, Muhammad Amin, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, Pustaka Firdaus.


Jakarta, 2001.

Yuliza, Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari Dan


Tafsir Al-Razi), Liwaul Dakwah: Volume 10, No. 2 Juli – Desember 2020. Hlm 41-
60

Anda mungkin juga menyukai