Anda di halaman 1dari 5

Peran Hasbi Ash-Shiddieq dalam bidang hadits

Perkembangan kajian hadis di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga periode,


yaitu periode awal (abad ke-17-18), periode kedua (abad ke-19) dan periode ketiga (abad ke-20
hingga sekarang). Hal inilah yang diungkapkan oleh Ahmad Fudhaili di dalam penelitiannya
mengenai geneologi perkembangan hadis di Nusantara. Menurutnya, masing-masing periode
memiliki ciri khas dan karakteristik yang berbeda-beda. Pada periode pertama misalnya, karya-
karya hadis yang dihasilkan oleh ulama Indonesia masih dalam ruang lingkup yang sangat
terbatas berupa antologi hadis-hadis pilihan yang diarahkan untuk menjadi pedoman bagi
pembinaan praktek ibadah. Kitab-kitabnya juga ditulis dalam bahasa Melayu dan aksara pegon.
Pada periode kedua kitab-kitab hadis cenderung ditulis di dalam bahasa Arab dan banyak
dikaji di pesantren-pesantren. Sedangkan periode ketiga adalah masa dimana muncul tokoh-
tokoh yang melahirkan karya-karya dengan inisiatif-inisiatif yang baru. Ulama pada periode
ketiga mayoritas menulis karya- karyanya dengan bahasa lokal, sehingga hal tersebut dapat
memberi kemudahan bagi masyarakat untuk memahaminya. Namun hal yang demikian juga
berpengaruh pada konsumen yang membaca karya mereka. Pada periode kedua karya-karya
ulama banyak dikaji oleh para santri, sedangkan karya ulama para periode ketiga lebih banyak
dikaji oleh para akademisi, mahasiswa dan masyarakat secara umum."
Dari beberapa periode yang telah disebutkan di atas, kajian hadis meraih puncaknya pada
periode ketiga. Pada masa ini muncul tokoh-tokoh hadis yang melahirkan karya-karya yang
cemerlang. Salah satu tokoh pada periode ketiga adalah T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ia telah
banyak berkontribusi dalam mengembangkan dan memberikan warna baru dalam pengkajian
hadis di Indonesia, terutama pada bidang pemahaman hadis. Peran dan kontribusinya tercermin
dari karya-karyanya yang terus dikaji hingga saat ini oleh banyak kalangan, baik oleh akademisi
hadis maupun masyarakat biasa. Karya-karya yang dihasilkan oleh Hasbi juga terus dicetak dan
diperbaharui hingga awal abad ke-21. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontribusinya terus
hidup di tengah-tengah masyarakat meskipun tangan yang menulisnya telah tiada.1
Hasbi telah berhasil mendobrak tradisi penulisan kitab hadis di Indonesia. Ia hadir
dengan delapan karyanya dalam bidang hadis yang dua di antaranya merupakan karyanya
mengenai syarah hadis. Dalam menulis karyanya, Hasbi memfokuskan dirinya untuk menulis
karya dalam bahasa Indonesia karena menurutnya hal pertama yang harus dilakukan agar kajian
Islam dapat berkembang dan tersebar di Indonesia
Lebih lanjut, jika diperhatikan ulama-ulama sebelum Hasbi atau lebih tepatnya yang
hidup pada periode perkembangan hadis pertama dan kedua menulis kitabnya dengan
menyesuaikan pada kondisi dan kebutuhan masyarakat kala itu. Pada periode awal masyarakat
banyak yang baru mengenal Islam, sehingga kitab-kitab hadis ditulis dengan ringkas dan lebih
diarahkan pada praktik-praktik keagamaan saja seperti kewajiban-kewajiban dasar yang harus
dilakukan oleh kaum muslimin.
Maka sudah jelas bahwa sasaran yang ingin dicapai oleh ulama pada periode ini adalah
masyarakat secara umum. Sedangkan pada periode kedua, sasaran yang ingin dituju oleh para
1
Ira Nur Azizah, Studi Atas Pemikiran T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Jakarta, 2020, hal 75

1
ulama tampaknya adalah para santri dan program pembelajaran hadis di pesantren. Kitab-kitab
hadis pada masa ini juga ditulis dalam bahasa Arab sangat sesuai dengan standar yang diinginkan
oleh pesantren. Adapun Hasbi sebagai tokoh yang masuk dalam periode ketiga menjadikan
mahasiswa dan masyarakat umum sebagai sasaran dari karya-karya hadis yang ia hasilkan. Hal
ini didukung oleh kenyataan bahwa Hasbi adalah dosen yang aktif mengajar di Perguruan Tinggi
Islam kala itu. Maka adalah sesuatu yang sangat memungkinkan jika karyanya dijadikan sebagai
buku wajib mahasiswa dan rujukan pada mata kuliah hadis di tempat ia mengajar2.
Peran Mahmud Yunus dalam bidang hadits
mahmud Yunus, seorang pembaru pendidikan di Indonesia yang menyebarkan hadis di
wilayah Indonesia dengan inovasi lebih baru dari pada dari tokoh-tokoh hadis Indonesia
sebelumnya yang mengajarkan hadis melalui majelis-majelis atau halaqah-haaqah, yaitu melalui
sistem kurikulum di madrasah-madrasah ataupun Perguruan Tinggi secara formal. Di Indonesia,
Mahmud Yunus lebih dikenal sebagai seorang spesialis pendidikan, tetapi di sisi lain ia juga
handal dalam bidang hadis dan ilmu hadis maupun keilmuan lainnya, terbukti dari beberapa
karya yang beliau tulis dalam kedua bidang tersebut. Oleh karena itu, penting untuk dikaji
bagaimana kontribusi yang diberikan Mahmud Yunus terhadap studi hadis di Indonesia dan
bagaimana pandangannya terhadap hadis dan ilmu hadis itu sendiri.
Selain itu, pemikiran Mahmud Yunus dalam bidang hadis merupakan warisan berharga
yang diberikan untuk kemajuan Islam di tanah Indonesia. Keberadaannya membuktikan bahwa
hadis telah menyebar luas di negeri ini. Maka, mempelajari, mengkritisi, dan melakukan refleksi
atas kitab-kitab tersebut menjadi penting. Tidak hanya sebatas menemukan kelebihan dan
kekurangan yang terdapat dalam kitab tersebut, melainkan juga untuk menyingkap tradisi (turats)
masa lalu yang masih tersisa dan dirasakan manfaatnya sampai sekarang ini. Akan tetapi,
pembahasan ini belum dikaji saecara khusus oleh pemerhati hadis Indonesia. Kebanyakan dari
kajian yang ada lebih menonjolkan pembahasan tentang Mahmud Yunus pada bidang
pendidikan, sebagian tentang pandangannya terkait al-Qur’an. 3
Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Bidang hadits
Hadis Pada masa kehidupan Hasbi, di Indonesia studi hadis dan keilmuanya dapat
dikatakan masih langka, disebabkan masih sangat sedikitnya karya-karya di bidang hadis yang
dihasilkan oleh ulama Indonesia. Namun perkembangan pengkajian hadis dan keilmuannya di
Indonesia semakin mendapatkan tempatnya dan bahkan semakin pesat adalah pada akhir-akhir
abad ke-20. Sebagai tokoh yang juga ahli dalam bidang hadis, Hasbi banyak memiliki pandangan
dalam bidang ini. Untuk kepentingan pembahasan, penulis akan mensistematisasi pemikiran
Hasbi dalam bidang hadis pada hal-hal berikut. Pertama, pandangannya tentang hakikat Hadis
dan Sunnah serta periodisasinya. Kedua, kriteria kesahihan hadis, Ketiga, penelitian dan
pemeliharaan Hadis. Keempat, metodologi pemahaman hadis (sharh al-hadîth).4

2
Ira Nur Azizah, Studi Atas Pemikiran T.M Hasbi Ash-Shiddieqy hal. 146
3
Munirah, Mahmud Yunus dan Kontribusinya dalam Perkembangan Studi Hadis dan Ilmu Hadis di Indonesia
4
Aan Supian. Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Kajian Ilmu Hadis, Jurnal Mutawâtir |Vol.4|No.2|
Juli-Desember 2014|281

2
a. Hakikat hadits dan sunnah
Menurut Hasbi, hadis dan sunnah merupakan dua term yang berbeda, baik dari
segi bahasa maupun istilah. Hadis adalah segala peristiwa yang disandarkan kepada
Nabi Saw, meskipun hanya terjadi sekali sepanjang hidupnya dan walaupun hanya
diriwayatkan dari seorang perawi saja. Sedangkan sunnah merupakan adalah istilah
bagi amaliyah yang mutawatir, yaitu cara Nabi Saw melaksanakan suatu ibadah
bersama dengan para sahabat, lalu para sabahat terus melakukannya.
jika selama ini di dalam disiplin ilmu hadis dikenal istilah hadis fi 'li dan hadis
qauli, maka Hasbi pun membagi sunnah kepada dua tipologi, yaitu sunnah fi'liyah
dan sunnah tarkiyah. Sunnah filiyah merupakan segala sesuatu yang dilakukan oleh
Nabi Saw. Amaliyah Nabi Saw yang mengandung dasar ibadah maka hukumnya
sunnah menurut Hasbi. Sedangkan untuk amaliyah Nabi Saw dan tidak mengandung
unsur ibadah, maka hal tersebut menegaskan kebolehannya saja, dalam artian bahwa
perbuatan tersebut tidak haram jika dilakukan. Adapun sunnah tarkiyah merupakan
amalan yang tidak dilakukan oleh Nabi Saw. Maka meninggalkan amalan tersebut5

b. Kritera keshahihan hadits


Hasbi menuturkan bahwa tidak tergolong shahih semua hadis yang mungati' dan
mursal. Begitu pula tidak termasuk hadis shahih jika perawinya terdapat cacat dan
tidak kuat hafalannya atau memiliki banyak kekeliruan. Adapun yang dimaksud
dengan syādz menurut Hasbi adalah keganjilan seperti menyalahi riwayat dari orang-
orang yang terpercaya. Terhindar dari illat atau cacat maksudnya adalah tidak
mengandung kesalahan-kesalahan yang tersembunyi. Sebagai contoh adalah
didapatinya sebuah fakta bahwa di antara perawi yang meriwayatkan hadis ada yang
tidak kuat hafalannya, padahal sebelumnya ia diketahui kuat ingatannya. Illat yang
terdapat di dalam hadis hanya dapat ditemukan dengan pengkajian secara menyeluruh
dan mendalam dan tidak sembarang orang dapat mengetahuinya.6
Pemikiran Mamud yunus dalam bidang hadits
Mahmud Yunus adalah seorang tokoh yang menerapkan pengajaran dalam bahasa Arab.
Yunus lebih menekankan pada pengajaran bahasa Arab. Sebab bahasa merupakan hal utama
dalam mempelajari ilmu-ilmu keislaman, seperti Alquran, hadis dan kitab-kitab fiqh. Sehingga
perhatian Mahmud Yunus terhadap pengajaran bahasa Arab ini berawal dari rasa ketidakpuasan
atas sistem pengajaran berbentuk halaqah. Dalam hal ini seorang guru membaca dan
menjelaskannya sedangkan para murid mendengarkan dan mencatat yang perlu untuk dicatat.
(Herry Mohammad, 2006: 87).
Walaupun Mahmud Yunus lebih dikenal dengan tokoh pendidikan di Indonesia,
dibandingkan sebagai tokoh hadis. Namun, hal demikian tidak dipungkiri bahwa Yunus juga ahli
dalam bidang hadis dan ilmu hadis sebagaimana yang tertuang dalam dua buah karyanya pada
bidang hadis yang berjudul ilmu mushthalah al-hadits dan ilmu mushtalah hadis. Pada kedua

5
Ira Nur Azizah, Studi Atas Pemikiran T.M Hasbi Ash-Shiddieqy hal. 81
6
Ira Nur Azizah, Studi Atas Pemikiran T.M Hasbi Ash-Shiddieqy hal. 85

3
karyanya tersebut ia memberikan perhatian yang begitu besar dalam kajian hadis. Maka dengan
hasil karyanya di bidang hadis, dapatlah dikatakan bahwa Mahmud Yunus juga dikategorikan
sebagai tokoh hadis Sumatera Barat.
Selain itu, Yunus juga menyumbang perhatian yang sangat besar terhadap kajian ilmu
hadis dengan memasukkannya pada kurikulum pendidikan dan ia mampu menghadirkan kajian
ilmu hadis dalam bentuk berbahasa Indonesia yang pertama dan di pakai sebagai bahan ajar di
Madrasah-Madrasah maupun pesantren-pesantren. Yang mana pada mulanya kajian ilmu hadis
hanya termasuk ke dalam mata pelajaran agama Islam. Dengan memberikan perhatiannya yang
sangat besar terhadap hadis, maka Yunus mengelompokkan keilmuan hadis ke dalam kurikulum
pendidikan sebagai mata pelajaran tersendiri. Sehingga sedikit banyaknya Yunus juga mengutip
hadis pada salah satu karyanya yang berjudul tentang Akhlak Menurut Alquran dan Hadis Nabi
SAW
Hadis-hadis yang dikutip dalam karyanya tersebut tidak menyebutkan sanadnya, namun
ia hanya menyebutkan perawinya saja. Akan tetapi, terdapat dua hadis yang disebutkan sanad
akhirnya yang berasal dari Abu Hurairah. Kemudian hadishadis tersebut diberi penjelasan
dengan menggunakan pendapat Mahmud Yunus sendiri dan pendapat ulama lainnya.

Telaah karya hasbi


Kegiatan menulis Hasbi sudah dimulai sejak awal tahun 1930-an. karya tulisnya yang
pertama adalah sebuah booklet yang berjudul Penoetoep Moeloet. Sejak tahun 1939 Hasbi
menjadi penulis tetap pada majalah bulanan Pedoman Islam. Kemudian mulai tahun 1940, ia
menulis untuk majalah-majalah Pandji Islam yang diterbitkan di Medan. Ketika menjadi tawanan
di Lembah Burnitelong pun, Hasbi tetap menghasilkan karya tulisnya. Dan setelah menetap di
Yogyakarta, sejak tahun 1951 karya tulisnya sangat meningkat. Pada dekade tahun 1960 an
Hasbi berhasil merampungkan Naskah Tafsir al-Nur 30 jilid. Hasbi adalah orang yang sangat
produktif dalam menghasilkan karya tulis, terbukti dengan banyaknya karya-karya hasil buah
penanya. Adapun judul buku dan artikel hasil karya Hasbi di bidang T7afsir dan Hadis adalah
sebagai berikut:
a. Beberapa Rangkuman Hadis, Bandung: alMa’arif 1952
b. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1954
c. 2002 Mutiara Hadis, terdiri dari 8 jilid, Jakarta: Bulan Bintang 1954-1980
d. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, 2 jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1958
e. Problematika Hadis Sebagai Dasar Pembinaan Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1964
f. Koleksi Hadis-hadis Hukum, Ahkam alNabawiyah, 11 jilid, Bandung: al-Ma’arif, 1970-
1976
g. Ridjalul Hadis, Yogyakarta: Matahari Masa, 1970 8

7
Umi kalsum hasibuan, Mahmud Yunus dan Kontribusi Pemikirannya Terhadap Hadis, hal 7-8
8
Sajida putri, Hasbi Ash-Shiddieqy dan Pemikirannya dalam Bidang Hadis hal. 6

4
Karya mahmud yunus
Mahmud Yunus tidak memiliki karya khusus tentang hadis karena memang dia bukan spesialis
dalam bidang hadis. Meskipun demikian, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
Mahmud menguasai berbagai ilmu, di antaranya adalah hadis dan ilmu hadis. Oleh karena itu,
sedikit banyaknya dia juga mengutip hadis dalam karya-karyanya. Seperti di dalam karyanya
Akhlak menurut al-Qur’an dan Hadis Nabi saw yang berisi tentang akhlak. Buku kecil yang
terdiri dari 32 halaman ini ditulis dalam bahasa Indonesia dan terdiri dari 8 bab.30 Masing-
masing bab memuat ayat al-Qur’an, hadis-hadis nabi, dan cerita sesuai dengan tema bab tersebut.
Karena banyaknya hadis yang dimuat dalam buku tersebut, maka bisa dikatakan bahwa buku
tersebut merupakan buku hadis tematik yang dikombinasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an yang
terkait.9

9
Munirah, Mahmud Yunus dan Kontribusinya dalam Perkembangan Studi Hadis dan Ilmu Hadis di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai