Anda di halaman 1dari 8

ISSN 2622-9439; E-ISSN 2622-9447

Volume 2, Maret 2020


Halaman: 207-213

Era Digital dan Tafsir al Qur’an Nusantara:


Studi Penafsiran Nadirsyah Hosen di Media Sosial
Mabrur
Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen di Universitas Azzahra Jakarta - Indonesia
Email: mabroer_uinjkt@yahoo.com

Abstrak. Paper ini mengkaji penafsiran Al-Qur’an Nadirsyah Hosen yang dituangkan di media sosial dengan isu-isu kekinian.
Sebagai intelektual muda Islam beliau melakukan pergeseran pengkajian dengan berbasis digital dengan semangat zaman dan
kebutuhan keagamaan di Nusantara. Ada dua pokok utama yang dikaji. Pertama, karakteristik sebagai tafsir nusantara berbasis digital.
Kedua, mengkajinya dengan pendekatan hermeneutika. Berdasarkan pertimbangan penafsiran yang selalu terikat dan dipengaruhi
oleh sosio-kultur untuk melacak objektivitas penafsirannya. Maka, artikel ini menghubungkan relevansinya atas penafsiran
Nadirsyah Hosen sebagai tafsir nusantara di media sosial.

Kata Kunci: Tafsir Al-Qur’an; Nadirsyah Hosen; Media Sosial

PENDAHULUAN fondasi metodologis yang memberi pengaruh bagi tafsir


tafsir berikutnya (Syarifuddin dan Azizy,2015).
Dinamika penafsiran Al-Qur’an selalu mengalami Di tengah perkembangan tafsir itu, kehadiran
pergeseran dari waktu ke waktu, ia lahir dari kondisi metodologi dan coraknya pun berbeda-beda dalam
sosial dan semangat zaman yang berbeda. Karya tafsir menampilkan teks-teks Al-Qur’an. Khususnya pada
Al-Qur’an Indonesia lahir dari ruang sosial-budaya yang abad ke 20-21 ulama Nusantara telah mengkaji teks-teks
beragam dan kecenderungan para mufasir. Menurut Al-Qur’an dengan tafsiran dalam berbagai bahasa
Islah Gusmian sejak era ‘Abd ar-Rauf As-Sinkili (1615- (Indonesia, Jawa, Sunda dan Melayu). Jika ditelusuri,
1693 M) pada abad 17 M hingga era M. Quraish Shihab tafsir nusantara yang sudah menyejarah dengan berbagai
pada era awal abad 21 M di rentang waktu itulah karya- bahasa yaitu tafsir yang menggunakan bahasa Indonesia
karya tafsir al- Qur’an Indonesia lahir dari tangan para seperti Tafsir Al-Qur’an Hidayat al Rahman, Tafsir al-
intelektual Muslim dengan basis sosial yang beragama. Furqan karya A. Hasan (1928), Tafsir Al-Qur’an al-
Oleh sebab itu, Federspiel pernah melakukan studi Karim karya Mahmud Yunus (1935), Tafsir al-Nur
terhadap perkembangan studi Al-Qur’an di Indonesia karya Hasbi Asiddiqy, Tafsir al- Qur’an al-Karim karya
yang dilacak antara rentang waktu 1950-1980 (sekitar Halim Hassan (1955), Tafsir Al-Qur’an al-Hakim karya
30 tahun). Berdasarkan penelitiannya, Federspiel Kasim Bakry (1960). Tafsir al-Azhar karya Hamka
memberi kesimpulan bahwa terjadinya pergeseran atau (1973), Sementara tafsir berbahasa Arab-Melayu seperti
perubahan yang signifikan di periode tersebut yaitu Tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Abdul Rauf al-
sistematisasi studi tafsir yaitu karya tafsir lengkap 30 Sinkili yang ditulis pada pertengahan abad ke XVII
juz misalnya Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya Mahmud (1615-1693) (Zulyadain, 2018).
Yunus (1899-1973). Tak hanya itu, kajian-kajian studi Tak sampai disitu, belakangan ini masa “keemasan”
ilmu-ilmu Al-Qur’an atau metode tafsir turut mewarnai pertumbuhan tafsir dengan lahirnya tafsir al Misbah
perkembangan studi Al-Qur’an di Indonesia salah yang ditulis M. Quraish Shihab, tak sebatas dikenal
satunya karya T.M Hasbi Ash-Shiddieqy (1904-1975) mufassir, beliau juga penulis metodologi tafsir
Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir (Federspiel, 1994). al-Qur`an dalam berbagai karyanya, seperti
Menurut kajian Moh. Anwar Syarifuddin, salah satu “Membumikan” al-Qur`an dan Kaidah Tafsir,
tokoh yang berperan penting dalam perkembangan Nashruddin Baidan yang di samping menulis karya
literatur tafsir Indonesia modern adalah Mahmud Yunus tafsir, Tafsir Maudhu’i: Solusi Qur`ani atas Masalah
dengan karya-karya tafsir beliau yang terbit mulai paruh Sosial Kontemporer dan Tafsir Bi al-Ra’yi, juga
kedua abad ke 20. Bukan hanya itu, karya Mahmud menulis metode tafsir al-Qur`an dalam karyanya
Yunus tergolong sebagai hasil karya terjemahan Al- (Wardani, 2017).
Qur’an generasi pertama bersama Tafsir al Furqon Dengan keragaman bahasa yang digunakan dalam
karya Ahmad Hassan. Lebih lanjut, tafsir Mahmud tafsir nusantara yaitu tafsir berbahasa lokal seperti Jawa,
Yunus dianggap contoh baru atau model penulisan yang Sunda, Bugis dan atau lainnya maka model, ritme, dan
menyajikan beberapa karakteristik dengan upaya nuansa tafsir yang disajikan memiliki kekhasan
memasukkan elemen-elemen modernitas sebagai sekaligus meneguhkan identitas ke-Indonesia-an yang
mempunyai otoritas sama dengan tafsir berbahasa Arab.
208 2: 207-213, 2020

Belakangan tokoh yang dianggap pemikirannya merupakan putra bungsu dari alm Prof K.H Ibrahim
meneguhkan identitas ke-Indonesiaannya dalam Hosen seorang ulama besar yang ahli dibidang fikih-
memaknai dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an adalah hukum dan ketua MUI selama 20 tahun. Tak hanya itu,
Nadirsyah Hosen. Intelektual muda Indonesia yang aktif dari keluarganya pula pendiri dan rektor pertama
di dunia akademik menjadi dosen hukum di Monash Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) dan Institut
University dengan banyak merespon isu-isu keagamaan. Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta (Hosen, 2019).
Menariknya, kajian ke-Islaman atau tafsiran-tafsiran Semasa pendidikannya, ia besar dan tumbuh dalam
ayat-ayat Al-Qur’an beliau tuangkan di media sosial tradisi kepesantrenan bahkan dari Abahnya sendirilah
sebagai langkah strategis dan efektif untuk beliau belajar ilmu tafsir, fikih dan ushul fikih. Tidak
membumikan nilai Al-Qur’an di era digital. Mengutip berhenti sampai disitu, sanad keilmuannya melalui
alasannya bahwa saat ini era media sosial tantangannya Pesantren Buntet-Cirebon dan Tebuireng-Jombang turut
adalah bagaimana kita bisa membumikan ajaran Islam mewarnai perjalanan intelektualnya, sebab pada alm
yang tertera dalam Al-Qur’an kepada para pengguna K.H Makki Rafi’i juga di Cirebon-Buntet belajar kajian
media sosial (Hosen, 2019). Ushul Fiqh dan kepada alm K.H Ali Mustafa Ya’qub
Oleh sebab itu, tulisan ini berikhtiar mengkaji dan belajar bahasa Arab dan kajian ilmu Hadis.
mengeksplorasi pemikiran atau penafsiran Nadirsyah Selepas dari pesantren, beliau melanjutkan
Hosen yang dinarasikan di media sosial dengan wacana- pendidikannya di Universitas Islam Negeri Syarif
wacana kekinian khususnya problematika keagamaan Hidayatullah Jakarta (dulunya IAIN Jakarta) pada
yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan Fakultas Syariah dan Hukum dengan mengambil
dengan mengemukakan pertanyaan bagaimana jurusan syari’ah. Usai lulus dari UIN Jakarta beliau
karakteristik tafsir Nadirsyah Hosen dalam merespon kembali meraih gelar Graduate Diploma in Islamic
isu-isu keagamaan di media sosial? Studies serta Master of Arts with Honours dari
Untuk mengeksplorasinya, penulis menggunakan Universitas New England. Kemudian ia meraih gelar
analisis “hermeneutika” al-Jābirī guna menjadikan Al- Master of Laws dari Universitas Northern Territory.
Qur’an kontemporer sepanjang zaman (mu’ashir li Semasa S1-S3 menempuh dua bidang yang berbeda
nafsih wa mu’ashir lana) terpolakan dalam dua hal, yaitu Ilmu Syari’ah dan Ilmu Hukum. Bahkan dari
yakni maudhu’iyyah (obyektif) dan ma’quliyyah situlah ia memiliki gelar ganda dibidang doktoral (Ph.D).
(rasional) (Affandi, 2015) untuk membaca dan Dengan sepak terjangnya, ia memilih berkiprah di
memahami konteks sosiologis tafsirannya. Berdasarkan Australia hingga meraih posisi Associate Professor di
pemetaan Islah Gusmian bahwa untuk mengungkap Fakultas Hukum University of Wollongong. Tak lama
metodologis yang secara komprehensif dimungkinkan kemudian, beliau dipercayakan untuk bertugas pindah
mampu mengungkap kerangka epistemologis serta ke Monash University pada tahun 2015 sebagai salah
unsur-unsur sejarah dan budaya di mana sebuah karya satu kampus terbaik di dunia bahkan orang Indonesia
tafsir ditulis. Beliau mengemukakan kecenderungan pertama yang berkiprah dikampus tersebut. Di saat yang
umum yang terjadi dalam studi Al-Qur’an lebih bersamaan beliau di percaya sebagai Rois Syuriah PCI
mengarah pada bidang exegesis studi teks Al-Qur’an itu NU Australia dan New Zealand.
sendiri. Padahal Al-Qur’an tak hanya pada wilayah Dengan perjalanan akademik dan intelektualnya
exegesis, studi Al-Qur’an juga bisa ke arah sejarah beberapa karyanya yang ia bukukan sebagai berikut:
interpretasi dan peran Al-Qur’an dalam kehidupan dan 1. Islam Yes, Khilafah No! dua jilid, diterbitkan Suka
pemikiran umat Islam meliputi konteks penafsir, kondisi Press pada tahun. 2018
sosialnya hingga pembacanya (Gusian, 2015). 2. Tafsir Al-Qur’an di Medsos: Mengkaji Makna dan
Rahasia Ayat Suci Pada Era Media
3. Sosial Kiai Ujang Dari Negeri Kanguru
METODE PENELITIAN 4. Saring Sebelum Sharing.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis
dan analis konten. Metode deskriptif analisis adalah
suatu yang metodeyang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil Dari karyanya yang ada Gus Nadir lebih banyak
penelitian tetapi tidak digunakan untuk mengambil menitik beratkan dua persoalan besar yaitu merespon
kesimpulan yang lebih luas. Sedangkan analisis konten isu-isu fikih atau hukum Islam kontemporer dan kajian
yaitu kegiatan analisis terhadap isi materi (buku,fili) sosial-kemanusiaan dengan berdasar pijakan Islam
melalui klasifikasi, taulasi, evaluasi, kata kunci dalam rahmatan lilalamin. Gagasan-gagasan besar untuk
rangka mencari arti darn kemungkinan dampak. menjawab problem ke-Islaman itu dengan
memanfaatkan teknologi sebagai media untuk menulis
dan merespon isu-isu tersebut. Untuk menguatkan
PEMBAHASAN penafsirannya, Gus Nadir kerap mengutip mufasir
Biografi dan Karya-karya Nadirsyah Hosen klasik-kontemporer semisal Ibn Abbas, Imam al-
Nadisryah Hosen yang lebih akrab disapa dengan Gus Thabari, Imam al-Qurthubi, Imam al-Mawardi hingga
Nadir lahir pada tangal 8 Desember 1973. Beliau Wahbah Zuhaili.
MABRUR – Era Digital dan Tafsir al Qur’an Nusantara: … 209

Media Sosial dan Dialektikanya: Kontestasi Wacana keseluruhan pengguna. Disatu sisi, keberadaan sosial
Keagamaan media turut memberi sumbangsih untuk mempengaruhi
Diskusi agama dan media adalah dua hal yang berbeda paradigma, pola pikir hingga perilaku masyarakat. Hasil
dan terpisah. Agama erat kaitannya dengan ajaran dan survey yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan
keyakinan, suci dan sakral. Sedangkan media, apapun Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN)
itu bentuknya, adalah bagian dari kehidupan manusia Syarif Hidayatullah Jakarta perihal sikap keberagamaan
yang profan dan jauh dari konsep kesucian. Di sisi lain, di lingkungan instansi pendidikan (PPIM, 2017) bahwa
kedua hal tersebut saling membutuhkan, bekerjasama salah satu faktor yang memberi pengaruh terhadap sikap
dan saling intervensi satu sama lain. Agama keberagaman yaitu sumber pengetahuan berbasis agama
membutuhkan media untuk memasarkan ‘ajarannya’, yang didapat dan dipelajari di internet. Hasil lainnya
pun sebaliknya. dikemukakan sebanyak 54,87 persen generasi Z mencari
Arus revolusi besar yang terjadi pada manusia pengetahuan agama melalui internet, seperti blog,
adalah revolusi digital-industri, ia menjadi kebutuhan website dan media sosial. Akibatnya, pendidikan atau
masyarakat modern salah satunya komunikasi digital. pengetahuan agama tidak hanya bersumber dari
Pergeseran itupun kian nyata, ketika arus informasi dan pendidikan formal atau buku bacaan, melainkan dari
komunikasi manusia modern bertumpuh pada digital. ragam media online (website-Islam, ceramah youtube
Kata Faithe Wempen bahwa internet telah menyentuh dan lain lain).
setiap bagian dunia, ini berarti literasi digital adalah Kontestasi wacana yang penulis kemukakan
suatau keharusan untuk mengikuti perkembangan dunia memberi kesimpulan bahwa media sosial layaknya
kita yang terus berubah (Mauludi, 2018). “agama” baru yang menjadi referensi dan “kiblat”
Khusus di Indonesia penetrasi internet menunjukkan kebenaran khususnya wacana keagamaan, sosial media
peningkatan yang signifikan dan semakin menggeser membawa pengaruh secara positif maupun negatif.
pengaruh media-media lain. Berdasarkan hasil Nielsem Sadar akan itu, Gus Nadir terdorong untuk mengambil
Consumer Media View yang dilakukan di 11 kota di peran guna membumikan nilai-nilai ajaran Islam
Indonesia bahwa keberadaan internet dengan persentase terhadap masyarakat dengan pendekatan-pendekatan
34% dengan penetrasi yang cukup tinggi menjadi tafsir Al-Qur’an. Upaya yang dilakukan adalah
indikasi bahwa masyarakat Indonesia semakin gemar menuangkan kajian tafsirannya terhadap isu-isu
mengakses berbagai konten melalui digital. Bahkan kekinian di sosial media lewat akun facebook
menurut survey APJII tahun 2016 pengguna internet di pribadinya. Sebab, di era sosial media orang bisa
Indonesia berjumlah 132,7 juta. mendadak jadi ustad sehingga kualifikasi dan hierarki
Problemnya adalah apakah media sosial menjadi keilmuan menjadi runtuh, tak hanya itu, ia kerap
ruang yang tak bebas nilai atau bebas nilai? Sebab ruang dijadikan sebagai alat menyebarkan ajaran Islam yang
terbuka untuk berekspresi dikalangan masyarakat kian ekstrem bahkan berita hoax.
longgar dan tak ada filter. Media sosial adalah ruang
sosial komunikasi, tak sekedar isu ekonomi, politik Sekilas Akun Facebook Nadirsyah Hosen
bahkan agama pun kian diperdebatkan. Menurut Jauh sebelum mengkaji penafsirannya, penulis
Nurudin ada kaitan antara media sosial dengan perilaku menguraikan sekilas deskripsi akun facebook Gus Nadir
religius, yang berarti tak hanya dipahami secara tekstual untuk memetakan kerangka tafsirannya yang dituangkan
tapi jauh lebih esensial dan kontekstual. Oleh sebab itu, di media sosial. Akun Facebook beliau dengan nama
pengguna media sosial sering menjadikannya seolah- Nadirsyah Hosen yang kini akunnya disukai sebanyak
olah sebagai agama bahkan dianggap sebagai agama. 173.004 orang, akunnya berbentuk facebook grup
Jika ajaran agama di media sosial itu dianggap sebagai sehingga tak terbatas dan bisa diikuti oleh semua orang.
sumber perilaku, maka setiap informasi yang ada akan Berdasarkan pelacakan penulis di awal tahun 2015 Gus
diterima begitu saja. Pengguna media sosial yang seperti Nadir tak terlalu banyak mengulas kajian-kajian tafsir-
ini telah menjadikannya sebagai agama (Nurudin, 2018). tafsir Al-Qur’an. Beliau lebih banyak mengurai aspek-
Tidak berhenti sampai disitu, gerakan radikalisme aspek hukum, nasihat kehidupan, tentang Islam, ke NU-
berbasis keagamaan menjadikan sosial media sebagai an dan lainnya.
media dakwahnya untuk mempengaruhi dan Akan tetapi, awal tahun 2017 beliau mulai banyak
membentuk opini publik. Pakar komunikasi, Gabriel mengkaji isu-isu kekinian dan menjadi trending setiap
Weimann (2014), menilai bahwa salah satu alasan momentumnya dengan analisis-analisis tafsir yang
kelompok teroris menyukai media sosial sebagai media beliau kemukakan. Misalnya isu relasi antar umat
propaganda karena secara demografis banyak dihuni beragama, tafsiran memilih pemimpin non Muslim
kalangan muda yang menjadi target dan sasaran hingga tafsiran atas respon penegakan khilafah. Oleh
potensial radikalisasi dan rekrutmen (Bakti, 2016). sebab itu, respon dan reaksi pengguna facebook atas
Misalnya data dari Kompas yang menilai Indonesia setiap postingan Gus Nadir bergantung pada topik dan
menyumbang jumlah pengguna Facebook terbesar isu yang dikaji. Misalnya, pada tahun 2015 penulis
urutan ke-empat secara global. Hingga Januari 2018, menemukan respon masyarakat apakah berdasarkan like,
jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapai 130 komentar hingga kolom bagikan tak terlalu antusias.
juta akun dengan persentase enam persen dari Beda halnya masuk awal tahun 2016 hingga saat ini
210 2: 207-213, 2020

respon masyarakat makin diapreasiasi dan ikut a. Tafsir QS al-Baqarah [2] 256
mengomentari dengan komentar yang positif. Kajian ini beliau posting pada tanggal 6 Maret 2017
Menurut pemikiran penulis, mungkin Gus Nadir pada pukul 05.30 hingga saat kajian ini dimuat di akun
ingin memfokuskan pada isu-isu kekinian dan kajian facebooknya, kajian ini sudah disukai sebanyak 1.893
yang serius yang sesuai dengan kebutuhan keagamaan orang, dikomentari sebanyak 105 kali dan dibagikan
masyarakat. Misalnya soal isu vaksin dari Babi beliau sebanyak 459 kali dengan diberi judul “Tafsir Ayat
mengkaji aspek hukumnya dengan menggunakan tiga tidak Ada Pemaksaan Memeluk Islam”. Untuk memulai
teori fikih yaitu istihalah, istihlak dan darurat. tafsirannya, Gus Nadir memberikan penegasan bahwa
Berdasarkan analisis penulis ia disukai sebanyak 7.025 akidah adalah masalah kerelaan hati setelah mendapat
orang, dikomentari 894 kali dan dibagikan sebanyak keterangan dan penjelasan bukan pemaksaan dan
4.186 kali. Begitupun pada tahun 18 Juni 2017 ketika tekanan, dengan alasan Islam datang kepada manusia
Gus Nadir membuat judul besar HTI tidak Punya melalui kemampuan akalnya yang berbicara, intuisi
Konsep Baku tentang Khilafah. Respon netizen disukai yang berpikir dan perasaan yang sensitif. Penegasan ini
sebanyak 6.075 orang, dikomentari 1006 kali dan beliau kutip dari penjelasan awal Sayyid Quthb saat
dibagikan sebanyak 2.064 kali. hendak menafsirkannya.
Sama halnya saat Gus Nadir mengkaji dengan Untuk mengurai ayat ini, beliau mengemukakan
pendekatan tafsir dan penafsirannya mendapat respon beberapa pandangan mufassir klasik dan kontemporer.
netizen begitu besar dan diapresiasi sebagai sebuah Mulai dari Ibn Katsir yang menegaskan bahwa ayat la
pemikiran atau penafsiran yang mereprentasikan ke- ikraha fi ad-din sudah di mansukh (dihapus) oleh ayat-
Islaman Indonesia. Misalnya postingan 29 Juli 2016 ayat perang. Konsekuensinya wajib bagi semua orang
kajian surat al-Fath ayat 29 yang mempertanyakan sikap untuk memeluk Islam. Dilain argumen yang juga
kekerasan umat Islam pada orang “kafir”. Respon dibangun dengan mengutip al-Quthubi ayat ini sama
netizen juga cukup besar dengan disukai sebanyak 1.869 sekali tak dihapus oleh ayat perang dan berlaku khusus
orang, dikomentari 176 kali dan dibagikan sebanyak kepada ahlu jizyah (warga taat pajak) sehingga mereka
740 kali. Kasus yang lain pada 8 Maret 2016 tentang al- tak dibenarkan dipaksa untuk memeluk Islam.
Maidah ayat 51 terkait memilih pemimpin non Muslim Menurut pembacaan penulis, Gus Nadir ingin
kala itu momentum pilkada DKI Jakarta, kajian mempertegas bahwa Islam tak membenarkan
tafsirannya disukai 1.981 orang, dikomentari 1.890 kali melakukan paksaan kepada orang lain untuk memeluk
dan dibagikan sebanyak 906 kali. Islam. Indikasinya dengan mengutip dua mufasir
kontemporer yaitu Wahbah Zuhaili dan Syekh Thantawi
yang berkesimpulan bahwa ayat kebebasan beragama
Membaca Polarisasi Penafsiran Nadirsyah Hosen: berlaku dalam kondisi normal dan damai sedangkan
Sebuah Kontekstualisasi Ke Indonesiaan ayat perang berlaku dalam konteks mempertahankan
Tafsir sebagai sebuah produk pemikiran (muntaj al-fikr) akidah umat.
atau hasil dialektika antara teks yang stagnan dengan Secara tersirat, beliau ingin melakukan
konteks yang dinamis (berkembang) konsekuensinya kontekstualisasi teks Al-Qur’an dengan kondisi-sosial
akan selalu terjadi pergeseran dan perubahan. Karena itu, Indonesia yang bukan kondisi mencekam dan perang
Al-Qur’an selalu diyakini sebagai kitab suci shaliḥ li melainkan damai dan tentram. Oleh sebab itu, beliau
kulli al-zaman wa al-makan (Mustaqim, 2003). Tafsir tegaskan akan jadi problem kalau ayat perang justru
Gus Nadir di sosial media sebagai sebuah produk sengaja di-booming-kan untuk dakwah dalam kondisi
penafsiran, tentu tak terlepas dari konteks atau pengaruh damai sama halnya memainkan musik rock saat
yang berdampak pada penafsirannya. Beliau hidup tetangga sedang tidur pukul 02.00 dini hari tentu orang
dalam tradisi ke Indonesiaan dan watak asli intelektual lain akan terusik.
yang lahir dari tradisi Pesantren. Sebab itu, akan sangat
berpengaruh pada watak penafsiran dan produk b. Tafsir QS al Maidah [5] 51
intelektualitasnya. Mengutip Roland Barthes bahwa Kajian yang diberi judul “Tafsir Kata Awliyah dan
pembaca atau penafsir sudah pasti dipengaruhi logika, Asbab Nuzul dalam QS ak Maidah [5] 51 beliau
mitos atau kondisi sosialnya sehingga teks akan kabarkan pada tanggal 8 Maret 2016 dengan penyuka
ditafsirkan sesuai dengan kehendak makna pembaca sebanyak 1981, komentar sebanyak 1890 dan dibagikan
ataupun penafsir (Barthes, 1977). sebanyak 906,”. Beliau mengemukakan kata awliya’
Seperti di awal penulis tegaskan bahwa mengkaji yang menjadi argumentasi untuk menolak dalam
penafsiran Gus Nadir dengan pendekatan hermeneutika mengangkat pemimpin non Muslim bahkan secara tegas
guna membaca autentitas dan dinamika penafsirannya. mengkritik tafsir kementerian agama yang
Dalam hal ini penulis membatasi tiga persoalan yaitu: menerjemahkan aulia sebagai pemimpin. Kritik itu
Pertama, tafsir QS al-Baqarah [2] 256 terkait kebebasan dengan melihat asbab nuzul dan pandangan imam al-
beragama. Kedua, tafsir QS al Maidah 51 terkait Thabari dan Ibn Katsir bahwa kata tersebut dimaknai
polemik pemimpin non Muslim, dan Ketiga, tafsir QS al semacam sekutu atau aliansi bukan pemimpin.
Nur 55 terkait wacana khilafah. Untuk menguatkan hal tersebut, beliau melihat
korelasi ayat lain pada QS An Nisa ayat 144 dengan
MABRUR – Era Digital dan Tafsir al Qur’an Nusantara: … 211

mempertegas pandangan itu pada tafsiran Ibn Katsir di media sosial. Tafsiran ini di kabarkan pada 10 Juni
bahwa baik QS Al Maidah ayat 51 dan An Nisa ayat 2017 pukul 11.07 WIB dengan judul “Benarkah Alla
144, tidak dipahami sebagai pemimpin tapi berteman Menjanjikan Kembalinya Khilafah?” dan disukai
dalam arti bersekutu dan beraliansi dengan sebanyak 5448 kali, dikomentari 853 kali dan dibagikan
meninggalkan orang Islam. Beliau pun dengan melihat sebanyak 2003 kali. Beliau memulai dengan melihat
sosio-kultur dan sebab ayat tersebut melarang, karena sosio-historis (asbab nuzul) ayat ini untuk
konteks saat itu muslim kalah dalam perang Uhud. mengemukakan tafsirannya dengan tafsir Wahbah
Maka dari itu, ada yang tergoda untuk menyeberang Zuhaili (tafsir al Munir) yang menyebutkan:
dengan bersekutu kepada Yahudi dan Nasrani, padahal Ketika Nabi Saw bersama para sahabatnya sampai ke
Itulah yang dilarang. Madinah dan disambut serta dijamin keperluan
Lebih subtansial lagi, beliau mengutip pandangan hidupnya oleh kaum Ansar, mereka tidak melepaskan
Ibn Taimiyah senjatanya siang dan malam karena selalu diincar
oleh kaum kafir. Mereka berkata pada Nabi: kapan
“sesungguhnya manusia telah sepakat bahwa akibat
engkau dapat melihat kami hidup aman dan tenteram
sikap dzalim adalah kebinasaan dan akibat sikap adil
tiada takut kecuali kepada Allah?ayat ini turun
adalah kemuliaan. Oleh karena itu, diriwayatkan
berkenan dengan peristiwa tersebut sebagai jaminan
bahwa Allah akan menolong negara yang adil meski
dari Allah bahwa mereka akan dianugerahi kekuasaan
ia kafir dan tidak akan menolong negara yang dzalim
di muka bumi.
meski ia mukmin
Atas argumentasi ini beliau mempertegas spirit Atas dasar itu, beliau mengajukan sebuah pertanyaan
Islam adalah keadilan dan lawannya adalah kezaliman. “kapan janji Allah akan terpenuhi?”. Salah satu
Jika ada orang yang adil dan mampu menegakkan karakteristik tafsir beliau di sosial media dengan
keadilan maka boleh untuk didukung, sebaliknya jika mengemukakan ragam pandangan mufasir dari berbagai
ada orang Islam yang bersikap dzalim dan melakukan zaman. Jawaban itu diklasifikasi pada tiga hal: Pertama,
kedzaliman tak dibenarkan untuk didukung sebab Allah janji Allah telah turun pada masa Nabi saw dan
tak akan menolong orang yang dzalim. Untuk sahabatnya pada masa Fathul Makkah. Beliau mengutip
memperkuat argumentasinya, kemudain beliau berdasarkan tafsir klasik yaitu Tafsir Ibn Abbas dan
mengutip 10 mufassir (dari berbagai era dan karakter Muqatil. Kedua, janji Allah tersebut sudah terpenuhi
tafsirnya. Diantaranya Tafsir al Baidhawi, Tafsir fi pada masa Nabi Saw dan khulafaurrasyidin.
Dzhilal Al-Qur’an, Tafsir Jalalain, Tanwir al Miqbas Berdasarkan kutipan tafsir Ibn Katsir, Tafsir al Razi,
min Tafsir Ibn Abbas, Tafsir al Khazin, Tafsir al-Biqa’i, Tafsir al Kasysyaf, Tafsir al Thabari hingga Tafsir Dur
Tafsir Muqatil, Tafsir Sayyid Thantawi, Tafsir Dur al al Manshur. Ketiga, janji Allah akan terus berjalan tak
Manshur, dan Tafsir al Khazin. hanya pada masa Nabi saw dan sahabat, namun juga
Dari 10 pandangan mufassir dengan kitab tafsirnya hingga sekarang dan masa yang akan datang. Beliau
masing-masing, beliau membuat kesimpulan sederhana berdasarkan tafsir Fathul al Qadir dan Sa’id Hawwa.
bahwa tak satupun yang mengartikan kata auliya pada Pada konteks ini, berbeda dengan ayat ayat
surah Al-Maidah sebagai pemimpin. Penulis melihat sebelumnya ada kata yang dikaji dan ditafsirkan,
Gus Nadir mencoba ingin menyambungkan realitas melainkan menafsirkan secara umum satu ayat.
sosial era modern hari ini dengan teks itu sendiri atau Misalnya tak menjelaskan kata yang menunjukkan
menjadikan teks lebih kontekstual dan memisah dengan identitas khilafah yang kerap dijadikan argumentasi.
konteks sekarang. Tak hanya itu, upaya rasionalisasi Hanya saja, beliau memaparkan secara deskriptif
pun dilakukan untuk mengkontekstualkan bagi penafsir pandangan ulama lalu memberi kesimpulan. Pada QS
(Jabiri, 1993). Upaya itu dengan jelas pada An Nur ayat 55 beliau menyimpulkan bahwa di
argumentasinya bahwa sosio-historis teks perlu kalangan mufasir tak ada satupun yang menyinggung
diperhatikan, bahkan tak hanya pada identitas agama akan kembalinya khilafah seperti kerap yang disuarakan
untuk memilih pemimpin namun aspek penegakan HTI.
keadilan karena keberpihakan Tuhan ada didalamnya. Oleh sebab itu, ayat ini tidak berbicara mengeai
Sisi lain, beliau berbicara dalam konteks ke-Indonesiaan, institusi atau pemerintahan khilafah dan Al-Qur’an,
di mana ragam kultur dan budaya berhimpun di bumi memang tidak pernah menyinggung kenegaraan secara
nusantara dengan nafas Pancasila, bahwa semua detail, ayat ini pula tidak berbicara tentang akan
memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin. Oleh kembalinya khilafah setelah bubar, karena itu beliau
karena itu, narasi Islam pun membenarkan dengan menganggap ini hanya angan-angan belaka kaum HTI
pandangan tersebut. yang tidak bisa menerima kenyataan hidup damai dan
aman di NKRI.
c. Tafsir QS al Nur [24] 55
Perdebatan pada akhir-akhir ini yang terjadi di Relevansi Penafsiran dan Watak Ke-Indonesiaan
Indonesia adalah gerakan penegakan Khilafah oleh Berdasarkan tiga topik utama yang penulis kaji terkait
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Gus Nadir turut penafsiran Nadirsyah Hosen, terdapat benang merah
merespon wacana tersebut dengan penafsiran beliau antara penafsiran beliau dengan sosio-kultur dan watak
yang kerap dijadikan landasan pada QS An Nur ayat 55 ke-Indonesiaan yaitu toleransi dan menjaga
212 2: 207-213, 2020

kebhinekaan. Menurut Kuntowijoyo Islam adalah derajat mereka dengan kemukjizatan Al-Qur’an.
agama yang mengedepankan nilai-nilai universal Demikian pula adat istiadat mereka selama tradisi itu
dengan pandangan hidup mengenai persamaan, keadilan, tidak menyimpang (Syannawi, 2006). Sama halnya di
kebebasan, kehormatan serta memiliki konsep Indonesia, spirit ke-bhineka-an dan pluralitas terekam
teosentrisme yang humanistik dari seluruh ajaran Islam dalam bingkai Pancasila yang sama sekali tak
(Kuntowijoyo, 1991). menginjak ruh nilai agama dan keagamaan.
“Mengapa pentingnya sebuah penafsiran yang
selaras dengan ke-Indonesiaan?” Sebab penafsiran para
ulama dan cendekiawan menjadi pola konsumsi KESIMPULAN
masyarakat dalam menjalani realitas kehidupan (Mabrur,
2016). Pertama, aspek kebebasan beragama dengan Nadirsyah Hosen berhasil memberi warna baru dalam
tanpa ada paksaan. Dalam konteks beragama yang membaca pergeseran zaman dengan memanfaatkan
beliau tegaskan adalah soal ketulusan dan pilihan, sebab media sosial sebagai wadah untuk mengkaji dan
itu tak boleh dipaksakan. Hal yang lebih filosofis memberi pandangan penafsiran. Indikator itu berdasar
“Mengapa beragama tak boleh ada paksaan?” Disatu pada antusiasme masyarakat dalam merespon ataupun
sisi sudah menjadi doktrin keagamaan dan fitrah membagikan penafsirannya. Upaya penafsirannya
manusia bahwa setiap manusia dilahirkan dalam memberi spirit keagamaan yang terbuka dan inklusif
keadaan bebas. Dari kebebasan tersebut, ia akan dan disertai dengan nafas ke Indonesia-an menjunjung
berpapasan dengan kebenaran atau kebaikan. kebebasan, keterbukaan dan keadilan.
Aspek lain yang menjadi argumentasi adalah Sisi lain yang menarik dari kajian tafsirannya adalah
ideologi negara yang menjamin kebebasan manusia, isu kekinian dan merespon wacana keagamaan yang
konteks Indonesia terdapat ke-bhineka-an agama dan berkembang. Meskipun demikian, salah satu yang
pluralitas agama sebagai konsekuensinya, setiap orang mengurangi kesempurnaannya adalah sistematika
diberikan perlidungan untuk menjalankan ajaran agama penafsirannya tidak secara utuh sama dengan konteks
dan kepercayaannya (Naelani, 2018). Oleh sebab itu, cara penafsiran yang lain. Akan tetapi, warna khas dari
beliau menilai kebebasan beragama bukan lagi tafsirannya banyak mengemukakan pandangan mufasir
monopoli manusia yang harus memaksa, ditekan, dari berbagai lintas generasi.
diancam ataupun diteror untuk memeluk agama Islam.
Kedua, adanya legitimasi agama bahwa
kepemimpinan bukan atas dasar keyakinan dan agama DAFTAR PUSTAKA
seseorang, melainkan kemampuan dan integritas
seseorang. Beliau mengambil keyakinan bahwa, Islam Affandi, Abdullah. Objektifitas dan Rasionalitas Penafsiran
bukanlah yang menilai identitas agama dan kebudayaan Al-Qur’an: Perspektif al Jabiri. Dalam Jurnal Empirisma
untuk menjadi pemimpin dengan spirit Islam yaitu Vol. 24 No. 1 Januari 2015.
keadilan lawannya kedzaliman. Konsekuensinya, Akmaliah, Wahyudi.2019. Politik Sirkulasi Budaya Pop;
meskipun bukan muslim tapi menegakkan keadilan Media Baru, Pelintiran Agama dan Pergeseran Otoritas.
maka itu jauh lebih berpihak pada agama, pun Yogyakarta: Mojok
sebaliknya. Sejalan dengan pandangan tersebut, maka Barthes, Roland. 1977. Image, Music, Teks and Translated by
sebuah negara yang multikultural sudah menjadi sebuah sthephen heath . New York: Hill and Wang
keharusan untuk memperlakukan sama dan setara dalam Gusmian, Islah. “ Tafsir Al-Qur’an Indonesia: Sejarah dan
hak kewajiban berwarga negara. Jika pluralitas tidak Dinamika. Dalam Nun Vol. 1, No. 1, 2015,
sejalan bahkan dianggap ancaman, maka dapat Gusmian, Islah. Paradigma Penelitian Tafsir al-Qurʼan di
memunculkan ketegangan dan konflik. Robert Hefner Indonesia. Dalam Jurnal Empirisma, Vol. 24 No. Januari
menegaskan tak ada ancaman yang serius di belahan 2015.
dunia yang paling mengkhawatirkan bagi negara Hefner, Robert. 2008. Politik Multikulturalisme: Menggugat
demokratis jika terjadinya perpecahan etnis, religius Realitas Kebangsaan. Yogyakarta: Kanisius
yang signfikan di masyarakat(Hefner, 2008). Hosen, Nadirsyah. 2019. Tafsir Al-Qur’an di Media Sosial:
Ketiga, penegasan beliau tak ada argumentasi secara Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci pada Era Media
ideologis untuk menegakkan khilafah dalam bentuk Sosial. Yogyakarta: Bentang
sistem pemerintahan. Kajian penafsiran ini, semakin Imaduddin, Wildan Muhammad. Facebook Sebagai Media
mempertegas bahwa NKRI bukanlah sebuah upaya Baru Tafsir Al-Qur’an di Indonesia: Studi Atas Penafsiran
pemisahan agama dan negara, melainkan menyatukan Al-Qur’an Salman Harun. Dalam jurnal Maghza Vol. 2
semangat kebangsaan dan keagamaan tanpa ada yang No. 2 Juli-Desember 2017
menciderai nilai-nilainya. Sebab bukan lagi perdebatan al-Jabiri.1993.Nahnu wa al-Turas: Qira’at Mu’ashirah fi
baru antara agama dan negara, terlebih munculnya Turatsina al-Falsafī. Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-
kelompok yang ingin mengubah spirit Pancasila dengan ‘Arabī
militansi agama yang sebenarnya bukan seruan agama Jisr, Nadim. Filsafat Kebebasan dalam Islam. Solo: Pustaka
(HTI). Fahmi Assyannawi mengatakan Islam tidak Mantiq, tt.
menghapus bahasa bangsa Arab bahkan ia mengangkat Kaelani. 2018. Etika Kehidupan Berbangsa. Jakarta: BPMPR
MABRUR – Era Digital dan Tafsir al Qur’an Nusantara: … 213

Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam. Yogyakarta: Mizan Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan Sosial, Vol. 12,
M, Howard Federspiel. 1994. Popular Indonesian Literature of No. 2, Juli-Desember 2018.
the Qur`an. Ithaca, New York: Cornell Modern Indonesia Qatthan¸ Manna. Mabahits fi Ulum Al-Qur’an . Beirut: Dar al
Project, Kutub ‘Ilmiyyah, tt.
Mabrur. 2016. Dimensi Toleransi dalam Al-Qur’an: Analisis
Surya, Agus Bakti. “Media Sosial dan Radikalisasi. Dalam opini
Pemikiran Wahbah Zuhaili dalam Tafsir al Munir. Ciputat:
YPM Republika edisi 16 Mar 2015.
Mauludi, Sahrul. 2018. Socrates Cafe: Bijak, kritis dan Asy Syannawi, Fahmi. 2006. Fiqih Politik: Dinamika Politik
Inspiratif Seputar Dunia dan Masyarakat Digital Jakarta: Islam Sejak Masa Nabi Sampai Kini. Bandung: Pustaka
Gramedia Kompas Setia
Moh Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy “Mahmud Yunus: Syafi’i, Ahmad Maarif. 2015. Islam dalam Bingkai ke-
Pelopor Baru Pola Penafsiran Tafsir Al-Qur’an di Indonesiaan dan kemanusiaan; sebuah Refleksi Sejarah.
Indonesia. Dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin, vol 2, no,3. Jakarta: Mizan
2015. Wardani, Trend Perkembangan Pemikiran Kontemporer:
Mustaqim, Abdul. 2003. Mazahib Tafsir: Peta Metodologi Metodologi Tafsir al-Qur;an di Indonesia. Banjarmasin: tp,
Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga 2017.
Kontemporer. Yogyakarta: Nun Pustaka Zulyadain “Kerangka Paradigmatik Tafsir Al-Qur’an al-Karim
Nurudin.2018.Media Sosial: Agama Baru Masyarakat Karya Mahmud Yunus, dalam jurnal al-A’raf Vol. XV, no.
Millenial. Malang:Intrans Publishing 1, Januari - Juni 2018.
Pujianto “Radikalisme Islam dalam Media Sosial: Konteks;
Channel Youtube. dalam Jurnal Sosiologi Agama: Jurnal
THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK

Anda mungkin juga menyukai