Anda di halaman 1dari 16

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32

Website: journal.uinsgd.ac.id/index.php/jw
ISSN 2502-3489 (online) ISSN 2527-3213 (print)

HARMONI ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM TAFSIR


ALQURAN SUCI BASA JAWI

S. Supriyanto
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia
E-mail: supriyanto.mud@gmail.com
_________________________

Abstract
This study aims to describe the harmonic modes between Islam dan Javanese culture in Javanese qur’anic
commentary. The object material is Tafsir Alquran Suci Basa Jawi which studied using Gadamer’s hermeneutics. This
is the book of tafsir which written based on the idea of Tafsir Anom V. The tafsir then was written, compiled, and
publishd by KH. Raden Muhammad Adnan (1889-1969) and his descendants who lived in Keraton Surakarta. The
study shows that Tafsir Alquran Suci Basa Jawi is one of local qur’anic commentaries which strengthen harmonic
modes between Islam and Javanese culture. There are three points of Javanese culture in harmony with Islam: the use
of respectful language in Javanese, a harmony of Javanese Islamic mysticism and Javanese Islam as a way of wisdom.
This is a local qur’anic commentary that harmonize the Javanese local culture with Islam.
Keywords:
Qur’anic commentary; Tafsir; Anom; Kiai Adnan; Javanese culture; harmony.
__________________________

Abstrak
Artikel ini bertujuan mendeskripsikan keselarasan ajaran Islam dan budaya Jawa dalam tafsir Alquran. Objek
kajiannya adalah Tafsir Alquran Suci Basa Jawi. Sebuah karya yang gagasannya berasal dari Tafsir Anom V, lalu
ditulis, disusun, dikumpulkan dan dipublikasikan oleh K.H. Raden Muhammad Adnan (1889-1969) dan anak-anaknya
yang berada di lingkungan Keraton Surakarta. Melalui pendekatan hermeneutik Gadamer, kajian ini menunjukkan
bahwa Tafsir Alquran Suci Basa Jawi merupakan salah satu karya yang memperkuat keselarasan Islam dan budaya
Jawa. Harmoni Islam Jawa tampak pada penggunaan bahasa Jawa halus atau hormat, mistisisme Islam Jawa berupa
keselarasan lahir-batin dan keharmonisan Islam Jawa sebagai jalan kebijaksanaan. Sebuah karya tafsir lokal di
Nusantara yang mampu mengharmoniskan unsur budaya lokal dengan ajaran Islam.

Kata Kunci:
Tafsir Alquran; Tafsir Anom; Kiai Adnan; budaya Jawa; harmoni.
__________________________
DOI: 10.15575/jw.v3i1.2578
Received: June 2018 ; Accepted: August 2018 ; Published: August 2018
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

A. PENDAHULUAN Sunda, Bugis, Aceh dan lain-lain. Karenanya,


Sepanjang sejarah Islam, terdapat ribuan signifikansi tafsir (dan terjemah) Alquran
karya tafsir Alquran yang ditulis oleh para berbahasa lokal terletak pada kekayaan
ulama klasik, modern maupun kontemporer bahasanya sebagai cermin keragaman etnis di
dengan menggunakan ragam bahasa, seperti Indonesia.8
Arab, Persia, Urdu, Melayu, Inggris, dan lain- Salah satu karya tafsir yang ditulis dalam
lain.1 Hal ini dilakukan untuk memperoleh bahasa Jawa adalah Tafsir Alquran Suci Basa
pemahaman yang memadai tentang Alquran Jawi karya Kanjeng Raden Penghulu Tafsir
dan mengungkapkan berbagai petunjuk di Anom V (1854-1933) dan K.H. Raden
dalamnya sesuai dengan perubahan ruang dan Muhammad Adnan (1889-1969) (selanjutnya
waktu.2 Alquran sebagai kitab petunjuk disebut Tafsir Anom dan Kiai Adnan).
(hudan)3 telah melahirkan aneka pengalaman Keduanya merupakan ulama di Kraton
dan pemahaman dari setiap individu yang Surakarta. Tafsir ini pertama kali diterbitkan
berinteraksi dengannya, salah satunya berupa menggunakan aksara Pegon oleh Perkumpulan
karya tafsir.4 Mardikintoko di bawah prakarsa Kiai Adnan
Di Indonesia, tafsir Alquran sudah banyak pada tahun 1924. Berkat usaha anaknya, Abdul
ditulis dan dipublikasikan hingga sekarang.5 Basit Adnan, naskah tafsir ini lalu
Sebagai kawasan yang seringkali disebut dipublikasikan dalam aksara Latin pada tahun
sebagai pinggiran Islam, bisa dipahami 1970-an.9
perkembangan tafsir di Indonesia relatif Belum banyak sarjana yang melakukan
berkembang belakangan dibanding tradisi tafsir kajian terhadap Tafsir Alquran Suci Basa Jawi
di Timur Tengah sebagai pusat keilmuan ini. Beberapa sarjana sudah cukup banyak yang
Islam.6 Tradisi tafsir juga tidak lebih dahulu mengkaji budaya Jawa dalam tafsir-tafsir
berkembang dibanding keilmuan Islam lainnya, berbahasa Jawa seperti tafsir Al-Iklil fi Ma’ani
terutama seperti tasawuf dan fikih.7 Tafsir di al-Tanzil karya K.H. Misbah Mustafa, Al-Ibriz
Indonesia bukan hanya ditulis menggunakan karya K.H. Bisri Mustafa, Faid al-Rahman
bahasa Arab dan Indonesia, tetapi juga karya K.H. Salih Darat, Al-Huda karya Bakri
dipublikasikan dengan menggunakan ragam Syahid dan lainnya.10 Tetapi, belum banyak
bahasa lokal-daerah, seperti Melayu, Jawa,

1
Tentang tafsir, lihat Claude Gilliot, “Exegesis of the 5
Howard M. Federspiel, Popular Indonesian
Qurʾān: Classical and Medieval,” in Encyclopaedia of Literature of the Qur’an (Ithaca, New York: Cornel
the Qurʾān, ed. oleh Jane Dammen McAuliffe, Qurʾānic Modern Indonesia Project, 1994).
Studies Online (Leiden-Boston-Koln: Brill, 2001), 99– 6
Howard M. Federspiel, “An Introduction to
124. Lihat juga Rotraud Wielandt, “Exegesis of the Qur’anic Commentaries in Contemporary Southeast
Qur’an: Early Modern and Contemporary,” in Asia,” The Muslim World 81, no. 2 (1991): 149–161,
Encyclopaedia of the Qur’an, ed. oleh Jane Dammen https://doi.org/10.1111/j.1478-1913.1991.tb03519.x.
7
McAuliffe (Leiden-Boston-Koln: Brill, 2001), 124–42. Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Ala
2
Al-Sayyid Muhammad Rashid Rida, Tafsir Al- Pesantren (Yogyakarta: UII Pres Yogyakarta, 2006), 6.
Qur’an Al-Hakim Al-Mashhur Bi’ism Tafsir Al-Mana, 8
Jajang A Rohmana, “Memahami Al-Qur’an dengan
vol. Juz 1 (Kairo: Munsha Al-Manar, 1947), 4. Kearifan Lokal: Nuansa Budaya Sunda dalam Tafsir Al-
3
Alquran secara eksplisit meneguhkan fungsinya Qur’an Berbahasa Sunda,” Journal of Qur’an and
tersebut, di antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah/2: 2, Hadith Studies 3, no. 1 (2014): 79–99.
185; Ali ‘Imran/2: 138; Al-A‘raf/7: 52; An-Nahl/16: 64, 9
Islah Gusmian, “Tafsir Al-Qur’an di Indonesia:
89, 102; An-Naml/27: 77; dan Al-Jatsiah/45: 11, 20. Sejarah dan Dinamika,” Nun 1, no. 1 (2015): 1–32.
4
Tafsir salah satunya didefinisikan sebagai penjelas, 10
M Muchoyyar HS, “KH. Muhammad Shalih Al-
penyingkapan dan penampakan makna-makna yang Samarani: Studi Tafsir Faid Al-Rahman Fi Tarjamah
dapat dipahami dengan akal. Muhammad Husain Al- Tafsir Kalam Malik Al-Dayyan” (Disertasi: UIN Sunan
Dhahabi, Tafsîr Wa Al-Mufassirûn, vol. Juz I (Kairo: t.p., Kalijaga Yogyakarta, 2000). Lihat juga Ahmad Baidowi,
1979), 15. Lihat juga Manna’ Khalil ’ Al-Qattan, “Aspek Lokalitas Tafsir Al-Iklīl Fī Ma’ānī Al-Tanzīl
Mabahis Fi “Ulum Al-Qur”an (Beirut: Mansyurat al-Asr Karya KH Mishbah Musthafa,” Nun 1, no. 1 (2015): 33–
al-Hadis, t.th.), 323. 62. Lihat juga Islah Gusmian, “Tafsir Al-Qur’an Bahasa

18 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

yang mengkaji aspek budaya Jawa dalam Tafsir bersifat wajar dan manusiawi.13 Tafsir ini
Alquran Suci Basa Jawi ini. mencerminkan apa yang disebut Gadamer
Junaidi misalnya, keduanya mengkaji karya sebagai hasil penggabungan horison atau
tersebut dilihat dari perspektif berbeda. Ia cakrawala dalam teks dan pembacanya.
mengkajinya tidak saja dari sisi politik Pengarang Tafsir Alquran Suci Basa Jawi
ortodoksi Islam di Keraton Surakarta, tetapi berhasil menyadari kedua horison itu ketika
juga dilihat dari kepengarangannya yang menafsirkan teks Alquran ke dalam bahasa
berasal dari naskah Tafsir Alquran al-Adzim Jawa.14 Isu harmoni budaya lokal ini sangat
karya Raden Penghulu Tafsir Anom V, ayah signifikan terkait peran budaya lokal sebagai
Kiai Adnan. Menurutnya, Tafsir Alquran Suci bentuk kearifan dalam kehidupan masyarakat
Basa Jawi memiliki kandungan yang sama di Indonesia. Budaya lokal, termasuk salah
dengan naskah Tafsir Alquran al-Adzim yang satunya budaya Jawa, memiliki posisi penting
disusun sebelumnya dalam aksara pegon secara dalam percaturan kehidupan global. Budaya
terpisah-pisah untuk setiap juz. Tampaknya ide lokal dalam tafsir Alquran diyakini mampu
dasar penulisan kedua tafsir tersebut ada pada memberikan suara alternatif Islam dalam
Tafsir Anom V, sedangkan Kiai Adnan dan memandang kehidupan yang toleran dan
anak-anaknya yang lain menuliskan dan akomodatif terhadap perbedaan.15
mengumpulkannya hingga menjadi satu tafsir
utuh, yakni Tafsir Alquran Suci Basa Jawi. B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karenanya, Kiai Adnan bukanlah pengarang 1. Tafsir Anom dan Kiai Adnan
tafsir tersebut, ia sekedar menghimpun dari Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa Tafsir
tulisan-tulisan yang berserakan sebelumnya.11 Alquran Suci Basa Jawi tidak bisa dilepaskan
Temuan Junaidi berbeda dengan pendapat dari dua tokoh utama, yakni Tafsir Anom V
Gusmian yang menganggap tafsir tersebut sebagai pemilik gagasan dan Kiai Adnan
merupakan karya Kiai Adnan.12 sebagai pengumpul dan pengembang gagasan
Kajian ini membahas aspek harmoni budaya hingga berwujud publikasi tafsir. Karenanya,
Jawa dalam Tafsir Alquran Suci Basa Jawi bagian ini akan menjelaskan tentang sekilas
tersebut. Sebuah keselarasan yang biografi keduanya agar posisi tafsir tersebut
mencerminkan proses akulturasi berupa bisa dipahami dengan lebih baik.
penyesuaian diri yang sesuai dengan hakikat Raden Penghulu Tafsir Anom V merupakan
kebudayaannya. Proses ini mengarah pada penghulu ageng ke-18 dalam dinasti Kartasura.
keserasian sosial (social harmony) yang Nama Tafsir Anom diambil dari bahasa Arab

Jawa: Peneguhan Identitas, Ideologi dan Politik (2017): 29–54, https://doi.org/10.21580/teo.2017.28.1.-


Perlawanan,” Suhuf 9, no. 1 (November 2016): 141–68, 1294.
https://doi.org/10.22548/shf.v9i1.116. lihat juga M 11
Akhmad Arif Junaidi, “Penafsiran Al-Qur’an
Maslukhin, “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsîr al- Penghulu Kraton Surakarta: Interteks Dan Ortodoksi”
Ibrîz Karya KH. Bisri Musthofa,” Mutawatir 5, no. 1 (Pascasarjana IAIN Walisongo, 2012), 155-157.
(2015): 74–94, 12
Islah Gusmian, “K.H. Raden Muhammad Adnan
https://doi.org/10.15642/mutawatir.2015.5.1.74-94. lihat (1889-1969 M): Ulama dan Pejuang di Bidang
juga Novita Siswayanti, “Javanese Ethical Values in Pendidikan, Politik, dan Agama dari Kauman
Tafsir Al-Huda,” Analisa 20, no. 2 (2013): 207–20, Surakarta,” Jurnal Lektur Keagamaan 15, no. 1 (2018):
https://doi.org/10.18784/analisa.v20i2.177. lihat juga 207–32, https://doi.org/10.31291/jlk.v15i1.521.
Ridhoul Wahidi, “Hierarchical Language in the 13
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi
Interpretation of Al-Ibrīz Li Ma‘rifah Tafsīr Al-Qur’ān (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 248.
Al-‘Āzīz by K.H. Bisri Musthofa,” Suhuf 8, no. 1 (2015): 14
Hans-Georg Gadamer, Truth and Method (London
141–160. Lihat juga Supriyanto Supriyanto, “Al-Qur’an & New York: Continuum, 2004), 310.
Dalam Ruang Keagamaan Islam Jawa: Respon 15
Imam Muhsin, Penafsiran Al-Qur’an Dan Budaya
Pemikiran Keagamaan Misbah Mustafa dalam Tafsir al- Lokal: Studi Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Tafsir Al-
Iklīl fī Ma’āni al-Tanzīl,” Jurnal Theologia 28, no. 1 Huda Karya Bakri Syahid (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, 2010), 21-22.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32 19
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

Tabsyir Anam berarti pembawa kabar gembira. keagamaan yang membuatnya memiliki
Lidah orang Jawa menyebutnya Tafsir Anom.16 hubungan yang sangat dekat dengan keluarga
Nama aslinya Raden Muḥammad Qamar. Ia istana. Penghulu memerankan fungsi dan tugas
lahir pada tahun 1854 di lingkungan pengulon, sebagai kepanjangan tangan raja yang
Surakarta Hadiningrat dan merupakan anak berkaitan dengan syariat Islam.20
keenam dari Raden Penghulu Tafsir Anom IV. Keberadaannya sudah ada sejak pada masa
Ia menghabiskan masa kecilnya dengan belajar keraton Kartasura. Dia mengabdi sebagai
mengaji Alquran pada sang ayah dan Kiai penghulu ageng selama 49 tahun.
Mukmin di Kampung Gajahan.17 Kesehariannya seringkali memakai jubah dan
Pada usia 18 tahun, Penghulu Tafsir Anom sorban. Ketika pengabdiannya telah mencapai
belajar mengaji di Pesantren Tegalsari 20 tahun, dia mendapatkan berbagai
Ponorogo lalu ke Pesantren Banjarsari Madiun pengargaan dan gelar Kanjeng dan Pangeran
dan Pesantren Kebonsari Madiun. Pada usia 21 Sentara. Ia meninggal pada 21 September 1933
tahun, setelah selesai belajar di pesantren, ia dan dimakamkan di kompleks pemakaman
lalu pulang ke Kampung Pengulon. Tetapi, is raja-raja Mataram di Imogiri.21 Salah satu anak
kemudian kembali belajar memperdalam ilmu- Tafsir Anom V ini adalah Kiai Adnan, salah
ilmu keislaman di Pesantren Darat yang diasuh satu tokoh penting gerakan sosial, politik dan
oleh KH. Muhammad Salih Darat hingga keagamaan di Surakarta pada masa revolusi
berusia 23 tahun.18 fisik. Kiai Adnan merupakan anak ketiga Tafsir
Pada usia 25 tahun, ia diangkat sebagai Anom dari sembilan saudara kandung,
pegawai raja (abdi dalem) yang ditugaskan di meskipun beberapa catatan silsilah
Jatinom, Klaten, wilayah perdikan yang berada keluarganya juga ada yang menyebutnya
di bawah kekuasaan Kraton Surakarta. Ia lalu sebagai anak keempat.22
diangkat sebagai khatib dan mendapat gelar Kiai Adnan lahir pada tanggal 16 Mei 1889
Khatib Barum. Pada saat menjadi khatib, dia di kompleks pangulon Kauman, Keraton
tetap diminta membacakan kitab-kitab Surakarta, Jawa Tengah.23 Ia tinggal di rumah
keislaman di hadapan raja. Pada tahun1811, ia tradisional Jawa berbentuk joglo serta
kemudian menikah dengan anak perempuan berpendapa besar, sebuah protipe rumah bagi
dari Mas Ngabehi Praja Marnala.19 bangsawan.24 Nama kecilnya adalah
Pada 1815, ketika umurnya menginjak 30 Muhammad Shauman. Kakeknya, Penghulu
tahun, Sri Susuhunan Pakubuwana IX Tafsir Anom IV, menjabat penghulu pada masa
mengangkatnya sebagai penghulu ageng kraton pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana
menggantikan ayahnya yang meninggal VII-IX. Dalam silsilah keluarga disebutkan
beberapa waktu sebelumnya. Sebagai penghulu bahwa silsilahnya sampai pada Sultan Syah
ageng yang membawahi semua penghulu di Alam Akbar III atau R. Trenggono, Sultan
tingkat kabupaten, Raden Penghulu Tafsir
Anom adalah penasehat raja di bidang

16
Ma’mun Pusponegoro, Kauman: Religi, Seni, Dan INIS, 2001). Lihat juga Ibnu Qoyim Ismail, Kiai
Tradisi (Surakarta: Paguyuban Kampung Wisata Batik, Penghulu Jawa, Peranannya pada Masa Kolonial
2007), 35. (Jakarta: Gema Insani Press, 1997).
17
Junaidi, “Penafsiran Al-Qur’an Penghulu Kraton 21
Junaidi, “Penafsiran Al-Qur’an Penghulu Kraton
Surakarta: Interteks dan Ortodoksi.” Surakarta: Interteks dan Ortodoksi.”132-133.
18 22
Ghazali Munir, Warisan Intelektual Islam Jawa Hakim Adnan, Masjid Tegal Sari Sala Genap 65
(Semarang: Wali Songo Press, 2008), 57. Tahun (Solo: Asya Grafika, 1999), 20.
19
Junaidi, “Penafsiran Al-Qur’an Penghulu Kraton 23
Gusmian, “K.H. Raden Muhammad Adnan (1889-
Surakarta: Interteks dan Ortodoksi.” 1969 M): Ulama dan Pejuang di Bidang Pendidikan,
20
Tentang penghulu, lihat Muhamad Hisyam, Caught Politik, dan Agama dari Kauman Surakarta.”
24
between Three Fires: The Javanese Pangulu under The Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di
Dutch Colonial Administration 1882-1942 (Jakarta: Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2004), 334.

20 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

Demak terakhir.25 Kiai Adnan merupakan sekolah yang didirikan. Sekolah Rakyat seperti
keturunan penghulu secara turun-temurun. Ini Volksscool (Sekolah Desa) maupun HIS
berbeda dengan Tafsir Anom VI yang ketika (Hollands Inlandse School) masih sangat
meninggal tahun 1956 tidak digantikan oleh sedikit jumlahnya.30 Kiai Adnan sempat
keturunan pengulon, tetapi pihak Kraton mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat dan
mengangkat pejabat senior di bidang agama Sekolah Manbaul Ulum yang didirikan
Islam (Juru Suronoto/Mutihan) yaitu R.T. ayahnya.31 Ia lulus dari Madrasah Manbaul
Hadipaningrat alias Abdul Mukti.26 Ulum pada usia tujuh belas tahun dan
Pada masa kecil hingga remaja, Kiai Adnan memperoleh Syahadah Islamiyyah (ijazah)
hidup di tengah masyarakat yang masih peringkat pertama pada 21 April 1906.32 Ia juga
dipengaruhi oleh budaya feodal. Stratifikasi sempat belajar Islam di beberapa pesantren di
masyarakat Jawa tampak pada pembagian kelas Jawa Tengah dan Jawa Timur, antara lain
sosial para raja (monarkhi), kepala daerah Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren
(provinsi), kepala desa, dan masyarakat desa.27 Mangunsari, Pesanten Tremas Pacitan dan
Dibanding ayahnya, Penghulu Tafsir Anom V Pesantren Jamsaren.33
yang sering memakai jubah dan sorban, Kiai Setelah selesai belajar di pesantren, pada
Adnan kerap memakai batik, berjas beskap tahun 1908 Kiai Adnan kemudian pergi ke
hitam berenda-renda dan di punggungnya Mekah untuk memperdalam Islam selama
diselipkan keris sebagai kelengkapan busana delapan tahun (1908-1916). Ia berguru pada
tradisional Jawa. Tutup kepalanya bercorak Syekh Mahfuz Al-Tarmasi (1868-1919), ulama
khusus, kombinasi model udheng Jawa dan asal Tremas, Pacitan; Syekh Ahmad Shata’ dan
sorban yang berwarna putih. Pakaian model ini Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.34
dipakai dalam tugas dinas ke kantor Yogaswara Setelah kembali ke tanah air tahun 1916, ia lalu
(Departemen Urusan Agama Kraton), atau menikah dengan Siti Maimunah (w. 1943),
menghadap Sri Susuhunan ke Kraton.28 putri seorang saudagar yang dermawan, Haji
Kiai Adnan pertama kali belajar mengaji Ahmad Shofawi. Atas bantuan mertuanya
pada ayahnya sendiri. Pengetahuan membaca tersebut, tahun 1928 didirikan Masjid Tegalsari
dan menulis Jawanya diperoleh di sekolah sebagai cikal bakal Pondok Pesantren Ta’mirul
partikelir di Solo. Sedangkan pengetahuan baca Islam, Surakarta. Ia kemudian tinggal di Jalan
tulis latin dan pengetahuan umum lainnya Bumi 9, Kampung Tegalsari. Dari
diperoleh dengan mengundang guru ke perkawinannya tersebut, Kiai Adnan
rumahnya.29 Pada waktu itu belum banyak dianugerahi 15 orang anak. Tetapi, putra-

25
Abdul Latif Adnan, Silsilah Keluarga Kanjeng Sedangkan HIS merupakan lembaga utama untuk
Raden Pengulu Tafsir Anom V (Jakarta: t.p., 2008), 9. memperoleh pendidikan Barat, khususnya mempelajari
26
Abdul Basit Adnan, Sejarah Masjid Agung Dan bahasa Belanda sebagai kunci untuk pendidikan lanjut
Gamelan Sekaten Di Surakarta (Surakarta: Yayasan dan syarat untuk memperoleh pekerjaan. Nasution,
Mardikintoko, t.th.), 51. Sejarah Pendidikan Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara,
27
Zaini Muchtarom, Islam Di Jawa Dalam Perspektif 1995), 88-89.
31
Santri Dan Abangan (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), Pusponegoro, Kauman: Religi, Seni, Dan Tradisi,
6. 46-47.
28
Abdul Basit Adnan and Abdul Hayi Adnan, “Prof. 32
Muhammad Adnan, Mutiara Hikmah (Solo:
K.H.R Muhammad Adnan Dan Pemikirannya Dalam Perkumpulan Mardikintoko, 1996), 6. Lihat juga Adnan,
Islam,” dalam Lima Tokoh Pengembangan IAIN Sunan Masjid Tegal Sari Sala Genap 65 Tahun, 20.
33
Kalijaga Yogyakarta, ed. Moh. Damami (Yogyakarta: Norma Setyowati and Danur Hadi Prasojo, Ritual
Pusat Penelitian IAIN Sunan Kalijaga, 1998), 4. Dalam Proses Pembangunan Masjid, Studi Kasus
29
Adnan dan Adnan, "Prof. K.H.R Muhammad Pembangunan Masjid Tegalsari Surakarta (Surakarta:
Adnan Dan Pemikirannya Dalam Islam”. t.p., 2008), 13.
30
Volksscool merupakan usaha pendidikan terbesar 34
Gusmian, “K.H. Raden Muhammad Adnan (1889-
yang didirikan Belanda untuk memberi kesempatan 1969 M): Ulama dan Pejuang di Bidang Pendidikan,
kepada rakyat belajar membaca, menulis dan berhitung. Politik, dan Agama dari Kauman Surakarta,” 213.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32 21
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

puterinya yang pertama sampai keenam Cetakan pertama Tafsir Alquran Suci Basa
meninggal pada usia balita.35 Pada 21 April Jawi dicetak oleh Perkumpulan Mardikinto
1930, Kiai Adnan dianugerahi putra ketujuh tahun 1924. Lalu tahun 1953, Kiai Adnan
bernama Abdul Hayiy lalu lahirlah putra- diyakini menulis kembali karya tersebut.
putrinya yang lain. Di antara putra-putrinya Berkat usaha anak Kiai Adnan, Abdul Basit
dari hasil pernikahannya dengan Siti Adnan, tafsir ini dikumpulkan dan dicetak
Maimunah adalah: Abdul Hayyi (1930-2003), sekitar tahun 1970-an dan diterbitkan oleh PT.
Abdullah Adnan (1931-1999), Abdul Basit Al-Ma’arif, Bandung dengan hanya
Adnan (1933-2003), Muhtaromah (1936- mencantumkan nama Kiai Adnan sebagai
2002), Abdul Hakim (1937-1996), Abdul Nur pengarang.38 Sejak diterbitkan tahun 1970-an
(lahir 1938), Abdul Hadi (lahir 1940) dan itulah Tafsir Alquran Suci Basa Jawi menjadi
Abdul Latif (lahir 1943). Setelah Maimunah lebi dikenal sebagai karangan Kiai Adnan.
meninggal, Kiai Adnan lalu menikah lagi Terdapat beberapa langkah yang ditempuh
dengan Salamah pada bulan Desember 1943.36 dalam sistematika Tafsir Alquran Suci Basa
Kiai Adnan meninggal pada 24 Juni 1964 dan Jawi. Pertama, sebagaimana tafsir lainnya,
dimakamkan di makam Barisan Kiai, Pajang, tafsir ini didahului dengan penjelasan tentang
Surakarta. tempat turunnya surat dan jumlah ayat secara
singkat. Tentang surah Al-Fatihah, misalnya,
2. Sistematika Tafsir Alquran Suci Bahasa dijelaskan bahwa “Tinurunake ana ing
Jawi Mekkah, cacahe ayat: 7. Tumurun sawuse surat
Di kalangan masyarakat Jawa, terutama al-Muddatstsir” (Diturunkan di Mekah, jumlah
daerah sekitar Keraton Solo dan Yogyakarta, ayatnya tujuh. Diturunkan setelah surah Al-
Tafsir Alquran Suci Basa Jawi memiliki tempat Muddatstsir). Begitu pula keterangan singkat
tersendiri. Karya ini tidak bisa dilepaskan dari tentang surah Al-Baqarah: “Tinurunake ana ing
naskah Tafsir Alquran al-Adzim karya Tafsir Madinah, cacahe ayat 286, kajaba ayat 281 ana
Anom V, ayah Kiai Adnan, yang diterbitkan ing Mina ing dalem Haji Wada” (Diturunkan di
oleh al-Maktabah an-Nabhaniyah, Surabaya. Madinah, jumlah ayatnya 286, kecuali ayat
Tafsir yang berjumlah sekitar tiga jilid ini 281, diturunkan di Mina pada saat haji Wada’).
memiliki kandungan yang sama dengan naskah Kedua, selain keterangan singkat tentang
Tafsir Alquran al-Adzim yang disusun lebih surah, penulis memberi penjelasan tambahan
dulu dalam aksara pegon secara terpisah-pisah tentang maksud nama surah dalam catatan
untuk setiap juz. Tampaknya ide dasar kaki. Misalnya, nama surah Al-Baqarah,
penulisan kedua tafsir tersebut ada pada Tafsir penulis memberikan penjelasan: “Surat=wates,
Anom V, sedangkan Kiai Adnan dan anak-anak Baqarah=sapi. Surat iku nyritakake sapi kang
lainnya yang mengumpulkan, membukukan dipragad kanggo sarana nguripake wong
dan mencetaknya dalam aksara latin berupa mati”.39 (Surat=wates, Baqarah=sapi. Surah
satu tafsir utuh, yakni Tafsir Alquran Suci Basa tersebut menceritakan tentang sapi yang
Jawi.37 Karenanya, tafsir tersebut tidak bisa disembelih sebagai sarana untuk
dilepaskan dari sosok ayah dan anak tersebut, menghidupkan orang mati). Dengan
yakni Tafsir Anom V, Kiai Adnan dan anak- memberikan keterangan tersebut, pembaca
anak lainnya. Tafsir Alquran Suci Basa Jawi ini dengan
mudah bisa memperoleh informasi tentang

35
Adnan, Masjid Tegal Sari Sala Genap 65 Tahun, 38
Gusmian, “K.H. Raden Muhammad Adnan (1889-
24. 1969 M): Ulama dan Pejuang di Bidang Pendidikan,
36
Adnan, Silsilah Keluarga Kanjeng Raden Pengulu Politik, dan Agama dari Kauman Surakarta,” 229.
Tafsir Anom V, 40. 39
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci Basa
37
Junaidi, “Penafsiran Al-Qur’an Penghulu Kraton Jawi (Bandung: Al-Ma’arif, t.th.), 14.
Surakarta: Interteks dan Ortodoksi,” 155-157

22 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

surah yang dibaca, baik alasan penamaannya penafsiran pengarang yang menyimpang dari
atau kandungannya. redaksi bahasa sumber. Begitu pula terjemah
Ketiga, tafsir ini, sebagaimana umumnya kalimat wayurbi al-sadaqat dengan lan
tafsir berbahasa lokal lainnya, juga nikelake berkahing sadakah (melipatgandakan
menggunakan terjemah. Terjemah yang berkah dari sedekah) yang menambah kata
digunakan cenderung pada apa yang disebut al- “berkahing.”
Dhahabi sebagai terjemah tafsiriyah.40 Keempat, ayat-ayat Alquran yang
Terjemah tafsiriyah atau maknawiyah diterjemah ke bahasa Jawa secara tafsiriyah
merupakan jenis terjemah yang tidak terlalu tersebut lalu juga diberi penafsiran dalam
terikat pada urut-urutan redaksi bahasa sumber bentuk catatan kaki (footnote). Misalnya,
(source language) dan tidak menggunakan penafsiran di catatan kaki ketika menafsirkan
makna harfiyah (literal), tetapi, ia memberikan QS. Al-Baqarah/2: : lilladhin yu’lun min
terjemah secara yang bebas. Terjemahan ini nisa’him tarabbus arba’ah ashhur fa in fa’u
mengutamakan ketepatan makna dan maksud fainnallah ghafur rahim. Pengarang
secara sempurna dengan konsekuensi terjadi menerjemahkannya dengan “Wong kang pada
perubahan urut-urutan kata atau susunan supata (ila’), ninggal wadone iku, kena
kalimat.41 Misalnya, ayat wa ja’a rabbuka wa nyrantekake (suwe-suwene) patang sasi,
al-malak saffan saffan (QS. Al-Zumar), yang sawesi iku menawa dhewekw padha gelem
diterjemah secara tafsiriyah menjadi: balen satemene Allah iku Maha Pangapura
“Parentahe Pangeranira kelaksanan lan sarta Maha Asih”
malaikat jejer-jejer”42 (perintah Tuhanmu Artinya: “orang-orang yang bersumpah (ila’),
telah terlaksana, dan para Malaikat saling meninggalkan istrinya, bisa menunggu (lama-
berbaris). Penerjemahan kata ja’a rabbuk lamanya) empat bulan, setelah itu jika
dengan “parentahe Pangeranira kelaksanan” keduanya mau bersatu lagi sesungguhnya
(perintah Tuhanmu telah terlaksana) sudah Allah maha pengampun dan maha pengasih.
tentu merupakan bentuk terjemah tafsiriyah, Pengarang memberikan penafsiran dengan
karena kata ja’a, makna leksikalnya adalah memberikan catatan kaki pada kata supata
“datang.” Tetapi pengarang memberikan (ila’) sebagai berikut: “Ila’ tegese supata ora
terjemah tafsiriyah menjadi “perintah telah cumbana karo rabine, lawase luwih 4 sasi
terlaksana.” utawa tanpa wates” (Ila’ yaitu bersumpah
Contoh terjemah tafsiriyah juga tampak untuk tidak menggauli isterinya. Lamanya
pada ayat yamhaqullah al-riba wa yurbi al- lebih dari 4 bulan atau tak terbatas). Penjelasan
sadaqat (QS. Al-Baqarah/2: 276). Pengarang tersebut menunjukkan penafsiran pengarang
menerjemahkannya dengan: “Allah nyirnakake Tafsir Alquran Suci Basa Jawi untuk
berkahing riba lan nikelake berkahing memperjelas maksud kata ila’ tersebut.
sadakah”. (Allah melenyapkan berkah dari riba Pengarang menggunakan catatan kaki sebagai
dan melipatgandakan berkah dari sedekah). sebuah cara untuk memberikan penafsirannya
Terjemah kalimat yamhaqullah al-riba itu.
dengan Allah nyirnakake berkahe riba (Allah Begitu pula penggunaan catatan kaki
melenyapkan keberkahan dari harta riba) sebagai bentuk penafsiran dilakukan untuk
merupakan terjemah bebas dan tidak terikat menjelaskan tentang kembalinya suami dari
pada bahasa sumber yang hanya menunjuk sumpah ila’ masih dalam ayat yang sama:
pada kalimat “Allah akan melenyapkan riba,” Tegege wes ora ono perkarane apa-apa,
tanpa ada kata “keberkahan” di sana. nanging bojone lanang mau saraneng wes
Tambahan kata “berkahe” merupakan nerjang supata kudu bayar dhendaneng

40
Al-Dhahabi, Tafsîr wa al-Mufassirûn, 21-22. 42
Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci Basa Jawi, 1056.
41
Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Qur’an
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 61-62.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32 23
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

supata kang diarani: Kifarat, yaiku milih Selain itu, pengarang juga memberi
salah sijining 4 perkara: a). merdekake penjelasan di catatan kaki terhadap makna
kawula kang mukmin tur kang tanpa cacat; kata-kata kunci yang terdapat dalam sebuah
b). Sadaqah rejeki marang wong miskin 10, ayat, meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak.
siji-sjine sakmud; c). Nyandangi wong Contohnya adalah penafsiran QS. Al-
miskin 10. Dene yen ora bisa salahsijining Baqarah/2: 104. Setelah diterjemahkan ke
tiga perkara mau kudu pasa 3 dina.43 dalam bahasa Jawa, terjemah tersebut diberi
Artinya: maksudnya, sudah tidak ada lagi penjelasan melalui catatan kaki sebagai
masalah apa-apa, akan tetapi suaminya tadi berikut:
sudah menerjang sumpah, maka harus Raa’inaa”: tembung Arab tegese “kula
membayar denda dari sumpahnya tadi yang mugi panjenengan jangkung, panjenengan
disebut dengan kifarat, yaitu memilih salah serantosaken”. Yen tembung ibrani
satu dari 4 perkara ini: a) memerdekakan tegesipun gendheng. Ing ngarep para
budak laki-laki beriman dan juga tidak cacat. sahabat arep padha matur marang Nabi
b) memberikan sedekah kepada 10 orang Muhammad: “raa’inaa” kulo mugi
miskin, per orang satu mud. c) memberikan panjenengan serantosaken. Wong Yahudi
pakaian kepada 10 orang miskin. Apabila nuli padha tiru-tiru matur “raa’inaa”
tidak bisa melaksanakan salah satu dari ke nanging karepe ngunek-ngunekke
tiga perkara tersebut, harus diganti dengan gendheng, netepi tembung Ibrani. Mulane
puasa 3 hari. banjur ana dhawuh, para sahabat dilarang
Penafsiran melalui catatan kaki juga matur marang Rasul “raa’inaa”.45
dilakukan dengan memberi penjelasan pada Artinya: “Raa’inna”: ungkapan Arab,
kisah atau cerita tentang suatu peristiwa yang maksudnya “ saya mudah-mudahan engaku
terkait dengan ayat tertentu dengan tanpa kabulkan, engaku sentosakan”. Jika bahasa
menyebutkan sumber riwayatnya Ibrani kata tersebut maksudnya orang gila.
(kemungkinan termasuk jenis cerita isra’iliyat). Di depan, para sahabat hendak berkata
Contohnya adalah penjelasan tentang QS. Ali kepada Nabi “raa’inna” saya semoga engaku
‘Imran/3: 44: sentosakan. Orang yahudi kemudian pada
Nalikane Siti Maryam dipasrahake dening berucap menirukan kata “raa’inna” akan
biyunge marang Baitul Mukkaddas, tetapi dengan maksud yang berbeda, yakni
dicaosake ngladeni ana ing ngarsane Allah, mencaci dengan ungkapan orang gila,
ing kono pangerehing Baitul Mukkaddas 29 dengan pemahaman bahasa Ibrani.
wong padha rebutan ngopeni Siti Maryam, Kemudian para sahabat diperintahkan untuk
mungguh pansaning pasulayan mau tidak menggunakan kata “raa’inna” jika
disumanggakake ing Allah. Wong samono berkata kepada Nabi.”
mau padha golongan gawe tandha yekti Dilihat dari metode penafsiran yang
sarana padha nyemplungake kalam tembaga digunakan melalui penjelasan catatan kaki
ana ing bengawan Ardan. Sing sapa kalame tersebut, Tafsir Alquran Suci Basa Jawi
kumambang sarta ora bisa keli yaiku kang cenderung menggunakan metode tafsir bi al-
diparengake Allah ngopeni Siti Maryam, ra’yi. Sebuah metode penafsiran Alquran
wusana bareng wong 29 mau bebarengan dengan menggunakan ijtihad pemikiran yang
nyemplungake kalam kang kumambang didasarkan pada penguasaan kaidah bahasa
sarta ora keli mung kalame Zakariya. Dene Arab, dalil-dalil sahih dan aturan-aturan yang
kalame wong 28 padha.44 benar (tafsir bi al-ra’yi al-mahmud).46

43
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 65. Muhammad ‘Ali Al-Shabuni, al-Tibyan fî Ulûm al-
46
44
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 82. Qur’an (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2003), 67,
45
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 36. 155-157. Lihat juga Thamem Ushama, Methodology of

24 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

Pengarang tampak memberikan penekanan bahasa Jawa yang merupakan bahasa ibu yang
tersendiri atas ayat tertentu dan memberikan diwariskan dan dipelihara di lingkungan
ulasan lebih lanjut yang terkandung di Keraton Surakarta, meskipun sosok seperti
dalamnya. Tafsir Anom V dan Kiai Adnan misalnya juga
Demikian sistematika penafsiran dalam menguasai bahasa lainnya seperti Belanda dan
Tafsir Alquran Suci Basa Jawi yang Indonesia semasa aktif menjabat sebagai
menunjukkan sejumlah langkah, dari penghulu di masa penjajahan Belanda.
penjelasan ka rakter surah, maksud nama
surah, terjemah hingga penjelasan melalui 3. Akulturasi Islam Jawa dalam Tafsir
catatan kaki. Tetapi, permasalahan berikutnya, Alquran Suci Basa Jawi
mengapa karya ini diberi judul sebagai tafsir? Islam dan Jawa merupakan dua entitas yang
Meski ia bukan dalam pengertian sistematika berbeda. Tetapi, keduanya merupakan dua
tafsir standar, melainkan hanya berupa unsur serasi dan harmonis. Islam bukanlah
penjelasan pada catatan kaki, sedang teks agama yang antipati terhadap kebudayaan
intinya sekedar diterjemah secara tafsiriyah? masyarakat, tetapi justru bisa selaras dengan
Jawabannya bisa dilihat dari konteks kehadiran budaya lokal dengan mengadaptasi dan
Tafsir Alquran Suci Basa Jawi yang muncul di mengelaborasinya dalam kerangka besar
tengah-tengah pandangan masyarakat yang budaya Islam. Keserasian Islam dan budaya
masih menganggap haram akan terjemah Jawa bukan saja sekedar terpancar pada
Alquran ke dalam bahasa selain Arab dibanding keindahan budaya dan jiwa spiritualitas dalam
tafsir.47 Terjemah cenderung dianggap masyarakatnya, tetapi pada kemampuan
menyamai Alquran dan mustahil bisa mengawinkan cerlang budaya lokal Jawa
menampung bahasa Arab sepenuhnya. dengan Islam yang membentuk suatu kebaruan
Karenanya tak sedikit ulama lebih memilih dan entitas harmonis yang melahirkan tipe
menamai karyanya sebagai tafsir dibanding peradaban lebih tinggi dari sebelumnya. Inilah
terjemah, meski sangat berbeda dengan pola yang menjadi salah satu bentuk genius Islam
tafsir yang berkembang saat ini.48 Selain itu, Nusantara melalui akulturasi budaya.49 Salah
terbitnya tafsir ini menunjukkan keberanian satu upaya mengawinkan keluhuran ajaran
penulisnya dalam mempublikasikan karyanya Islam dan budaya lokal Jawa tersebut,
dalam bahasa Jawa. Publikasinya juga tampak misalnya, tampak pada Tafsir Alquran Suci
dilakukan secara bertahap. Awalnya Basa Jawi. Pengarang menyadari pentingnya
menggunakan aksara pegon, lalu belakangan kesadaran akan adanya cakrawala dalam teks
dicetak dan diterbitkan dalam aksara latin. Alquran berupa nilai keislaman dan horison
Oleh karena itu, kemunculan Tafsir Alquran pembaca berupa kuatnya budaya Jawa yang
Suci Basa Jawi ini bisa dianggap merupakan hidup di tengah-tengah mereka. Kedua
sebuah langkah berani dari sosok Tafsir Anom cakrawala atau horison itu selalu dihadirkan
V, Kiai Adnan dan anak-anaknya yang dalam penafsirannya. Pengarang berusaha
menyusun, mengumpulkan dan menggabungkan dan mengkomunikasikan
menerbitkannya di tengah perdebatan soal kedua horison tersebut sehingga bisa
terjemah tersebut. Hal ini, tentu bukan hanya menemukan keselarasan.50 Sebuah upaya yang
bisa dilihat sebagai upaya untuk menyebarkan berujung pada adanya keharmonisan antara
kandungan isi Alquran, tapi di sisi lain juga bisa horison ajaran Islam yang berada pada teks dan
dilihat sebagai upaya untuk melestarikan horison budaya Jawa yang terdapat pada dunia

Qur’anic Exegesis (Kuala Lumpur: A. S. Noordeen, K.H. Ahmad Sanusi” (Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
1995), 6. Hidayatullah Jakarta, 2009), 166.
47 49
Burhanuddin, Hermeneutika ala Pesantren, 117. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,
48
Dadang Darmawan, “Ortodoksi Tafsir: Respons 248.
50
Ulama terhadap Tafsir Tamsjijjatoel-Moeslimien Karya Hans-George Gadamer, Truth and Method, 310.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32 25
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

pembacanya. Hal ini sedikitnya tampak pada kersa jarwakaken (nerjemahaken Alquran),
tiga aspek, yaitu penggunaan bahasa Jawa boten kerso maringaken ilmunipun, dipun
halus, keselarasan dalam Sufisme Jawa dan kuwatosaken golongan ingkang diancam.
jalan kebijaksanaan dalam Islam Jawa. Artinya: “Ayat yang semisal di atas banyak
disebutkan, akan tetapi menurut ayat itu
4. Bahasa Jawa Halus (Krama) sebagai sudah cukup jelas. Maksud Alquran
Bahasa Tafsir diturunkan itu agar diperjelas dan
Bahasa adalah salah unsur pokok bagi dijelaskan. Kegunaan Alquran
kebudayaan. Ia merupakan unsur pertama dari diterjemahkan banyak sekali. Ummat
kebudayaan.51 Demikian halnya dengan bahasa mudah mengerti ajaran agama dari wahyu
Jawa. Ia merupakan salah satu unsur terpenting Allah lansung, sehingga dapat meresap
dalam budaya Jawa. Bahasa Jawa sendiri lansung ke dalam hati manusia dengan
memiliki beberapa hierarki bahasa, dari tingkat kuwat, dari pada karangan manusia sendiri.
yang paling halus hingga tingkat kasar dan Yang menjadi permasalahan jika tidak ada
paling kasar. Masyarakat Jawa yang hidup di terjemahan Alquran dari para ulama, maka
lingkungan Keraton biasanya menggunakan pokok tatanan agama sulit di pahami. Jika
bahasa Jawa yang paling halus. ulama tidak mau menerjemahkan Alquran
Baik Tafsir Anom maupun Kiai Adnan dan dan tidak mau memberikan ilmunya,
anak-anaknya, mereka lahir dan besar di dihawatirkan termasuk pada golongan yang
lingkungan Keraton Surakarta. Mereka diancam”.
umumnya sebagai seorang abdi dalem atau Pengarang Tafsir Alquran Suci Basa Jawi
pejabat Keraton. Mereka tentu terbiasa memandang bahwa Islam adalah agama yang
menggunakan bahasa Jawa halus atau kromo mengajarkan kelembutan. Ketika bertemu
inggil. Karenanya, bahasa Jawa halus tersebut dengan kebudayaan Jawa yang menekankan
juga digunakan dalam Tafsir Alquran Suci kelembutan, maka terjadi suatu perpaduan
Basa Jawi. Memang seperti yang dikemukakan yang harmonis. Budaya Jawa mengajarkan
Kiai Adnan dalam kata pengantarnya, tujuan keluhuran budi, termasuk ketika berbahasa.
penulisan tafsir ini secara umum adalah untuk Karenanya, ketika seseorang menghadapi
menyebarkan ajaran Alquran ke dalam cercaan atau celaan dari lawan, maka
masyarakat pengguna bahasa Jawa. Dengan dihadapinya dengan sikap yang lemah lembut
mengutip QS. An-Nahl/16 ayat 44, ia dan bahasa yang halus. Begitu pula ketika
mengatakan: menyeru musuh sekali pun sebaiknya dihadapi
Ayat kasebat tunggalipun kathah. Ananging dengan menggunakan bahasa yang lembut. Hal
miturut ayat punika sampun cekap terang. ini selaras dengan perintah Allah ketika
Bilih maksudipun Alquran punika memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk
katurunaken supados dipun terang- menyeru Fir’aun dengan menggunakan bahasa
terangaken. Ginanipun Alquran punika yang lembut. Hal ini seperti yang diabadikan
dipun terjemahaken kathah sanget. Ummat dalam QS. Thaha/20 ayat 44: “Sira sakloron
gampil mengertos tatanan agami mawi padha ndawuha Raja Fir’aun kanthi aris
wahyu Ilahi, ingkang saget numusi (andhap asor), muga-muga dheweke gelem
dhumateng sukma manungsa kiyat nampa pepeling utawa wedi marang ingsun”
tinimbang karangan manungsa piyambak. (Kalian berdua serulah Fir’aun dengan bahasa
Ingkang nguwatosi manawi boten wonten yang halus, mudah-mudahan mau menerima
terjemahan Alquran saking para ulama, peringatan atau takut (kepadaku).52
pokok tatanan agama angel dipun Bukan hanya untuk Fir’aun, Tafsir Alquran
mangertosi. Punapa menawa ulama boten Suci Basa Jawi menggunakan bahasa Jawa

51
Kontjaraningrat, Pengantar Antropologi 1 (Jakarta: 52
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 541.
Rineka Cipta, 2003), 81.

26 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

halus untuk semua kalangan. Misalnya untuk padha matur: “kita sami nderek punapa
manusia yang dimuliakan seperti: para nabi, ingkang sampun kita panggih, sarta dipun
orang-orang saleh, orang-orang yang berbuat tindakaken dening para tetiyang sepuh
baik, para malaikat dan lain-lain. Begitu pula, sedaya”. Dhawuhing Allah: “Apa sanajan
orang-orang yang dicela dan dilaknat oleh wong tuane mau ora mangerti apa-apa sarta
agama seperti orang-orang yang tak beriman, padha oleh pituduh.54
orang munafik, orang-orang yang berbuat Artinya: “Tatkala orang-orang kafir
maksiat dan dosa. Hal ini dapat dilihat, diperintah: ikutlah kalian pada apa yang
misalnya, ketika menjelaskan QS. Al- telah diturunkan Allah, “ kemudian orang-
Baqarah/2: 215 dengan sasaran atau objek orang itu berkata:kami semua mengikuti apa
pembicaraannya (khithâb) adalah Nabi yang sudah kami temukan, serta sudah
Muhammad: dikerjakan oleh orang-rang tua semuanya”.
(Muhammad) para ummatira pada matur Allah berfirman: “ apakah tatkala orang-
ing sira: “kados pundi lampahipun tiyang orang tua tadi tidak mengerti apa-apa akan
badhe dermakaken bandhanipun? Sira mendapatkan petunjuk”.
dawuha: “sadhekaha kang becik kang sira Hal ini berbeda dengan tafsir berbahasa
darmakake iku utama, dene kang prayogo Jawa lainnya, seperti tafsir Al-Ibriz karya Kiai
didermani iku wong tuane loro lan sanak Bisri Mustofa yang membedakan penggunaan
sedulure, lan para bocah yatim, para wong tingkatan bahasa Jawa sesuai dengan khithâb-
miskin, wongkang pinuju lelungan (kentekan nya. Jika yang dituju adalah golongan atau
sangu). Dene sedhekah kebecikan kang pihak-pihak yang dianggap mulia dalam
padha sira tindakake, Allah ngudaneni kacamata agama, maka digunakan bahasa Jawa
marang kebecikan mau.53 halus. Tetapi, jika khithâb ayat mengacu pada
Artinya: (Muhammad) sekelompok umatmu pihak-pihak yang dimurkai, maka digunakan
berkata kepada engkau: “bagaimana caranya bahasa Jawa yang kasar. Kata qala (berkata)
orang yang hendak mensedekahkan misalnya, jika yang berkata adalah nabi, maka
hartanya? Engkau bersabda: “sedekahlah akan diartikan dengan ngendiko (bahasa Jawa
dengan sesuatu yang baik dari apa yang halus dari berkata), sementara yang berkata
engaku miliki itu lebih utama, yang terutama adalah Abu Jahal, maka dimaknai dengan
kepada kedua orang tuamu dan saudara- ngucap (bahasa kasar).55
saudaramu, kemudian anak yatim, fakir Penggunaan bahasa Jawa halus dalam Tafsir
miskin, para musafir (yang kehabisan bekal). Alquran Suci Basa Jawi tidak terlepas dari
Sedekah kebaikan yang telah kalian lingkungan Keraton Surakarta yang
kerjakan, Allah akan membalas dengan mengajarkan kesantunan kepada siapapun.
kebaikan yang sama. Tafsir Anom dan Kiai Adnan sebagai penyusun
Pada ayat lainnya, ketika menafsirkan ayat tafsir tersebut meyakini bahasa Jawa halus
dengan khithâb-nya adalah orang kafir, maka merupakan bagian dari nilai-nilai luhur dalam
Tafsir Alquran Suci Basa Jawi pun tetap budaya Jawa yang sering mengedepankan
menggunakan bahasa Jawa yang sama kesantunan dan kesopanan. Tak peduli
halusnya. Perhatikan misalnya penjelasan atas meskipun khitâb atau pihak yang disebut atau
QS. Al-Baqarah/2: 170 berikut: menjadi pembicaraan adalah orang-orang yang
Lan nalikane wong kafir padha didhawuhi: tidak mulia dalam kacamata agama.
“sira padha ndereka barang kang
diturunake dening Allah, “ wong-wong mau

53
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 85. no. 1 (2011): 27–38, https://doi.org/10.18784-
54
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 61. /analisa.v18i1.122.
55
Tentang tafsir Al-Ibriz Abu Rohkmad, “Telaah
Karakteristik Tafsir Arab-Pegon Al-Ibriz,” Analisa 18,

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32 27
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

5. Sufisme Islam Jawa dan keselarasan Dalam pandangan Islam Jawa, penggunaan
lahir-batin istilah “ngelmu” berbeda dengan “ilmu”. Istilah
Islam Jawa, seperti dikatakan Woodward, “ilmu” biasanya merujuk pada ilmu-ilmu yang
merupakan konstruksi antara kesalehan bersifat zhahir seperti syariat serta ilmu-ilmu
normatif (syariah), kesalehan mistisme keislaman yang lain, sementara istilah
(sufisme) yang dipadukan dengan unsur-unsur “ngelmu” seringkali merujuk pada ilmu-ilmu
Jawa, berupa kebudayaan dan nilai-nilai Jawa. atau pengetahuan yang bersifat batin, seperti
Dalam masyarakat Jawa, hubungan antara ilmu ma’rifat dan hakekat. Nabi Musa banyak
sufisme dan kesalehan normatif pada umumnya bertanya pada Nabi Khidir, karena dia hanya
sering digambarkan dalam istilah perbedaan mendasarkan apa yang dilihatnya pada
antara lahir dan batin. Dalam teks-teks sufi di pengetahuan lahiriah saja. Ini berbeda dengan
Jawa, makna lahiriah Alquran berhubungan ilmu yang dimiliki oleh Nabi Khidir yang
dengan pengaturan tingkah laku, sementara sudah sampai pada tahap ngelmu atau ilmu
makna batinnya berhubungan dengan jalan batin, ma’rifat dan hakekat.
mistik dan pengetahuan mengenai Allah.56 Karenanya, Tafsir Alquran Suci Basa Jawi
Karenanya, di Jawa, ulama yang menguasai memposisikan sufisme bukan sebagai ajaran
syariat, Alquran, dan hadis, juga sekaligus yang dianggap menyimpang dari Islam seperti
menjadi sufi. Di sini tidak dipertentangkan yang dituduhkan oleh kalangan puritan.59
antara “ortodoksi” dan “kemurnian,” atau Justru sufisme diyakini berakar dan bersumber
antara Islam Jawa dan Timur Tengah. Unsur langsung dari Alquran salah satunya seperti
sufisme dan syariat harus dipahami sebagai ditunjukkan dalam kisah Nabi Musa dan Nabi
aspek-aspek dari sistem keagamaan yang Khidir tersebut. Mengenai ajaran lahir dan
tunggal.57 Tafsir Alquran Suci Basa Jawi yang batin atau syariat dan hakekat tampak pula
lahir di lingkungan Keraton Jawa Surakarta dalam pendapat Kiai Adnan dalam karyanya
sesuai dengan pandangan tersebut. Ini yang lain:
misalnya, tampak pada pandangan pengarang Tuntunan agama Islam memang benar-
ketika memberikan penjelasan atas QS. Al- benar seperti yang dikatakan tadi: tidak
Kahfi/18 ayat 60-74 yang menceritakan hanya menarangkan kelahiran (duniawiyah)
perjalanan Nabi Musa bersama Nabi Hidir saja dan tidak pula melulu kebatinan
untuk memperoleh ma’rifat. Ia menafsirkan (sufisme) semata-mata, tetapi kedua-duanya
kata ‘ilman dengan “ngelmu”: sebagai seorang Muslim wajib menjalankan
Bareng sak karone wes teko ing watu tilas untuk kesempurnaannya dengan sekuat
panggonan leren mau, ketemu karo tenaga…60
sawijining kawulaningsun kang wis ingsun Oleh karena itu, tasawuf, semua berdasarkan
paring rahmat (Nabi Hidir) sarta diparingi kehalusan ruhani dan tatasusila batin yang
ngilmu.58 sejahtera. Memang dengan adab yang
Artinya: Tatkala keduanya sudah sampai demikian itu, orang paham ilmu kebenaran.
pada batu yang sudah mereka gunakan Dengan demikian, sah segala perbuatannya.
beristirahat, bertemulah dengan salah satu Dengan amal demikian, ia memperoleh
hamba Allah yang telah Ia berikan rahmat hikmat kebijaksanaan, lalu dapat zuhud,
(Nabi Hidir) dan diberikan Ilmu. berdiri tegak meninggalkan tipuan dunia.
Dengan jalan demikian, lalu cinta kepada

56
Mark Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif 58
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 514.
versus Kebatinan, trans. oleh Hairus Salim “Islam in 59
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia,
Java: Normative Piety and Mysticism” (Yogyakarta: 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980).
60
LKiS, 1999), 109. Muhammad Adnan, Mutiara Hikmah, 66.
57
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi
Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1994).

28 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

yang benar (haq) atau yang nyata, yang Dengan demikian, meski awalnya Islam dan
langgeng atau yang tidak pernah rusak”61 Jawa merupakan dua entitas yang berbeda.
Penjelasan tersebut selaras dengan Tafsir Tetapi, dalam Tafsir Alquran Suci Basa Jawi
Alquran Suci Basa Jawi yang menjelaskan keduanya kemudian dipertemukan melalui
pentingnya pengetahuan batin seperti dimiliki unsur keluhuran budi, kehalusan dan ajaran
Nabi Khidir di atas. Karenanya, ajaran sufi mistisisme yang ada pada Islam berupa sufisme
diyakini merupakan tahapan terpenting bagi dan budaya Jawa. Keduanya dipadukan hingga
seorang Muslim untuk mensucikan dan menghasilkan keselarasan ajaran yang disebut
melembutkan jiwanya. Allah sendiri Maha Islam Jawa. Perpaduan sufisme dan budaya
Suci, maka dengan mengikuti laku sufi Jawa ini misalnya, terlihat juga dalam bentuk
seseorang bisa mensucikan jiwa dan raganya bangunan keraton, ritual, upacara (sekaten,
untuk mencapai sifat manusia sejati grebeg maulud, slametan dan lainnya),
sebagaimana Nabi Khidir. Sementara ketika penanggalan dan lain-lain. Keraton-keraton di
manusia telah menjadi lembut jiwanya, ia akan Yogyakarta dan Surakarta misalnya, jelas
berbelas kasih kepada sesamanya. Kiai Adnan sengaja dirancang sebagai representasi jalan
menyebutnya sebagai kewajiban manusia yang mistik sufi dan kosmos Islam. Keraton
paling utama terhadap sesama makhluq adalah merupakan pusat kota, arsitektur dan
saling berbelas kasih di antara mereka.62 ikonografinya yang sangat komplek,
Pandangan keselarasan dimensi batin dalam menyimbolkan ekplanasi-eksplanasi sufi
Islam dan budaya Jawa didasarkan pula pada mengenai siklus kehidupan, hubungan jalan
kedekatan makna budaya dan akal. Dalam mistik antara Allah dan manusia, dan antara
karyanya yang lain, Kiai Adnan misalnya, keselahan normatif dan doktrin mistik.64 Inilah
menjelaskan bahwa budaya berasal dari bahasa yang menjadi inti akulturasi Islam Jawa.
Sansakerta, budhi, berarti terang atau fajar atau
sesuatu yang menerangi hati manusia. Padanan 6. Islam Jawa sebagai jalan kebijaksanaan
bahasa Arabnya adalah ‘aql (mufrad) atau ‘uqul Bukan hanya melalui penggunaan bahasa
(jamak). Selanjutnya dikatakan bahwa akibat Jawa halus dan sufisme Jawa, akulturasi Islam
dari adanya penerangan tersebut manusia bisa Jawa juga tidak lepas dari penyelarasan sebagai
menyalurkan berbagai gagasan, gubahan, bagian dari jalan kebijaksanaan (al-hikmah).
karangan, serta karya-karya lainnya. Adanya Tafsir Alquran Suci Basa Jawi menjelaskan
akal dan budi dalam diri manusia, karena jalan hikmah ini ketika menafsirkan QS. Al-
mereka sejak awal dibekali oleh Tuhan berupa Nahl/16: 125:
petunjuk akal (hidayah ‘aqliyah). Akal dan (Muhammad) Sira ngajaka para manungsa
budi yang mendasari munculnya kebudayaan marang agamane Pangeranira klawan
menurutnya bisa dibagi menjadi tiga sesuai kawicaksanaan lan piweling kang becik lan
dengan proses perjalanannya: akal dan budi sira wangsulana wongkang ambantah ing
menuju kebenaran, menuju kesempurnaan, dan sira klawan kang luwih becik.65
menuju keindahan. Kiai Adnan kemudian juga Artinya: (Muhammad) hendaklah engakau
membagi kebudayaan menjadi dua bagian mengajak pada manusia kepada agama
besar: kebudayaan lahir dan batin. Kebudayaan Tuhanmu dengan bijaksana dan pesan yang
lahir meliputi alat atau benda-benda yang baik, dan hendaklah kamu memberikan
dibuat manusia untuk memenuhi balasan kepada orang yang menentangmu
kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan batin dengan balasan yang lebih baik.
mencakup ilmu pengetahuan, adab, kesusilaan, Allah dalam ayat tersebut memerintahkan
termasuk di dalamnya filsafat dan tasawuf.63 Nabi Muhammad agar mengajak manusia

61 64
Muhammad Adnan, Mutiara Hikmah, 133. Mark R. Woodward, Islam Jawa, 122.
62
Muhammad Adnan, Mutiara Hikmah, 9. 65
R. Muhammad Adnan, Tafsir Al-Qur’an Suci, 477.
63
Muhammad Adnan, Mutiara Hikmah, 108-109.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32 29
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

dengan jalan hikmah. Tafsir Alquran Suci Basa selametan dan upacara-upaca lainnya yang
Jawi menyebutnya dengan kawicaksanaan. terus bertahan di kalangan Muslim Jawa hingga
Dalam proses Islamisasi di Jawa, jalan kini.68
kebijksanaan itu salah satunya ditempuh Bagi keumuman Islam Jawa, Islam dan
melalui jalur kebudayaan dan kesenian. Hal ini budaya setempat harus disinergikan dan
dilandasi oleh keyakinan bahwa Islam tidaklah diharmonisasikan, karena menurutnya
anti pati terhadap kebudayaan yang ada di ekspresi-ekspresi budaya yang sudah ada
masyarakat, tetapi justru mengadopsinya dan tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam.
menyelaraskannya dengan ajaran Islam. Karenanya, ketika menyebarkan Islam seorang
Keselarasan budaya masyarakat dengan Islam pendakwah haruslah tahu dan bisa memahami
yang ditempuh melalui jalan hikmah itu kondisi dan budaya masyarakat setempat.
dijelaskan pula oleh Kiai Adnan dalam Dalam karyanya yang lain, Kiai Adnan
karyanya yang lain sebagai ajaran damai dalam menyatakan: “Barang siapa memberi pelajaran
Islam dan tujuan utama Islam adalah menebar tidak selaras dengan yang yang mendengarkan,
kedamaian di muka bumi. seperti menyebar benih di batu yang keras dan
Islam artinya damai, menurut Alquran surah tidak dapat tumbuh”. Ungkapan tersebut
Al-Anfal ayat 62 yang maksudnya: “Jikalau menurutnya didasarkan pada hadis Nabi:
mereka itu suka damai, maka kamu harus khatibu al-nas ‘ala qadri ‘uqulihim, anzalu al-
menetapi cinta kepada damai pula dan nas manazilahum (Bicaralah kepada manusia
percayalah ke hadirat Allah. Islam menurut kekuatan akal pikirannya. Dan
menganjurkan damai tidak hanya dalam tempatkanlah manusia di tempatnya yang
teori, namun tiap-tiap salat lima waktu tentu tepat).69
penghabisannya memberi salam (damai dan
menyalurkan hormat selamat) kepada C. SIMPULAN
sekalian umat yang ada di kiri-kanannya.66 Berdasarkan kajian di atas dapat ditarik
Karena Islam adalah agama kedamaian, kesimpulan bahwa Tafsir Alquran Suci Basa
maka ia harus disebarkan dan didakwahkan Jawi berupaya melakukan harmonisasi antara
secara damai pula. Pendekatan budaya ajaran yang bersumber dari Alquran dengan
merupakan salah satu hal terpenting dalam budaya Jawa. Sebuah karya yang gagasannya
menyebarkan dan mendakwahkan Islam. berasal dari Tafsir Anom V, lalu ditulis,
Pendekatan ini pulalah yang dilakukan oleh disusun, dikumpulkan dan dipublikasikan oleh
para penyebar awal Islam di Jawa yang K.H. Raden Muhammad Adnan (1889-1969)
dianggap sebagai pahlawan kebudayaan dan anak-anaknya yang berada di lingkungan
sekaligus sebagai model ideal bagi Islam Keraton Surakarta. Hasil kajian ini
Jawa.67 menunjukkan bahwa Tafsir Alquran Suci Basa
Sunan Kalijaga misalnya, yang diyakini Jawi merupakan salah satu karya yang
sebagai salah satu dari sembilan wali penyebar memperkuat keselarasan Islam dan budaya
Islam atau walisongo, menyebarkan Islam di Jawa. Akulturasi Islam Jawa tampak pada
kalangan masyarakat Jawa yang beragama penggunaan bahasa Jawa halus atau hormat,
Hindu dan Buddha melalui pendekatan budaya. mistisisme Islam Jawa berupa keselarasan
Ia berusaha memperkenalkan Islam tanpa lahir-batin dan keharmonisan Islam Jawa
melalui jalan konfrontasi langsung terhadap sebagai jalan kebijaksanaan. Penggunaan
ajaran agama lama. Ia menyebarkan Islam bahasa Jawa halus misalnya, menunjukkan
melalui wayang kulit, dan bentuk-bentuk filosofi Jawa yang mengedepankan keluhuran
ekspresi budaya yang lain. Sunan Kalijaga pula budi dan kehalusan dalam berbahasa. Begitu
yang diyakini menciptakan berbagai tradisi juga dari aspek sufisme dalam tafsir ini juga

66 68
Muhammad Adnan, Mutiara Hikmah, 85 Mark Woodward, Islam Jawa, 145.
67 69
Mark Woodward, Islam Jawa, 146. Muhammad Adnan, Mutiara Hikmah, 107.

30 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

menunjukkan keselarasan dengan budaya dan Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi
falsafah Jawa. Ia sejatinya bukanlah sesuatu Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta:
yang bertentangan dengan ajaran Islam tetapi LP3ES, 1994.
justru merupakan bagian puncak dari tahapan Federspiel, Howard M. “An Introduction to
beragama Islam. Inilah salah satu kekhasan Qur’anic Commentaries in Contemporary
tafsir lokal di Nusantara yang mencerminkan Southeast Asia.” The Muslim World 81, no.
dialog antara ajaran Islam dengan keragaman 2 (1991): 149–61.
budaya Nusantara. https://doi.org/10.1111/j.1478-
1913.1991.tb03519.x.
DAFTAR PUSTAKA ———. Popular Indonesian Literature of the
Adnan, Abdul Basit. Sejarah Masjid Agung Qur’an. Ithaca, New York: Cornel Modern
dan Gamelan Sekaten di Surakarta. Indonesia Project, 1994.
Surakarta: Yayasan Mardikintoko, t.th. Gadamer, Hans-Georg. Truth and Method.
Adnan, Abdul Basit, dan Abdul Hayi Adnan. London & New York: Continuum, 2004.
“Prof. K.H.R Muhammad Adnan dan Gilliot, Claude. “Exegesis of the Qurʾān:
pemikirannya dalam Islam.” dalam Lima Classical and Medieval.” In Encyclopaedia
Tokoh Pengembangan IAIN Sunan Kalijaga of the Qurʾān, diedit oleh Jane Dammen
Yogyakarta, diedit oleh Moh. Damami. McAuliffe, 99–124. Qurʾānic Studies
Yogyakarta: Pusat Penelitian IAIN Sunan Online. Leiden-Boston-Koln: Brill, 2001.
Kalijaga, 1998. Gusmian, Islah. “K.H. Raden Muhammad
Adnan, Abdul Latif. Silsilah Keluarga Kanjeng Adnan (1889-1969 M): Ulama dan Pejuang
Raden Pengulu Tafsir Anom V. Jakarta: t.p., di Bidang Pendidikan, Politik, dan Agama
2008. dari Kauman Surakarta.” Jurnal Lektur
Adnan, Hakim. Masjid Tegal Sari Sala Genap Keagamaan 15, no. 1 (2018): 207–32.
65 Tahun. Solo: Asya Grafika, 1999. https://doi.org/10.31291/jlk.v15i1.521.
Adnan, Muhammad. Mutiara Hikmah. Solo: ———. “Tafsir Al-Qur’an Bahasa Jawa:
Perkumpulan Mardikintoko, 1996. Peneguhan Identitas, Ideologi dan Politik
Adnan, R. Muhammad. Tafsir Al-Qur’an Suci Perlawanan.” Suhuf 9, no. 1 (November
Basa Jawi. Bandung: Al-Ma’arif, t.th. 2016): 141–68.
Al-Dhahabi, Muhammad Husain. Tafsîr wa al- https://doi.org/10.22548/shf.v9i1.116.
Mufassirûn. Vol. Juz I. Kairo: t.p., 1979. ———. “Tafsir Al-Qur’an di Indonesia:
Al-Qattan, Manna’ Khalil ’. Mabahis fi “Ulum Sejarah dan Dinamika.” Nun 1, no. 1 (2015):
Al-Qur”an. Beirut: Mansyurat al-Asr al- 1–32.
Hadis, n.d. Hisyam, Muhamad. Caught between Three
Al-Shabuni, Muhammad ‘Ali. al-Tibyan fî Fires: The Javanese Pangulu under The
Ulûm al-Qur’an. Jakarta: Dar al-Kutub al- Dutch Colonial Administration 1882-1942.
Islamiyah, 2003. Jakarta: INIS, 2001.
Baidowi, Ahmad. “Aspek Lokalitas Tafsir Al- Ismail, Ibnu Qoyim. Kiai Penghulu Jawa,
Iklīl Fī Ma’ānī Al-Tanzīl Karya KH Peranannya pada Masa Kolonial. Jakarta:
Mishbah Musthafa.” Nun 1, no. 1 (2015): Gema Insani Press, 1997.
33–62. Junaidi, Akhmad Arif. “Penafsiran Al-Qur’an
Burhanuddin, Mamat S. Hermeneutika ala Penghulu Kraton Surakarta: Interteks dan
Pesantren. Yogyakarta: UII Pres Ortodoksi.” Pascasarjana IAIN Walisongo,
Yogyakarta, 2006. 2012.
Darmawan, Dadang. “Ortodoksi Tafsir: Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di
Respons Ulama terhadap Tafsir Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2004.
Tamsjijjatoel-Moeslimien Karya K.H. ———. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Ahmad Sanusi.” Sekolah Pascasarjana UIN Rineka Cipta, 2009.
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Kontjaraningrat. Pengantar Antropologi 1.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32 31
S Supriyanto Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Alquran
Suci Basa Jawi

Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Siswayanti, Novita. “Javanese Ethical Values


Lubis, Ismail. Falsifikasi Terjemahan Al- in Tafsir Al-Huda.” Analisa 20, no. 2
Qur’an. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001. (2013): 207–20.
Maslukhin, M. “Kosmologi Budaya Jawa https://doi.org/10.18784/analisa.v20i2.177.
dalam Tafsîr al-Ibrîz Karya KH. Bisri Supriyanto, Supriyanto. “Al-Qur’an Dalam
Musthofa.” Mutawatir 5, no. 1 (2015): 74– Ruang Keagamaan Islam Jawa: Respon
94. Pemikiran Keagamaan Misbah Mustafa
https://doi.org/10.15642/mutawatir.2015.5. dalam Tafsir al-Iklīl fī Ma’āni al-Tanzīl.”
1.74-94. Jurnal Theologia 28, no. 1 (2017): 29–54.
Muchoyyar HS, M. “KH. Muhammad Shalih https://doi.org/10.21580/teo.2017.28.1.129
Al-Samarani: Studi Tafsir Faid Al-Rahman 4.
fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik Al- Ushama, Thamem. Methodology of Qur’anic
Dayyan.” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Exegesis. Kuala Lumpur: A. S. Noordeen,
2000. 1995.
Muchtarom, Zaini. Islam di Jawa dalam Wahidi, Ridhoul. “Hierarchical Language in
Perspektif Santri dan Abangan. Jakarta: the Interpretation of Al-Ibrīz li Ma‘rifah
Salemba Diniyah, 2002. Tafsīr Al-Qur’ān Al-‘Āzīz by K.H. Bisri
Muhsin, Imam. Penafsiran Al-Qur’an dan Musthofa.” Suhuf 8, no. 1 (2015): 141–60.
Budaya Lokal: Studi Nilai-nilai Budaya Wielandt, Rotraud. “Exegesis of the Qur’an:
Jawa dalam Tafsir al-Huda Karya Bakri Early Modern and Contemporary.” In
Syahid. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Encyclopaedia of the Qur’an, diedit oleh
Kementerian Agama RI, 2010. Jane Dammen McAuliffe, 124–42. Leiden-
Munir, Ghazali. Warisan Intelektual Islam Boston-Koln: Brill, 2001.
Jawa. Semarang: Wali Songo Press, 2008. Woodward, Mark. Islam Jawa: Kesalehan
Nasution. Sejarah Pendidikan Indonesia. Normatif versus Kebatinan. Diterjemahkan
Jakarta: Bumi Aksara, 1995. oleh Hairus Salim “Islam in Java: Normative
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Piety and Mysticism”. Yogyakarta: LKiS,
Indonesia, 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1999.
1980.
Pusponegoro, Ma’mun. Kauman: Religi, Seni,
dan Tradisi. Surakarta: Paguyuban
Kampung Wisata Batik, 2007.
Rida, Al-Sayyid Muhammad Rashid. Tafsir al-
Qur’an al-Hakim al-Mashhur bi’ism Tafsir
al-Mana. Vol. Juz 1. Kairo: Munsha Al-
Manar, 1947.
Rohkmad, Abu. “Telaah Karakteristik Tafsir
Arab-Pegon Al-Ibriz.” Analisa 18, no. 1
(2011): 27–38.
https://doi.org/10.18784/analisa.v18i1.122.
Rohmana, Jajang A. “Memahami Al-Qur’an
dengan Kearifan Lokal: Nuansa Budaya
Sunda dalam Tafsir Al-Qur’an Berbahasa
Sunda.” Journal of Qur’an and Hadith
Studies 3, no. 1 (2014): 79–99.
Setyowati, Norma, dan Danur Hadi Prasojo.
Ritual Dalam Proses Pembangunan Masjid,
Studi Kasus Pembangunan Masjid Tegalsari
Surakarta. Surakarta: t.p., 2008.

32 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni 2018): 17-32

Anda mungkin juga menyukai