Anda di halaman 1dari 15

TARJUMAN AL-MUSTAFID KARYA SYAIKH ‘ABD AL-

RAUF BIN ‘ALI AL-FANSHURI AL-JAWI

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Tafsir Ulama Nusantara

Dosen Pengampu: Addin Kholisin, M.Ag

Disusun Oleh:

Aisyah Rochmah (210204110011)

Rakhmad Dhani Lazuardi Iman (210204110024)

Nabilah Almasduki (210204110092)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intelektual Islam di Nusantara khususnya Aceh menempati posisi amat


penting dalam perkembangannya khususnya sejak munculnya diskursus berdarah
sekitar wahdat al-wujûd. Tragedi keagamaan ini telah melibatkan banyak tokoh,
baik penggagas dan pendukung wahdat al-wujûd, yaitu Hamzah Fansuri,
Syamsuddin al-Samatrani, dan Saifurrijal, maupun penentangnya, Nuruddin al-
Raniri yang radikal dan Abdurrauf al- Sinkili yang evolusioner. Seiring dengan
wacana di atas, di Aceh juga telah melahirkan sebuah karya intelektual penting pada
paruh kedua abad ke-17, berupa tafsir al-Qur’an lengkap pertama, Tarjumân al-
Mustafîd karya al-Sinkili, yang menggunakan bahasa Melayu. Meskipun
sebelumnya, yaitu sejak abad ke-16, telah banyak ayat-ayat al-Qur’an yang
diberikan padanan kata Melayunya, namun saat itu belum terdapat terjemahan
lengkap dengan bahasa Melayu.1

Kajian tafsir alquran merupakan kajian peting dalam dunia keilmuan islam
dengan berbagai corak, perkembangan tafsir nusantara ikut berkembang dimulai
pada abad ke tujuh hingga sekarang, salah satu penafsiran yang monumental dalam
perkembangannya di nusantara at Tarjuman al Mustafid karya Abdurrauf al- Sinkili
yang menggunakan corak adabi dan ijtimai, tafsir sangat di butuhkan bukan hanya
untuk memahami al quran juga berguna sebagai pedoman menjalani kehidupan
dengan baik. pada penelitian ini penulis akan memaparkan biografi mufassir,
deskripsi, metode, corak, karakteristik penafsiran dalam kitab Tarjuman al Mustafid
karya Abdurrauf al- Sinkili.

1
A. H. Johns, “Islam di Dunia Melayu: Sebuah Survei Penyelidikan dengan beberapa Referensi
kepadaTafsir al-Qur‟an,” dalam Azyumardi Azra (Penyunting dan Penerjemah), selanjutnya
disebut Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), hlm.
123.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Syekh ‘Abd al-Rauf mushannif Kitab Tarjuman al-
Mustafid?
2. Bagaimana deskripsi kitab tafsir Tarjuman al-Mustafid ini?
3. Bagaimana metode, corak, karakteristik, dan contoh penafsiran dalam
kitab tafsir tersebut?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Mushannif

Abdurrauf as-Singkili dikenal dengan sebutan Syiah Kuala (bahasa Aceh,


artinya Syekh Ulama’ di Kuala) as Singkili adalah laqab yang di nisbahkan kepada
tanah kelahirannya yaitu Singkil (Aceh Singkil) yang sebelumnya merupakan
wilayah Aceh Selatan. Muhammad Syamsu As berpendapat, as Singkili dibesarkan
di gampong Suro, Singkil.

Syiah Kuala yang melekat pada dirinya adalah nisbah kepada tempat ia
dimakamkan yaitu di Kuala (Muara) Krueng Aceh, Desa Deyah Raya Kecamatan
Kuala, jaraknya sekitar 15 km dari pusat Kota Banda Aceh. Abdurrauf seperti yang
tersebut di muqaddimah kitab Miratuth Thullab memiliki nama lengkap,
Aminuddin Abdurrauf bin Ali al Jawi Tsumal Fansuri. as Singkili adalah seorang
ulama besar era kesultanan Aceh. Ia terkenal 'alim dalam tafsir al-Quran, ilmu fiqih
dan pelopor tarekat Syattariyah di dunia Melayu. Keterangan ini dapat diamati dari
sejumlah karya yang ditinggalkannya yang membahas ketiga disiplin ilmu tersebut.

As-Singkili lahir sekitar tahun 1024 H /1615 M dan wafat pada tahun -1105
H/1693. Ia dimakamkan di dekat kuala atau mulut sungai Aceh. M. Masa kecil as
Singkili tidak dapat diterangkan secara sistematis karena memiliki keterbatasan
sumber Kisah, masa kecil hanya dapat diperkirakan bahwa as Singkili berangkat
dari golongan masyarakat biasa. Karena itu, maka masa kecilnya sama ada dengan
masa kecil anak- anak sebayanya. Mereka hidup dalam kesederhanaan di desa
bermain sesama anak-anak seusianya. Pendidikan pertama Syiah Kuala didapat dari
ayahnya yang juga mempunyai dayah (pesantren). Ketika itu Fansur menjadi salah
satu pusat Islam penting di nusantara serta titik hubung antara orang Melayu dan
kaum muslim dari Asia Barat serta Selatan. Beberapa tahun kemudian Syiah Kuala
berangkat ke Banda Aceh dan belajar pada Syamsuddin Sumatrani, seorang ulama
pengusung wujudiyah. Syiah Kuala melanjutkan pendidikan ke Jazirah Arab pada

4
1642 Masehi. Tercatat sekitar 19 guru pernah mengajarinya berbagai disiplin ilmu
Islam, selain 27 ulama terkemuka lainnya.

Tempat belajarnya tersebar di sejumlah kota yang berada di sepanjang rute


haji, mulai dari Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Mekah, dan
Madinah. Studi keislamannya dimulai di Doha, Qatar, dengan berguru pada seorang
ulama besar, Abd Al-Qadir al Mawrir. Sepanjang hidupnya, tercatat Syiah Kuala
sudah menggarap sekitar 21 karya tulis yang terdiri dari satu kitab tafsir, dua kitab
hadis, tiga kitab fikih, dan selebihnya kitab tasawuf. Bahkan Tarjuman al-Mustafid
(Terjemah Pemberi Faedah) adalah kitab tafsir Syiah Kuala yang pertama
dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu.

Namun di antara sekian banyak karyanya, terdapat salah satu yang dianggap
penting bagi kemajuan Islam di nusantara, yaitu kitab tafsir berjudul Tarjuman al-
Mustafid. Kitab ini ditulis ketika Syiah Kuala masih berada di Aceh. Kitab ini
beredar di kawasan Melayu-Indonesia, bahkan luar negeri. Diyakini banyak
kalangan, tafsir ini telah banyak memberikan petunjuk sejarah keilmuan Islam di
Melayu. Selain itu, kitab tersebut berhasil memberikan sumbangan berharga bagi
telaah tafsir Alquran dan memajukan pemahaman lebih baik terhadap ajaran-ajaran
Islam.

Karya tulis Syekh Abdurrauf kini masih bisa ditemukan di Pustaka Islam,
Seulimum, Aceh Besar. Hal ini merujuk pada buku yang dikarang Teuku Ibrahim
Alfian berjudul Perjuangan Ulama Aceh di Tengah Konflik yang berdasarkan hasil
penelitian Al Yasa’ Abubakar. Disebutkan dalam tulisan itu, karya tulis As-Singkili
lebih kurang mencapai 36 buah kitab. Bahkan salah satu kitab yang dikarangnya
diabadikan oleh Profesor A. Meusingge dalam buku yang wajib dibaca mahasiswa
Koninklijke Academic Delft, Leiden. Di dalam buku tersebut diulas isi kitab As-
Singkili yang berjudul Mi'rat at-Tullab fi Tahsil Ahkam asy-Syari'yyah li al Malik
al- Wahhab. Selain sebagai penulis yang produktif, Syekh Abdurrauf As-Singkili
dipercayakan sebagai mufti kerajaan Aceh pada masanya. Pengaruhnya sangat
besar dalam mengembangkan Islam di Aceh dan meredam gejolak politik di
kerajaan tersebut. Salah satu kebijakan populis pada abad pertengahan adalah
restunya terhadap kepemerintahan ratu-ratu di Aceh.

5
B. Deskripsi Kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid
Tarjuman Al-Mustafid diasumsikan kuat sebagai kitab tafsir pertama di
Nusantara yang lengkap menafsirkan 30 juz Al-Qur’an. Penulis tafsir ini
merupakan seorang ulama besar Aceh bernama Syaikh Abdul Rauf bin Ali al-
Fanshuri al-Jawi. Kitab tafsir Tarjuman Al-Mustafid tersebar luas di kepulauan
Nusantara, bahkan hingga ke mancanegara seperti Afrika Selatan. Tafsir ini berkali-
kali pula telah berhasil dicetak di Singapura, Penang, Jakarta, Bombay, dan Timur-
Tengah.2
Fakta ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat pada saat itu yang tertarik
mengaji tafsir Melayu. Salah satu penyebabnya tidak lain karena bahasa Melayu
merupakan lingua franca (bahasa pengantar) khususnya di wilayah Asia Tenggara.
Maka, wajar bila tafsir ini diminati hingga beberapa abad lamanya. Tafsir Tarjuman
Al-Mustafid diperkirakan selesai ditulis pada tahun 1675 M, atau sewaktu Syaikh
Abdul Rauf masih menjabat sebagai seorang qâdhî (hakim) di kerajaan Aceh.3
1. Teknik
Pengarang menerjemahkan ayat demi ayat tetapi tidak secara harfi.
Terdapat banyak ayat yang digabungkan secara separuh atau penuh.
Secara umum beliau menerjemahkan berdasarkan qiraat Hafs. Tetapi
terdapat juga terjemahan berdasarkan qiraat lain khususnya Abu 'Amr,
Qalun, dan Warsh. Bahkan kecenderungan beliau memilih selain qiraat
Hafs dalam banyak tempat menunjukkan penguasaannya yang luas
dalam banyak qiraat.
2. Bahasa dan Istilah
Bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu lama atau klasik. lstilah-
istilah lokal yang terdapat di dalamnya bukan hanya terhenti kepada
Aceh saja bahkan menjangkau hingga kepada istilah Patani. Namun
begitu, pengaruh bahasa Arab juga tidak dapat dihindari. Sebagian
daripada istilah Arab ini memang sudah biasa dalam masyarakat Melayu.

2
Azra, A. (1999). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung:
Mizan.
3
Azra, A. (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII:
Akar Pembaharuan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana.

6
Tetapi sebagian lagi merupakan istilah yang jarang atau memang tidak
dipakai dalam masyarakat Melayu.
lstilah-istilah berbagai bidang ilmu juga terdapat dalam kitab ini. Di
antaranya ialah istilah tajwid dan qiraat seperti tashdid, tashil, ikhtilas,
tahqiq, ishba', istilah fiqh seperti harus, zihar, khiyar, sunat, dan
sebagainya.
3. Gaya Bahasa
Terjemahan ayat dibuat dengan gaya bahasa Melayu klasik. Ia juga
terikat dengan kaedah bahasa Arab. Terjemahan banyak menggunakan
struktur ayat songsang yaitu struktur ayat yang tidak terikat dengan
kaedah subjek-predikat. Ia juga banyak menggunakan struktur ayat pasif
yang diwakili oleh imbuhan "di" dan kalimah "oleh".

C. Metode
Sebuah penafsiran ayat-ayat Alquran sangat membutuhkan alat untuk
memaparkan pesan-pesan yang ada dalam Alquran, dengan latar belakang
pengetahuan dan intelektual mufassir menjadi faktor yang mempengaruh sebuah
produk tafsir, begitu juga kitab-kitab tafsir yang telah ada sebelum karangan
mufassir tersebut menjadi sebuah kitab tafsir, dan menjadikan kitab tafsir terdahulu
sebagai gambaran terlebih dahulu, maka terdapat kemungkinan yang besar jika
sebuah kitab tafsir menjadi referensi atau rujukan, maka kitab tafsir yang akan
dihasilkan oleh mufassir akan sama dengan kitab-kitab yang telah menjadi
rujukanya.
Dalam kitab tafsir tarjuman al-Mustafid tidak disertai dengan kalimat
pembuka (Mukaddimah) pada awal kitab tidak seperti kebanyakan kitab tafsir yang
sebelum pembahasan tafsir Alquran didahului oleh mukaddimah, melainkan
Abdurrauf as- Singkili secara langsung membahas penafsiran surah al-Fatihah.
Untuk mengetahui sebuah karya tafsir menggunakan metode apa dalam proses
menafsirkan ayat-ayat Alquran dapat dilihat sesuai dengan kitab tafsir yang menjadi
rujukan. Seperti yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, maka dengan
pendekatan melalui referensi yang digunakan terdapat dua sudut pandang dalam
penggunaan metode penafsiran. Jika dilihat dari urutan ayat dan penjelesan aspek-

7
aspek serta isi dari kandungan ayat, tarjuman al-mustafid menggunakan metode
tahlili, ketika dilihat dari sudut pandang makna yang dijelaskan dari tafsir tersebut
menggunakan metode Ijmali, karena penjelasan yang digunakan dinilai singkat,
padat, dan mudah dimengerti seta sangat sesuai untuk dipelajari bagi pengkaji tafsir
pemula.4
D. Corak Penafsiran
Dalam menjelaskan ayat-ayat Al-quran Abdurrauf As-Singkili tidak terpaku
hanya pada satu corak penafsiran. Abdurrauf menggunakan corak umum. Artinya,
penafsiran yang diberikan tidak mengacu pada satu corak tertentu, seperti fiqih,
filsafat, dan adab bil-ijtima’i. Namun tafsirnya mencakup berbagai corak sesuai
dengan kandungan ayat yang ditafsirkan. Jika sampai pada ayat yang
membicarakan hukum fiqih, beliau akan mengungkapkan hukum-hukum fiqih, dan
jika sampai pada ayat tentang teologi, pembahasan keyakinan tentang akidah
mendapat porsi yang cukup.dan jika sampai pada ayat yang menyebutkan tentang
qishah, beliau akan membahasnya dengan porsi yang cukup pula.5 Hal ini
disebabkan Abdurrauf adalah seorang yang memiliki keahlian dalam berbagai
bidang baik ilmu fikih, filsafat, mantiq, tauhid, sejarah, ilmu falak dan politik.
Dengan keluasan ilmu yang dimilikinya tidak aneh jika corak penafsiran yang di
berikan bersifat umum, walaupun Abdurrauf juga terkenal sebagai penyebar dan
mursyid tarekat syattariah namun corak penafsiran yang diberikan tidak
terpengaruh pada satu bidang tertentu.6

E. Karakteristik Penafsiran
Pembahasan tentang karakteristik sebuah tafsir, menurut Yunan Yusuf,
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi metode penafsiran, teknik penafsiran dan
corak tafsir. Pada metode penafsiran, telaah ditekankan pada penggalian mengenai
cara seorang mufasir memberikan tafsirnya; apakah ia menafsirkan al-Qur’an

4
Arivaie Rahman, “Tafsir Tarjuman al-Mustafid: Diskursus Biografi, Kontestasi Politis, dan
Metodologi Tafsir”, MIQAT, Vol. XLII, No. I, (Januari-Juni, 2018), 162.
5
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hal.68.
6
H.A. Mukti Ali, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Depag R.I.1992/1993), hal.26.

8
dengan al-Qur’an, dengan hadis, dengan riwayat sahabat, dan dengan kisah-kisah
israiliyat atau dengan ra’yu (pendapat personal).7
Salah satu kelebihan kitab-kitab karangan Syeik Abdurrauf adalah
kontekstualitasnya. Menurut Hamka, Kitab-kitab yang ditulisnya selalu
menyesuaikan dengan masalah- masalah yang dihadapi oleh masyarakat Islam di
Nusantara pada waktu itu, khususnya di wilayah Aceh Darussalam. Ia
mengadaptasikan ilmu-ilmu agama yang dibawanya ke dalam bahasa-bahasa yang
ringan, mudah dimengerti oleh masyarakat, dan langsung menjawab ke pokok
persoalan. Hal yang sama juga terjadi pada Tafsir Tarjuman al- Mustafid, dimana
beliau menulis ini dengan Bahasa Melayu lengkap 30 Juz, dengan penjelasan yang
singkat, dan tidak panjang lebar. Sehingga mudah dibaca dan dipahami oleh para
pembaca yang awam sekalipun.
Dari segi metode dan teknik penafsiran, Syaikh Abdul Rauf tampaknya
hanya menerjemahkan secara harfiah ayat-ayat al-Qur’an. Tidak ada usahanya
untuk menjelaskan kandungan ayat yang sedang diterjemahkan dengan memakai
ayat-ayat lain yang memiliki makna yang sama dan tidak juga dengan memakai
hadis Nabi, riwayat sahabat, apalagi dengan kisah israiliyyat.
Ada tiga variabel lain yang secara rutin disertakan dalam tafsir ini di luar
penjelasan terjemah harfiah. Pertama, keterangan tentang asbab al-nuzul (sebab-
sebab turunnya) ayat. Jika memang ada, biasanya dimasukkan dalam bagian “kata
mufasir” atau “kisah”. Untuk surat al-Ikhlas istilah yang dipakai adalah “kata
mufasir”. Kedua, penjelasan tentang ragam bacaan (qiraah) yang biasanya
dimasukkan dalam bagian “bayan” atau “faidah”. Ketiga, penjelasan terakhir
tentang guna atau manfaat atau fadhilah ayat atau surat jika di baca. Bagian ini
biasanya diletakkan pada pembuka surat, menyertai penjelasan mengenai status
surat (Makkiyah atau Madaniyah).
Dapat diambil kesimpulan bahwa Syaikh Abdul Rauf Singkel mempunyai
pengaruh yang amat besar terhadap perkembangan Islam di Nusantara. Terutama
dalam bidang Tafsir Al-Qur’an dan Teologi melalui kitab Tarjuman Al-Mustafid.

7
Yusuf, Y. (1992). “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia Abad ke-XX”. Dalam Ulum al-
Qur’an, Vol. 01, No 4.

9
Dalam konteks ini, ia merupakan orang Nusantara pertama yang berhasil
membukukan tafsir Al-Qur’an secara lengkap hingga 30 juz.

F. Contoh Penafsiran
1. QS. al-Baqarah ayat 173
‫اضطُمر َغ ْ َْي ََب ٍغ َوََل َع ٍاد فَ ََل‬
ْ ‫اَّللِ ۖ فَ َم ِن‬
‫اْلِْن ِزي ِر َوَما أ ُِه مل بِِه لِغَ ِْْي م‬ َ ‫إِمَّنَا َحمرَم َعلَْي ُك ُم الْ َمْي تَةَ َوالد‬
ْ ‫مم َو ََلْ َم‬

‫ور َرِح ٌيم‬ ‫إِ ْْثَ َعلَْي ِه ۚ إِ من م‬


ٌ ‫اَّللَ َغ ُف‬

Al-Singkili menjelaskan tafsirnya yaitu “Sesungguhnya telah


diharamkan ataskamu memakan bangkai, darah, daging babi, dan
barang yang disembelih bukan atas nama Allah Ta’ala. Tetapi jika
memakannya dalam keadaan darurat dan tidak sampai melampaui
batas, maka tidaklah perbuatan tersebut sampai menyebabkan mereka
yangmelakukannya lantas keluar begitu saja dari statusnya yang
beragama Islam, dan orang yang melakukannya bahkan tidak
terjerumus pada perbuatan dosa. Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha
Pemberi Ampun pada hamba-Nya yang terpaksa melakukannya selama
tidak berlebihan dalam menikmati makanan tersebut ketika darurat.”

10
Gambar 2. Tafsir Al Baqarah 173
Sumber. Kitab Tarjuman al-Mustafid

Dari penafsiran ayat 173 surat al-Baqarah tersebut, tampak jelas


orientasi Al- Singkili dalam menyajikan tafsirnya yang ingin
menjelaskan kemudahan ajaran Qur’ani di saat kondisi darurat dan
kesulitan. Hal itu diimbangi dengan kepeduliannya terhadap
permasalahan yang kemungkinan terjadi pada wilayah basis sosial
kemasyarakatan. Sumbangsih pemikiran yang tertuang dalam karya
tafsirnya ini ingin meninggalkan kesan mendalam dan elementer
walaupun penjelasan yang disampaikan cukup dengan uraian yang
ringkas, dengan kata lainteknik penafsirannya ini menjadi kelebihan
tersendiri dalam mentransmisikan pengetahuan pokok ajaran Islam
pada level masyarakat awam.8

2. QS. al-Baqarah ayat 184

8
Sahlan Muhammad Faqih, Dadan Rusmana, dan Yayan Rahtikawati, "Orientasi Tafsir Turjuman
Al-Mustafid karya Abdur Rauf Al-Singkili", Jurnal Studi Keislaman, Vol. 9, No. 1, Tahun 2022, 11.

11
ِ‫م‬ ِۡ ِ ۡ ‫ت ۚ فمن كان ِمن ُكم م ِر‬ ۡ
‫ين يُ ِطي ُقونَهُۥ‬
َ ‫ُخَر ۚ َو َعلَى ٱلذ‬ َ ‫يضا أَو َعلَ َٰى َس َف ٍر فَع مدةٌ من أَمَّيٍم أ‬ ً َ َ َ َ ٍ ‫ود‬ََٰ ‫أَ مَّي ًما مع ُد‬
ِۡ
‫ومواْ َخ ْۡيٌ لم ُك ۡم ۖ إِن ُكنتُ ۡم تَ ۡعلَ ُمو َن‬
ُ‫ص‬
ۡ ۡ ‫ني ۖ فمن تطو‬
ُ َ‫ع َخ ًْيا فَ ُه َو َخْيٌ لمهُۥ ۚ َوأَن ت‬
ِ ۡ ِ
َ ‫فديَةٌ طَ َع ُام مسك ٍ َ َ َ َم‬

Puasakan oleh kamu segala hari yang sedikit, maka barangsiapa


diantara kamuyang melihat bulan Ramadhan itu, ia dalam
keadaan sakit atau ia sedang “berlayar” lalu ia berbuka, maka
diwajibkan atasnya mempuasakan sebilang hari yang telah ia
bukakan itu sebagai ganti di hari yang lain. Dan wajib atas orang
yang tidak kuasa untuk membayar pidyah pada tiap-tiap hari itu
sekira-kira yang dimakan oleh orang miskin sehari-hari, maka
barangsiapa yang berbuat kebaktian dengan melebihkan dari yang
demikian itu maka itu lebih baik baginya. Dan puasa kamu itu lebih
baik bagi kamu daripada berbuka dan membayar pidyah, jika kamu
tahu bahwa puasa kamu itu lebih baik maka puasakan oleh kamu
semua hari itu.9

9
Al-Sinkili, Abdurrouf, Tarjuman al-Mustafid. hal 28.

12
Gambar 2. Tafsir Al Baqarah 184

Sumber. Kitab Tarjuman al-Mustafid

Pada ayat di atas dapat dilihat bagaimana Al-Sinkili merespons


keadaan ketika itu. Penafsiran kata safar dengan makna “berlayar”
menunjukkan bahwa kondisi masyarakat lebih banyak melakukan
perjalanan dengan berlayar, bukan dengan perjalanan darat. Hal ini
sesuai dengan letak geografis Kesultanan Aceh yang dekat dengan
Samudera Hindia. Melalui penafsiran ayat ini maka sangat jelas bahwa
Al-Sinkili memberikan sumbangsih pemikiran sesuai dengan
zamannya, meskipun penjelasan tersebut sangat ringkas.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid merupakan buah karya dari Abdurrauf


asSingkili, dia dikenal sebagai seorang ulama Aceh yang muncul pada masa
pemerintahan Ratu Safiatuddin. Tafsir tersebut dikenal sebagai tafsir terlengkap
yang berbahasa arab melayu. Tafsir tersebut memdapat kontroversial mengenai
sumber penulisannya yaitu ada pandangan mengatakan sebagai terjemahan dari
kitab Baidhawi dan ada pandangan dari kitab Jalalain. Kitab tersebut memiliki
karakteristik tersendiri sebagai kitab-kitab yang lain. Dari segi metode
penulisannya, tafsirnya ada dua metode yang terapkan yaitu ijmali dan tahlili.

Teknik penulisannya adalah setiap memulai menjelaskan suatu surat,


Abdurrauf selalu memulainya dengan menulis Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim.
Kemudian selain memperkenalkan nama surat, tempat turun, jumlah ayat, dalam
menghubungkan dengan qisah-qisah yang lain Abdurrauf menulis kata-kata Qisas
diantara dua kurung, demikian juga dengan kata bayan dan Faidah ketika
menjelaskan uraian bacaan para imam Qiraat. Ayat-ayatnya berada ditengah-
tengah halaman sebagaimana terdapat dalam Al-Quran (secara berurutan)
kemudian penjelasan tafsirnya ditulis di sampingnya atau mulaidari atas, samping,
dan bawah halaman kertas, sedangkan ayat terletak ditengah tengah halaman
kertas. Dari segi corak penafsiran, Abdurrauf menafsirkan ayat-ayat tidak
menerapkan satu corak saja seperti fiqh, hukum, dan lain sebagainya. Tetapi
Abdurrauf menjelaskan ayat sesuai dengan makna ayat yang dijelaskan tersebut.
Hal tersebut karena Abdurrauf adalah orang yang dikenal ahli dalam berbagai
bidang.

14
DAFTAR RUJUKAN

Azra, A. (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana.

Faqih,Rusmana,dan Rahtikawati, "orientasi tafsir turjuman al-mustafidkarya abdur


rauf al-singkili", Jurnal Studi KeislamanVolume 9, Nomor 1, Tahun 2022.

H.A. Mukti Ali, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Depag R.I.1992/1993).Nashruddin


Baidan,

Perkembangan Tafsir di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2003).

Johns H. A. “Islam di Dunia Melayu: Sebuah Survei Penyelidikan dengan beberapa

Referensi kepada Tafsir al-Qur‟an, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989),

Muliadi kurdi , Abdurrauf as singkil Mufti besar aceh pelopor tarekat sattariyah di
dunia melayu, Lembaga naskah aceh (NASA), 2017.

Rahman, Arivaie. Tafsir Tarjuman al-Mustafid: Diskursus Biografi, Kontestasi


Politis, dan Metodologi Tafsir. MIQAT. Vol. XLII. No. I. Januari-Juni,
2018.

Suarni, “Karakteristik Tafsir Tarjuman Al-Mustafid”. Dalam jurnal Substantia,


Vol.17 No. 2, Oktober 2015.

Yusuf, Y. (1992). “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia Abad ke-XX”.


Dalam Ulum al-Qur’an, Vol. 01. No 4.

Zulkifli M, Wan Nasyrudin, Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisa Terhadap Karya


Terjemahan, Jurnal Pengajian Melayu, jilid 16, 2005.

‫ و هباهشه ترجواى ۡالوتفذالُرآى الكرين‬,‫عل ال ٌفصىري اجلاوي‬


ً ‫عبذالرؤف يب‬

Anda mungkin juga menyukai