1
Oman Faturahman, Tanbih al-Masyi Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh Abad 17,
(Bandung: Mizan, 1999), hlm. 25.
2
Ahmad Zaini,“Mengenal Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abd Al-Rauf Singkel: Analisis terhadap Sumber,
Metode dan Corak Tafsir Tarjuman al-Mustafid,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hlm. 32
3
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Vol.I (Jakarta: Abdi Utama, 1992), hlm. 55
Diantara guru-gurunya adalah, Muhammad Al-Babili, Muhammad al-
Barzanji, Hamzah Fansuri, Syekh Ibrahim bin Abdullah jam’an, Syekh Ahmad
Qusyasi, Syekh Ibrahim al-Kurani. Dari pengembaraan ilmu yang dilakukan, Syekh
Abdur Rauf as-Singkil kemudian menjadi ulama yang memahami banyak disiplin
keilmuwan seperti tasawuf, fikih, hadis, hingga tafsir.
Nama Syekh Abdur Rauf as-Singkili juga sangat lekat dengan tarekat
Sytariyah. Terkait dengan tarekat ini, Syekh Abdur Rauf adalah orang pertama yang
memperkenalkannya di Indonesia, mulai dari Aceh sendiri, Sumatera pada umumnya
hingga ke wilayah Cirebon, Jawa Barat. Beberapa pengkaji bahkan menyebutkan,
bahwa seluruh silsilah Tarekat Syatariyah di Nusantara akan berujung kepada Syekh
Abdur Rauf as-Singkili.4
Dalam bidang keilmuwan, Syekh Abdur Rauf juga dikenal sebagai ulama yang
produktif menuliskan sejumlah karya dalam berbagai bidang keilmuwan. Diantara
karyanya adalah:
a. Tarjumanul Mustafid
b. Mir’at at-Thulab
c. Mawa’iz al-Bai
d. Tanbih al-Masyi
e. Kifayatul Muhtajin
f. Al-Faraidh
g. Daqaiq al-Huruf 5
5
Arazzy Hasyim, Teologi Ulama Tasawuf di Nusantara Abad ke-17 sampai ke-19, (Jakarta: Maktabah Darus
Sunnah, 2011), hlm. 253-254
Maragi, dan di Makkah diterbitkan oleh penerbit Al-Amiriyah, dan di
Jakarta sendiri baru dicetak 1981.
Syekh Abdur Rauf as-Singkili meninggal dunia tahun 1693 pada usia
73 tahun. Ia dimakamkan di Kuala Aceh, Desa Raya, Kecamatan Kuala di
sebelah masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh. Untuk mengenang jasa
besarnya, sebuah universitas di Banda Aceh dibangun menggunakan nama
kebesarannya.6
7
Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia Abad ke XX” . Dalam Jurnal Ulumul Qur’an Vol, 01. No
4., 1992.
berbeda. Untuk memahami karakteristik Tafsir Tarjuman al-Mustafid, penulis akan
mengelaborasi berdasarkan metode penafsiran, teknik penafsiran.8
12
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia ( Solo: Tiga Serangkai, 2003), hal,68
13
H. A. Mukti Ali, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta: Depag R.I.1992/1993), hal. 26
c. Menjelaskan ayat-ayatnya dengan singkat padat dan mudah untuk dipahami,
serta cocok bagi semua usia
d. Sebelum menjelaskan ayat-ayatnya terlebih dahulu memperkenalkan surat
yang akan dijelaskan. Seperti Nama surat, tempat turun, dan juga fadilah
membaca surat tersebut serta jumlah ayat dalam surat tersebut
e. Pennjelasan ayat terletak berdampingan dengan ayat, artinya penjelasan ayat
dan ayat terletak dalam satu halaman, sehingga mempermudah bagi pembaca
f. Setiap penjelasan diberi kode tersendiri sesuai dengan penjelasan yang akan
dijelaskan, seperti menjelaskan tentang bacaan para imam qiraat kode yang
diberikan adalah kata ikhtilaf yang terletak didalam kurung dan kata “wallahu
a’lam pada penutup penjelasan bacaan para imam qiraat tersebut. Penjelasan
mengenai sebab turun ayat biasanya diberi kode atau tanda dengan kata qisah
dalam kurung, dan lain sebagainya
g. Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawi
Kekurangan dan kelemehan dari tafsir tersebut adalah:
a. Penjelasannya terlalu singkat sehingga tidak menambah wawasan bagi
para pembaca
b. Tidak menjelaskan tentang sanad dan matan hadis ketika menjelaskan
suatu ayat
c. Tidak menjelaskan tentang sanad dan matan hadis pada penjelasan
asbabun nuzul atau menjelaskan tentang yang lainnya.