Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
TARJUMAN AL MUSTAFID

(Abdul Rauf Singkil)

A. Profil Abdul Rauf Singkil


Syekh Abdur Rauf as-Singkili adalah ulama Aceh yang tidak hanya dikenal
Masyarakat Aceh atau Nusantara pada umumnya, tapi juga di dunia internasional.
Nama lengkapnya adalah Aminudin Abdur Rauf bin Ali al-Jawi Tsumal Fansuri as-
Singkili.
Ia merupakan seorang Melayu dari Fansur, Singkil (Singkel) di wilayah pantai
Barat Laut, Aceh.1 Nama beliau ditambahkan “al-Singkili” untuk menunjukkan bahwa
ia berasal dari Singkel. Ia adalah salah satu dianatara empat ulama Aceh yang
terkenal, tiga diantaranya adalah Hamzah Fansury, Syamsudin al-Sumatrani dan Nur
2
al-Din al-Maniri. syekh Abdur Rauf as-Singkil dikenal juga dengan gelar Teungku
Syekh Kuala. Tentang kapan Abdul Rauf lahir, tidak ada data yang akurat untuk
menjelaskan hal itu. Harun Nasution menyebut bahwa ia lahir sekitar tahun 1001 H/
1593 M. Pendapat lain menyebutkan bahwa ia dilahirkan di Suro, sebuah desa
pinggiran sungai Simpang Kanan, Singkil, sekitar tahun 1620 M. Menurut sebagian
keterangan, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia yang datang menetap di
Singkil Aceh pada akhir abad ke-13.
Ia berasal dari keluarga religius, ayahya Syekh Ali al-Fanshuri merupakan
ulama yang terkenal, membangun dan memimpin dayah (sebuah institusi seperti
pondok pesantren di Pulau Jawa) Simpang Kanan di pedalaman Singkel. 3 Pendidikan
agamanya didapat pertama dari ayahnya sendiri di Dayah ( Madrasah), kemudian
melanjutkan Pendidikan di Barus yang dipimpin oleh Syekh Hamzah Fansuri.
Diantara ilmu yang dipelajari adalah ilmu agama, Sejarah, mantik, filsafat, sastra
hingga bahasa Parsi. Perjalanan keilmuannya selanjutnya dilanjutkan di wilayah
Timur Tengah seperti Mesir dan Mekkah. Di Kawasan ini Syekh Abdur Rauf belajar
pada Muhammad Al-Babili, Mesir, Muhammad al-Barzanji, Antolia. Di Mekkah

1
Oman Faturahman, Tanbih al-Masyi Menyoal Wahdatul Wujud, Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh Abad
17, (Bandung: Mizan, 1999), hal. 25.
2
Ahmad Zaini, Mengenal Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abd Al-Rauf Singkel: Analisis terhadap
Sumber, Metode dan Corak Tafsir Tarjuman al-Mustafid, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 32
3
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Vol.I (Jakarta: Abdi Utama, 1992), hlm. 55
sendiri, Syekh Abdur Rauf bermukim selama kurang lebih 19 tahun untuk mendalami
ilmu agama.
Diantara guru-gurunya adalah, Muhammad Al-Babili, Muhammad al-
Barzanji, Hamzah Fansuri, Syekh Ibrahim bin Abdullah jam’an, Syekh Ahmad
Qusyasi, Syekh Ibrahim al-Kurani. Dari pengembaraan ilmu yang dilakukan, Syekh
Abdur Rauf as-Singkil kemudian menjadi ulama yang memahami banyak disiplin
keilmuwan seperti tasawuf, fikih, hadis, hingga tafsir.
Nama Syekh Abdur Rauf as-Singkili juga sangat lekat dengan tarekat
Sytariyah. Terkait dengan tarekat ini, Syekh Abdur Rauf adalah orang pertama yang
memperkenalkannya di Indonesia, mulai dari Aceh sendiri, Sumatera pada umumnya
hingga ke wilayah Cirebon, Jawa Barat. Beberapa pengkaji bahkan menyebutkan,
bahwa seluruh silsilah Tarekat Syatariyah di Nusantara akan berujung kepada Syekh
Abdur Rauf as-Singkili.4
Dalam bidang keilmuwan, Syekh Abdur Rauf juga dikenal sebagai ulama yang
produktif menuliskan sejumlah karya dalam berbagai bidang keilmuwan. Diantara
karyanya adalah:
a. Tarjumanul Mustafid
b. Mir’at at-Thulab
c. Mawa’iz al-Bai
d. Tanbih al-Masyi
e. Kifayatul Muhtajin
f. Al-Faraidh
g. Daqaiq al-Huruf 5

Diantara karyanya yang banyak menyita perhatian dan penelitian adalah


tafsirnya, Tarjmanul Mustafid. Karya ini mendapat banyak perhatian karena
tercatat sebagai karya tafsir pertama di Nusantara yang ditulis secara lengkap
menggunakan bahasa Melayu. Popularitas tafsir ini tidak hanya di Nusantara,
namun juga menjangkau negara-negara lain. Edisi cetak tafsir ini misalnya
dibuat di Singapura, Penang, Bombay, Istanbul Turki, Kairo, dan Makkah. Di
Istanbul karya ini diterbitkan oleh Matba’ah Al-Usmaniyah tahun 1884, di

4
Ibid, hal. 58.
5
Arazzy Hasyim, Teologi Ulama Tasawuf di Nusantara Abad ke-17 sampai ke-19, (Jakarta: Maktabah
Darus Sunnah, 2011), hal. 253-254.
Kairo dicetak oleh Sulaiman al-Maragi, dan di Makkah diterbitkan oleh
penerbit Al-Amiriyah, dan di Jakarta sendiri baru dicetak 1981.
Syekh Abdur Rauf as-Singkili meninggal dunia tahun 1693 pada usia 73
tahun. Ia dimakamkan di Kuala Aceh, Desa Raya, Kecamatan Kuala di sebelah
masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh. Untuk mengenang jasa besarnya,
sebuah universitas di Banda Aceh dibangun menggunakan nama
kebesarannya.6

B. Karakteristik tafsir Tarjuman al-Mustafid


Tafsir Tarjuman al-Mustafid ini adalah tafsir tertua alias terawal yang beredar di
wilayah Melayu Indonesia, sebagai bukti dapat kita lihat bahwa edisi tercetaknya
kitab ini di kalangan komunitas Melayu Afrika Selatan. Riddel mengatakan bahwa
salinan paling awal yang sampai sekarang masih ada dari Tarjuman al-Mustafid
berasal dari abad ke 17 dan awal ke 18. Bahkan edisi-edisi cetaknya diterbitkan di
Singapura, Penang, Jakarta, Bombay dan juga di Timur Tengah. Di Istambul ia
diterbitkan oleh Mathba’ah Al- ‘Ustmaniyyah pada tahun 1302/ 1884 dan juga pada
1324/1906. Di Kairo diterbitkan oleh Sulaiman Al-Maraghi, serta di Mekah di
terbitkan oleh Al-Amiriyyah. Sedangkan edisi terakhir diterbitkan di Jakarta pada
tahun 1981. Hal ini menunjukkan karya tersebut masih dipergunakan oleh kaum
muslimin Melayu Indonesia.7
Salah seorang pakar yang bernama Johns mengatakan bahwa dalam Tafsir
Tarjuman al-Mustafid mengandung suatu pentunjuk dalam sejarah keilmuan Islam di
tanah Melayu, banyak memberikan sumbangan kepada telaah tafsir Alquran di
Nusantara serta meletakkan dasar-dasar bagi sebuah jembatan antara terjemah dengan
tafsir. Pembahasan mengenai karakteristik secara khusus sebuah tafsir dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi metode penafsiran, teknik penafsiran, dan corak penafsiran.
Metode penafsiran merupakan suatu cara yang ditempuh oleh seorang
mufassir dalam melahirkan sebuah karyanya. Secara umum, dalam kajian metode
tafsir terdapat empat varian metode dalam menafsirkan Alquran yaitu analitik (tahlili),
metode ijmali, metode muqarran dan metode maudhu’i. Kesemua metode ini memiliki
cara kerjanya tersendiri, walaupun diantara metode-metode tersebut tidak jauh

6
Ibid, hal 256.
7
Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia Abad ke XX” . Dalam Jurnal Ulumul Qur’an
Vol, 01. No 4., 1992.
berbeda. Untuk memahami karakteristik Tafsir Tarjuman al-Mustafid, penulis akan
mengelaborasi berdasarkan metode penafsiran, teknik penafsiran.8

1. Metode dan Teknik Penafsiran Kitab Tafsir Nusantara (Tarjuman al-Mustafid)


Tafsir Tarjuman al-Mustafid merupakan tafsir Nusantara yang lengkap,
berbahasamelayu dan dikenal sebagai tafsir pertama terlengkap di
Nusantara.Untuk dapatmenentukan metode yang diterapkan dalam penulisan tafsir
Tarjuman al-Mustafid ini,alangkah baiknya kita telusuri terlebih dahulu beberapa
pandangan tentang sumberpenulisan tafsir Tarjuman Al-Mustafid ini.
Riddel dan Harun menjelaskan bahwa Tafsir Tarjuman al-Mustafid tersebut
merupakan terjemahan dari kitab Tafsir Jalalain.Hanya bahagian-bahagian tertentu
saja yang diambil dari kitab tafsir Badhawi dan al-Khazin. 9 Azyumardi Azra
menyebutkan bahwa tafsir Jalalain jelas menjadi sumber rujukan yang utama
dikarenakan Abdurrauf memiliki isnadisnad yang menghubungkannya dengan
Jalal al-Din al-Suyuthi baik melalui al-Qusyasyi maupun al-Kurani. Lebih jauh
lagi, menurut Johns seperti yang dikutip oleh Azyumardi bahwa meskipun tafsir
Jalalain sering dianggap hanya sedikit memberikan sumbangan dalam
perkembangan tradisi tafsir Alquran, namun ia merupakan tafsir Al-Qur’an
pendahuluan yang sangat bagus, jelas, dan ringkas untuk orang-orang yang baru
mempelajari tafsir di kalangan Muslim Melayu-Indonesia.10
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa Tafsir
Tarjuman al-Mustafid merupakan saduran dari Tafsir Jalalain. Tafsir Jalalain
adalah Tafsir yang menerjemahkan ayat-ayat Al-quran secara harfiyah dan
menyeluruh.Selain itu, dalam Tafsir Jalalain juga dijelaskan tentang asbab al-
nuzul.Hal ini juga diikuti oleh Abdurrauf dalam menjelaskan Tafsirnya.Bahkan,
beliau melengkapi tafsir dengan menjelaskan kisah-kisah, tempat turunnya ayat
dan perbedaan bacaan para imam qiraat.
Secara garis besar, Tarjuman al-Mustafid disusun menggunakan metode tahlili
11
yakni dengan menjelaskan kandungan ayat secara berurutan sesuai dengan

8
Zulkifli Mohd Yusoff, “ Tarjuman Al-Mustafid: Satu Analisa terhadap Karya Terjemahan”, Jurnal Pengajian
Melayu, Jilid 16, 2005.
9
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII….,hal. 203.
10
Ibid, hal.248-149
11
Abid Syahni, “Mufassir dan Kitab Tafsir Nusantara (Tafsir Turjumun al-Mustafid Karya Abd. Rauf As-
Singkili)”, Nun, Vol. 5, No. 1, (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2019), hal. 43.
ayatnya. Rujukan yang dipakai pada Tarjuman al-Mustafid adalah tafsir Baidhawi,
Tafsir Jalalain, dan Tafsir al-Khazin. Pada setiap permulaan surah, Syekh Abdur
Rauf menjelaskan terlebih dahulu nama surah, jumlah ayat, tempat turun, asbabun
nuzulnya, hingga penjelasan tentang bacaan imam Qiraat, baru kemudian
kandungannya. Dalam Menyusun tafsir ini Syekh Abdur Rauf tidak terpaku pada
satu corak yang umum yang disesuaikan dengan kandungan ayatnya. Uraian
dalam tafsir ini dibuat dengan kandungan ayatnya. Uraian dalam tafsir ini dibuat
menggunakan penkelasan yang singkat dan padat, dan dibuat secara berurutan
sehingga memberikan kemudahan tersndiri bagi para pembacanya.
2. Corak Penafsiran
Abdurrauf As-Singkili dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an tidak terpaku
hanya pada satu corak penafsiran. Abdurrauf menggunakan corak umum. Artinya,
penafsiran yang diberikan tidak mengacu pada satu corak tertentu, seperti fiqh,
filsafat, dan adab bil-ijtima’i. namun tafsirnya mencakup berbagai corak sesuai
dengan kandungan ayat yang ditafsirkan. Jika sampai pada ayat yang
membicarakan hukum fiqh, beliau akan mengungkapkan hukum-hukum fiqh, dan
jika sampai pada ayat tentang teologi, pembahasan keyakinan tentang akidah
mendapat porsi yang cukup.
Dan jika sampai pada ayat yang menyebutkan tentang qishah, beliau akan
membahasnya dengan porsi yang cukup pula. 12 Hal ini disebabkan Abdurrauf
adalah seorang yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang baik ilmu fikih,
filsafat, mantiq, tauhid, Sejarah, ilmu falak dan politik. Dengan keluasan ilmu
yang dimilikinya tidak aneh jika corak penafsiran yang diberikan bersifat umum,
walaupun Abdurrauf juga terkenal sebagai penyebar dan mursyid tarekat
syattariyah namun corak penafsiran yang diberikan tidak terpengaruh pada satu
bidang tertentu.13

3. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Tarjuman Al-Mustafid


Setiap karya tentunya memiliki kelebihan dan kekurangannya, diantara
kelebihan tafsir Tarjuman Al-Mustafid adalah:
a. Selalu memulai dengan kata Basmallah

12
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia ( Solo: Tiga Serangkai, 2003), hal. 68.
13
H. A. Mukti Ali, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta: Depag R.I.1992/1993), hal. 26.
b. Menjelaskan ayat-ayat secara berurutan dimulai dari surat al-Fatihah ditutup
dengan surat al-Nas
c. Menjelaskan ayat-ayatnya dengan singkat padat dan mudah untuk dipahami,
serta cocok bagi semua usia
d. Sebelum menjelaskan ayat-ayatnya terlebih dahulu memperkenalkan surat
yang akan dijelaskan. Seperti Nama surat, tempat turun, dan juga fadilah
membaca surat tersebut serta jumlah ayat dalam surat tersebut
e. Pennjelasan ayat terletak berdampingan dengan ayat, artinya penjelasan ayat
dan ayat terletak dalam satu halaman, sehingga mempermudah bagi pembaca
f. Setiap penjelasan diberi kode tersendiri sesuai dengan penjelasan yang akan
dijelaskan, seperti menjelaskan tentang bacaan para imam qiraat kode yang
diberikan adalah kata ikhtilaf yang terletak didalam kurung dan kata “wallahu
a’lam pada penutup penjelasan bacaan para imam qiraat tersebut. Penjelasan
mengenai sebab turun ayat biasanya diberi kode atau tanda dengan kata qisah
dalam kurung, dan lain sebagainya
g. Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawi

Kekurangan dan kelemahan dari tafsir tersebut adalah:


a. Penjelasannya terlalu singkat sehingga tidak menambah wawasan bagi
para pembaca
b. Tidak menjelaskan tentang sanad dan matan hadis ketika menjelaskan
suatu ayat
c. Tidak menjelaskan tentang sanad dan matan hadis pada penjelasan
asbabun nuzul atau menjelaskan tentang yang lainnya.

4. Pro dan Kontra Tafsir Tarjuman Al-Mustafid


Mengenai Pro dan Kontra Tafsir Tarjuman Al-Mustafid, kami tidak
menemukan pendapat para ulama baik yang konroversial maupun yang pro
dengan tafsir Tarjuman Al-Mustafid.

5. Analisis Tafsir Tarjuman Al-Mustafid


Tarjuman Al-Mustafid merupakan sebuah kitab tafsir Melayu yang sangat
istimewa. Ia ditulis oleh seorang ulama yang diakui kealiman dan keilmuwannya
oleh berbagai pihak. Selain merupakan kitab tafsir pertama di alam Melayu, ia
sekaligus memaparkan gambaran masyarakat Melayu ketika itu. Ia bukan saja
sebagai rujukan tafsir bahkan juga sebagai rujukan Bahasa, pemikiran dan
kebudayaan masyarakat Aceh untuk generasi selepasnya.
Walaupun Tarjuman Al-Mustafid hanyalah sebuah kitab tafsir yang agak
ringkas berbanding dengan kitab-kitab tafsir berbahasa Arab, namun ia adalah
bukti pengetahuan pengarangnya yang sangat luas khususnya dalam bidang qiraat.
Cara terjemahan ayat meraikan persekitarannya telah banyak membantu
masyarakat Aceh memahami al-Qur’an dengan lebih dekat.
Sikap pengarangnya yang tidak ekstrem dan taksub kepada pegangannya dan
toleransinya terhadap masyarakat telah banyak menyadarkan mereka kepada
ajaran Islam. Syekh Abdul Rauf suka menggunakan nasihat dan penerangan
berbanding dengan menghukum. Justru itu, Tarjuman Al-Mustafid adalah salah
satu interpretasi usahanya itu.cara menafsirkan ayat yang ringkas dan tidak
berbelit-belit dan sangat memudahkan pembaca menelaahnya.
Di sisi lain, bila sebagian kami menilai bahwa tafsir Tarjumān alMustafīd
merupakan terjemahan dari tafsir Anwār al-Tanzīr wa Asrār al-Ta’wīl karya al-
Baiḍāwī, perlu dicatat bahwa ‘Abd al-Ra’ūf juga memberikan penafsiran-
penafsirannya dalam beberapa hal. Terlebih, usaha yang dilakukannya di masa itu
merupakan salah satu bentuk ijtihadnya dalam memahamkan masyarakat
Nusantara akan Islam. Karena itulah tafsir ini sengaja dibuat dengan
menggunakan tulisan Arab-Melayu. Terlepas dari itu semua, salah satu hal yang
perlu dijadikan pelajaran dan diikuti oleh generasi di masa sekarang adalah bahwa
‘Abd al-Ra’ūf merupakan ulama yang sangat produktif dalam menulis, begitu juga
dengan semangat belajarnya yang luar biasa.

Anda mungkin juga menyukai