Anda di halaman 1dari 14

ILMU AL-BADI’ DAN BERAGAM TEORI DIDALAMNYA

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur pada Mata
Kuliah Balaghah Al-Qur’an

Dosen Pengampu:

Abdul Halim, S. Th. I, M. Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Miftahul Rizki : 4119002

Yuwanda : 4119015

Hanna Afifa Ramadhani : 4121015

Bunga Rahma Amelia : 4121059

Atika Qurratul Aini : 4121061

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL DJAMBEK


BUKITTINGGI

2023M/1445H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji beserta syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berguna unruk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Balaghah Al-Qur’an. Shalawat beserta salam juga mari kita hadiahkan kepada
junjungan kita yakninya Nabi Muhammad SAW. yang telah memberikan petunjuk
bagi umat manusia dari zaman yang gelap gulita menuju zaman yang terang
benerang seperti saat sekarang ini.
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Balaghah Al-
Qur’an. Selain itu, makalah ini dapat bertujuan sebagai penambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing, dan juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dibilang dari kata sempurna, Oleh
karena itu, dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran baik dari
pembaca demi kesempurnaan makalah yang dibuat ini.
Bukittinggi, 22 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Muqabalah ............................................................................. 2
B. Bentuk-Bentuk Muqabalah .................................................................. 2
C. Definisi Ta’kid ..................................................................................... 4
D. Definisi I’tilaf ....................................................................................... 5
E. Definisi Al-Jam’u Wa al-Tafriq ........................................................... 6
F. Definisi Husnu Ta’lil ........................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR KEPUSTAKAAN ......................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Balaghah adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana menyusun
kalimat dengan benar dan fasih, serta ditandai dengan adanya kesesuaian dan
disampaikan dengan ekspresif dan penuh dengan komunikatif karena esensi dari
ilmu balaghah adalah komunikatif. Dalam ilmu balaghah terdapat 3 cabang,
yaitu: ilmu ma’ani yang membahas tentang memaknai makna dari kalam yang
ada, ilmu bayan yang membahas tentang bagaimana menyampaikan ucapan
sesuai tuntutan dan keadaan. Terakhir ilmu badi’ yaitu ilmu yang membahas
tentang tata cara memperindah suatu ungkapan baik dari segi aspek, lafazh
maupun dari segi aspek makna.
Kajian ilmu badi’ sendiri terbagi menjadi dua, yaitu mengenai keindahan-
keindahan lafazh (muhassinat lafdziyyah), dan keindahan-keindahan makna
(Muhassinat Maknawiyyah), yaitu muqabalah, ta’kid, I’tilaf dan jam’u wa
tafriq.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi muqabalah?
2. Bagaimana bentuk-bentuk muqabalah?
3. Apa definisi ta’kid?
4. Apa definisi I’tilaf?
5. Apa definisi jam’u wa taufiq?
6. Apa definisi Husnu Ta’lil?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu muqabalah.
2. Untuk mengetahui bentuk bentuk muqabalah.
3. Untuk mengetahui definisi ta’kid.
4. Untuk mengetahui I’tilaf.
5. Untuk mengetahui definisi jam’u wa taufiq.
6. Untuk mengetahui definisi Husnu Ta’lil.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Muqabalah
Lu’luun Nisai dan Tulus Musthofa dalam jurnalnya “Muqabalah dalam
Surah Ar-Rahman dan Implikasinya Terhadap Ma’na”, mengatakan bahwa
muqabalah menurut Imil Badi’ Yaqub dan Misyal ‘Asyi dalam kitab Mu’jam al-
Mufassal fi al-Lugah wa al-Adab memberikan definisi dari muqabalah
merupakan bagian dari ilm badi’ yaitu mendatangkan dua makna yang
bersesuaian kemudian didatangkan kata yang berlawanan dengannya sesuai
urutan.

‫املقابلة هي ان يؤتى مبعنني او اكثر مث يؤتى مبا يقابل ذلك على الرتتيب‬
“Muqabalah adalah dihadirkannya dua makna atau lebih dibagian awal
kalimat, setelah itu dihadirkan makna-makna yang berlawanan dengan makna-
makna awal tadi dengan tertib dibagian akhir”1.

Melihat definisi di atas, muqabalah bisa diartikan suatu bentuk kaliamat


yang mana pada bagian pertama kalimat dihadirkan dua kalimat atau lebih
kemudia dibagian akhir dihadirkan pula dua kalimat atau lebih yang berlawanan
dari kalimat yang pertama. Contoh dari muqabalah ini, bisa dilihat dari ucapan
Khalid bin Safwan yang menggambarkan tentang seseorang.
‫ليس له صديق يف السر و ال عدو يف عالنية‬

“Ia tidak memiliki teman rahasia dan tidak pula memiliki musush secara
terang-terangan”. Pada contoh tersebut, terdapat dua makna diawal kalimat
yaitu “teman dan rahasia”, kemudian diakhir kalimat didatangkan pula dua
makna lain yang berlawanan dua makna ssebelumnya secara berurutan yaitu
“musuh dan terang-terangan”2.

1
Lu’luun Nasai, Tulus Musthofa, “Muqabalah dalam Surah Ar-Rahman dan Implikasinya
Terhadap Ma’na, Ficosiss, Vol. 1, 2021.
2
Ibid.

2
B. Bentuk-Bentuk Muqabah
Berdasarkan jumlah kata muqabalah terbagi kepada lima, kelima
pembahagian muqabalah ini banyak dipaparkan oleh ulama-ulama balagah
dalam karya mereka, seperti Ahmad al-Hisyami dalam karyanya Jawahir al-
Balagah dan Ahmad Matlub dalam karyanya Funun al-Balagiyyah3. Lima
pembahagian tersebut adalah:
1. Muqabalah itsnain bi itsnain

ِ ‫ضح ُكوا قَلِي اال َّولْي ب ُكوا َكثِْيۚا ج ۤزا ًۢء ِمبَا َكانُوا يك‬
‫ْسبُ ْو َن‬ َ ْ ‫فَلْيَ ْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ ا َ َ ا‬
Yaitu antara falyadhaku dan walyabku, serta antara qalila dan katsira.

2. Muqabalah tslasthah bi tsalatsah


َ ِ‫ٱْلََٰبََٰٓئ‬
……‫ث‬ ِ ‫…وُُِي ُّل ََلم ٱلطَّيِب‬..
ْ ‫َٰت َوُُيَ ِرُم َعلَْي ِه ُم‬
َ ُُ َ
Yaitu antara yahillu dan yahrumu, anatara lahum dan alaihim, antara
atthayyibat dan alkhabais

3. Muqabalah arba’ah bi arba’ah

ۙ ‫ واََّما م ًۢن ََِبل و‬٧ ‫ فَسنُي ِسرهٗ لِْليس َٰرى‬٦ ‫َّق ِِب ْْلس َٰ ٰۙن‬ ۙ
َ ‫ َوَك َّذ‬٨ ‫استَ ْغ َٰٰن‬
‫ب‬ ْ َ َ َْ َ ُْ ُ ََ ْ ُ َ ‫صد‬ َ ‫ َو‬٥ ‫فَاََّما َم ْن اَ ْع َٰطى َواتَّقَٰى‬
١٠ ‫ فَ َسنُيَ ِس ُرهٗ لِلْعُ ْس َٰرى‬٩ ‫ِِب ْْلُ ْس َٰ ٰۙن‬

Yaitu antara ‘atha dan balikha, antara ittaqa dan istaghna, antara saddaqa
dan kazzaba serta antara lisyusra dan lil’usra
4. Muqabalah khamsah bi khamsah
‫ضةا فَ َما فَ ۡوقَ َها اِ َّن َٰاّللَ َال يَ ۡستَ ۡح ى‬ ۡ ۡ ۡ ۡ ِِ ۡ ِ ۡ ۡ ۡ ۡ ِۡ
َ ‫ب َمثَاال َّما بَعُو‬ َ ‫فَاََّما الَّذي َن اَٰ َمنُوا فَيَ علَ ُمو َن اَنَّهُ اْلَ ُّق من َّرّب ۚم َواََّما اَن يَّض ِر‬
‫ض ُّل بِه ڪثِ ۡ اْيا َّويَ ۡه ِد ۡى بِه‬ ِ ‫ض ُّل بِهٗ ۤۤ اَِّال َكثِ ْۡيا الَّ ِذ ۡين ڪفَر ۡوا فَي ُق ۡولُ ۡو َن ماذَآَٰ اَراد َٰاّلل ِّبَٰ َذا مثَ اال ۘ ي‬
ُ َ ُ ََ َ َ ُ َ ‫ا‬
ِ ‫وما ي‬
ُ ََ
ۙ ِِۡ ۡ
‫ني‬
َ ‫الفَٰسق‬
ۤ
َٰ ِ ‫صل َويُ ْف ِس ُد ْو َن ِف ْاالَْر‬ ِ ِ ِ ِ ًۢ ِ ِ ِ
‫ك ُه ُم‬
َ ‫ض اُول ِٕى‬ ُ ‫الَّذيْ َن يَْن ُق‬
َ َ ‫ض ْو َن َع ْه َد َٰاّلل م ْن بَ ْعد مْي ثَاقه َويَ ْقطَعُ ْو َن َمآَٰ اََمَر َٰاّللُ به اَ ْن يُّ ْو‬
‫اْل َِٰس ُرْو َن‬
ْ

3
Ibid, Hal. 136

3
Yaitu Antara baudah dan ma fauqaha, antara allazinaamanu dan
allazinakafaru, antara yudhillu dan yahdi, antara yanqudhuna dan
mitsaqihi, antara yaqthauna dan yushala4
5. Muqabalah sittah bi sittah

‫و يف ِر ْج ِل ُح ٍر قَ ْي ُد ذُ ٍل يَشينُه‬# ‫اتج ِع ٍز يَزينُه‬ ٍ ِ ‫على ر‬


ُ ‫أس عبد‬
Yaitu antara ‘ala dan fii, antara ra’sin dan rijlin, antara ‘abdin dan hurrin,
antara taajun dan qayyidun, antara ‘izzun dan dzullin, antara yazinuhu dan
yasyinuhu5.

C. Definisi Ta’kid
1. Ta’kid madh bi syibhiz dzammi
Ta’kid madh bi syibhiz dzammi adalah menguatkan pujian dengan
kalimat yang menyerupai celaaan. Badi’ ini ada dua macam, yaitu:
a. Mengecualikan sifat terpuji dari siaft tercela yang ditiadakan.
‫ ّبن فلول من قراع الكتائب‬# ‫وال عيب فيهم غْي ان سيوفهم‬

“Pada diri kaum tiada cela sedikitpun hanya saja pedang pedang
mereka, rompak disebabkan berbenturan dengan pedang musuh”

Pada kalimat diatas adalah pujian dengan penyebutan kata “hanya


saja” seolah hendak menggiring kepada penyebutan sisi buruk kaum
tersebut. Tapi, malah sebaliknya malah menambah pujian lagi. Ini senada
dengan kalau kita ucapkan, “kamu tidak sombong, hanya saja kamu itu
murah hati”6.
b. Menetapkan pujian pada suatu hal, kemudian diiringi huruf pengecualian
bersamaan dengan sifat pujian lain.

‫اان افصح من نطق ِبلضاد بيد هين من قريش‬


“Saya adalah orang yang fasih mengucapkan huruf dhad, hanya saja aku
dari suku Quraisy”

4
Ibid.
5
Ibid, Hal. 137.
6
M. Zomri, Nailul Huda, Mutiara Balagah Jauharul Maknun dalam Ilmu Ma’ani, Bayan
dan Badi’, (Blitar: Santri Salaf Press, 2014). Hal. 416-417.

4
Perkataan Rasulullah SAW: “Saya adalah orang yang fasih
mengucapkan huruf dhad “merupakan suatu pujian, kemudian diiringi
huruf pengecualian yaitu: “hanya saja” yang mustasna-nya yaitu: “suku
Quraisy” juga pujian, karena bangsa Quraisy adalah bangsa Arab yang
paling mulia7.
2. Ta’kid dzammi bi syibhi al-Madh
Ta’kid dzammid bi syibhi al-madh adalah menguatkan celaan dengan
kalimat yang merupakan pujian, badi’ ini dinamakan badi’ aks (kebalikan).
Badi’ ini terbagi kepada dua, yaitu:
a. Mengecualikan sifat tercela dengan mengira-ngirakan sifat tersebut pada
sifat terpuji yang dinafi-kan dari suatu hal.
‫فالن ال خْي فيه اال انه يسيئ اىل من اجسن اليه‬

“Fulan tidak memiliki kebaikan sedikitpun pada dirinya, hanya saja ia


suka berbuat jelek pada orang yang berbuat baik kepadanya”

b. Menetapkan sifat tercela pada suatu hal, kemudian diringi adat istisna’
(penegcualian) beserta dengan celaan pula.

‫فالن فاسق اال انه جاهل‬


“Fulan adalah orang fasiq, hanya saja ia orang bodoh”8.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ta’kid dalam


kajian ilmu badi’ adalah sebuah penguatan terhdapat suatu kalimat, yang
mana ia terbagi kepada menguatakan kalimat pujian dengan kalimat yang
menyerupai pujian serta kebalikannya.

D. Definisi I’tilaf
Secara bahasa I’tilaf artinya cocok atau serasi, sedangkan menurut istilah
‘ulama balaghah I’tilaf adalah
‫ظ َوَم ْع اٰن‬
‫ني لَ ْف ا‬ ِ َ‫اَ ْْلمع بني متَ ن‬
ِ ْ َ‫اسب‬ ُ َ َْ ُ ْ َ

7
Ibid.
8
Ibid, Hal. 418.

5
“Menghimpun antara dua perkataan yang saling tali temali lafazhnya atau
maknanya (mengumpulkan dua perkara yang ada keserasian)”.9

Contoh:
ٍ ‫اَّشْس والْ َقمر ِِبسب‬
‫ان‬َ ْ ُ ُ َ َ ُ َّ
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (Q.S Ar-Rahman: 5)
Matahari dan rembulan adalah sesuatu yang serasi karena saling berpasangan.

E. Al-Jam’u wa Al-Tafriq
Jam’u adalah seorang mutakallim menghimpun beberapa Lafazh dibawah
satu hukum. Sedangkan tafriq merupakan kebalikannya yaitu seorang
mutakallim menyebut dua hal kemudian dia menjelaskan perbedaan dari kedua
hal tersebut. Yaitu:
1. Al-jam’u / Jamak adalah seorang mutakallim menghimpun di antara makna
lafazh yang berbilang di bawah satu hukum. Penghimpunan lafazh-lafazh bisa
antara dua lafazh atau lebih. Contoh gabungan dua lafazh adalah sebagai
berikut.
ۚ
‫اْلََٰيوةِ الدُّنْيَا‬
ْ ُ‫ال َوالْبَنُ ْو َن ِزيْنَة‬
ُ ‫اَلْ َم‬
” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia” (Qs. Al-Kahfi
ayat 46)

‫س ِم ْن َع َم ِل الشَّْي َٰط ِن‬ ِ


ٌ ‫اب َو ْاالَْزَال ُم ر ْج‬
ُ ‫ص‬
ِ ْ ‫اََِّّنَا‬
َ ْ‫اْلَ ْم ُر َوالْ َمْيس ُر َو ْاالَن‬
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban) untuk berhala,
mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaithan.” (Q.S Al-Maidah: 90)10

2. Tafriq dalam pandangan para ulama balaghah adalah seorang mutakallim


sengaja menyebut dua hal yang sejenis, kemudian dia mengungkapkan
perbedaan dan pemisahan di antara keduanya. Pengungkapan penjelas ini
bertujuan untuk memuji, mencela, menisbatkan, dan tujuan-tujuan lainnya.11
Al-Tafriq dalam terminologi ilmu Balagah disebutkan juga dengan menyebut

9
M. Zomri, Nailul Huda, Op. Cit, Hal. 483
10
Sriwahyuningsih Saleh, “Muhassinat Ma’nawiyah Dalam Syair”, Jurnal Bahasa dan
Sastra Arab, Vol. 5, No. 1, 2006
11
Ibid, Hal. 49

6
dua hal yang sejenis, kemudian mengungkapkan perbedaan dan pemisahan di
antara keduanya dengan tujuan memuji, mencela, menisbatkan, dan lain-lain.
Contohnya adalah sebagai berikut
ِ ْ ‫ب الْيَ ِم‬
)٩١( ‫ني‬ ِ ‫ص َٰح‬
ْ َ‫ك م ْن ا‬ ِۙ ْ ‫ب الْيَ ِم‬
ِ َ َّ‫) فَس َٰلم ل‬٩٠( ‫ني‬ ِ ‫ص َٰح‬ ِ ِ
ْ َ‫َواََّمآَٰ ا ْن َكا َن م ْن ا‬
ٌَ
“Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatanlah
bagimu karena kamu dari golongan kanan”. (Q.S. Al-waqi’ah: 90-91)

َِ ‫(فَنُزٌل ِمن‬٩٢) ‫واََّمآَٰ اِ ْن َكا َن ِمن الْم َك ِذبِني الض َّۤالِ ۙني‬
(٩٣) ‫َحْي ٍۙم‬ ْ ُ َْ َْ ُ َ َ
“Dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat, maka
dia mendapat hidangan air yang mendidih”. (Q.S. Al-waqi’ah: 92-93)

Jika kita analisis ayat di atas, penggunaan uslub al-Tafriq guna


memperindah lafaz dan maknannya, pada penggunaan kata ‫ب ْال َيمِ ي ِْن‬ ْ َ‫ ا‬dan
ِ ٰ‫صح‬
َ‫ ْال ُمك َِذبِيْنَ الض َّۤا ِليْن‬memiliki asosiasi12 makna yang satu yaitu manusia, pada ayat
ini dibuat pembagian berbadasarkan hukum bagi asosiasi makna yang satu
yaitu manusia, menjadi golongan kanan.” ‫ب ْاليَمِ ي ِْن‬ ْ َ ‫“ا‬dan dijelaskan dengan
ِ ٰ‫صح‬
keselamatan dari neraka dan kesengsaraan, kemudian pada kata “ َ‫ْال ُمك َِذ ِبيْن‬
َ‫ ”الض َّۤا ِليْن‬dijelaskan juga pada ayat tersebut akan mendapat jamuan neraka
berupa minuman air yang mendidih dan juga api yang membakar mereka agar
merasakan perihnya azab.13

F. Husnu al-Ta’lil
Yaitu mereka-reka adanya illat yang tidak berdasarkan kenyataan dalam
suatu sifat, dalam hal ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Sifat yang tidak membutuhkan ‘illat, namun direka-reka, seperti syair yang
mengatakan:14

ِ َّ‫ َُح‬# ‫السحاب وإََِّّنَا‬ َ ُ‫ك َان ئِل‬


ِ ‫ََل ُُْي‬
ُ‫ضاء‬
َ ‫الر ْح‬ َ َ‫ت بِه ف‬
َّ ‫صبا ْي بُ َها‬ ْ َ َ َ َّ ‫ك‬ ْ

12
Riyanto Syahbani, “Muhassinat Al-Ma‛Nawiyyah Fi Surati Al-Waqi‛ah”, Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab, Vol. 1, No. 2, 2018
13
Ibid, Hal. 122
14
Khamim, H. Ahmad Subakir, Ilmu Balaqhah (dilengkapi dengan contoh-contoh ayat,
Hadis Nabi dan Sair Arab, (Kediri: IAIN Kediri Press, 2018), Hal. 163

7
“Pemberianmu tidak menyerupai pemberaian awan, dan sesungguhnyaia
(awan) dipanasi oleh pemberianmu, maka curahan awan itu adalah keringat
panas”.

Turunnya hujan adalah sifat yang tetap bagi awan, yang secara adat tidak
jelas ‘illat-nya. Tetapi penyair di atas tetap memberikan alasan, bahwa
keringat panasnya awan yang dapat menurunkan hujan adalah karena
pemberian mukhathab
2. Sifat yang telah jelas ‘illatnya, seperti syair:

‫ب‬ ِ ِ ِ ‫ ي ت‬# ‫ما بِِه قَتل اَع ِادبِِه ولَكِن‬


ُ َ‫ف َما تَ ْر ُج ْو الذائ‬
َ َ‫َّقق ْى ا ْخال‬َ ْ َ َ ُْ َ
“Tidaklah terdapat padanya maksud membunuh musuh-musuhnya (karena
takut atau marah), melainkan ia menjaga (dari) menentang apa yang
diharap macan itu”.

Menurut adat, bahwa sebab membunuh musuh (sifat) adalah untuk


menolak malapetaka meraka. Namun penyair ini menciptakan sebab lain,
yaitu tidak menentang maksud macan (menuruti kehendaknya) untuk
memakan bangkai musuh itu. Sebab jika ia tidak membunuh musuh-musuh
itu, tentu macan-macan itu tidak dapat makan bangkianya.
3. Sifat itu hanya mungkin melekat pada sesuatu. Seperti syair berikut ini:
ِ ِ
‫اِن ِم َن اْلغََرِق‬ ِ ِ ِ ‫َيو ِاشياحسن‬
ْ ‫ ََنَّى ح َذ ُارَك انْ َس‬# ُ‫ت فْي نَا ا َسا ئَتُه‬
ْ َُ َ ‫َ َ ا‬
“Wahai tukang fitnah! sangat baiklah, menurut kami, kejelekannya, maka
ketakutanmu menyelamatkan orang-orangan mataku dari tenggelam dalam
air mata (buta).”

Penyair ini ketika ditinggalkan kekasihnya yang jauh, ia hendak


menangis namun takut didengar orang-orang yang suka mengacau (tukang
fitnah), ia pun tidak menjelek jelekkan mereka, agar orang-orangan matanya
tidak tergenang air mata (menjadi buta) karena balasan mereka. Keadaan
penyair seperti ini, mungkin akan tetap berlangsung sepanjang masa.15
4. Sifat itu tidak mungkin terjadi, seperti syair yang mengatakan berikut ini:

‫ت َعلَْي َها عِ ْق َد ُمْن تَ ِط ِق‬ ِ ِ


َ ْ‫ لَ َما َرأَي‬# ‫لَْوََلْ تَ ُك ْن نيَّةُ ا ْْلَْوَزاء‬

15
Ibid, Hal. 164

8
“Andai tidak terdapat niat bintang jauza‟ untuk meladeninya, tentu engkau
tidak melihat padanya (jauza’) ikatan bintang nithaq”.

Niat bintang jauza’ meladeni seseorang adalah sesuatu yang tidak


mungkin terjadi, karena niat hanya terdapat pada orang- orang yang berakal,
sementara bintang jauza’ tidak berakal. Karenanya, penyair memberikan
alasan yang tidak pada kenyataannya, yaitu terikatnya bintang jauza’ dengan
sabuk bintang nithaq.16

16
Ibid, Hal. 165

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muqabalah adalah dihadirkannya dua makna atau lebih dibagian awal
kalimat, setelah itu dihadirkan makna-makna yang berlawanan dengan makna-
makna awal tadi dengan tertib dibagian akhir. Ta’kid madh bi syibhiz dzammi
adalah menguatkan pujian dengan kalimat yang menyerupai celaaan. I’tilaf
adalah Menghimpun antara dua perkataan yang saling tali temali lafazhnya atau
maknanya (mengumpulkan dua perkara yang ada keserasian).
Jam’u adalah seorang mutakallim menghimpun beberapa Lafazh dibawah
satu hukum. Sedangkan tafriq merupakan kebalikannya yaitu seorang
mutakallim menyebut dua hal kemudian dia menjelaskan perbedaan dari kedua
hal tersebut. Dan Husnu Ta’lil Yaitu mereka-reka adanya illat yang tidak
berdasarkan kenyataan dalam suatu sifat.

B. Saran
Makalah kami masih jauh dari kata sempurna, dan kami sarankan kepada
para pembaca agar mencari referensi lain untuk menambah pemahaman dan
wawasan baru.

10
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Khamim, H. Ahmad Subakir, 2018. Ilmu Balaqhah (dilengkapi dengan contoh-


contoh ayat, Hadis Nabi dan Sair Arab, Kediri: IAIN Kediri Press.
Nasai, Lu’luun, Tulus Musthofa, 2021. “Muqabalah dalam Surah Ar-Rahman dan
Implikasinya Terhadap Ma’na, Ficosiss, Vol. 1.
Saleh, Sriwahyuningsih, “Muhassinat Ma’nawiyah Dalam Syair”, Jurnal Bahasa
dan Sastra Arab, Vol. 5, No. 1, 2006.
Syahbani, Riyanto, 2018. “Muhassinat Al-Ma‛Nawiyyah Fi Surati Al-Waqi‛ah”,
Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab, Vol. 1 No. 2.
Zomri, M, Nailul Huda, 2014. Mutiara Balagah Jauharul Maknun dalam Ilmu Ma’ani,
Bayan dan Badi’, Blitar: Santri Salaf Press.

11

Anda mungkin juga menyukai