Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MAKNA KALIMAT
LAAILAAHA ILLALLAH, MA`RIFATULLAH, MURAQABAH

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok


Pada mata kuliah TAUHID DAN ILMU KALAM

Dosen Pengampu :
Shulhan Zainul Afkar, M.E

Disusun oleh :
YOGA DAFIT MAULANA :230503021
MUHLIS ADIATMA :230503063

PARIWISATA SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MATARAM
2023
KATA PENGHANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayahnya sehingga mampu menyelesaikan makalah pada mata kuliah Metodologi
Studi Islam dengan judul makalah “Studi ilmu kalam / ilmu tauhid”.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram,29 Agustus 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A.Latar Belakang...........................................................................................1

B.Rumusan Masalah......................................................................................1

C.Tujuan.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2

BAB III PENUTUP..................................................................................................7

A. Kesimpulan....................................................................................................7
B. Saran..............................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tauhid merupakan permasalahan yang penting di dalam agama. Ia merupakan
syarat utama untuk menjadikan dirinya muslim. Seorang muslim haruslah
memahami konsep tauhid ini untuk menjalankan memahami tujuan
penciptaannya. Apabila pemahaman konsep tauhid ini kuat, maka akan kuat pula
pilar-pilar keislamannya untuk mengimplementasikan kewajiban-kewajibannya
dalam beribadah kepada Allah. Tauhid merupakan konsep akidah islam yang
menyatakan keesaan Allah, dan sumpah ini menuntut adanya kesetian dan
kepercayaan yang mutlak terhadap keesaan-Nya serta menolak untuk
mempercayai tuhan-tuhan selain-Nya.
Dari uraian-uraian tersebut kami berharap agar para pembaca dapat
memahami mengenai konsep ilmu tauhid berikut macam-macamnya, dan cara
untuk mengenal Allah serta mendekatkan diri pada-Nya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa makna dari lafadz laailaaha illallah ?

2. Apa makna dari ma`rifatullah ?

3. Apa makna dari muraqabah ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui makna dari laailaaha illallah

2. Untuk mengetahui makna dari ma`rifatullah

3. Untuk mengetahui makna dari muraqabah

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Laailaaha illallah
Laailaaha illallah merupakan dakwah semua rasul AS dari Adam, Nuh
sampai Muhammad SAW. Sikap orang-orang jahiliyah dalam mengantisipasinya
juga sama yaitu tidak berubah, tetap menolak, menghalang-halangi, berpaling dan
menyingkir.
Mengetahui makna kalimat yang mulia ini merupakan salah satu prinsip yang
sangat mendasar pada ‘aqidah seorang muslim. Karena jika seseorang
mengucapkan kalimat tauhid ini maka dia tidak akan bisa melaksanakan
konsekuensinya sebelum mengetahui apa maknanya serta dia tidak akan mendapat
berbagai keutamaan kalimat yang mulia ini.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
‫ٰٓل‬
‫َش ِهَد ُهّٰللا َاَّنٗه ۤاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَو ۙ  َو ا ْلَم ِئَك ُة َو ُا وُلوا اْلِع ْلِم َقٓاِئًم ا ِۢب ا ْلِقْس ِط ۗ  ۤاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَو اْلَع ِز ْيُز اْلَحِكْيُم‬
"Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para
malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia,
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 18)

Keutamaan kalimat laailaaha illalloh adalah “Barang siapa yang meninggal


dalam keadaan mengetahui bahwa sesungguhnya tiada sembahan yang berhak
disembah kecuali Allah maka akan masuk Surga” (HSR. Bukhari)

a. Makna kalimat tauhid laailaaha illalloh


Laailaaha illalloh adalah kalimat yang terdiri dari 4 kata, yaitu : laa, ilaha,
illa, Allah. Adapun secara bahasa bisa kita uraikan secara ringkas sebagai
berikut:
1. Laa adalah nafiyah lil jins (Meniadakan keberadaan semua jenis kata benda
yang datang setelahnya). Sehingga laa dalam kalimat tauhid ini bermakna
penafian semua jenis penyembahan dan peribadahan yang haq dari siapapun
juga kecuali kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
2. Ilaha bermakna ma`luh yang artinya adalah ma’bud (yang diibadahi).
Karena Ilaha adalah mashdar (kata dasar) yang bermakna maf’ul (obyek)
2
sehingga ilaha maknanya adalah ‘abada sehingga makna ma’luh adalah
ma’bud. Hal ini sebagaimana dalam bacaan Ibnu ‘Abbas radhiallahu
‘anhuma terhadap ayat 127 pada surah Al-A’raf: “Berkatalah pembesar-
pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan
Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan
meninggalkan kamu serta ilahatahmu (peribadatan kepadamu)?”.Ilahataka
(ilahatahmu) yaitu peribadatan kepadamu, karena Fir’aun itu disembah dan
tidak menyembah. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu ‘Abbas memahami
bahwa kata Ilahah artinya adalah Ibadah.
3. Illa (kecuali). Pengecualian di sini adalah mengeluarkan kata yang terletak
setelah illa dari hukum kata yang telah dinafikan oleh laa. Dan laa dalam
bahasa arap yang artinya tidak ada atau hanya. Sehingga Jika diterapkan
dalam kalimat tauhid ini maka maknanya adalah bahwa hanya Allah yang
diperkecualikan dari seluruh jenis ilah yang telah dinafikan oleh kata laa
sebelumnya.
4. Lafadz “Allah” asal katanya adalah Al-Ilah dibuang hamzahnya untuk
mempermudah membacanya, lalu lam yang pertama diidhgamkan
(digabungkan) pada lam yang kedua maka menjadilah satu lam yang
ditasydid dan lam yang kedua diucapkan tebal sebagaimana pendapat Imam
Al-Kisa`i dan Imam AlFarra` dan juga pendapat Imam As-Sibawaih.
Adapun maknanya, berkata Al-Imam Ibnu Qoyyim dalam Madarij As-
Salikin (1/18) : “Nama “Allah” menunjukkan bahwa Dialah yang
merupakan ma’luh (yang disembah) ma’bud (yang diibadahi). Seluruh
makhluk beribadah kepadanya dengan penuh kecintaan, pengagungan dan
ketundukan”.

2. Ma`rifatullah
Secara teoretis, ma’rifatulláh bisa dicapai dari berbagai bidang studi
keilmuan, misalnya ilmu filsafat, ilmu ushuluddin (teologi), ilmu akhlak, ilmu
syara' (fiqh), dan ilmu taṣawwuf. Jadi, sebenarnya ma’rifatulláh bukan monopoli
para ṣūfī. Di kalangan para ṣūfī, ma’rifatulláh adalah puncak pencapaian żikir
kepada Alláh yang memberi pengaruh besar kepada jiwa seseorang dan tercermin
pada ke salehan-kesalehan hidupnya. Orang yang berżikir akan merasakan
3
nikmatnya żikir sehingga hidupnya tidak lagi mau berpaling dari Alláh atau
membelakangi tuntunan-Nya. Kalau para ahli taṣawwuf mengaku memperoleh
ma’rifatulláh melalui pengetahuan batinnya, maka para ahli filsafat berpendapat
bahwa ma’rifatulláh itu dapat diperoleh dengan pengetahuan akalnya. Para ahli
tauhid berpendapat bahwa ma’rifatulláh itu dapat diperoleh dengan keimanan-
ketauhidan yang murni kepada Alláh.
Sedangkan menurut para ahli akhlak, ma’rifatulláh itu dapat dicapai dengan
amal shaleh. Menurut para ahli syara', ma’rifatulláh dapat dicapai dengan
menjalankan syariat yang benar. Bila demikian halnya, ma’rifatulláh yang paling
komplit adalah ma’rifatulláh yang dapat dicapai melalui semua pengetahuan yang
ada, baik pengetahuan akal, maupun pengetahuan batin, kemurnian iman-tauhid,
kebaikan akhlak dan melalui syariat yang benar. Sebab orang yang mengenal Alláh
dengan akalnya pasti membuat keyakinannya kepada Alláh amat kokoh dan bisa
dibuktikan secara rasional serta tidak dapat dipatahkan oleh keunggulan ilmu
pengetahuan apa pun di muka bumi ini.
Dan para ulama taṣawwuf dan kaum ṣūfīyah menempuh beberapa cara untuk
mecapai tingkat tertinggi dalam ṣūfīyah, atau ma’rifatulláh.

Delapan langkah mencapai ma’rifatullah :


1. Kodrat
Secara harfiah, meiliki arti “kuasa” atau “kekuasaan”, sehingga kodratullah
dapat diartikan sebagai kekuasaan Allah. Suatu kekuasaan yang tunggal atau
hanya satu-satunya, suatu kekuasaan yang “mutlak”.
2. Iradat
Secara harfiah iradat memiliki arti “kehendak”, sehingga iradat Allah
diartikan sebagai kehendak Allah. Suatu kehendak yang datang dari Yang Maha
Berkehendak atas segala sesuatu. Tidak ada kehendak yang lain selain kehendak-
Nya. Tidak ada kemauan yang lain selain kemauan-Nya. Tidak ada pelaku yang
lain selain pelaku-Nya. Dengan demikian, akal akan membenarkan bahwa hanya
Dia-lah yang berkehendak, hanya Dia-lah yang merencana, dan hanya Dia pula
sebagai pelaksana. Sebagaimana firmannya di dalam al-quran yang artinya :

4
Artinya : “Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
"Jadilah!" Lalu jadilah ia”. (QS Al-Baqarah (2): 117)
3. Ilmu
Ilmu atau pengetahuan merupakan langkah ketiga yang harus dilalui oleh
seorang pencari Tuhan (salik). Manusia dituntut untuk menyadari bahwa ilmu
yang ada di dunia ini adalah ilmu Tuhan, milik Tuhan, dan pengetahuan Tuhsn.
Sesungguhnya ilmu Allah meliputi keseluruhan yang meliputi pada alam raya ini
karena semua berada dalam bingkai pengetahuan-Nya.
4. Hayat
Diartikan sebagai hidup, Maha Hidup. Keyakinan bahwa Allah ada dan
hidup, maka harus menjadi keyakinan utama bagi kaum muslim. Dari sifat Maha
Pemurah-Nya, Allah tidak membiarkan para ciptaan-Nya mati kelaparan. Oleh
karena itu, Allah menyiapkan pula sarana dan prasarana untuk kelanjutan hidup
dan kehidupan para ciptaan-Nya tersebut. Artinya, Dia-lah sumber dari segala
kehidupan itu sendiri. Dia-lah yang menyiapkan rezekinya bagi semua makhluk
ciptaan-Nya, baik pada makhluk-Nya yang tampak maupun yang tidak tampak.
5. Sama’
Diartikan sebagai mendengar, suatu sifat wajib bagi Allah. Dia maha
mendengar atas segala sesuatu, bukan saja terbatas pada mendengar yang
memang terdengar jelas bagi telinga manusia, tetapi Dia mendengar pula yang
halus yang tidak terdengar oleh manusia, dan yang ada didalam lubuk hati
manusia.
6. Bashar
Diartikan sebagai “melihat”, sehingga “bashar Allah” diartikan sebagai
“penglihatan Allah” atau “pandangan/pandangan Allah”. Dalam arti lebih luas
bashar Allah sebagai “Allah Yang Maha Melihat, Allah Yang Maha Mengetahui,
ataupun Allah Yang Maha Menyaksikan”.
7. Kalam
Ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan atau mengandung keterangan
tentang kalam Allah berupa firman-firman-Nya, yang kemudian tersampaikan
kepada umat manusia melalui para utusan-Nya. Melalui kalam inilah kemudian
manusia mengenal Tuhannya, mengenal kitab-Nya, mengenal rasul-Nya,
5
mengenal seluk-beluk ciptaan-Nya, mengenal kebaikan dan keburukan,
mengenal dirinya, dan akhirnya dapat men ghantarkannya mengenal
Tuhannya.Kalam diartikan sebagai “percakapan” atau “pembicaraan”. Dalam arti
spesifik, kalam diartikan pula sebagai “kajian tentang pembicaraan Tuhan”.
8. Syariat
Syariat berasal dari asal kata syara yang diartikan memperkenalkan atau
mengedepankan ataupun menetapkan. Artinya, Allah telah memperkenalkan,
mengedepankan, dan menetapkan aturan main di dunia ini kepada makhluk
ciptaan-Nya yang disebut manusia, melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an Al-
Karim bacaan yang mulia”.

3. Muraqabah
Muraqabah berarti adanya keyakinan seseorang yang kuat akan adanya
pantauan Allah SWT terhadap segala gerak-geriknya. Kesadaran itu lahir dari
keimanannya bahwa Allah SWT dengan sifat’ilmu, bashar dan sama’ (mengetahui,
melihat, dan mendengar)-Nya mengetahui apa saja yang dia lakukan kapan dan
dimana saja. Dia mengetahui apa yang dia pikirkan dan rasakan. Tidak ada satupun
yang luput dari pengawasan-Nya.

Dan dengan muraqabah, manusia menyadari keikutsertaan (ma’iyah) Allah


dalam setiap langkahnya. Dengan pemahaman seperti ini maka segala niat buruk
atau aktualisasinya akan dicegah oleh sistem muraqabah dalam dirinya. Misalnya,
kalau mau, siapapun bisa berbohong kepada sesamanya, namun siapa yang sanggup
berbohong kepada Allah dzat yang Maha Melihat dan Maha Cermat? Tingkatan
muraqabah yang paling tinggi ialah al-Ihsan, yang maknanya dijelaskan oleh Nabi
SAW sebagai berikut :“... bahwa engkau menyembah Allah seakan-akan engkau
melihatnya, Kalau engkau tidak melihatnya (ketahuilah) bahwa sesungguhnya dia
melihatmu”

Kalau kesadaran seperti ini telah ada dalam hati, namun dipatahkan oleh diri
sendiri maka menurut Rasulullah SAW manusia seperti ini mengalami degradasi
iman yang sangat tajam. Beliau SAW bersabda. “...dan tidaklah mencuri seseorang,
bila saat mencuri ada iman di hatinya” (HR Bukhari).
6
Dengan demikian, muraqabah merupakan mekanisme pengendalian diri yang paling
efektif dan sempurna, karena energi positif ini datangnya dari dalam diri, bukan
kekuatan luar yang dipaksakan, atau sistem buatan manusia yang dipasang dengan
tekanan.

Dan dengan bekal keimanan yang kuat maka setiap datang bisikan dari syaitan
untuk bermaksiyat kepada Allah dalam segala bentuknya, maka segera cahaya iman
dalam hatinya akan memberi sinyal peringatan untuk menolak bisikan tersebut.
Sebaliknya setiap kali ada peluang untuk berbuat kebajikan, sinyal hidayah dari hati
akan mendorongnya untuk mengaktualisasikannya. Inilah puncak dari al-ihsan yang
telah mengakar dalam kalbu

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tauhid adalah menyendirikan atau mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan
kekhususan bagi Allah, baik dalam rububuiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, maupun nama-nama
dan sifat-sifat-Nya, serta tidak ada sekutu bagi Allah dalam semua hal tersebut. Sedangkan
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan keesaan Allah dan hal-hal yang terkait
dengannya. Ilmu ini berkaitan dengan pembahasan tentang penetapan akidah yang diambil
dari dalil-dalil yang diyakini, yaitu Al-Qur’an dan hadist serta dalil naqli.
Kedudukan tauhid jelaslah bahwa tauhid merupakan inti dari risalah Islam dalam
kehidupan manusia. Tidak hanya untuk umat Nabi Muhammad, tetapi juga untuk seluruh
umat manusia. Tauhid secara umum dibagi para ulama ke dalam tiga bagian, yaitu tauhid
rububiyyah, tauhid uluhiyyah, tauhid al-asma’ wa as sifat. , ada juga pembagian tauhid lain
yang dikemukakan oleh para ulama yaitu tauhid dzat, tauhid sifat, tauhid ibadi dan tauhid
af’ali.

B. SARAN
Berdasarkan makalah yang kami susun, kami dapat menyarankan kepada para
pembaca agar dapat mengetahui mengenai tauhid secara lebih mendalam. Dan kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, kami terbuka dengan
kritik dan saran yang membangun.

8
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Bin Sulaiman. 1994. Kebenaran Tauhid Wahabi. Surabaya: Al-Ikhlas.
Hammad Abu Muawwiyah. 2006. Jurnal Al-Atsariyah .Vol. 01.
Latifah, Aenul. 2014. Paham Ilmu Kalam. Surakarta: PT Tiga Serangkai Mandiri.
Quthub, Muhammad. 1987. Koreksi Atas Pemahaman Lailaha Illallah. Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar.

Anda mungkin juga menyukai