Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MUHKAM DAN MUTASYABIH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Ulumul Quran

Dosen: Nur Alfi Khotamin, M.H.I

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


PROGRAM STUDI S.I HUKUM EKONOMI ISLAM

Di Susun Oleh :

M. S O L I H I N
NPM. 171140012

INSTITUT AGAMA ISLAM MAARIF NU


METRO LAMPUNG
1439 H/ 2017 M

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Ulumul Quran.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
laporan observasi ini dapat bermanfaat dan kami minta maaf sebelumnya kepada
Dosen, apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas
kritik dan saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.

Metro, November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih............................................. 2

B. Pendapat Ulama tentang Ayat-Ayat Mutasyabih ........................... 3

C. Macam-Macam Ayat Mutasyabih .................................................. 5

D. Hikmah diturunkannya Ayat Mutasyabih ...................................... 8

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 9

A. Kesimpulan .................................................................................... 9

B. Saran ......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran, selain merupakan wahyu, juga merupakan bagian kehidupan
umat yang dapat membukakan mata hati dalam diri setiap insan. Firman Ilahi
tersebut sudah dipandang sebagai kehidupan itu sendiri dan tidak semata-mata
kitab biasa. Layaknya sebuah kehidupan, untuk dapat memahaminya biasanya
diperlukan alat bantu yang kadang kala tidak sedikit.
Pada masa-masa permulaan turunnya, Al-Quran lebih banyak dihafal
dan dipahami oleh para sahabat nabi SAW. Sehingga kemudian tidak ada
alternatif lain bagi para sahabat kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak
dituliskan, maka mutiara yang bernilai demikian luhur dikhawatirkan akan
bercampur dengan hal-hal lain yang tidak diperlukan. Sehingga, firman Ilahi
yang mengiringi kehidupan umat Islam (dan juga seluruh umat manusia) telah
tersedia dalam bentuk tertulis, bahkan berbentuk sebuah kitab.
Oleh sebab itu, tidak dapat dihindari jika kemudian berkembang ilmu
pengetahuan tentang Al-Quran yang tidak lain tujuannya untuk
mempermudah dalam memahaminya. Salah satu ilmu pengetahuan tentang
Alquran adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, biasa diartikan sebagai ilmu
yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih ?
2. Apa pendapat para Ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih ?
3. Apa macam-macam dari ayat-ayat Mutasyabih ?
4. Apa hikmah diturunkannya ayat-ayat Mutasyabih ?

C. Manfaat dan Tujuan


1. Mengetahui pengertian Muhkam dan Mutasyabih.
2. Mengetahui mengenai pendapat para ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih.
3. Membedakan macam-macam dari ayat-ayat Mutasyabih.
4. Memahami hikmah diturunkannya ayat-ayat Mutasyabih.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


1. Pengertian Muhkam
Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berarti kekukuhan,
kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara
terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak
memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain.1
Contoh: Surat Al-Baqarah ayat 83:














Artinya: Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji dengan Bani
Israil, supaya jangan mereka menyembah melainkan kepada Allah, dan
terhadap kedua Ibu Bapak hendaklah berbuat baik, dan (juga) kepada
kerabat dekat, dan anak-anak yatim dan orang orang miskin, dan
hendaklah mengucapkan perkataan yang baik kepada manusia, dan
dirikanlah sholat dan keluarkanlah zakat. Kemudian, berpaling kamu,
kecuali sedikit, padahal kamu tidak memperdulikan.

2. Pengertian Mutasyabih

1
Supiana, dkk. Ulumul Quran. Jakarta: Pustaka Islamika, 1994), hlm. 67

2
Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa
berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada
kesamaran antara dua hal. Tasyabaha, Isytabaha sama dengan Asybaha
(mirip, serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi kabur,
tercampur. Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat
yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan
takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan
tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.2
Contoh: Surat Thoha ayat 5:


Artinya: (Allah) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas
Arasy

B. Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih


Pada dasarnya perbedaan pendapat para Ulama dalam menanggapi
sifat-sifat mutasyabihat dalam Al-Quran dilatarbelakangi oleh perbedaan
pemahaman atas firman Allah SWT dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 7.
Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para ulama ke dalam dua
mazhab, yaitu:
1. Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat
mutasyabihat ini dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri.3 Para
Ulama Salaf mengharuskan kita berwaqaf (berhenti) dalam membaca QS.
Ali Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini memberikan pengertian bahwa
hanya Allah yang mengerti takwil dari ayat-ayat mutasyabihat yang ada.
Mazhab ini juga disebut mazhab Muwaffidah atau Tafwid
2. Mazhab Khalaf

2
Ibid., hlm. 68
3
Ahmad Syadali, Ulumul Quran I. (Bandung: Pustaka Setia. 2000), hlm.211

3
Yaitu orang-orang yang mentakwilkan (mempertangguhkan) lafal
yang mustahil dzahirnya kepada makna yang layak dengan zat Allah.4
Dalam memahami QS. Ali-Imran: 7 mazhab ini mewaqafkan bacaan
mereka pada lafal Warraasikhuuna fil Ilmi. Hal ini memberikan
pengertian bahwa yang mengetahui takwil dari ayat-ayat mutasyabih
adalah Allah dan orang-orang yang Rasikh (mendalam) dalam ilmunya.
Mazhab ini disebut juga Mazhab Muawwilah atau Mazhab Takwil.
Berikut ini adalah beberapa contoh sifat-sifat mutasyabih yang
menjadikan perbedaan pendapat antara mazhab Salaf dan mazhab Khalaf:
1. Lafal Istawa pada Al-Quran surah Thaha ayat 5. Allah berfirman:


Artinya: (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di
atas Ars.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pencipta langit dan bumi ini
adalah Allah Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy.
Menurut mazhab Salaf, arti kata Istiwa sudah jelas, yaitu
bersemayam (duduk) di atas Arsy (tahta). Namun tata cara dan kafiatnya
tidak kita ketahui dan diharuskan bagi kita untuk menyerahkan
sepenuhnya urusan mengetahui hakikat kata Istiwa itu kepada Allah
sendiri.
Pernah ditanyakan kepada Imam Malik tentang makna Istiwa, maka
beliau menjawab:
Artinya: Istiwa itu malum, caranya tidak diketahui,
mempertanyakannya adalah bidah (mengada-ada). Saya kira engkau ini
adalah orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya. Berkata
Ibnu Kasir dalam tafsirnya, bahwa jalan yang paling selamat mengenai hal
ini adalah jalan yang telah ditempuh oleh ulama salaf karena hal ini

4
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Ilmu-ilmu Ulumul Al Quran, (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 173

4
sepenuhnya adalah termasuk wewenang Allah semata-mata dan tidak
dibenarkan sama sekali makhluk campur tangan.5
Sedangkan mazhab Khalaf memaknakan Istiwa dengan ketinggian
yang abstrak berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa
kepayahan.6

2. Lafal yadun pada Al-Quran surah Al-Fath ayat 10. Allah berfirman:




Artinya: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada
kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di
atas tangan mereka.
Pada ayat di atas terdapat lafal yadun yang secara bahasa berarti
tangan. Para ulama salaf mengartikan sebagaimana adanya dan
menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah. Sedangkah ulama Khalaf
memaknai lafal yadun dengan kekuasaan karena tidak mungkin Allah
itu mempunyai tangan seperti halnya pada makhluk.
3. Lafal Ainun pada Al-Quran surah Thaha ayat 39. Allah berfirman :
Artinya: dan supaya kamu dibawah pengawasanku. Lafal Ainun
dari segi lafdziyyah mempunyai arti mata. Menurut mazhab khalaf, lafal
Ainun dalam ayat di atas bermakna pengawasan Allah kepada Nabi Musa
yang dihanyutkan di Sungai Nil pada masa Raja Firaun.
Adapun contoh yang lain terdapat dalam QS.Al-Fajr : 22, QS. Al-
Anam : 61, QS. Al-Zumar : 56, QS. Al-Rahman : 27, QS.Ali-Imran: 28.
Dalam ayat-ayat tersebut terdapat kata-kata datang, di atas, sisi,
wajah, dan diri yang dijadikan sifat bagi Allah. Namun, ulama khalaf
memaknai kata-kata tersebut sebagai: kedatangan perintah-Nya, Maha
Tinggi, bukan berada di suatu tempat, hak, zat,dan siksa.

5
Bustami A Gani, dkk., Alquran dan Tafsirnya. (Semarang: Citra Effhar.1993). hlm. 124
6
Ahmad syadali,dkk. Op.Cit., hlm. 217

5
C. Macam-macam Ayat Mutasyabih
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-
Quran, maka ayat-ayat tersebut dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:7
1. Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat
manusia, atau kecuali Allah SWT. Contohnya seperti Dzat Allah SWT,
hakikat sifat- sifatNya, waktu datangnya hari kiamat, dan hal-hal ghoib
lainnya. Seperti keterangan surah Al-Anam ayat 59:



Artinya: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghoib:
tidak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri.
Dan seperti isi surat lukman ayat 34:








Artinya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan,
dan mengetahui apa yang ada dalam rahim dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.
dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati.
2. Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui maksudnya oleh semua
orang. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan pembahasan dan
pengkajian/penelitian yang mendalam. Contohnya ayat-ayat mutasyabihat
yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan
seumpamanya.

7
Abdul Djalal H.A., Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu. 2000), hlm.251-253

6
Jadi, dalam menyikapi ayat-ayat ini adalah merinci yang mujmal,
menentukan yang musytarak, menqayidkan yang mutlak, menertibkan
yang kurang tertib, dan sebagainya. Seperti dalam firman Allah Q.S. An-
Nisa ayat 3:




Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita (lain).
Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasannya timbul karena
lafalnya yang ringkas. Kalimat asalnya berbunyi:8
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka
kawinilah wanita-wanita selain mereka.
3. Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu
dan sain, bukan semua orang. Ahmad Syadzali dalam bukunya tipe yang
ketiga ini lebih menspesifikkan lagi. Ia menyatakan maksudnya ayat-ayat
tersebut hanya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua
ulama. Jadi bukan semua ulama apalagi orang awam yang dapat
mengetahui maksudnya.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 7:




Artinya: Padahal tidak ada yang mengetahui tawilnya melainkan
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Dalam pengertian yang sama, Al-Raghib Al-Ashfahani memberikan
penjelasan yang mirip. Menurut dia, ayat-ayat mutasyabihat terbagi
menjadi tiga jenis, yaitu jenis yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya,
seperti waktu kiamat, keluarnya dabbah (binatang), dan sebagainya; jenis

8
Ahmad Syadali, Op.Cit., hlm.207

7
yang dapat diketahui manusia seperti lafal-lafal yang ganjil (gharib) dan
hukum yang tertutup, dan jenis yang hanya diketahui oleh ulama tertentu
yang sudah mendapat ilmu. Jenis terakhir inilah yang disyaratkan Nabi
dengan doanya bagi Ibnu Abbas:9
Artinya: Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang paham dalam
Agama, dan ajarkanlah kepadanya takwil.

D. Hikmah Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih


Adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Alquran membawa faedah/
hikmah yang banyak juga. Bahkan, lebih banyak daripada hikmah ayat-ayat
muhkamat di atas. Adapun hikmahnya adalah sebagai berikut;
1. Sebagai rahmat Allah SWT. Hal ini jelas sekali, karena jika tidak
disamarkan, bisa jadi merupakan siksaan bagi mereka, terutama mereka
yang tidak tahan menzahirkannya.
2. Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia.
3. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia.
4. Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
5. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran ketinggian mutu sastra dan
balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu
bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
6. Memudahkan orang dalam memahami Al-Quran. Sebab, adanya ayat-ayat
yang mutasyabihat tersebut pasti mendorong seseorang untuk serius
menghadapinya. Sehingga, dengan sendirinya akan lebih meresapkan
hasil-hasil usahanya itu yang pada gilirannya dapat mempermudah
segalanya.

9
Ibid., hlm. 208

8
7. Menambah pahala umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami
ayat- ayat mutasyabihat. Sebab, semakin sukar kerjaan orang, akan
semakin besar pahalanya.
8. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang
bermacam-macam. Sebab, adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Alquran,
mendorong orang-orang yang akan mempelajarinya harus lebih dahulu
mempelajari beberapa disiplin ilmu yang terkait dengan berbagai isi ajaran
Al-Quran yang bermacam-macam. Seperti Ilmu matematika, bahasa,
kimia, fisika, dan sebagainya.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari definisi-definisi tentang muhkam dan mutasyabih di atas, kami
dapat menyimpulkan bahwa muhkam adalah suatu lafadz yang artinya dapat
diketahui dengan jelas dan kuat berdiri sendiri serta mudah dipahami.
Sedangkan mutasyabih adalah suatu lafadz yang artinya samar, maksudnya
tidak jelas dan sulit bisa ditangkap karena mengandung penafsiran yang
berbeda-beda dan bisa jadi mengandung pengertian arti yang bermacam-
macam.
Adapun penyebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Quran adalah
ketersembunyian dalam makna dan lafal. Sedangkan macam-macam ayat
mutasyabih ada tiga; ayat yang tidak dapat diketahui artinya kecuali oleh
Allah, ayat yang dapat diketahui artinya dengan jalan pembahasan, dan ayat
yang dapat diketahui artinya oleh ulama tertentu.
Pandangan ulama mengenai ayat-ayat mutasyabihat dan dipahami
manusia atau tidak ada dua pendapat. Sebagian ulama ada yang mengatakan
bahwa arti dan ayat-ayat mutasyabihat dapat diketahui oleh umat manusia, dan
ulama yang lain mengatakan bahwa umat manusia tidak dapat mengetahuinya.
Di antara hikmah ayat-ayat muhkamat adalah memberi rahmat pada
manusia, khususnya orang yang bahasa Arabnya lemah, memudahkan
manusia mengetahui arti dan maksudnya juga memudahkan mereka
menghayati makna maksudnya agar mudah melaksanakan ajaran-ajarannya.
Sedangkan hikmah dari ayat-ayat mutasyabihat salah satunya adalah
menambah pahala usaha umat manusia, dengan bertambah sukarnya
memahami ayat-ayat mutasyabih sebab semakin sukar pekerjaan seseorang
maka akan semakin besar jugalah pahalanya.

10
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Sebagai insan yang
dlaif tentunya masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik
dan saran sangat kami harapkan dari pembaca sekalian untuk perbaikan dan
evaluasi dari apa yang penulis dapat sajikan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2002. Ilmu-Ilmu Ulumul Al Quran,


Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Gani, Bustami A, dkk.1993. Alquran dan Tafsirnya. Semarang: Citra Effhar.

Abdul Djalal. 2000. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu.

Supiana, dkk. 1994. Ulumul Quran. Jakarta: Pustaka Islamika.

Syadali, Ahmad, dkk. 2000. Ulumul Quran I. Bandung: Pustaka Setia.

12

Anda mungkin juga menyukai