Anda di halaman 1dari 34

MAJAZ DAN MACAM - MACAMNYA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Balaghah Al-Qur’an

Dosen pengampu: Dr. Lilik Ummi Kultsum, MA.

Pemakalah kelompok 6:

Aisyah Farras Afifah 11200340000038

Alief Fikri Nurham 11200340000039

Fajri Nur Alam 11200340000047

Wahyudi 11200340000126

Yunida Fadhila Gaffar 11200340000127

Farhah Lailiyah 11200340000136

Muhammad Umar Al Faruq 11200340000142

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesikan makalah ini sesuai
dengan harapan dengan judul “Majaz dan Macam-Macamnya”. Sholawat serta salam juga tak
lupa tercurahkan kepada baginda nabi besar kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya. Semoga kita semua selalu berada dalam syafa’at-Nya.
Amin ya robbal ‘alamin.

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas satu pada mata kuliah
Balaghah Alquran, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kami selaku penyusun menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan untuk para
pembacanya. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik
dalam teknik penulisan maupun materi oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritik serta
saran yang bersifat membangun demi tercipta makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bekasi, 11 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1.........................................................................................................................................
Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2.........................................................................................................................................
Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
1.3.........................................................................................................................................Tuju
an Penulisan ................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2

2.1........................................................................................................................................
Definisi Majaz ............................................................................................................. 2
2.2........................................................................................................................................
Macam-Macam Majaz ............................................................................................... 4
2.2.1. Majaz Lugowi ................................................................................................... 4
2.2.1.1. Majaz Mursal ...................................................................................... 4
2.2.1.2. Majaz Isti’arah .................................................................................... 11
2.2.2. Majaz Aqli ......................................................................................................... 22

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 28

3.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 30

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat Nabi Muhammad diutus, bangsa Arab begitu menyukai sastra, mereka bersya’ir,
berpuisi, dan merangkai kata-kata dengan susunan yang indah, hingga melombakannya. Yang
menang, karya sastranya akan dipajang di dinding Ka’bah. Dengan keadaan yang seperti
itulah Al-Qur’an diturunkan.

Ulama mengatakan Al-Qur’an adalah kitab sastra terbesar. Sampai detik ini tidak ada
seorangpun yang mampu menandingi keindahan bahasa, susunan kata hingga kandungan
maknanya. Artikel ini akan mencoba mengenalkan salah satu aspek keindahan bahasa Al-
Qur’an, yaitu majaz dan macam-macamnya.

1.2. Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas, kita dapat merumuskan beberapa masalah yang menjadi inti
pokok pembahasan dalam makalah ini. Berikut rumusan tersebut:

1. Apa definisi majaz?


2. Apa saja mcam-macam majaz?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi majaz


2. Mengetahui macam-macam majaz

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Majaz

Majaz merupakan salah satu pokok bahasan Ilmu Bayan yang merupakan salah
satu dari tiga macam ilmu susastra Arab. Upaya memahami kandungan Al-Qur’an, tidak
dapat mengabaikan bahasan ini, karena dalam Al-Qur’an terdapat banyak kata dan
susunan kata yang dapat dinilai sebagai majaz.1

Al-Majaz (‫ )المجاز‬merupakan kebalikan dari Al-Haqiqah (‫)الحقيقة‬. Makna haqiqi


adalah suatu konteks atau perkataan yang dipahami oleh makna aslinya, sedangkan
makna majazi adalah suatu konteks atau perkataan yang tidak dipahami oleh makna
aslinya.
Sayyid al-Hasyimi dalam kitab Jawahirul Balaghoh bab majaz menjelaskan, majaz
merupakan perpindahan makna dasar kepada makna lainnya, atau pelebaran medan
makna dari makna aslinya disebabkan indikator tertentu.

“Al-Majaz” (‫ )المجاز‬secara bahasa diambil dari kata ‫ جاز‬yang berarti melewati.


Menurut istilah, Majaz adalah suatu perkataan yang digunakan bukan pada makna
aslinya, baik karena ada penambahan, pengurangan ataupun pengalihan makna.2
Pengertian Majaz menurut istilah Ilmu balaghah:

‫المجاز هو اللفظ المستعمل في غير ما وضع له لعالقة مع قرينة مانعة من إرادة المعنى‬
‫الحقيقي‬
Majaz adalah yang digunakan tidak pada tempatnya, karena ada keterkaitan serta
alasan yang mencegah dari makna hakiki.” Majaz adalah kata yang dipakai bukan pada
makna yang diwado’kannya (bukan makna aslinya) karena ada ‘alaqoh (hubungan) dan
disertai tanda-tanda yang mencegah penggunaan makna asli itu.3
Syarat untuk pemakaian majaz ada dua macam, yaitu:

1. Alaqoh (‫)عالقة‬

1
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Ciputat, Tanggerang: Lentera Hati, 2015), hal. 121.
2
Robit Hasymi Yasin, Skema dan Tabel Al-Jauhar Al-Maknun, (Cirebon: Yayasan Tunas Pertiwi Kebon
Jambu, 2020), hal. 117.
3
Ahmad Al Hasyimi, Jawahirul Balaghah, (Kairo: Maktabah al- Adab, 2011), hal. 236.

2
3

Yaitu menghubungkan antara makna hakiki dan makna majazi. Adapun hubungan
tersebut ada dua macam, yaitu:

a. Musyabbah

Yaitu hubungan keserupaan. Misalnya (‫أ‬ ‫ ي‬: ‫رأيت أسدا في السوق )عمر‬. Ada

hubungan kesamaan antara ‫أسدا‬ dan ‫عمر‬, terdapat sifat yang yang serupa yaitu berani,
atau alaqoh ini dinamakan musyabbah.

b. Ghairu Musyabbah

Yaitu hubungan yang buka keserupaan, sebab dan musabbab, hali dan mahaliyah, dan
lainnya kan dijelaskan kemudian.

َ‫فَفِ ْي َرحْ َم ِة هّٰللا ِ ۗ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬


Artinya:
mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.
Yang dimaksud dengan ramat Allah disini adalah orang yang kekal di syurga.
Dinamakan demikian karena orang yang kekal di syurga itu adalah orang yang mendapat

rahmat. Ungkapan yang di maksud dengan ‫رحْ َم ِة‬


َ (Syurga).

2. Qorinah (‫)قرينة‬

Yaitu petunjuk yang mencegah kita untuk memahami kalimat itu dipakai untuk
makna yang asli dengan kalimat lain. Apabila kalimat tersebut terdapat Qorinahnya, maka
kalimat tersebut adalah majaz atau makna yang tidak asli.

Qorinah dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu: ‫لفظية‬ (lafadz) & ‫حالية‬
(keadaan).
Contoh:

a. ‫لفظية‬ (lafadz)

(Qarinah nya adalah kata ‫) شربت‬ ‫النيل ماء شربت‬


b. ‫حالية‬ (keadaan)

‫صابِ َعهُ ْم فِ ْٓي ٰا َذانِ ِهم‬


َ َ‫يجْ َعلُوْ نَ ا‬
4

“Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya.” (QS.Al-Baqarah : 19)

Kata ‫ أصابع‬di atas secara makna yang sebenarnya adalah jari-jari. Kiranya mustahil
menyumbat telinganya dengan semua jari. Tetapi yang dimaksud ‫ أصابع‬dalam ayat tersebut
adalah sebagian dari jari-jari, bukan semuanya.

2.2. Macam-Macam Majaz

2.2.1. Majaz Lugowi


Majaz secara harfiah artinya ‘boleh’, sementara lughowi artinya ‘bersifat bahasa’
atau ‘dalam bahasa’. Dengan demikian, majaz lughowi artinya suatu kebolehan
menggunakan suatu kata-sebagai bahasa-bukan pada tempatnya. Contohnya,
matahari tersenyum, bulan menangis, kejahatan mengintai, alam bersedih dan lain-
lain. Majaz lughowi adalah salah satu jenis majaz yang ‘illahnya di dasarkan pada
aspek bahasa.
Ibnu Amid berkata:4

‫ نَ ْفسٌ اَ َحبُّ اِلَ ّي ِم ْن نَ ْف ِسي‬# ‫س‬ِ ‫ت تُظَلِّلُنِي ِم ْن ال َّش ْم‬


ْ ‫قَا َم‬

ِ ‫ َش ْمسٌ تُظَلّلُنِي ِمنَ ال َّش‬# ‫ب‬


‫مس‬ ٍ ‫ت تُظَلِّلُنِ ْي َو ِم ْن عَج‬ ْ ‫قَا َم‬
“Telah berdiri menaungiku dari teriknya matahari, seseorang yang aku cintai
daripada diriku sendiri. Ia telah menaungiku, amatlah mengherankan bila ada
matahari menaungi dari terik matahari.”
Majaz ini dibagai menjadi dua, yaitu:
a. Majaz Mursal
b. Majaz Isti’arah
2.2.1.1 Majaz Mursal
 Definisi Majaz Mursal
Definisi majaz mursal menurut Ali Jarim dan Musthofa Amin dalam al
Balaghah al wadhihah,
َ ُ‫ت فِي َغي ِْر َم ْعنَاهَا األصْ لِي لعالق ٍة غير ال‬
‫مش ’ابَهَ ِة َم’ َع‬ ْ َ‫المجاز المرسل كلمة اُ ْستُ ْع ِمل‬
‫قَرْ ينَ ٍة مانع ٍة ِم ْن ِإ َرا َد ِة المعنَى اَألصْ ل‬

4
Abdul Azis Ali, al-Balaghoh al-Muyassaroh, (Daarul Ibn Hazm, 2011), hal. 64.
5

Majaz mursal adalah kata yang digunakan bukan untuk maknanya yang asli
karena adanya hubungan yang selain keserupaan serta ada qorinah yang
menghalangi pemahaman dengan makna yang asli.

Adapun menurut Emil Badi’ Ya’qub dalam bukunya al- Muayyin fi al balaghah

َ‫المجاز المرسل وهو اِ ْستِع َما ُل ْال َكلِ َم ِة في غير َم ْعنَاهَ’ا الَحقِيْقي لِ َعال قَ’ ٍة بَ ْينَهَ’’ا َوبَ ْين‬
‫مجازيْ َغي ِْر الُمشابَهَ ِة َم َع ُوجُوْ ِد قَر ْينَ ٍة تَ ْمنَ ُع ِإ َرا َد ِة ال َم ْعنَى الحقِ ْيقِي لِ ْل َكلِم ِة‬
ِ َ‫الَم ْعنَى ال‬
Majaz mursal adalah penggunaan kata bukan untuk makna yang sebenarnya
karena adanya hubungan dengan makna majazi yang selain keserupaan serta
adanya qorinah yang menghalangi pemahaman makna kata yang sebenarnya.
Jadi, dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa majaz mursal yaitu
penggunaan kata yang bukan untuk makna sebenarnya karena adanya hubungan
antara makna hakiki dan makna majazi yang tidak serupa dan disertai adanya
qorinah yang tidak memperbolehkan memahami kata tersebut dengan makna
aslinya.
 Macam-Macam Majaz Mursal
1. Sababiyah

ِ َّ‫ب َوِإ َرا َدةُ ْال ُم َسب‬


‫ب‬ ِ َ‫ِذ ْك ُر ال َّسب‬
Yaitu menyebutkan sebab dan yang dimaksud adalah musabbab/akibat
Maksudnya lafazh majâz yang menjadi sebab timbulnya yang lain. Seperti
firman Allah (QS. Al-Fath : 10)

‫ق اَ ْي ِد ْي ِه ْم‬
َ ْ‫يَ ُد هللاِ فَو‬
Artinya:
Tangan Allah di atas tangan mereka
Ayat al-quran ini tidak di artikan dengan tangan layaknya tangan milik
manusia, akan tetapi arti yang lebih tepat adalah “kekuasaan allah di atas/
melebihi kekuasaan manusia”. Jadi, maksudnta adalah "tangan yang
menyebabkan terwujudnya suatu pemberian atau nikmat."

‫فالن ِع ْن ِدى‬
ٍ ْ ‫َعظَ َم‬
‫ت ي ُد‬
“Sesungguhnya besar tangan si Fulan di sisiku.”
6

Pada ungkapan majaz tersebut yang disebut adalah kata” ‫“ يد‬, sedangkan
yang dimaksud adalah “‫ ”النعم‬yakni nikmat yang disebabkan oleh tangan.
2. Musababiyah

ِ َّ‫ِذ ْك ُر ْال ُم َسب‬


ِ َ‫ب َوِإ َرا َدةُ ال َّسب‬
‫ب‬
Yaitu menyebutkan musabbab/akibat dan yang dimaksud adalah sebab.
Maksudnya lafazh majâz yang diakibatkan oleh lainya, seperti firman Allah
((QS. Ghafir [40]: 13)

ُ‫هُ َو الَّ ِذي ي ُِري ُك ْم َآيَاتِ ِه َويُنَ ِّز ُل لَ ُك ْم ِم َن ال َّس َما ِء ِر ْزقًا َو َما يَتَ َذ َّك ُر ِإاَّل َم ْن يُنِيب‬
Artinya:
“Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan
menurunkan untukmu rezki dari langit. dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali
orang-orang yang kembali (kepada Allah).”

ِ ) yang artinya rezeki dipergunakan dengan makna (‫) َغ ْيثًا‬


Lafazh (‫ر ْزقًا‬
yang artinya hujan, karena rezeki yang berupa buah-buahan dan tanaman itu
tumbuh disebabkan adanya air hujan. Air hujan menjadi penyebab rezeki itu
tumbuh. Qarinahnya adalah tidak mungkin langit menurunkan secara langsung
rezeki dalam bentuk buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan. Artinya rezeki yang
merupakan akibat dari adanya sebab yaitu hujan.
3. Juziyah

‫ َوِإ َرا َدةُ ْال ُك َّل‬ ‫ِذ ْك ُر ْالج ُْز ِ’ء‬


Yaitu menyebutkan sebagian sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan.
Alaqah juz’iyyah ialah suatu lafaz yang arti aslinya adalah sebagian, tetapi
makna yang dimaksudkan adalah keseluruhan, seperti firman Allah (QS. an-
Nisa’ [4]: 92)

‫’ل ُمْؤ ِمنً’’ا َخطَ’ًأ فَتَحْ ِري’ ُر‬


َ ’َ‫ان لِ ُمْؤ ِم ٍن َأ ْن يَ ْقتُ َل ُمْؤ ِمنً’’ا ِإاَّل َخطَ’ًأ َو َم ْن قَت‬ َ ‫َو َما َك‬
َّ َ‫َرقَبَ ٍة ُمْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ ِإلَى َأ ْهلِ ِه ِإاَّل َأ ْن ي‬
‫ص َّدقُوا‬
Artinya:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang
lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh
seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang
7

hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah….”

Kata (‫رقَبَ ٍة‬


َ ) yang artinya leher dipergunakan dengan makna hamba
secara keseluruhan. Qarinahnya tidak mungkin memerdekakan sebagian dari
anggota tubuhnya yaitu leher saja, tetapi yang dimerdekakan adalah seluruh
anggota tubuh seorang.5
4. Kulliyah

‫ذكر الكل وإرادة الجزء‬


Menyebutkan sesuatu keseluruhannya, sedangkan yang dimaksud adalah
sebagiannya. 6

‫إطالق الكل و إرادة الجز‬


Menyebutkan sesuatu secara keseluruhan akan tetapi yang dimaksud adalah
sebagiannya.
Al-Kulliyyah, yaitu keberadaannya sesuatu itu menyimpan hal yang
dimaksudkan dan lainnya. Hal yang demikian itu terdapat pada sesuatu yang
apabila disebutkan lafaz yang menunjukkan keseluruhan maka yang dimaksud
adalah sebagian.7
Yaitu lafaz yang menunjukan keseluruhan, sedangkan yang dimaksud adalah
sebagianya saja.8 Seperti firman Allah (QS. Nuh : 7)

َ َ‫صابِ َعهُ ْم فِ ْٓي ٰا َذانِ ِه ْم َوا ْستَ ْغ َشوْ ا ثِيَابَهُ ْم َوا‬


’‫صرُّ وْ ا‬ َ َ‫َواِنِّ ْي ُكلَّ َما َدعَوْ تُهُ ْم لِتَ ْغفِ َر لَهُ ْم َج َعلُ ْٓوا ا‬
‫َوا ْستَ ْكبَرُوا ا ْستِ ْكبَار ًۚا‬
Artinya:
Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar
Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya
dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan
sangat menyombongkan diri.9

5
“Majas Mursal (Pengertian, Alaqah, dan Qarinahnya)” https://hahuwa.blogspot.com/2017/05/majaz-mursal-
pengertian-alaqah.html (diakses pada 10 Oktober 2021, pukul 22.43).
6
Wahyu Al azhariy, Balaghah: Ma’ani-Bayan-Badi, hal. 174.
7
Abi faith, Intisari Ilmu Balaghah, hal. 212-213.
8
Rumadani Sagala, Balaghah, hal. 74.
9
https://quran.kemenag.go.id/sura/71
8

Lafadz yang ditandai di atas yang artinya jari-jari tangan pada ayat itu

maksudnya ‫نامل‬ ‫األ‬ adalah ujung jari. Qarinahnya akrena seseorang tidak
mungkin memasukkan semua jari tangannya ke dalam telinganya, tetapi yang
dimasukkan adalah ujung jari.

َ‫صابِ َعهُ ْم فِ ْٓي ٰا َذانِ ِه ْم ِّمن‬ ٌ ۚ ْ‫ت َّو َر ْع ٌد َّوبَر‬


َ َ‫ق يَجْ َعلُوْ نَ ا‬ ٌ ٰ‫ب ِّمنَ ال َّس َم ۤا ِء فِ ْي ِه ظُلُم‬
ٍ ِّ‫صي‬َ ‫اَوْ َك‬
ۢ
َ‫ت َوهّٰللا ُ ُم ِحيْطٌ بِ ْال ٰكفِ ِر ْين‬
ِ ۗ ْ‫ق َح َذ َر ْال َمو‬ِ ‫اع‬
ِ ‫الص ََّو‬
Artinya:
Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai
kegelapan, petir dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya,
(menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang
yang kafir.10 (QS.Al-Baqarah : 19)

Tafsirannya adalah: ‫ أنالملهم‬yang berarti Anak jari mereka. Qarinahnya


adalah bersifat keadan yaitu memasukkan semua jari ke dalam telinga.
5. Haaliyah
Menyebutkan keadaan sesuatu sedangkan yang dimaksudkannya adalah
keadaanya.

‫اطالق الحال وإرادة المحال‬


Yaitu yang disebutkan lafal hal yang dimaksud.11 Seperti firman Allah (QS.Al-
Muthaffifin : 22)

َ ‫اِ َّن ااْل َب َْر‬


‫ار لَفِ ْي ن َِعي ۙ ٍْم‬
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga
yang penuh) kenikmatan,
Yang dimaksud dengan kenikmatan pada ayat tersebut adalah tempatnya
kenikmatan yaitu surga.12

َ‫َّت ُوجُوْ هُهُ ْم فَفِ ْي َرحْ َم ِة هّٰللا ِ ۗ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬


ْ ‫َواَ َّما الَّ ِذ ْينَ ا ْبيَض‬

Artinya:

10
https://quran.kemenag.go.id/sura/2
11
Rumadani Sagala, Balaghah, hal. 73.
12
Wahyu Al azhariy, Balaghah…, hal. 176.
9

Dan adapun orang-orang yang berwajah putih berseri, mereka berada dalam
rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.13 (QS.Ali-Imran : 107)

Pada ayat diatas terdapat ungkapan‫رحمة‬ ‫ففي‬ yang menjelaskan rentang

suatu keadaan yang penuh rahmat, akan tetapi yang dimaksud adalah ‫الجنة‬
karena syurga itu menggambarkan suatu keadaan yang penuh dengan rahmat.
6. Mahalliyah

‫اطالق المحل و ارإدة الحال‬


Yaitu dengan menyebutkan tempat yang sedang. Sementara yang dimaksud
adalah keadaan orang yang berada di tempat itu.14 Seperti firman Allah (QS. Al-
Alaq : 17)
ۙ ٗ‫ع نَا ِديَه‬
ُ ‫فَ ْليَ ْد‬
Artinya:
Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),15
Hendaklah engkau mengajak tempat perkumpulan. (dalam tafsir lain)

Yang dimaksud adalah orang yang ada di tempat perkumpulan itu, karena
tempat berkumpul tidak mungkin bisa di ajak.16
ٰ َ‫َو ْسـَٔ ِل ْالقَرْ يَةَ الَّتِ ْي ُكنَّا فِ ْيهَا َو ْال ِعي َْر الَّتِ ْٓي اَ ْقبَ ْلنَا فِ ْيهَ ۗا َواِنَّا ل‬
َ‫ص ِدقُوْ ن‬
Artinya:
Dan tanyalah (penduduk) negeri tempat kami berada, dan kafilah yang datang
bersama kami. Dan kami adalah orang yang benar.17
Disebutkan desa tapi yang dimaksud adalah penduduk desanya.18
7. I’tibar ma kana

َ َ‫ اِ ْعتَب‬- ‫ يَ ْعتَبِ ُر‬berarti


Menurut bahasa ‫ إعتبار‬berasal dari kata ‫ر‬

mempertimbangkan, menganggap, berpikir, dan memperhatikan19. ‫كان‬ ‫ما‬ bentuk


fi’il madi yang berarti “apa yang telah terjadi”. Yaitu menyebutkan sesuatu yang

13
https://quran.kemenag.go.id/sura/3/107
14
Rumadani Sagala, Balaghah, hal. 74.
15
https://quran.kemenag.go.id/sura/96
16
Rumadani Sagala, Balaghah, hal. 74.
17
https://quran.kemenag.go.id/sura/12/82
18
Wahyu Al azhariy, Balaghah…, hal. 176.
19
Kamus al-Ma’aany, https://www.almaany.com
10

telah terjadi, sedangkan yang dimaksudkan adalah yang akan terjadi atau yang
belum terjadi. Seperti firman Allah (QS.Al-Nisa (4) : 2).
ٓ
ۗ ‫’والِ ُك ْم‬ َ ’‫ب ۖ َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم‬
َ ’‫’والَهُ ْم اِ ٰلى اَ ْم‬ َ ‫َو ٰاتُوا ْاليَ ٰتمٰ ٓى اَ ْم َوالَهُ ْم َواَل تَتَبَ َّدلُوا ْال َخبِي‬
ِ ِّ‫ْث بِالطَّي‬
‫اِنَّهٗ َكانَ حُوْ بًا َكبِ ْيرًا‬
Artinya:
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka,
janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu
makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan
memakan) itu adalah dosa yang besar”.

Pada potongan ayat diatas terdapat kata ‫ اليتامى‬yang diartikan sebagai orang
yang sudah baligh (yang sudah dewasa) padahal kata tersebut bermakna anak
yatim (yang belum dewasa), karena selama masih kecil anak yatim itu tidak boleh
menguasai harta bendanya.20
8. I’tibar ma yakunu

ْ ِ‫ ا‬-
Menurut bahas ‫ إعتبار‬berasal dari kata ‫عتَبَر‬ ‫يَ ْعتَبِ ُر‬ berarti
mempertimbangkan, menganggap, berpikir, dan memperhatikan21. ‫ما يكون‬
bentuk fi’il mudhari’ yang berarti “apa yang akan terjadi”. Yaitu menyebutkan
sesuatu yang akan terjadi di masa akan datang padahal yang dimaksud adalah
keadaan sebelumnya. Seperti firman Allah (QS.Yusuf (12) : 36).

‫ص ُر خَ ْمرًا ۚ َوقَا َل ااْل ٰ َخ ُر اِنِّ ْٓي‬ ِ ‫َو َد َخ َل َم َعهُ السِّجْ نَ فَتَ ٰي ِن ۗقَا َل اَ َح ُدهُ َمٓا اِنِّ ْٓي اَ ٰرىنِ ْٓي اَ ْع‬
َ‫ك ِمنَ ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬ َ ‫ق َرْأ ِس ْي ُخ ْب ًزا تَْأ ُك ُل الطَّ ْي ُر ِم ْنهُ ۗنَبِّْئنَا بِتَْأ ِو ْيلِ ٖه ۚاِنَّا ن َٰرى‬ َ ْ‫اَ ٰرىنِ ْٓي اَحْ ِم ُل فَو‬
Artinya:
“dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara. Salah
satunya berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur,” dan yang
lainnya berkata, “Aku bermimpi, membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya
dimakan burung.” Berikanlah kepada kami takwilnya. Sesungguhnya kami
memandangmu termasuk orang yang berbuat baik”.
2.2.1.1. Majaz Isti’arah
 Definisi Isti’arah

20
Hamzah Hamzah, M. Napis Djuaeni, Majaz (Konsep Dasar dan Klasifikasinya dalam Ilmu Balaghah);
Academia, hal. 56.
21
Kamus al-Ma’aany, https://www.almaany.com
11

Kata isti’arah secara bahasa berasal dari kata ista’ara-yasta’iru-isti’arah


yang berarti meminjam sesuatu. Adapun secara istilah, Sayyid Ahmad al-Hasyimi
menyebutkan22
‫ هي استعمال اللفظ في غير ما وضع له لعالقة المشابهة بين المعنى‬:‫وفي اصطالح البيانيين‬
‫ مع قرينة صارفة عن إرادة المعنى األصلي‬,‫المنقول عنه والمعنى المستعمل فيه‬
“Menurut para ulama sastra, isti’arah adalah menggunakan lafaz tidak sesuai
dengan penggunaan asalnya karena adanya ‘alaqah musyabahah (hubungan
keserupaan) antara makna yang dinukil dengan makna yang digunakan
didalamnya, disertai adanya indikator yang menghalangi dari penggunaan makna
asalnya (pertama) tersebut.”
Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa majaz isti’arah itu
merupakan majaz yang ‘alaqah (hubungan) antara dua makna kata adalah
musyabahah (serupa) dan diharuskan adanya qarinah (indikator) yang
melatarbelakangi pengalihan makna tersebut.
Jadi, isti’arah adalah memindahkan kata dari asal pemakaiannya karena ada
hubungan keserupaan dan ada beberapa maksud tertentu diantaranya untuk
menjelaskan makna, menambah kekuatan makna yang terkandung dalam kalimat
ataupun untuk mempertegas dengan rangkaian kalimat yang lebih sederhana.
 Rukun Isti’arah
Dalam isti’arah tidak terlepas dari tiga hal, yaitu :23

1. Al-musta'ar minhu (‫به‬ ‫المشبه‬ )


Makna majaz yang dipinjam oleh musta’ar lah

2. Al-musta'ar lah (‫) المشبه‬


Makna hakikat yang meminjam musta’ar minhu

3. Al-musta'ar (‫المنقول‬ ‫)اللفظ‬


Lafadz yang dipinjam atau dipindah dari makna aslinya kepada makna lain
Kedua unsur diatas disebut dengan tharafay al-isti’arah (dua unsur pokok
majaz isti’arah)

Contoh: ‫يرمى‬ ‫ريت اسدا‬


Saya melihat laki pemberani (laksana singa) sedang melempar

22
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al-Balaghah, (Beirut: Darul Fikri, 1988), hal. 258.
23
Robit Hasymi Yasin, Skema…, hal.119
12

Penjelasan:
* Lafadz Asadan adalah musta'ar

َ ‫ْال ُم ْفت َِر‬


* Makna Singa ( ‫س‬ َ‫( = )ال َحيَ َوان‬hewan pemangsa) adalah musta'ar minhu
َ ‫( = ) َر ُجاًل ُش‬lelaki pemberani) adalah musta'arlah
* Makna lelaki (‫جاعًا‬
* Sedangkan lafadz Yarmy adalah qorinah yang menunjukkan bahwa yang
dimaksud oleh mutakallim adalah seorang lelaki yang pemberani yang sedang
melempar, karena sudah jelas sekali bahwa tidak ada harimau yang bisa
melempar. Sedangkan alaqahnya berupa musyabbah (kesamaan), yaitu sama-sama
pemberani.
 Pembagian Isti’arah
a. Berdasarkan sesuatu yang disebutkan dari kedua unsur pokoknya (musta’ar
minhu dan musta’arlah)
1. Isti’arah Tashrihiyyah
Pada jenis ini yang ditasrihkan (tegaskan) adalah musta’ar minhu-nya,
sedangkan musta’arlah-nya dibuang. Dengan istilah lain pada jenis ini
disebut musyabbah bih dan dibuang musyabbah-nya.24 Contoh ayat-ayat yang
mengandung Isti’arah tasrihiyyah, (QS.Al-Fatihah : 6)

‫اِ ْه ِدنَا الص َِّراطَ ْال ُم ْستَقِ ْي ۙ َم‬


Artinya:
“tunjukilah kami jalan yang lurus”
Maksud jalan lurus adalah agama yang hak (Islam).

..…‫َص ُموْ ا بِ َح ْب ِل هّٰللا ِ َج ِم ْيعًا َّواَل تَفَ َّرقُوْ ا‬


ِ ‫َوا ْعت‬
Artinya:
“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali Allah dan janganlah kamu
bercerai berai…”(QS.Ali-Imran : 103)
Maksud tali Allah adalah Alquran atau agama Islam.

ۗ ..…‫هُ َّن لِبَاسٌ لَّ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَّه َُّن‬.…


ٰ
ِ ۖ ْ‫…… َو ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َحتّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْالخَ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ْي ِط ااْل َ ْس َو ِد ِمنَ ْالفَج‬
.……‫ر‬

Artinya:

24
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hal.
34.
13

…..Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi


mereka…… Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara
benang putih dan benang hitam, yaitu fajar…… (QS.Al-Baqarah : 187)
Pakaian maksudnya adalah saling menutupi saling melindungi dengan
penuh keserasian, benang putih adalah terangnya siang hari, benang hitam
adalah gelapnya malam hari.
2. Isti’arah Makniyyah
Musta’ar lah-nya (musyabbah) ditegaskan, sedangkan musta’ar minhu-
nya (musyabbah bih) tidak ditegaskan (tersirat). Kemudian sebagai isyarat
bagi musta’ar minhu (musyabbah bih) yang tidak ditegaskan, disebutkan
sebuah kata atau kata-kata yang menunjukkan kepada sifat-sifat khususnya.25
Isti’arah yang dapat disamakan dengan gaya bahasa “personifikasi”, yaitu
jenis kiasan yang meletakkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak
bernyawa dan ide yang abstrak, misalnya: matahari mencubit pipinya, bunga-
bunga tersenyum riang; pengalaman mengajak kita tahan menderita.26 Contoh
kalimat:
ْ ‫ِإنِّي َأَل َرى ُرُؤ وسًا قَ ْد َأ ْينَ َع‬
َ َ‫ت َو َحانَ قِطَافُهَا َوِإنِّي ل‬
‫صا ِحبُهَا‬

“Sesungguhnya aku melihat beberapa kepala yang telah masak dan telah
sampai waktu panennya dan saya adalah pemiliknya ”.
Dalam pidatonya, Al-Hajjaj menyerupakan kepala dengan buah-buahan.
Sebagai isyarat bagi musyabbah bih yang dibuang dan ditetapkan kata yang
ْ ‫َأ ْينَ َع‬ (masak).27
menunjukkan sifatnya yang khas, yaitu kata‫ت‬

ُّ ‫ٱخفِضْ لَهُ َما َجنَا َح‬


…..‫ٱلذلِّ ِمنَ ٱلرَّحْ َم ِة‬ ْ ‫َو‬
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan (QS.Al-Isra’ : 24)
Lafazh “al-dzull: kerendahan“ dalam ayat itu sebagai isti’arat dari “al-
thayr: burung”. Maksudnya, sayap kehinaan (janâh al-dzull) sama dengan
sayap burung (janah al–thayr) dalam hal kerendahannya. Pada ayat itu, hanya
disebutkan musyabbah-nya, yaitu lafazh al-dzull, tanpa musyabbah bihnya,

25
Robit Hasymi Yasin, Skema…, hal. 123.
26
Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’, hal. 123.
27
Ali Al-Jarimi dan Musthofa Amin, Al-Balaghah Al-Wadhihah, hal. 75-76.
14

lafazh al-thayr, dan hanya diisyaratkan dengan sifat-sifatnya, yaitu janah:


sayap.

‫ان تَْأ ُكلُهُ النَّار‬ ٰ ‫هّٰللا‬


ٍ َ‫اَلَّ ِذ ْينَ قَالُ ْٓوا اِ َّن َ َع ِه َد اِلَ ْينَٓا اَاَّل نُْؤ ِمنَ لِ َرسُوْ ٍل َحتّى يَْأتِيَنَا بِقُرْ ب‬
Artinya:

(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah


memerintahkan kepada kami, agar kami tidak beriman kepada seorang rasul,
sebelum dia mendatangkan kepada kami kurban yang dimakan api.” (QS.Ali-
Imran : 183)

‫س َو ْالقَ َم َر َراَ ْيتُهُ ْم لِ ْي‬


َ ‫ْت اَ َح َد َع َش َر َكوْ َكبًا َّوال َّش ْم‬ ِ َ‫ُف اِل َبِ ْي ِه ٰيٓاَب‬
ُ ‫ت اِنِّ ْي َراَي‬ ُ ‫اِ ْذ قَا َل يُوْ س‬
َ‫ٰس ِج ِد ْين‬

Artinya:
(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh,
aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat
semuanya sujud kepadaku.”(QS.Yusuf : 4)
Demikianlah dalam Isti’arah makniyyah atau personifikasi ayat-ayat di
atas, benda-benda tidak bernyawa atau suatu gagasan diberi sifat insani, pada
ayat-ayat di atas misalnya api makan kurban, sebelas bintang matahari dan
bulan bersujud. Semuanya membuat makna dibalik kalam menjadi hidup dan
sekaligus membangunkan imajinasi dan rasa keindahan.28
b. Berdasarkan bentuk lafadz-nya (musta’ar)
1. Isti’arah Ashliyyah

Isti’arah ashliyyah adalah jenis majaz yang lafazhh musta’ar-nya isim


jamid (setiap kata benda yang asli bukan berasal dari kata yang lain) bukan
musytaq (bukan isim sifat). Sepeti firman Allah (QS.Ibrahim : 1)

ِ ٰ‫الظلُم‬
‫ت اِلَى النُّوْ ِر‬ َ َّ‫ِك ٰتبٌ اَ ْنز َْل ٰنهُ اِلَ ْيكَ لِتُ ْخ ِر َج الن‬
ُّ َ‫اس ِمن‬
Artinya:
(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau
mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang.
28
Hidayat, al-Balaghah…, hal. 123.
15

Yang dimaksud dengan kegelapan adalah kesesatan, sedangkan yang


dimaksud dengan terang adalah petunjuk dan keimanan,
2. Isti’arah Taba’iyyah
Isti’arah taba’iyyah yaitu suatu ungkapan majaz yang musta’ar-nya fi’il,
isim musytaq(isim yang dibentuk dari kata lain dan bermakna beda dari kata
pembentuknya), atau huruf.29

‫عضّنا ال ّدهر‬
“Zaman telah menggigit kami dengan taringnya.”
Arti “ ّ‫ ”عض‬yang mempunyai makna asal ialah “menggigit”, sedang yang
dimaksudkan adalah “menyakiti”30

‫َاطقَة بَِأحْ زَانِى‬


ِ ‫َحالِى ن‬
“Keadaanku mengucapkanku kesedihanku”
Yang dimaksud “mengucapkan” ialah menunjukkan. Dinamakan isti’arah
musharrahah taba’iyyah karena ada pada isim musytaq.

ِ ْ‫صلِّبَنَّ ُك ْم فِ ْي ُج ُذو‬
..…‫ع النَّ ْخ ۖ ِل‬ َ ُ ‫ َّواَل‬.…
Artinya:
….dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma….
(QS.Thaha : 71)

Makna dari kata “‫ ”فى‬pada potongan ayat di atas adalah “di atas”. Kata “

‫ ”فى‬adalah huruf31
c. Berdasarkan ada tidaknya Mula’im (sesuatu yang berhubungan dengan) kedua
unsur pokoknya
1. Isti’arah Murasysyahah
Isti’arah murasysyahah adalah suatu ungkapan majaz yang diikuti oleh
kata-kata yang cocok untuk / mengarah kepada musta’ar minhu (musyabah
bih).32

‫رأيت أسد له لبد‬


29
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…, hal. 36.
30
Ibid, 36.
31
Ibid, 36.
32
Ibid, 37.
16

“Saya melihat orang pemberani (laksana singa) yang memiliki rambut tebal.”

Lafadz “‫ ”أسد‬yang ditujukan untuk makna lelaki pemberani, disertai

lafadz “‫لبد‬ ‫ " له‬yang artinya memiliki rambut tebal, hal itu sesuai dengan
musta’ar minhu singa.33 Seperti firman Allah (QS.Al-Baqarah : 16)

ٰۤ ُ
ْ ‫ول ِٕىكَ الَّ ِذ ْينَ ا ْشت ََر ُوا الض َّٰللَةَ بِ ْاله ُٰد ۖى فَ َما َربِ َح‬
َ‫ت تِّ َجا َرتُهُ ْم َو َما َكانُوْ ا ُم ْهتَ ِد ْين‬ ‫ا‬
Artinya: Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka
perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat
petunjuk.

َ َ‫ ”ا ْشت‬dipinjamkan terhadap lafadz “‫ ”تبادلوا‬yang bermakna


Lafadz “‫ر ُوا‬

menukar, kemudian disebutkan lafadz “‫التجارة‬ ‫ ”الربح و‬yang mengarah


untuk dimaknai secara hakiki. Maka ayat ‫ تجارتھم ربحت فما‬menjelaskan
perkara yang terhimpun dalam musabbah bih
2. Isti’arah Mujarradah
Suatu ungkapan majaz yang diikuti oleh kata-kata yang cocok untuk /
mengarah kepada musta’ar lah (musyabah).

‫رأيت اسدًا یخاطب‬


“Saya melihat laki-laki gagah berpidato”
Musta’ar lah- nya adalah laki-laki gagah. Sedangkan lafadz ‫ یخاطب‬memiliki
kefahaman yang mengarah kepada laki-laki gagah dan menjadi mulaaiq
(pemantas), yakni yang menunjukkan bahwa ucapan itu tidak dapat diartikan
menurut arti asalnya, melainkan kepada laki-laki gagah.
3. Isti’arah Mutlak
Isti’aroh yang tidak disertai pengertian yang menghimpun kedua ujungnya.

‫رأيت اسدًا‬

“Saya melihat laki-laki perkasa”


d. Berdasarkan ada tidaknya pertentangan (tanafi’)
1. Isti’arah Inadiyah

33
Sholehuddin Shofwan, Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun, (Jombang: Darul Hikmah, 2008),
hal. 28.
17

Majaz isti’arah yang kedua unsurnya saling bertentangan. Isti’arah


Inadiyah dibagi menjadi dua macam:34
o Tamlihiyah (agar memperindah atau mempermanis atau tampak lucu)

‫رأيت اسدًا في المسجد‬


“saya melihat laki-laki perkasa di masjid”
o Tahakkumiyah (agar mengolok-olok)

‫ب اَلِي ۙ ٍْم‬
ٍ ‫فَبَ ِّشرْ هُ ْم بِ َع َذا‬
Artinya:
Maka sampaikanlah kepada mereka (ancaman) azab yang pedih, (QS.Al-
Insyiqaq : 24)
ِّ َ‫ فَب‬dipinjamkan kepada ‫فَاَن ِذرهُم‬
Lafadz ‫شرْ هُم‬
2. Isti’arah Wifaqiyah
Majaz isti’arah yang kedua unsurnya tidak saling bertentangan, selaras,
dan saling menyerupai. Seperti pengisti’arahan penghidupan pada pemberian
hidayah;35 Seperti firman Allah (QS.Al-An’am : 122)

..…ُ‫اَ َو َم ْن َكانَ َم ْيتًا فَاَحْ يَي ْٰنه‬


Artinya:
Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan…

Maksud lafadz ُ‫ فَاَحْ يَ ْي ٰنه‬adalah ُ‫فَهَدَينَاه‬


e. Berdasarkan letak persamaan dari dua unsurnya (jami’)
1. Isti’arah Qaribah
Isti’arah yang letak persamaannya sudah bisa dipahami dengan jelas tanpa
proses analisis atau penalaran.

‫ريت اسدا يرمى‬


Saya melihat laki pemberani (laksana singa) sedang melempar. : ‫الجامع‬
‫الشجاعة‬
2. Isti’arah Gharibah
Isti’arah yang sulit dimengerti sisi perpaduannya. Kecuali oleh orang-
orang yang mendalam pemikirannya, seperti syair:
34
Robit Hasymi Yasin, Skema…, hal. 120.
35
Imam Akhdhori, Jauharul Maknun, terjemahan: Abdul Qadir Hamid, hal. 178-179.
18

‫َواِ َذا اِحْ تَبَى قُرْ بُوْ َسهُ بِ ِعنَانِ ِه‬


‫اف ال َّزاِئر‬ِ ‫ص َر‬ ِ ‫ك ال َّس ِك ْي ُم اِلَى ا ْن‬
َ ِ‫َعل‬

“Dan saat kuda duduk menghimpun pelana dengan telinganya, maka


berbolak-baliklah besi pada mulutnya sampai berpaling orang yang
berziarah”.
Penyair itu memuji kudanya yang telah terlatih, bila ia turun darinya,
maka sang kuda itu meletakkan telinganya pada pelananya, lalu berdiam di
tempat hingga penyair yang digambarkan dengan kata-kata zâ’ir, kembali.
Keadaan seperti itu diserupakan dengan jatuhnya baju dari kedua lutut orang
yang sedang duduk sambil membelitkan serban dari pinggang ke lututnya dan
memanjangkan ke samping punggungnya. Letak persamaan dari dua unsurnya
(Jamî’) pada syair itu samar sekali, yaitu mencakupnya satu perkara (ihtibâ’)
pada dua perkara, yaitu pelana dan baju atau serban.
f. Berdasarkan dari dua unsur pokok (tharf-nya) dan letak persamaannya (jami’)
1. Dua unsur pokok (tharf-nya) dan letak persamaan dari dua unsurnya
(jami’) hissi (konkret /indrawi). Seperti firman Allah (QS.Thaha : 88)

..…ٌ‫فَا َ ْخ َر َج لَهُ ْم ِعجْ اًل َج َسدًا لَّهٗ ُخ َوار‬


Artinya:
kemudian (dari lubang api itu) dia (Samiri) mengeluarkan (patung) anak sapi
yang bertubuh dan bersuara untuk mereka…
Kedua tharf-nya, yaitu musta’ar minh, yang berupa anak sapi dan
musta‟ar lah, yang berupa hewan yang terbuat dari perhiasan orang Qibthi
adalah sesuatu yang hissi dan jamî’-nya, yaitu kesamaan bentuk antara pedet
dan hewan yang terbuat dari perhiasan orang qibthi juga hissi.
2. Dua unsur pokok (tharf-nya) hissi dan letak persamaan dari dua unsurnya
(jami’-nya) aqli. Seperti firman Allah (QS.Yasin : 37)

َ‫ظلِ ُموْ ۙن‬ َ َ‫َو ٰايَةٌ لَّهُ ُم الَّ ْي ُل ۖنَ ْسلَ ُخ ِم ْنهُ النَّه‬
ْ ‫ار فَا ِ َذا هُ ْم ُّم‬
Artinya:
Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami
tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam)
kegelapan,
19

Kedua tharf, yaitu musta’ar minh, yang berupa mengupas kulit kambing,
dan musta’ar lah, yang berupa menghilangkan terangnya siang dari gelapnya
malam, adalah sesuatu yang hissi, karena keduanya dapat dilihat oleh mata.
Sedang jamî’, yang berupa perubahan keduanya, yaitu tampaknya kulit
kambing setelah dikupas kulitnya dan tampaknya gelap setelah hilang terang
siang adalah sesuatu yang ‘aqli, karena hanya dapat diketahui berdasarkan
pemikiran.
3. Dua unsur pokok (tharf-nya) hissi dan letak persamaan dari dua unsurnya
(jami’-nya) mukhtalif, baik hissi maupun ‘aqli.

‫رايت شمسا يتكلم‬


“Aku melihat matahari berbicara”
Kedua tharf pada contoh itu, yaitu musta’ar minh, yang berupa matahari
dan musta’ar lah, yang berupa seorang lelaki adalah sesuatu yang hissi, karena
masing-masing dapat disaksikan mata. Sedang jamî’-nya, yang berupa indah
wajahnya, adalah sesuatu yang hissi dan luhur budinya adalah sesuatu yang
‘aqli, merupakan dua hal yang berbeda (mukhtalif).
4. Dua unsur pokok (tharf-nya) dan letak persamaan dari dua unsurnya
(jami’) berupa ‘aqli. Seperti firman Allah (QS.Yasin : 52)

.…‫قَالُوْ ا ٰي َو ْيلَنَا َم ۢ ْن بَ َعثَنَا ِم ْن َّمرْ قَ ِدنَا‬

Artinya:
Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang
membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?”.
Kedua tharf pada ayat itu, musta’ar minh, yang berupa tidur, dan musta’ar
lah, yang berupa mati, adalah dua hal yang ‘aqli. Demikian juga, jamî’-nya:
tidak terdapatnya perbuatan pada masing-masing atau tidak bergerak,
merupakan sesuatu yang ‘aqli.
5. Letak persamaan dari dua unsurnya (Jamî’) dan musta’ar lah berupa
sesuatu yang ‘aqli dan musta’ar minh-nya berupa sesuatu yang hissi.
Seperti firman Allah, (QS.Al-Hijr : 94)

َ‫فَاصْ َد ْع بِ َما تُْؤ َم ُر َواَ ْع ِرضْ َع ِن ْال ُم ْش ِر ِك ْين‬

Artinya:
20

Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.
Musta’ar minh pada ayat di atas, yaitu lafazh fashda’ yang berarti
memecahkan kaca dan sesamanya, adalah sesuatu yang hissi. Sedang
musta’ar lah-nya, yaitu menyampaikan adalah sesuatu yang ‘aqli, seperti juga
jami’-nya, yaitu memberikan pengaruh, yang merupakan sesuatu yang adalah
‘aqli.
6. Letak persamaan dari dua unsurnya (Jamî’) dan musta’ar minh berupa
sesuatu yang ‘aqli dan musta’ar lah-nya berupa sesuatu yang hissi. Seperti
firman Allah (QS.Al-Haqqah : 11)

‫اريَ ۙ ِة‬ ۤ
ِ ‫اِنَّا لَ َّما طَغَا ْال َما ُء َح َم ْل ٰن ُك ْم فِى ْال َج‬
Artinya:
Sesungguhnya ketika air naik (sampai ke gunung), Kami membawa (nenek
moyang) kamu ke dalam kapal,
Musta’ar minh-nya, yaitu lafazh thagha “sombong” adalah sesuatu yang
‘aqli, sedang Musta’ar lah-nya, yaitu air adalah sesuatu yang hissi. Sementara
jamî’-nya, yaitu merasa tinggi yang melewati batas adalah sesuatu yang ‘aqli.
2.2.2. Majaz Aqli
 Pengertian Majaz Aqli

Majaz Aqli adalah menyandarkan perbuatan (aktivitas) kepada sesuatu yang


bukan aslinya karena adanya alaqah dan qarinah yang mencegah terjadinya
penyandaran makna lafaz tersebut. Dinamakan "aqly", karena majaz jenis ini bisa
diketahui penunjukan maknanya dengan menggunakan akal.

Jika kiasan pada ‫مجاز مرسل‬ terletak pada kata-kata, maka kiasan pada

‫مج’’از عقلي‬ terletak pada Isnad (hubungan) dengan kata lain majaz aqly
menghubungkan suatu perbuatan, tidak dengan pelaku sebenarnya, melainkan
dengan penyebab terjadinya perbuatan tersebut atau dengan tempatnya, waktunya
dan sebagainya.36
Di dalam buku ilmu balaghah antara al-bayan dan al-badi oleh H. Mardjoko
Idris, M.A. mengatakan bahwa:

36
Prof.Dr. D.Hidayat, al-Balaghotul Badi’ Was Syawahidu Min Kalamil Badi, (Jakarta: PT. Karya Toha Putra
2002), hlm. 134
21

‫المجاز العقلي ه‍واسناد الفعل اومافى معناه إلى غير فاعله الحقيقي‬

Majaz aqli adalah penyandaran fi'il pada fail yang tidak sebenarnya37

‫المجاز العقلي ه‍واسناد الفعل أوفى معناه إلى غير ما ه‍و له لعالقة مع قرينة ما نعة‬
‫من ارادةاالسناد إلى الحقيقي‬38
Majaz aqly adalah menyandarkan fi'il pada sesuatu yang lain untuk suatu
hubungan pada hakikatnya.

Pengertian majaz aqli dalam kitab Jauharul Maknun:

Arti majāz ‘aqlī, ialah meng-isnād-kan fi‘il atau yang menyerupainya kepada

mulābas-nya yang bukan sebenarnya, yaitu fi‘il mabnī fā‘il. Seperti: ( ‫ر‬
َ ‫َص‬
َ ‫)ن‬
bukan kepada mulābas yang seharusnya, ialah fā‘il, melainkan kepada maf‘ūl-

nya dan fi‘il mabnī maf‘ūl bukan kepada nā’ib-ul-fā‘il-nya, seperti: ( ٌ‫بِس‬ ‫)ثَوْ بٌ اَل‬
asal artinya: pakaian yang memakainya. Padahal maksudnya: pakaian yang

َ ُ‫ )نَهَ’’ا ُره‬Asal artinya: Siangnya yang berpuasa. Padahal


dipakai. (‫ص’’اِئ ٌم‬
maksudnya: pada siang harinya dia berpuasa.
Asalnya:

(‫س َز ْي ٌد ثَوْ بًا‬


َ ِ‫)لَب‬, (ُ‫اره‬
َ َ‫صا َم َز ْي ٌد نَه‬
َ ).

َ ‫َو الثَّانِ ْي َأ ْن يُ ْسنَ َد لِ ْل ُماَل بَ ِسلَي‬


ٍ ْ‫ْس لَهُ يُ ْبنَى َكثَو‬
‫ب اَل بِس‬
“Yang kedua, (yaitu majāz ‘aqlī), ialah meng-isnād-kan fi‘il atau syibhi-nya
kepada mulābas-nya (ma‘mūl-nya) yang bukan seharusnya di-isnād-kan

kepadanya. Seperti: (‫س‬


ٍ ِ‫ب‬ ٍ ْ‫ = ) َكثَو‬Pakaian yang memakai. Maksudnya pakaian
‫ب اَل‬
yang dipakai.
 Alaqah Majaz Aqli
Ada beberapa ‘alaqah yang terdapat dalam majaz aqli.
1. As-sababiyyah (‫)السببية‬
Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada penyebab langsung (pelaku).

37
H. Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah antara al-Bayan dan al-Badi, (Yogyakarta: Penerbit teras 2007), hlm. 34
38
Aliyul Jazim dan Mustofa Amin, al-Balaghah al-Wadihah, (Kairo: Daarul Ma’arif 111 M), hlm. 117
22

Contohnya:

َ َ‫صرْ حًا لَ َعلِّي َأ ْبلُ ُغ اَأْل ْسب‬


)٣٧( ‫اب‬ ُ ‫َوقَا َل فِرْ عَوْ ُن يَا هَا َم‬
َ ‫ان ا ْب ِن لِي‬
Artinya:
“Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan
yang Tinggi supaya Aku sampai ke pintu-pintu” (QS.Ghafir : 37)
Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) membangun gedung
yang menjulang disandarkan kepada seorang bernama Haman padahal ia
bukan pelaku sebenarnya. Yang membangun itu adalah para pekerja, tetapi
Haman bertindak sebagai pengawas proses pembangunan itu.
2. Az-zamaniyyah (‫)الزمانية‬

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada masa/waktu terjadinya.


Contohnya:

َ ‫نَهَا ُر ْالـ ُمْؤ ِم ِن‬


‫صاِئ ٌم ولَ ْيلُهُ قَاِئ ٌم‬
"Siangnya orang mukmin itu berpuasa dan malamnya bangun (untuk
ibadah).”
Pada contoh ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) puasa
disandarkan kepada masa/waktu yaitu “siang” padahal “siang” itu bukan
pelaku sebenarnya, tetapi yang melakukan puasa itu adalah seorang mukmin
pada waktu siang hari.

‫فَ َك ۡيفَ تَتَّقُ ۡونَ اِ ۡن َكفَ ۡرتُمۡ يَ ۡو ًما ي َّۡج َع ُل ۡال ِو ۡلدَانَ ِش ۡيبَا‬
Artinya:
" Lalu bagaimanakah kamu akan dapat menjaga dirimu jika kamu tetap kafir
kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban". (QS.Al-Muzzammil : 17)
Pada hakikatnya yang menjadikan beruban itu adalah Allah SWT tapi
disini disebutkan hari menjadikan anak-anak beruban ini merupakan qinayah
tentang hari kiamat saking takutnya sehingga anak saja bisa jadi beruban, hari
itu tidak bisa menjadikan anak-anak langsung menjadi tua karena hakikat
yang melakukan nya Allah SWT tetapi disini disebutkan hanya az-
zamaniyyah waktunya saja bukan kehakikatnya.
3. Al-Makaniyyah (‫)المكانية‬

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada tempat terjadinya. Seperti firman


Allah (QS. at-Taubah [9]: 72)
23

‫ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا اَأْل ْنهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَا‬ ِ ‫َو َع َد هَّللا ُ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬
ٍ ‫ت َجنَّا‬
)٧٢( ‫ك هُ َو ْالفَوْ ُز ْال َع ِظي ُم‬
َ ِ‫ان ِمنَ هَّللا َأ ْكبَ ُر َذل‬ ِ ‫َو َم َسا ِكنَ طَيِّبَةً فِي َجنَّا‬
’ٌ ‫ت َع ْد ٍن َو ِرضْ َو‬
Artinya:
“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan,
(akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal
mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga
'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan
yang besar.”

‫ات َع ْد ٍن تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا اَأْل ْنهَا ُر خَ الِ ِدينَ ِفيهَا َأبَدًا‬
ُ َّ‫َجزَاُؤ هُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َجن‬
Artinya:
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga adn yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya.” (QS.Al-Bayyinah : 8).
ٌ ّ‫ت لَهُمۡ َج ٰن‬
‫ت ت َۡج ِر ۡى ِم ۡن ت َۡحتِهَا ااۡل َ ۡن ٰه ُر‬ ّ ٰ ‫ؕ اِ َّن الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬
ُؕ‫ك ۡالفَ ۡو ُز ۡال َكبِ ۡير‬ َ ِ‫ٰذل‬
Artinya:
"Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka
akan mendapat surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, itulah
kemenangan yang agung". (QS. Al-Buruj: 11)
Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) mengalir
disandarkan kepada sungai-sungai padahal sungai-sungai itu bukan pelaku
sebenarnya, tetapi yang mengalir itu adalah air-air yang bertempat di sungai-
sungai.
4. Al-Mashdariyyah (‫)المصدرية‬

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada mashdarnya (kata dasar/asal).


Contohnya:

‫ َوفِي اللَّ ْيلَ ِة الظَّ ْل َما ِء يُ ْفتَقَ ُد البَ ْد ُر‬# ‫َسيَ ْذ ُك ُرنِي قَوْ ِم ْي ِإ َذا َج َّد ِج ُّدهُ ْم‬
“Kaumku akan teringat kepadaku apabila mereka menghadapi kesulitan. Pada
malam yang gelap bulan purnama baru dirindukan (dicari-cari)”
Pada syair ini disebutkan bahwa aktivitas menghadapi kesusahan

disandarkan kepada mashdar (kata dasar) yaitu kata ( ‫ج ُّد‬


ِ ) padahal mashdar itu
24

bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalami kesusahan adalah orang-


orang yang susah. Seperti firman Allah (QS.Al-Baqarah : 16)

َ‫اشتَ َر ُوا الض َّٰللَةَ بِ ۡاله ُٰدى فَ َما َربِ َح ۡت تِّ َجا َرتُهُمۡ َو َما َكانُ ۡوا ُم ۡهتَ ِد ۡين‬ َ ‫ولٓ ِٕٮ‬
ۡ َ‫ك الَّ ِذ ۡين‬ ٰ ُ‫ا‬
Artinya:
"Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan
mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk".
Tidaklah beruntung perniagaan mereka. Yang merasakan untung dan rugi
itu adalah pelakunya bukan yang dilakukannya ini di sebutkan nya kan
perniagaan tidak beruntung atau rugi yang rugi itu bukan perniagaan tetapi
orang yang melakukan niaga/pedagang nya, dalam hal ini yang dimaksud
adalah orang-orang munafik jadi seharusnya maka tidaklah untung orang-
orang munafik itu yang melakukan perdagangan itu seharusnya tetapi disini
disebutkan nya hanya masdarnya saja padahal seharusnya yang disebutkan
adalah failnya.

5. Al-Fa’iliyyah (‫)الفاعلية‬

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada fa’ilnya padahal yang dimaksud


maf’ulnya. Seperti firman Allah (QS.Al-Haqqah : 21)

ِ ‫فَهُ َو فِي ِعي َش ٍة ر‬


‫َّاضيَ ٍة‬
Artinya:
“Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai.”
Kata (‫اض’’يَ ٍة‬
ِ ‫ ) َر‬itu merupakan (fail) dan harusnya maknanya adalah
meridhai bukan diridhai, disini disebutkannya failnya padahal makna

ِ ْ‫َمر‬
hakikatnya adalah maf'ulnya atau katanya menjadi ( ‫ضي َّ ٍة‬ ‫ )فِي ِعي َش ٍة‬dalam
kehidupan yang diridhai karena memang kehidupan tidak bisa berbuat yang
meridhai dan diridhai adalah orangnya.

6. Al-Maf’uliyyah (‫)المفعولية‬

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada maf’ulnya padahal yang


dimaksud fa’ilnya. Seperti firman Allah (QS.Al-Isra : 45)

‫َوِإ َذا قَ َرْأتَ ْالقُرْ آنَ َج َع ْلنَا بَ ْينَكَ َوبَ ْينَ الَّ ِذ ْينَ الَ يُْؤ ِمنُوْ نَ بِاآْل ِخ َر ِة ِح َجابًا َم ْستُوْ رًا‬
Artinya:
25

“Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu
dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu
dinding yang tertutup.”

Karena (‫جابًا‬
َ ‫ ) ِح‬tersebut fungsinya menutupi bukan yang di tutupi ini
berbentuk maf'ul (‫ستُوْ رًا‬
ْ ‫ ) َم‬makna hakikatnya (‫) َساتِرًا‬

 Macam-macam Majaz Aqly dilihat dari dua sisi :

1. Kedua juznya dengan makna ḥaqīqat, seperti:

َ ’َ‫ال َّربِ ْي’ ُع ْالبَق‬


(‫ل‬ َ‫)َأ ْنت‬ = telah menumbuhkan musim penghujan akan sayur-
sayuran.
2. Kedua juznya dengan makna majāz, seperti:

ِ ‫ال َّز َم’’ا‬


(‫ن‬ َ ْ‫ = )َأحْ يَا اَأْلر‬telah menyuburkan tanah itu penggantian
ُ‫ض َش’بَاب‬
zaman. Arti (‫ )َأحْ يَا‬di sini majāz, karena arti asalnya menghidupkan. Dan asal

ِ ‫ ) َشبَابُ ال َّز َم‬kemudian zaman, sedangkan maksudnya = penggantian


arti (‫ان‬
zaman.
3. Musnad ilaih dengan arti ḥaqīqat, sedangkan musnaddengan arti majāz,

seperti (‫ع‬ ‫ض‬َ ْ‫ = )َأحْ يَ’’ا اَأْلر‬musim hujan itu menyuburkan


ُ ’‫ال َّربِ ْي‬ tanah.

ُ ‫)ال َّربِ ْي‬, dan musnad-nya lafaz (‫)َأحْ يَا‬.


Musnad ilaih lafaz (‫ع‬
4. Musnad ilaih dengan arti majāz. Sedang musnad-nya dengan arti ḥaqīqat,

ِ ‫ال َّز َما‬


seperti: (‫ن‬ ُ‫)َأ ْنبَتَ ْالبَقَ َل َشبَاب‬ = telah menumbuhkan kepada sayur-
sayuran itu penggantian zaman.

ِ ‫ال َّز َم‬


Musnad ilaih-nya lafaz (‫ان‬ ُ‫) َشبَاب‬, dan musnad-nya ( َ‫)َأ ْنبَت‬.
 Macam-macam indikasi pada Majaz Aqly

1. Qarīnah lafzhiyyah : indikasi yang tersurat/tertulis. Contoh:

ِ ْ‫َّب َرْأ ِس ْي تَ َوالِي ْالهُ ُموْ ِم َو اَأْلح‬


‫زَان َو ل ِك َّن هللاَ يَ ْف َع ُل َما يَ َشا ُء‬ َ ‫َشي‬
“Telah menumbuhkan uban di kepalaku berturut-turut kesusahan dan
keprihatinan, tetapi Allah mengerjakan apa yang Ia kehendaki.”
26

َ َ‫ي‬
Lafaz: (‫شا ُء‬ ‫) َو ل ِك َّن هللاَ يَ ْف َع ُل َما‬, qarīnah lafazhiyyah.
2. Qarīnah ma‘nawiyyah : indikasi yang tersirat/tersembunyi

o Qarīnah ‘adiyah (adat), seperti:

ُ ‫ْال‬
(‫ج ْن َد‬ ‫ = )هَ َز َم اَأْل ِم ْي ُر‬telah menewaskan komandan itu kepada pasukan
musuh.
Qarīnah-nya: mustahil menurut adat, seorang diri komandan mampu
menewaskan musuh. Melainkan oleh pasukannya.
o Qarinah akal, seperti :

َ ‫ِإلَ ْي‬
(‫ك‬ ْ ‫ = ) َم َحبَّتُكَ َجا َء‬kecintaan padamu telah mendatangkan aku
‫ت بِ ْي‬
padamu.
Qarīnah-nya: mustahil mendatangi kekasih oleh kecintaan melainkan
oleh kakinya.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

 Definisi majaz: majaz merupakan perpindahan makna dasar kepada makna lainnya,
atau pelebaran medan makna dari makna aslinya disebabkan indikator tertentu.

 Macam-Macam Majaz
 Majaz Lughowi (suatu kebolehan menggunakan suatu kata-sebagai bahasa-bukan
pada tempatnya)

o Majaz mursal (kata yang digunakan bukan untuk maknanya yang asli
karena adanya hubungan yang selain keserupaan serta ada qorinah
yang menghalangi pemahaman dengan makna yang asli): Sababiyah,
Musababiyah, Juziyyah, Kulliyah, Haaliyah, Mahalliyah, I’tibar ma
kaana, dan I’tibar maa yakuunu
o Majaz Isti’arah (adalah menggunakan lafaz tidak sesuai dengan
penggunaan asalnya karena adanya ‘alaqah musyabahah (hubungan
keserupaan) antara makna yang dinukil dengan makna yang digunakan
didalamnya, disertai adanya indikator yang menghalangi dari
penggunaan makna asalnya (pertama) tersebut), dilihat dari enam segi:

a. Berdasarkan sesuatu yang disebutkan dari kedua unsur pokoknya


(musta’ar minhu dan musta’ar lah): Istiti’arah Tashrihiyyah dan
Makniyyah

b. Berdasarkan bentuk lafadz-nya (musta’ar): Isti’arah Ashliyah dan


Taba’iyyah

c. Berdasarkan ada tidaknya mula’im (sesuatu yang berhubungan


dengan) kedua unsur pokoknya: Isti’arah Murasysyahah, Mujarradah,
dan Mutlak.

28
29

d. Berdasarkan ada tidaknya pertentangan (tanafi’): Isti’arah Inadiyah


dan Wifaqiyah

e. Berdasarkan letak persamaan dari dua unsurnya (jami’): Isti’arah


Gharibah dan Qaribah

f. Berdasarkan dari dua unsur pokok (tharf-nya) dan letak persamaan


dari dua unsurnya (jami’): tharf dan jami’-nya hissi, thar-nya hissi dan
jami’nya aqli, tharf-nya hisii dan jami’-nya mukhtalif, bisa hissi bisa
aqli, tharf dan jami’-nya aqli, jami’ dan musta’ar lah-nya berupa aqli
dan musta’ar minh-nya berupa hissi, jami’ dan musta’ar minh-nya
berupa aqli dan musta’ar lah-nya berupa hisii.

 Majaz Aqli (menyandarkan perbuatan (aktivitas) kepada sesuatu yang


bukan aslinya karena adanya alaqah dan qarinah yang mencegah
terjadinya penyandaran makna lafaz tersebut. Dinamakan "aqly", karena
majaz jenis ini bisa diketahui penunjukan maknanya dengan
menggunakan akal.)
o Alaqoh majaz aqli: As-Sababiyyah, Az-Zamaniyyah, Al-
Makaniyyah, Al-Mashdariyyah, Al-Fa’iliyyah, Al-Maf’uliyyah.
o Macam-macam majaz aqli dilihat dari dua sisi: Kedua juznya
dengan makna haqiqat, kedua juznya dengan makna majaz,
musnad ilaih dengan arti haqiqat, musnad ilaih dengan arti majaz.
o Macam-macam indikasi pada majaz aqli: Qarinah Lafdziyyah dan
Ma’nawiyyah
DAFTAR PUSTAKA

Akhdhori Imam, Jauharul Maknun, terjemahan: Abdul Qadir Hamid, Surabaya: Al- Hidayah.

Al Azhariy, Wahyu, Balaghah: Ma'ani-Bayan-Badi. Pustaka Bait Syariah. 2017

Al-Hasyimi, Ahmad. Jawahir Al-Balaghah, Beirut: Darul Fikri, 1988.

Ali, Abdul Aziz. al-Balaghoh al-Muyassaroh, Daarul Ibn Hazm, 2011.

Al-Jarimi, Ali dan Musthofa Amin. Al-Balaghah Al-Wadhihah, Dar Al-Ma’arif, 1999.

Al-Qandany, Abi Fatih Machfuzhi, Intisari Ilmu Balaghah, Lentera. 2016.

Hidayat, Al-Balaghotul Badi' Was Syawahidu Min Kalamil Badi', Jakarta: PT. Karya Toha
putra. 2002.

Hidayat. Al Balaghah li al Jami’, Semarang: PT. Karya Toha Putra. 2002.

Idris, H. Mardjoko, Ilmu balaghah antara Al-Bayan dan Al-Badi, Yogyakarta: Penerbit
Teras. 2007.

Sagala, Rumadani, Balaghah., Lampung: IAIN Raden Intan. 2016.

Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir, Ciputat, Tanggerang: Lentera Hati. 2015.

Shofwan, Sholehuddin. Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Vol. 3, Jombang:


Darul Hikmah, 2008.

Yasin, Robit Hasymi. Skema dan Tabel Al-Jauhar Al-Maknun, Cirebon: Yayasan Tunas
Pertiwi Kebon Jambu, 2020.

Zaenuddin Mamat dan Yayan Nur Bayan. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: Refika
Aditama. 2007.

https://hahuwa.blogspot.com/2017/05/majaz-mursal-pengertian-alaqah.html

30
30

http://sanstri.blogspot.com/2009/05/kaidah-fiqh-kedelapan_27.html

https://www.almaany.com

https://quran.kemenag.go.id/sura/71

Anda mungkin juga menyukai