Anda di halaman 1dari 14

MAJAZ MURSAL DAN MACAMNYA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Ilmu Balaghah I

Disusun oleh:
1. Siti Holisoh 1125020102
2. Siti Masyitoh 1125020103
3. Uswatun Hasanah 1125020113

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
   
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang senantiasa
melimpahkan nikmat dan karunia-Nya, sehingga dengan izin-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah ikut andil
untuk menyelesaikan makalah ini, terutama kepada dosen mata kuliah Ilmu
Balaghah I yang terus memberikan dorongan serta bimbingannya sehingga pada
akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Tak ada gading yang tak retak, kami sangat menyadari bahwa makalah
yang telah kami susun ini masih banyak kesalahan dan masih jauh akan
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan sarannya yang
membangun agar kami dapat memperbaiki dan menjadi lebih baik di masa yang
akan datang.

Bandung, 16 Maret 2014

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
D. Kegunaan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Majaz Mursal ................................................................. 3
B. Macam-macam Majaz Mursal ......................................................... 3
BAB III : PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................... 9
B. Penutup ............................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Para ahli bahasa sepakat bahwa setiap kata memiliki makna, yakni sebuah
pengertian yang terkandung dalam kata tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut,
ada dua jenis makna yang sering menyertai penggunaan sebuah kata dalam
bahasa, yaitu makna haqiqi (denotatif) dan makna majazi (konotatif).1 Majaz
merupakan kebalikan dari haqiqi.2 Oleh karena itu pembahasan majâz tidak
terlepas dari pembahasan haqîqah.
Mayoritas ahli Balâghah mengatakan bahwa haqîqah adalah sebuah kata
yang dipakai menurut arti yang sebenarnya.3 Sedang majâz adalah sebuah kata
yang dipakai mengacu pada arti yang bukan sebenarnya karena adanya suatu
hubungan disertai indikator yang melarang menggunakan makna hakekat tersebut,
atau dengan kata lain perpindahan makna dasar ke makna lainnya, atau pelebaran
medan makna dari makna dasar karena ada alasan tertentu. Secara teoritik, majâz
adalah peralihan makna dari leksikal menuju literer, atau dari yang denotatif
menuju yang konotatif karena ada alasan-alasan tertentu.4
Majâz terbagi dua; majâz ‘aqli dan majâz lughawi. Majâz ‘aqli adalah majaz
yang menjadikan fi‘il (kata kerja) atau yang sejenisnya sebagai makna dasar yang
bukan seharusnya karena ada kaitan (‘alaqah) disertai indikator (qarinah) yang
mencegah untuk dijadikan makna dasar seharusnya. Sedangkan majâz lughawi
adalah lafal yang dipakai bukan pada makna dasar (sebenarnya) karena ada kaitan
(‘alaqah) disertai indikator (qarinah) yang mencegah untuk menggunakan makna
dasar itu.

1
Yuyun Wahyudin, Menguasai Balaghah (Cara Cerdas Berbahasa), (Yogyakarta: Nurma
Media Idea, 2007) hal.49
2
Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika
Aditama, 2007) hal.31
3
Abdurarahman al-Ahdhori, Tarjamah Jauhar Maknun (Ilmu Balaghah), (Surabaya:
Mutiara Ilmu, 2009) hal.99
4
Yuyun Wahyudin, Op.cit., hal.51, lihat. Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Loc. Cit.
1
Berkenaan dengan majaz lughawi, memiliki dua kategori yakni majaz
isti’arah dan majaz mursal. Adapun majaz isti’arah telah dibahas dan dipaparkan
pada diskusi sebelumnya. Dan kali ini, segenap tim penyusun akan mencoba
mengupas secara singkat mengenai kategori yang kedua dari majaz lughawi,
yakni majaz mursal. Maka dari itu, kami tertarik untuk mengupas lebih lanjut
mengenai majaz mursal dengan makalah yang berjudul “Majaz Mursal dan
Macamnya.”
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Majaz Mursal?
2. Apa saja macam-macam Majaz Mursal?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk:
1. Mengetahui pengertian Majaz Mursal
2. Mengetahui dan memahami macam-macam Majaz Mursal
D. Manfaat Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
wawasan khazanah ilmu pengetahuan dalam teknik kebahasaan dengan studi ilmu
Balaghah. Secara praktis makalah ini diharapkan dapat membantu untuk para
mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab agar terampil dalam berbahasa dengan
menggunakan aspek kajian ilmu Balaghah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Majaz Mursal


Secara bahasa (etimologi), majaz mursal terdiri dari dua kata yakni: majaz
dan mursal. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada sebelumnya bahwa arti
majaz ialah sebuah kata yang digunakan bukan dengan arti yang sebenarnya.
Dalam kajian sastra Indonesia, kata “majaz” dikenal dengan istilah konotasi5.
Adapun arti mursal dalam kamus Al-Munawwir Arab Indonesia, memiliki bentuk
asal “arsala-yursilu-irsaalan-mursalan”, yang berarti mengirimkan,
membebaskan6. Sehingga dapat disimpukan bahwa secara etimologi, majaz
mursal ialah sebuah makna konotasi yang bebas.
Sedangkan secara istilah (terminologi), Majaz Mursal, yaitu :
7
‫المجاز المرسل هو الذي تكون العالقة بينهما غير المشابهة‬
Majaz Mursal yaitu majaz yang ‘alaqah-nya tidak saling menyerupai satu
dengan yang lainnya. Dalam Jauharul Maknun (terjemahan) dijelaskan
pengertian majaz mursal sebagai berikut:8

“Majas mursal ialah kalimat yang ‘alaqoh-nya tidak tasyabuh (tidak ada
persamaan). Ada yang diartikan se-juz (sebagian) dari lafaz yang artinya
kulli (semua), arti kulli dari lafaz juz’i atau sebaliknya, atau mengartikan
alat dari ma’lut atau mengartikan zharaf pada mazhruf, arti musabbab
pada arti sebab atau sebaliknya atau mengartikan yang sudah (madhi)
dengan arti mustaqbal atau arti mustaqbal dengan arti madhi, atau sesuatu
yang ditunggu-tunggu.”

Dengan demikian, dapat ditarik simpulan bahwa majaz mursal ialah


majaz lughowi yang ‘alaqoh-nya (hubungan) antara makna ashly dengan makna
far’y-nya tidak berbentuk keserupaan (ghairu musyabbahah).

5
Dalam KBBI, konotasi ialah tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang
ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi.
6
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Arab-Indonesia), (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997) hal
7
Muhammad Gufran Zain ‘Alim, Balaghah Fii Ilmi Bayan, (Ponorogo: Gontor Press, 2006)
hal.73, lihat, Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani, Husnu Shiyaghah, (Rembang: Al-Barkah, 2007)
hal.162, lihat, Abdurrahman al-Ahdhori, Op.cit., hal.148
8
Abdurrahman al-Ahdhori, Op.cit,. hal 101
3
Perhatikan contoh di bawah ini:

Al-Mutanabbi berkata:9
‫ أعدها منها وال أعدّدها‬# ‫ي سابغة‬
ّ ‫له أيّاد عل‬
“Ia mempunyai tangan-tangan yang berlimpah padaku, dan diriku ini merupakan
bagian darinya, dan aku tidak kuasa menghitungnya.”

Dalam ungkapan yang dikemukakan al-Mutanabbi di atas, kata ayaad


tidaklah bermakna hakiki, yaitu tangan-tangan yang sesungguhnya, melainkan
bermakna majazi, yaitu kenikmatan yang banyak. Seperti yang telah diketahui
bahwa antara tangan dan kemikmatan tidaklah terkandung keserupaan. Di sisi
lain, orang Arab tidak akan mungkin mengucapkan suatu kata untuk makna yang
lain kecuali bila telah nyata adanya keterkaitan dan hubungan antara makna asli
dan makna majazi. Maka dari itu, pengertian ayaad dalam ungkapan tersebut ialah
bahwa tangan hakikatnya merupakan alat untuk menyampaikan kenikmatan. Jadi,
tangan itu merupakan sebab bagi kenikmatan tersebut. Yang demikian ini, banyak
digunakan oleh orang Arab.10
B. Macam-Macam Majaz Mursal
Berdasarkan ‘alaqahnya (hubungannya), majaz mursal terbagi ke dalam
beberapa kategori, di antaranya:11

1. Sababiyyah
Sababiyyah adalah salah satu indikator majaz mursal. Pada majaz ini
indikatornya adalah:
‫إطالق السبب و إرادة المسبب‬
“Menyebutkan sebab sesuatu, sedangkan yang dimaksud adalah sesuatu yang
disebabkan.”
Maksudnya ialah majaz mursal yang menggunakan “sesuatu yang menjadi
penyebab” sebagai bahasan ungkapan, padahal makna yang dimaksud adalah
“akibat” atau musabbabnya.

9
Ali Al‫ ــ‬Jarim dan Musthofa Amin, Terjemahan Al-Balaaghatul Waadhihah, (Bandung:
Sinar Baru Al-Gesindo, 2000) hal 150, lihat. Muhammad Ghufran Zain ‘Alim, Op.cit., hal 99
10
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Ibid.,
11
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Op.cit., hal 38-41
4
Contoh:
‫بنى رئيس الجمهورية المساجد‬
“Presiden membangun masjid.”
Contoh di atas mengandung majaz mursal karena mengungkapkan sesuatu
melalui “penyebab kejadian” yaitu presiden, padahal makna yang dimaksud
adalah “al-ummal” (para pekerja bangunan) yakni orang yang disuruh oleh
presiden. Dalam hal ini, presiden adalah ‘sebab’dan para pekerja bangunan adalah
musabbab.

2. Musabbabiyah
Indikator kedua untuk majaz mursal adalah musababiyyah adalah:
‫إطالق المسبب و إرادة السبب‬
“Menyebutkan sesuatu yang disebabkan, sedangkan yang dimaksud adalah
sebabnya.”
Maksudnya ialah majaz mursal yang menggunakan “akibat dari sebuah
penyebab” sebagai bahasa ungkapan padahal makna yang dikehendaki adalah
“penyebabnya.”
Contoh:
‫ينزل لكم من السماء رزقا‬
"Dia menurunkan rizkimu dari langit."
Pada contoh ini, kata “rizq” digunakan pada majazinya yaitu “ghaits” (air
hujan) yang mengakibatkan kesuburan dan rizki yang banyak. Rizq adalah
musabbab dan air hujan adalah penyebab. Inilah yang dimaksud dengan ‘alaqah
musabbabiyyah.

3. Juziyyah
Konsep juziyyah sebagai indikator majaz mursal adalah:
‫إطالق الجزء و إرادة الك ّل‬
“Menyebutkan bagian dari sesuatu, sedangkan yang dimaksudnya adalah
keseluruhannya.”

5
Maksudnya yaitu majaz mursal yang menggunakan bahasa ungkapan
“sebagian”, padahal makna yang dimaksud adalah “keseluruhan.”
Contoh:
َّ ‫ار َكعُوا َم َع‬
)٤٣( َ‫الرا ِكعِين‬ ْ ‫َو‬

“Dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah:43)


Firman Allah di atas mengandung arti perintah untuk melaksanakan shalat,
akan tetapi diungkapkan dalam bentuk majaz mursal, yakni dengan menyebut kata
“rukuk” sebagai ‘bagian’ dari rangkaian shalat. Padahal yang dimaksud adalah
“seluruh” rangkaian shalat mulai dari takbir hingga salam. Hal ini termasuk majaz
mursal dengan ‘alaqah juz’iyyah.

4. Kuliyyah
Kulliyyah sebagai indikator majaz mursal dalam ilmu Balaghah adalah:
‫إطالق الكل و إرادة الجزء‬
“Menyebutkan sesuatu keseluruhannya, sedangkan yang dimaksudnya adalah
sebagiannya.”
Maksudnya yaitu majaz mursal yang menggunakan bahasa ungkapan
“keseluruhan”, padahal makna yang dimaksud adalah “sebagiannya saja.”
Contoh:
‫قرأ األستاذ القرآن قبل التعليم‬
“Pak guru membaca al-Qur’an sebelum mengajar.”
Contoh di atas mengandung majaz mursal yaitu pada kata “al-Qur’an”.
Kata “al-Qur’an” sebagai sebuah keseluruhan mencakup semua surat dan ayat
yang ada di dalamnya. Namun, pada ungkapan di atas tidak digunakan dalam
makna kulliyahnya (keseluruhan), tetapi digunakan pada makna juziyyahnya,
yaitu sebagian dari ayat al-Qur’an. Dengan demikian, majaz mursal ini muncul
berdasarkan ‘alaqah kulliyah karena yang dimaksud “al-Qur’an” pada contoh di
atas adalah sebagian dari al-Qur’an.

6
5. I’tibaru maa kaana "‫"إعتبار ما كان‬

I’tibaru maa kaana atau disebut juga maadhawiyyah (‫)ماضوية‬12 merupakan


salah satu indikator majaz mursal adalah menyebutkan sesuatu yang telah terjadi,
sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang akan terjadi atau yang belum
terjadi.
Maksudnya ialah majaz mursal yang muncul karena mengungkapkan
“sesuatu yang terjadi di masa lalu” padahal makna yang dimaksud adalah “sesuatu
yang terjadi kemudian atau yang akan datang.”
Contoh:
‫يلبس الناس القطن‬
Artinya:
“Orang-orang mengenakan kapas”
Dalam contoh ini kata yang digunakan adalah makna majazinya yakni
kata “al-Qutnaa” (kapas) sementara yang dimaksud adalah “al-Libas (pakaian)
yang dulunya berasal dari kapas. Dan akapa lebih dahulu ada dibandingkan
dengan pakaian. Inilah yang dimaksud dengan I’tibar maa kaana.

6. I’tibaru maa yakuunu "‫"إعتبار ما يكون‬

I’tibaru maa yakuunu atau disebut juga mustaqbaliyyah (‫)مستقبلية‬13 sebagai


salah satu indikator majaz mursal adalah menyebutkan sesuatu yang belum
terjadi, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang akan terjadi atau telah
terjadi.
Maksudnya ialah majaz mursal yang muncul karena mengungkapkan
“sesuatu yang terjadi di kemudian hari” padahal makna yang dimaksudkan adalah
“sesuatu yang terjadi sebelumnya.”
Contoh:
‫سأوقد نارا‬
Artinya:
“Aku akan menyalakan api.”

12
Muhammad Gufran Zain ‘Alim, Op.cit., hal.101
13
Ibid.
7
Dalam ungkapan di atas, kata yang mengandung makna majazi adalah kata
“an-naar” (api). Sedangkan yang dimaksud adalah “al-hathab” (kayu bakar).
Dalam hal ini, api menjadi sesuatu yang muncul dan terjadi kemudian setelah
kayu bakar itu dinyalakan terlebih dahulu. Demikianlah yang disebut dengan
I’tibar maa yakuunu.

7. Mahaliyyah )‫(المحلية‬
Mahaliyyah sebagai salah satu indikator majaz mursal adalah
menyebutkan tempat sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang
menempatinya.
Maksudnya ialah majaz mursal yang menggunakan “tempat” sebagai
bahasa ungkapan, padahal makna yang dimaksud adalah “sesuatu yang
menempatinya.”
Contoh:
‫يسرق اللص بيتا‬
Artinya:
“Pencuri itu telah mencuri rumah.”
Dalam ungkapan tersebut, kata “rumah” tidak digunakan dalam makna
ashly-nya sebagai sebuah tempat, tetapi digunakan dalam makna majazi-nya yaitu
“isi rumah” sebagai “sesuatu yang menempatinya”. Majaz seperti ini disebut
majaz mursal dengan ‘alaqah mahaliyyah, karena menggunakan tempat sebagai
bahasa pengungkapan padahal yang dimaksud adalah yang menempatinya.

8. Haliyyah )‫(الحالية‬
Haliyyah sebagai indikator majaz mursal adalah menyebutkan keadaan
sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang menempatinya.
Maksudnya ialah majaz mursal yang muncul karena menggunakan “sesuatu yang
menempati” sebagai bahasa ungkapan, padahal makna yang dimaksud adalah
“tempatnya”.
Contoh:

8
   

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar dalam surga
yang penuh kenikmatan.” (QS. Al-Infithar, 82 : 13)
Firman Allah di atas menggunakan kata “na’im” (kenikmatan) dalam
makan majazy-nya yaitu jannah (surga). Kenikamatan adalah sesuatu yang berada
di surga, dan surga adalah tempat bagi kenikmatan tersebut. Dengan demikian,
maksud dari firman Allah di atas itu adalah “orang yang baik itu akan berada di
surga yang menjadi tempat bagi segala kenikmatan”. Majaz seperti ini disebut
majaz mursal dengan ‘alaqah haliyyah.

9. Aliyah "‫"ألية‬
Aliyah sebagai salah satu indikator majaz mursal adalah apabila
disebutkan alatnya, sedangkan yang dimaksudkannya adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh alat tersebut.
Contoh:
  
  
   
Artinya:
“Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan
Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia.” (QS.Maryam: 50)
Pada ayat di atas, terdapat ungkapan "‫"لسان صدق‬. Secara leksikal ungkapan
tersebut bermakna “lisan yang jujur”. Sedangkan maksudnya adalah bahasa yang
jujur atau baik. Penggunaan alat ‫ لسان‬untuk maksud ‫ اللغة‬dinamakan majaz mursal.

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal, di-
antaranya:
1. Majaz Mursal adalah kata yang sengaja dipakai untuk menjelaskan bukan pada
makna aslinya yang alaqahnya tidak serupa dengan qarinahnya, akan tetapi
menunjukkan pada makna aslinya.
2. Macam-macam majaz mursal berdasarkan ‘alaqah (hubungan)-nya terbagi
menjadi sembilan macam, yakni:
a. Sabababiyyah
b. Musabbabiyyah
c. Juziyyah
d. Kulliyah
e. I’tibaru maa kaana
f. I’tibaru maa yakunu
g. Mahaliyyah
h. Haliyyah
i. Aliyyah

B. Saran
Berdasarkan pemaparan di atas, diharapkan bagi seorang sastrawan/i Arab
untuk benar-benar memahami aspek-aspek yang berkaitan dengan cara melakukan
pemilihan makna kata yang tepat agar dapat menghasilkan makna yang
diinginkan. Dan lebih memperbanyak bacaan mengenai aspek-aspek yang akan
dikaji.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ahdhori, Abdurrahman, Terjemah Jauharul Maknun (Ilmu Balagoh),


Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009.

Al-Jarim, Ali dan Musthofa Amin, Terjemahan Al-Balaaghatul Waadhihah,


Bandung: Sinar Baru Al-Gesindo, 2000.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir (Arab-Indonesia), Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997.

Wahyudin, Yuyun, Menguasai Balaghah (Cara Cerdas Berbahasa), Yogyakarta:


Nurma Media Idea, 2007.

Yasin bin Isa al-Fadani, Muhammad, Husnu Shiyaghah, Rembang: Al-Barkah,


2007.

Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balagoh, Bandung:


Refika Aditama, 2007.

Zain ‘Alim, Muhammad Ghufran, Balaghah Fii ‘Ilmi al-Bayan, Ponorogo: Gontor
Press, 2006.

11

Anda mungkin juga menyukai