Dosen Pengampu:
Moh Fathurrozi, Lc. M. Th.I
Oleh:
1. Mar’atus Sholihah (2020793340037)
2. Nicky Sagita Alfatur Romadhoni (2020793340039)
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
A. Pendahuluan ................................................................................................. 1
A. Kesimpulan .................................................................................................. 8
iii
BAB I
A. Pendahuluan
Untuk dapat membaca dan memahami kitab-kitab yang berbahasa arab
apalagi kitab suci Al Qur’an kita memerlukan pengetahuan dan penguasaan bahasa
Arab dengan baik, terutama dari segi tata bahasa. Keunikan dan keistimewaan Al-
Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan utama dan pertama yang
ditunjukkan kepada masyarakat Arab 15 abad yang lalu. Kemukjizatan yang
dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan dari segi isyarat ilmiah dan
pemberitaan gaibnya, karena kedua aspek ini berada diluar jangkauan pemikiran
mereka.
Pemilihan kosa kata saja dalam bahasa Arab menurut Ibn Jinni (Muzakki,
2009:18) bukan suatu kebetulan, tetapi ia mengandung falsafah bahasa tersendiri.
Misalnya kata ( قَا َلasalnya )قَ َو َلyang terdiri dari huruf qaf, waw, dan lam dapat
dibentuk menjadi enam macam kata yang memiliki makna dasar sama, yaitu
gerakan. Keistimewaan lain bahasa Arab bukan saja terlihat pada jenis kelamin atau
pada jumlah personnya (pelaku), tetapi juga pada kosa kata dan sinonimnya, seperti
kata Katsir, Aktsar, dan Kautsar. Selain itu dalam Bahasa Arab banyak ditemukan
kosa kata yang homonim (musytarak lafdz), yaitu satu kata mempunyai banyak
makna. Juga ungkapan-ungkapan lain, ada yang berbentuk ‘ijaz (singkat tetapi
padat dengan pesan) dan itnab (panjang kalimatnya tetapi mengandung sedikit
pesan). Semua bentuk ungkapan ini diperlukan karena terkait dengan konteks lawan
bicara.
Kajian linguistik yang berhubungan dengan pemilihan kata adalah studi
stilistika atau dalam bahasa Arab biasa disebut dengan Ilmu Uslub. Ilmu uslub
seperti halnya ilmu linguistik modern lainnya yang juga berfokus pada kajian
tentang gambaran yang menyeluruh tentang jenis kata dan gramatikalnya sehingga
dapat menjadikan sebuah kata yang bermakna.1 Posisi penulis makalah ini ialah
untuk mempertegas dan memperkuat lafadz Musytarak dalam studi atilistika.
1
Talqis Nurdianto and Mahyudin Ritonga, ‘Renewal Of Arabic Grammar (Nahw) By Al-Shatibi In Al
Maqashid Al Syafiyah’, Ijaz Arabi Journal of Arabic Learning, 4.2 (2021), 485–500
<https://doi.org/10.18860/ijazarabi.v4i2.9861>
1
2
B. Rumusan Masalah
Kata musytarak berasal dari kata syaraka kata yang bermakna berserikat,
bersekutu, dan bercampur. Musytarak disini menurut DR. Zain bin Ali bin Mahdi
Maharisy dalam kitabnya “shuwarul musytarak allafdzi fil qur’anil karim wa
atsaruhu fil ma’na” adalah satu lafadz yang memliki banyak arti yang berbeda dan
tidak ada hubungannya satu sama lain. Dari sini bisa dipahami bahwa musytarak
dalam al-qur’an adalah setiap kata yang ada dalam al-qur’an yang memiliki banyak
makna yang beragam, dan antara makna yang ada itu tidak ada hubungannya.
Apabila di dalam nash syara’ terdapat lafal yang musytarak; jika musytarak
itu terjadi antara arti secara bahasa dan istilah syara’, maka yang harus digunakan
adlah makna syara’. Jika musytarak itu terjadi antara dua makna bahasa atau lebih,
maka yang harus digunakan adalah makna salah satunya dengan suatu petunjuk
yang dapat menentukannya, tidak boleh menggunakan kedua atau semua makna
musytarak tersebut secara bersamaan.
Segi makna dari lafal musytarak yaitu lafal yang dibentuk dengan memiliki
makna yang bermacam-macam, seperti lafal as sanah diartikan dengan Hijriyah dan
Miladiyah (Masehi), lafal al yad diartikan dengan tangan kanan dan kiri dan lafal
al Qursy yang diartikan dengan sepuluh dan lima milimat (nama uang di Mesir).
Para ulama ushul menyatakan, bahwa pengertian isytirak berbeda dengan
pengertian asli. Dengan kata lain, suatu lafadz yang tarik menarik antara
kecenderungan isytirak dengan kecenderungan infirad (satu pengertian), maka
yang dominan dalam zhann ialah pengertian infirad, dan kecenderungan pengertian
isytirak pun menjadi tidak kuat. Dengan kata lain, dengan hilangnya pengertian
isytirak, maka terdapat pengertian yang lebih kuat. Karena itu, bila terdapat didalam
Al-Qur’an suatu lafadz yang memiliki kecenderungan isytirak dan tidak, maka yang
diperkuat adalah ketiadaan isytirak.
Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan
kegunaan yang banyak pula. Seperti lafadz (( )السنةtahun) yang bisa berarti tahun
hijriah atau miladiyah. Lafadz (( )اليدtangan) yang bisa berarti tangan kanan dan
juga bisa berarti tangan kiri. Al-musytarak juga bisa berarti suatu lafadz yang
3
4
mempunyai dua arti atau lebih dengan kegunaan yang banyak yang dapat
menunjukkan arti ini atau arti itu. Seperti lafadz ( )العينyang bisa berarti mata,
sumber mata air, dan reserse (mata-mata).
Musytarak adalah suatu lafadz yang mempunyai dua arti yang sebenarnya
dan arti-arti tersebut berbeda-beda. Apabila arti yang sebenarnya hanya satu dan
yang lain majaz, maka tidak tidak dikatakan musytarak. Umumnya ulama ushul,
menepatkan lafadz musytarak ini pada kelompok al-khash, dan al- ‘am yaitu dilihat
dari segi penetapan lafadz bagi suatu makna.
Adapun yang dimaksud dengan lafadz musytarak sebagai mana dijelaskan
oleh Abu Zahra adalah: Musytarak ialah suatu lafadz yang menunjukan kepada
pengertian ganda atau lebih dengan penggunaan berbeda. Lafadz disebut musytarak
disyaratkan dua hal yaitu: terdapat beberapa penerapan suatau lafadz dab juga
terdapat pengertian dari lafadz diterapkan dua kali atau lebih untuk dua pengertian
atau lebih. Istirak atau persekutuan makna terjadi dengan banyaknya makna yang
ditetapkan pada lafadz dengan penetaapan yang beragam, sedangkan keumuman
terjadi dengan dalalah lafadz terhadap liputan seluruh sataun-satuan yang
mengenainya tanpa suatau pembatasan, sementara krkhususan terjadi dengan
dalalah lafadzterhadap suatu atau sejumlah satuan yang terbatas yang mengenainya
tanpa keseluruhan Jadi lafadz musytarak dapat diartikan lafadz yang diletakan
untuk dua makna atau lebih dengan peletakan nag bermacam-macam, diman lafadz
itu menunjukan makna yang ditetapkan secara bergantian, artinya lafadz itu
menunjukan makna ini atau makna itu. Sebagaimana lafadz ain ditetapkan menurut
bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan mata-mata. Lafadz
al-quru ditetapkan dalam bahasa, untuk pengertian suci dan haidh.
Ketika kita menjumpai suatu lafdz dalam Al-Quran dan ditemukan
pemaknaan yang berbeda dari referensi satu dengan referensi yang lain maka lafadz
tersebut teramsuk lafadz musytarak. Untuk memilih makna lafadz yang lebih sesuai
dengan lafadz yang lebih sesuai dengan lafadz tersebut maka jalan yang lebih utama
adalah mengambil pemaknaan secara syar’I bukan lugowi, yang akan diuraikan
lebih mendalam.2
2
Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum islam. Jakarta: PT Raja Grafindo. 1996. Hal:292-293
5
3 Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. 1997. Hal: 196
6
arti yaitu lafadz yang digunakan untuk arti secara hakikat, kemudian digunakan
untuk arti lain secara majaz.4
2. Antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. Karenannya, satu
lafal bisa digunakan untuk kedua pengertian tersebut. Inilah yang disebut
isytirak ma’ani (persekutuan batin). Kadang-kadang lantas orang
melupakan arti yang dapat mengumpulkan kedua pengertian tersebut, dan
disangkanya hanya isytirak lafzi (persekutuan) lafal saja. Sebagaimana lafal
qur’un yang artinya semula ialah waktu tertentu. Karennya malaria disebut
qur’un, karena mempunyai waktu yang tertentu. Orang perempuan
dikatakan mempunyai qur’un sebab ia mempunyai datang bulan yang
tertentu dan waktu suci yang tertentu.
Arti dasar yang menghubungkan berbagai-bagai pengertian qur’un ialah
waktu yang tertentu (isytirak ma’nawi). Tetapi arti yang menghuungkan arti ini
kemudian dilupakan, sehingga tidak dikenal hubungannya suci dan datang bulan
dan dinamaknnya isytirak lafzi.
3. Mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian berpindah
kepada arti yang lain dengan jalan majaz, karena adannya ‘alaqah
(hubungannya). Alaqah ini dilupakan dan kemudian hilang maka disangka
kata tersebut digunakan untuk kedua arti yang sebenarnya (haqiqi) tanpa
mengetahui adannya alaqah tersebut.
4
Abdul Wahab Khallaf. Op Cit. hal: 293
5
Ibid, Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami jil I (Damaskus: Dar al-Fikr, 1986 ), hal 285
7
6 Ibid, Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami jil I (Damaskus: Dar al-Fikr, 1986 ), hal 285
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
1. musytarak dalam al-qur’an adalah setiap kata yang ada dalam al-
qur’an yang memiliki banyak makna yang beragam, dan antara
makna yang ada itu tidak ada hubungannya. Umumnya ulama ushul,
menempatkan lafadz Musytarak ini pada kelompok al-khash dan al-
‘am yaitu dilihat dari segi penetapan-penetapan lafadz bagi suatu
makna. Adapun yang dimaksud dengan lafadz musytarak
sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu Zahra. Segi makna dari lafal
musytarak yaitu lafal yang dibentuk dengan memiliki makna yang
bermacam-macam, seperti lafal as sanah diartikan dengan Hijriyah
dan Miladiyah (Masehi), lafal al yad diartikan dengan tangan kanan
dan kiri dan lafal al Qursy yang diartikan dengan sepuluh dan lima
milimat (nama uang di Mesir). Adapun yang menyebabkan
kemusykilanterhadap lafadz nash adalah karena lafadz itu
musytarak, yaitu suatu lafadz nash yang mengandung beberapa arti
sedangkan sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada makna
tertentu.
2. Sebagian kabilah memutlakan lafadz yad pada seluruh hasta
sebagian kabilah yang lai memutlakan lafadz yad pada pada lengan
dan telapak tangan. Dimana sebabnya lagi ialah penetapan suatu
lafadz itu diperguanakan tidak pada pebnetapannya secara majas
apapun yang menjadi sebab persekutuan makna dalam lafadz
menurut bahasa, maka sesungguhnya lafadz yang musytarak antara
dua makna atau lebih tidaklah sedikit didalam bahasa, dan terdapat
dalam nash-nash syar’iyyah, baik ayat-ayat Al-Quran maupun hadits
Rasulullah. Suku bangsa arab terdiri dari dua golongan yaitu
golongan Adnan dan golongan Qathan. Kadang-kadang suatu suku
membikin nama untuk suatu pengertian. Kadang-kadang antara
kedua pengertian itu tidak ada sangkut pautnya. Maka para ahli
bahasa menetapkan bahwa ( )اليدmenurut bahasa Arab adalah lafadz
8
9
yang mempunyai tiga arti yaitu lafadz yang digunakan untuk arti
secara hakikat, kemudian digunakan untuk arti lain secara majaz.
Antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. Karenannya,
satu lafal bisa digunakan untuk kedua pengertian tersebut. Arti dasar
yang menghubungkan berbagai-bagai pengertian qur’un ialah waktu
yang tertentu (isytirak ma’nawi).
3. Dalalah Musytarak Para ulama ushul menyatakan bahwa makna
isytirak berbeda dengan makna aslinya. Adapun yang menyebabkan
musykilan pada lafadz nash adalah karena lafadz bersifat musytarak,
yaitu lafadz nash yang mengandung beberapa makna sedangkan
sighat itu sendiri tidak menunjuk pada makna tertentu. Contoh:
ْ فَر
Dalam Surat Al-Mudatsir: 51 tentang pengertian “Qaswarah” ت
مِ ْن قَس َْو َرةYang dimaksud disini adalah “yang melempar” tetapi bisa
juga berarti “singa” yang juga berarti “suara orang” juga berarti
kegelapan malam. Pemberitahuan ini telah disampaikan oleh Allah
dalam kitab-kitab mereka, tetapi informasi ini mereka sembunyikan
sehingga banyak orang tidak mengetahuinya, sebagaimana
diketahui bahwa orang-orang sebelum Islam menguasai pemahaman
kitab hanya oleh para pendeta dan rahib saja. Hal ini dijelaskan oleh
Ath-Tabarni dalam tafsirnya.
Daftar Pusaka
10