Anda di halaman 1dari 18

Ragam Bentuk, Makna, dan Aplikasi Mashdar dalam Bahasa Arab

Oleh Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA.

Abstract: Mashdar (infinitive, verbal noun) is kind of Arabic noun. It has many varieties
of forms, meanings, and unique usings in structural sentences. Hence its
important to understand using of mashdar and its aplication in contextual
sentences, especially in order to translating text from Arabic into Indonesian.
The varieties of mashdar meaning imply a necessary for revitalization of
comprehensively undertanding mashdar in all perspective, not only in
morphological point of view, but also in gramatical and semantical
perspective.

Kata Kunci: Mashdar, Ism mashdar, variasi wazan, fungsi, makna, dan aplikasi
mashdar dalam struktur kalimat.
A. Pendahuluan
Salah satu karakteristik bahasa Arab adalah banyaknya ragam isytiqâq (derivasi)1.
Keragaman derivasi di satu segi menunjukkan bahwa bahasa Arab itu fleksibel dan kaya
kosakata, namun di segi yang lain keragaman derivasi dipandang agak ―menyulitkan‖,
terutama bagi non-Arab yang mempelajarinya. Karena itu, diperlukan perhatian ekstra
dalam mengenali dan memahami keragaman tersebut.
Ditinjau dari segi ilmu sharaf2, bentuk mashdar dalam bahasa Arab –jika
dibandingkan dengan bahasa manapun— merupakan shîghat yang paling variatif. Oleh
karena itu, ulama nahwu berbeda pendapat mengenai asal usul atau akar kata dalam
bahasa Arab. Ada yang berpendapat bahwa mashdar merupakan akar dari setiap kata
yang mempunyai derivasi. Meskipun pendapat lain menyatakan bahwa akar kata adalah


Penulis adalah Dosen dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), FITK, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis berterima kasih kepada Bapak Dr. Rofi‘i, dosen Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Jakarta, yang turut membaca dan memberi masukan untuk penelitian ini, meskipun
kesalahan sekecil apapun tetap merupakan tanggung jawab penulis.
1
Rusydî Ahmad Thu‘aimah menyebutkan setidaknya ada 10 karakteristik bahasa Arab. Selain
sebagai bahasa yang kaya isytiqâq, ciri khusus bahasa Arab lainnya adalah bahasa yang kaya bunyi, bahasa
tashrîf, bahasa i’râb (desinential inflection), bahasa yang kaya ekspresi, kaya uslûb al-jumal, bahasa yang
luwes, bahasa yang kaya tarâduf (sinonim), dan tidak dapat tercampur baur oleh ragam ‗âmiyyah. Rusydî
Ahmad Thu‘aimah, Ta’lîm al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ: Manâhijuhû wa Asâlibuhû, (Rabâth:
Isesco, 1989), h. 35-36; dan ‗Alî Ahmad Madkûr, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Kairo: Dâr al-
Fikr al-‗Arabî, 2000), h. 36-37.
2
‗Ilm al-Sharf adalah ilmu mempelajari mengenai binyat al-kalimah (bentuk/bangunan kata) dari
segi pembentukannya dan perubahannya menjadi berbagai bentuk lainnya tanpa dihubungkan dengan kata
lain dalam struktur kalimat. Dengan kata lain, ‗ilm al-sharf adalah ilmu yang mempelajari bentuk kata
ketika belum distrukturkan dalam kalimat. Baca ‗Alî Ridhâ, al-Marji’ fi al-Lughah al-‘Arabiyyah Nahwahâ
wa Sharfahâ, (Beirût: Dâr al-Fikr, tt.), h. 10; dan Antoine Dahdâh, Mu’jam Qawâ’id al-Lughah al-
‘Arabiyyah fî Jadâwil wa Lawhât, (Beirût: Maktabah Lubnân, 1989), Cet. I, h. 3.

1
verba mâdhî.3 Terlepas dari kontroversi tersebut, bagi peminat studi bahasa Arab,
memahami ragam bentuk, makna, dan aplikasi mashdar sangat penting dan menarik.
Setidak-tidaknya ada tiga alasan mengapa ragam bentuk, makna, dan aplikasi
mashdar menarik dikaji. Pertama, varian shîghat dan pemaknaannya sangat unik. Satu
verba boleh jadi memiliki lebih dari tiga bentuk mashdar yang memiliki spesifikasi
makna dan konteks yang berbeda. Misalnya mashdar dari kata ‫ح َك ََم‬َ setidaknya ada tiga,
yaitu: (1) ‫حكْم‬
ُ (berarti: hukum jika dijamakkan menjadi ‫أحكام‬
ْ ; dan berarti: pemerintahan
jika digunakan dalam kondisi mufrad, lebih-lebih jika disifati dengan kata ‫( ;إسالمي‬2)
‫( حكومة‬berarti: pemerintah); dan (3) ‫( ِحكْمة‬berarti: hikmah, filosofi, rahasia di balik
sesuatu).
Kedua, posisi dan fungsi mashdar dalam struktur kalimat juga sangat variatif.
Secara spesifik, ia menjadi ciri khas dua mawqi’ al-i’râb, yaitu: maf’ûl muthlaq dan
maf’ûl li ajlih. Namun, dalam kondisi yang lain, dapat menjadi fâ’il, nâ’ib fâ’il, maf’ûl
bih, dan beramal sebagaimana verbanya. Bahkan salah satu shîghat al-amr adalah al-
mashdar al-nâ’ib ‘an fi’lihî (mashdar pengganti fi‘l)4, seperti: َ ‫وبالوالدين َإحسانا َ(سورة‬...
.)32:‫اإلسراء‬
Ketiga,dari segi semantik, mashdar memperlihatkan makna bahasa yang sangat
fenomenal. Hampir semua ragam makna dapat diakomodasi oleh mashdar. Misalnya
saja: (1) makna asli sebagai verbal noun, seperti: ‫( ;أريد َقراءة َالقرآن َالكرمي َبعد َصالة َاملغرب‬2)
makna infinitive seperti: ‫( ;الرتبيةَضروريةَحلياةَاإلنسان‬3) makna verba pasif, seperti: َ‫ديكنَالقولَإن‬
‫( ;اإلسالمَدينَالعدالةَوالسالمَوالرمحة‬4) makna frekuensi seperti: ‫( ;تأكلَفاطمةَالطعامَيفَاليومَأكلتني‬5)
makna alasan, seperti: )23َ:‫َ(سورةَاإلسراء‬..‫( ;والَتقتلواَأوالدكمَخشيةَإمالقَحننَنرزقهمَوإياكم‬6) makna
proses dan transformasi, seperti: ‫( قامت َاحلكومة َبتوطني َالشركات َاألهلية‬Pemerintah telah
melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta).
Atas dasar pemikiran tersebut, dipandang sangat penting pengkajian mengenai
ragam bentuk, makna, dan aplikasi mashdar dalam bahasa Arab sebagai salah satu upaya
untuk memperkenalkan sebuah studi linguistik yang berorientasi pada pengayaan materi
pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.

3
Muhammad Samîr Najîb al-Labdî, Mu’jam al-Mushthalahât al-Nahwiyyah wa al-Sharfiyyah,
(Beirut: Mu‘assasah al-Risâlah, 1985), Cet. I, h. 123.
4
‗Abd al-Rahman Hasan Habannakah al-Maidânî, al-Balâghah al-‘Arabiyyah: Ususuhâ wa
‘Ulûmuhâ wa Funûnuhâ, Jilid I, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 1996), Cet. I, h. 228.

2
Tulisan ini berusaha menjawab tiga permasalahan berikut: (1) Mengapa
klasifikasi dan wazan mashdar dalam bahasa Arab sangat bervariasi? (2) Apa implikasi
semantik dari keragaman bentuk mashdar? (3) Bagaimana aplikasi mashdar dalam
struktur kalimat dan dalam penerjemahannya?

B. Pengertian Mashdar
Kata mashdar, menurut aliran Bashrah, berbentuk ism makân (kata yang
menunjukkan makna tempat); sementara menurut aliran Kûfah, bukan ism makân,
melainkan kata berwazan maf‘al yang bermakna maf‘ûl, karena kata ini memang

ْ ‫َ َم‬-َ‫ص ُدد ْور‬


berakar/bersumber dari fi‘l. Mashdar berasal dari kata: (‫ص َددر‬ َ َ-َ‫ص ُدد ُر‬
ُ َ-‫صد ْدر‬ ْ َ‫َي‬-‫ص َدد ََر‬
َ)
yang bermakna: tempat lahir, timbul, terjadi, berasal, bersumber, dan kembali5. Menurut
istilah, mashdar (infinitive) adalah kata yang menunjukkan makna kejadian atau peristiwa
yang tidak terkait dengan konsep waktu6. Singkatnya, mashdar merupakan kata benda
jadian (dari kata kerja) yang tidak mengandung pengertian masa lampau, sekarang, dan
mendatang.
Istilah mashdar juga digunakan dalam penelitian bahasa Arab, terutama studi tokoh.
Mashdar dibedakan dari marji‘. Mashdar (source) adalah sumber primer penelitian,
sedangkan marji‘ ( ‫مرجد‬, reference) adalah sumber sekunder. Mashdar dapat berupa karya
yang ditulis langsung oleh penulisnya, atau oleh muridnya yang didikte atau diberi ijâzah
dari gurunya untuk menuliskannya7. Jika kita hendak menulis tentang pemikiran ‗Abd al-
Qâhir al-Jurjânî (w. 471 H), maka mashâdir-nya, antara lain, adalah Dalâ’il al-I‘jâz dan
Asrâr al-Balâgah; sedangkan marâji‘-nya, antara lain: al-'Ab'âd al-'Ibdâ'iyyah fî Manhaj
'Abd al-Qâhir al-Jurjânî karya Muhammad 'Abbâs dan al-Tafkîr al-Naqdî 'Inda al-'Arab
karya 'Îsâ 'Alî al-'Âkûb.
Selain itu, mashdar juga didefinisikan sebagai buku atau karya yang membahas
suatu tema secara mendalam, komprehensif, otoritatif, dan memperlihatkan orisinalitas
yang tinggi. Sedangkan marji‘ adalah buku atau karya yang membahas suatu tema yang

5
Ibrâhîm Musthafâ, dkk., al-Mu’jam al-Wasîth, Jilid I, (Istanbul: al-Maktabah al-Islâmiyyah,
1999), Cet. III, h. 509.
6
Ibn Hisyâm al-Anshârî, Syarh Qathr al-Nadâ wa Ball al-Shadâ, (Riyâdh: Maktabah al-Riyâdh
al-Hadîtsah, tt.), h. 366; dan Mushthafâ al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Jilid I, (Beirût: al-
Maktabah al-‗Ashriyyah, 1973), Cet. III, h. 164.
7
Mahmûd Sulaimân Yâqût, Manhaj al-Bahts al-Lughawî, (Alexandria: Dâr al-Ma‘rifah al-
Jâmi‘iyyah, 2002), Cet. I, h. 244-5.

3
penulisnya merujuk kepada materi atau substansi yang terdapat dalam mashdar. Marji‘
merupakan buku penunjang yang diposisikan dapat membantu memahami teks atau
wacana tertentu yang lebih klasik. Contoh mashâdir adalah al-Kitâb karya Sîbawaih (w.
180 H) dan al-Khashâ’ish karya Ibn Jinnî (321-392 H), sedangkan contoh marâji’ adalah
Syarh Qathr al-Nadâ wa Ball al-Shadâ karya Ibn Hisyâm al-Anshârî (708-761 H) dan al-
Rummânî al-Nahwî fî Dhau’ Syarhîhî li Kitâb Sîbawaih karya Mâzin al-Mubârak (1930-
sekarang).
Mashdar dalam kajian nahwu maupun sharaf mempunyai banyak nama. Di
antaranya adalah al-ahdâts (menurut Sîbawaih, Ibn Ya‗îsy, dan Ibn Jinnî), ahdâts al-
asmâ’ (Sîbawaih), ism al-hadats (Ibn Sayyidih dan Ibn al-Hâjib), ism al-hadatsân
(Sîbawaih, al-Zamakhsyarî, Ibn Ya‗îsy, Ibn Mâlik), ism al-fi‘l (al-Mubarrid dan Ibn
‗Ushfûr), al-ism al-fi‘lî (para orientalis), ism al-ma‘nâ (Ibn Ya‗îsy, al-Râdhî, al-Murâdî
dan al-Suyûthî), al-Ism al-jârî ‘ala al-fi‘l (Ibn Mâlik), al-fi‘l (Sîbawaih, al-Farrâ‘, Ibn
Ya‗îsy), al-mashdar al-haqîqî atau al-mashdar al-‘amm (al-Asymûnî), dan al-hadats
(Sîbawaih, Ibn Jinnî, Ibn Ya‗îsy)8.
Dari beberapa penamaan tersebut, dapat dipahami bahwa mashdar di kalangan ahli
nahwu menjadi salah satu bentuk kata yang masih diperdebatkan. Para ahli nahwu
mazhab Bashrah berpendapat bahwa mashdar merupakan akar kata dari semua isytiqâq
(derivasi, turunan kata). Sementara itu, para ahli nahwu mazhab Kûfah menolak pendapat
mazhab Bashrah ini dan menyatakan bahwa akar kata semua derivasi adalah fi'l mâdhî.

C. Klasifikasi Mashdar
Mashdar dalam bahasa Arab sangat beragam. Dari segi jumlah hurufnya, mashdar
dikelompokkan menjadi al-mashdar al-mujarrad )‫َ(املصددرَار ّدرد‬dan al-mashdar al-mazîd9
)‫(املصددرَاملييدد‬. Menurut dasar dan acuan pengambilannya, mashdar dibagi menjadi al-
mashdar al-samâ‘î )‫ (املصددرَالسدما)ي‬dan al-mashdar al-qiyâsî )‫(املصددرَالقياسدي‬. Dari segi
jenisnya, mashdar dibedakan antara al-mashdar al-sharîh ) ‫ (املصددرَالصدري‬dan al-mashdar
al-mu’awwal )‫(املصددرَاملدلول‬. Dari segi tujuannya, mashdar dibagi menjadi al-mashdar al-

8
George M. Abdul Masih dan Hani George Tabri, al-Khalîl: Mu’jam Mushthalahât al-Nahwî al-
‘Arabî, (Beirût: Maktabah Lubnân, 1990), Cet. I, h. 391.
9
Al-Mashdar al-mujarrad adalah mashdar asli (tiga atau empat huruf) yang belum mendapat
imbuhan huruf, seperti: َْ‫ َج‬atau ‫دحراج‬
ْ . Sedangkan al-mashdar al-mazîd adalah mashdar yang berimbuhan,
baik satu, dua atau tiga huruf, seperti: ‫َاستفعال‬،‫َانطالق‬،‫َإحسان‬،‫تعليم‬.

4
mubham َ)‫ (املصددرَاملدمهم‬dan al-mashdar al-mukhtashsh ) ‫(املصددرَاملتدت‬. Selain itu, mashdar
dikelompokkan menjadi mashdar al-hai’ah )‫(اهليئدة‬, mashdar al-marrah )‫(املدرة‬, al-mashdar
al-mîmî )‫(امليمددي‬, al-mashdar al-shinâ‘î )‫(الصددعا)ي‬, dan ism al-mashdar )‫(اسددمَاملصدددر‬.
Sementara dari segi karakteristik maknanya, mashdar juga dapat dibagi menjadi al-
mashdar hissî dan al-mashdar al-qalbî ) ‫ ;(املصددرَاحلسديَواملصددرَالقلد‬mashdar al-ta’kîd dan
mashdar al-marrah )‫(مصدرَالتأكيدَومصدرَاملرة‬,10 seperti: َ‫َوضربَأمحدَالكلبَضربة‬،‫قرأَالولدَالقرآنَقراءة‬
.‫واحدة‬
Bentuk mashdar itu mengandung huruf-huruf dari akar kata fi‗lnya secara
lafzhiyyah, seperti: "‫")لدمَ–َ)لمدا‬, atau perkiraan )‫ (تقدديرا‬seperti: "‫"قاتَدلَ–َقتداال‬, atau bisa juga
َّ seperti: "‫"و)ددَ–َ ِ) َددة‬. Mashdar dari fi‘l tsulâtsî mujarrad,
diganti dengan huruf lain )‫(معوضدا‬
menurut sebagian ahli nahwu, semuanya bersifat simâ‘î, tidak ada ketentuan khusus;
bentuknya berdasarkan apa yang didengar dari penutur asli bahasa Arab dan/atau yang
digunakan dalam kamus-kamus atau literatur bahasa Arab. Alasannya karena binâ’ atau
binyah (bentuk, bangunan) mashdar sangat variatif dan karena bentuk mashdar itu tidak
berupa satu ketentuan yang dapat dijadikan sebagai qiyâs (analogi) bagi mashdar-
mashdar yang lain. Sementara itu, sebagian ahli nahwu berpendapat bahwa mashdar dari
fi‘l tsulâtsî mujarrad itu bersifat qiyâsî, berdasarkan ketentuan dan analogi tertentu.
Pendapat ini didasari oleh adanya wazan-wazan mashdar yang maknanya dapat
diidentifikasi dan diklasifikasikan secara analogis. Misalnya, wazan ‫ فَد َعددال‬yang
ِ , ‫)د ِورَ–َ)دورا‬, َ–َ‫ح َددب‬
mengandung makna aib atau penyakit pada kata-kata berikut: ‫َمحَقدا‬- ‫محد‬ َ
‫حدبا‬ ِ ِ ِ 11
َ atau ‫مرضا‬
َ َ–َ‫مرض‬, ‫ سقمَ–َس َقما‬dan ‫)مى‬
ً َ-‫)مي‬.
Secara umum mashdar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: al-mashdar al-sharîh
dan al-mashdar al-mu’awwal. Dari kedua jenis ini, macam-macam mashdar
diklasifikasikan berdasarkan perspektif yang berbeda-beda. al-Mashdar al-sharîh َ‫(املصددر‬
) ‫ الصدري‬adalah nomina yang menunjukkan makna tertentu tanpa terikat dengan konsep
waktu dan mengandung huruf-huruf fi‘l-nya, baik secara lafzhî maupun taqdîrî
(perkiraan), seperti: ‫َضدربة‬،‫َانتصدار‬،‫َهمدة‬،‫َندوم‬،‫ ْقتدل‬dan sebagainya. Sedangkan al-mashdar al-
mu’awwal )‫ (املصدددرَاملددلول‬adalah kata benda yang disusun dari fi‘l dengan huruf
mashdariyyah )‫مداَاملصددرية‬/‫ (أن‬dan menunjukkan makna yang secara implisit mengandung

10
al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs…., h. 174-81.
11
Muhammad Bâsil ‗Uyûn al-Sûd, al-Mu’jam al-Mufashshal fî Tashrîf al-Af’âl, (Beirût: Dâr al-
Kutub al-‗Ilmiyyah, 2000), Cet. I, h. 32.

5
konsep waktu, seperti: ‫يس ّدر َأنَتدعح َيفَاالمتحدان‬. Jika dirubah menjadi mashdar sharîh,
maka mashdar ini akan menjadi: ‫يسر َجناحكَيفَاالمتحان‬
ّ .
12

D. Wazan dan Jenis Mashdar


1. al-Mashdar al-Mujarrad, disebut juga al-mashdar al-tsulâtsî, yaitu mashdar yang
berasal dari fi‘l tsulâtsî mujarrad (kata kerja yang murni terdiri dari tiga huruf).َMashdarَ
jenis ini mempunyai beberapa wazan (timbangan, formula). Di antaranya adalah wazan
fa'l )‫َ(فَد ْعدل‬seperti: ‫األمدن‬
ْ ‫الفهدمَو‬
ْ ‫ ;األ ْكدلَوالر ْدربَو‬fa‘al َ)‫َ(فَد َعدل‬seperti: ‫ ;الف َدرحَوالشدلَل‬fu'lah )‫(فُد ْعلدة‬
seperti: ‫ردرة‬ ْ ‫َخ‬،‫رة‬
ُ ‫َصد ْف‬،‫درة‬
ُ ُْ‫َم‬،‫ ;محُْدرة‬fu‘ûl َ)‫ (فُد ُعدول‬seperti: ‫َوارُدروج‬،‫َواُُلدوس‬،‫ ;ال ُقعدود‬fa'alân )‫(فَد َعدالن‬
seperti: ‫ ;اُوالنَوالغليان‬fi‘âl )‫ (فِعال‬seperti: ‫ ;اإلبداءَوالعفدارَواإلبداق‬fu‘âl َ)‫ (فُعدال‬seperti: َ،‫َسدعال‬،،‫ددا‬
ُ ‫ص‬ُ
‫ ;زكامَودوار‬fi‘âlah )‫ (فِعالة‬seperti: ‫َزرا)ة‬،‫َخياطة‬،‫ ;جتارة‬fu‘ûlah )‫ (فُعولة‬seperti: ‫َملوحة‬،‫َسهولة‬،‫صعوبة‬
ُ ; dan
fa‘âlah َ)‫ (فَعالددة‬seperti: ‫َص دراحة‬،‫َفصدداحة‬،‫بالغددة‬. Mashdar jenis ini pada umumnya tidak
beraturan dan cara mengetahui wazannya berdasarkan simâ‘î.13
2. al-Mashdar al-mazîd, disebut juga, al-mashdar gair al-tsulâtsî, yaitu mashdar
yang berasal dari fi‘l yang sudah mendapatkan imbuhan, baik satu, dua atau tiga huruf.
Mashdar jenis ini pada umumnya beraturan atau qiyâsî. Karena itu, bentuk mashdar dari
wazan fa‘ala )‫ (فَدعَّدل‬pasti taf‘îl )‫ (تفعيدل‬seperti: ‫َتكلديم‬،‫َتطهدت‬،‫َتكدرمي‬،‫ تسدليم‬atau taf‘ilah )‫َ(تَد ْفعِلدة‬
untuk fi‘l mu‘tall seperti: َ‫َتسدلية‬،‫َتسدمية‬،‫َتيكيدة‬،‫توصدية‬. Jika wazan af‘ala )‫(أَفْد َعدل‬, maka bentuk
mashdarnya adalah if‘âl )‫ (إفْعدال‬seperti: ‫َإصدالح‬،‫َإكدرام‬،‫َإحسدان‬،‫إسدالم‬. Dan wazan "‫"فا)دل‬
َ bentuk
mashdarnya adalah "‫فا)لدة‬ ِ
َ ‫"م‬ُ atau "‫ "ف َعدال‬seperti: "‫َ"جاهددَ–َجماهددةَوجهداد‬. Untuk lebih mudah
14

dan lengkapnya berikut ini adalah tabel wazan mashdar berimbuhan satu, dua, dan tiga
huruf:
‫األمثلة‬ ‫املصدر‬ ‫الوزن‬ ...‫املييدَبد‬
‫َتوصيل‬،‫َتصميم‬،‫َتعمت‬،‫َتغيت‬،‫َحتسني‬،‫َتدريس‬،‫تعليم‬ ‫تفعيل‬
...‫َتعمية‬،‫َتيكية‬،‫َتكملة‬،‫َتورية‬،‫َتريية‬،‫ترقية‬ ‫تَد ْفعِلة‬ ‫فعَّل‬
...‫َدتثال‬،‫َتِْرحاب‬،‫تِكرار‬ ‫تِْفعال‬
َ َ...‫َتعداد‬،‫تَ ْكرار‬ َ ‫تَد َْفعال‬
َ ‫َإ)انة‬،‫َإقامة‬،‫َإسقاط‬،‫َإيصال‬،‫َإسعاد‬،‫َإمساك‬،‫َإسهام‬،‫إنتاج‬ َ ‫إفْعال‬ ‫أفْد َعل‬ ‫حرف‬
َ ‫َمتابعة‬،‫َمكاملة‬،‫َمدارسة‬،‫َمسابقة‬،‫َمعاقشة‬،‫جماهدة‬ َ ‫مفا)لة‬ َ ‫فا)ل‬
َ

12
Najîb al-Labdî, Mu’jam…., h. 15.
13
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396.
14
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 397.

6
َ ....‫َجدال‬،‫َوفاق‬،‫َسماق‬،‫َنقاش‬،‫جهاد‬ َ ‫فعال‬
َ ....َ‫َتدَبُّر‬،‫َتأمل‬،،
َُّ ُّ‫َتب‬،‫د‬
َ ‫َتعه‬،‫ج‬
َُّ ‫َختر‬، ُّ ُّ‫تعل‬
َُّ ُّ‫َدتَت‬،‫َتقرب‬،‫م‬ َ ‫تَد َفعُّل‬ َ ‫تفعل‬ّ
َ ‫َتعاطي‬،‫َتواصي‬،‫َتعاطُف‬،‫احم‬ ُ ‫َتر‬،‫َتعامل‬،‫ن‬
ُ ‫تعاو‬
ُ َ ‫تفا)ل‬
ُ َ ‫تفا)ل‬
َ ....َ‫َاكتمال‬،‫َاجتهاد‬،‫َاقرتاب‬،‫َانتقام‬،،‫َانتفا‬،،‫اجتما‬
َ َ ‫افْتدِعال‬ َ ‫افتعل‬
َ ....َ‫َانطواء‬،‫َانمثاق‬،‫َانيالق‬،‫َانفصام‬،‫َانفصال‬،،‫انقطا‬ َ ‫انْ ِفعال‬ َ ‫انفعل‬ ‫حرفني‬
َ ...‫َاسوداد‬،‫َاصفرار‬،‫امحرار‬ َ ‫افعالل‬ َ ‫افعل‬
َّ
َ ‫َاستغاثة‬،‫َاستقامة‬،‫َاسرتاحة‬،‫َاسرتحام‬،‫استغفار‬ َ ‫استدِْفعال‬
ْ َ ‫استفعل‬
َ ‫َا)شيشاب‬،‫َاخليالق‬،‫اخشيشان‬ َ ‫افعيعال‬ َ ‫افعو)ل‬
َ ...‫َاشهيماب‬،‫َاسويداد‬،‫ادهيمام‬ َ ‫افعيالل‬ َ ‫افعال‬
َّ ‫ثالثةَأحرف‬
َ ....َ‫َا)لواط‬،‫اذ‬
ّ ‫اجلو‬
ّ َ ‫افعوال‬
ّ َ ‫افع َّول‬
َ
Sementara itu, mashdar untuk fi'l rubâ‘î mazîd ada dua macam, yaitu berimbuhan
satu huruf, wazan ‫ تَد َف ْعلُل‬seperti: ‫ تدحرجَ–َيتدحرجَ–َتَ َد ْح ُرجا‬dan ‫َتمعثرا‬-َ‫ تمعثرَ–َيتمعثر‬dan dua huruf,
wacan ‫ افْعِدْعالل‬seperti: ‫ افرنقد َ–َيفرنقد َ–َافرنقا)دا‬atau ‫َاحرجنامدا‬-َ‫ احدرجنمَ–َحيدرجنم‬dan wazan ‫افعدالّل‬
seperti ‫يقشعرَ–َاقشعرارا‬
ّ َ–َ‫اقشعر‬
ّ .
3. Mashdar al-marrah )‫(مصددرَاملدرة‬, disebut juga ism al-marrah atau mashdar al-‘adad,
adalah mashdar yang menunjukkan terjadinya frekuensi perbuatan, seperti: َ‫ضربَأمحدَالكلب‬
‫ضدربة‬
َ (Ahmad memukul anjing sekali pukul). Dari segi bentuknya, mashdar ini berwazan
fa‘lah )‫ (فَد ْعلدة‬jika berasal dari tsulâtsî mujarrad, seperti: ‫َقفدية‬،‫َأكلدة‬،‫ضدربة‬. Jika huruf asal
fi‗lnya lebih dari tiga, maka wazan mashdarnya sama dengan mashdar itu sendiri plus
tâ’, seperti: ‫إكرامدة‬. Dan apabila pada mashdar diakhiri dengan tâ’, maka sesudah mashdar
itu perlu dilengkapi dengan ‘adad (kata bilangan) untuk membedakan antara al-mashdar
al-muakkad dan mashdar al-marrah,15 seperti: ‫رمحتَصديقيَرمحةَواحدة‬
ُ .
4. Mashdar al-hai’ah )‫ َ(مصددرَاهليئدة‬disebut juga mashdar al-nau‘ atau al-mashdar al-
nau‘î, adalah mashdar yang menunjukkan keadaan, cara atau jenis suatu perbuatan,
ِ ‫( مشدىَالتلمي‬Murid itu berjalan seperti tentara). Dari segi bentuknya,
seperti: ‫دمَمشديةَاُعددي‬
mashdar ini berwazan fi‘lah )‫ (فِ ْعلدة‬jika berasal dari tsulâtsî mujarrad, seperti: ‫ ِجلسدة‬. Jika
huruf asal fi‗lnya lebih dari tiga, maka wazan mashdarnya sama dengan mashdar itu
sendiri plus sifat/na‘t atau mudhâf ilaih seperti: ‫أكرمتهَإكراماَ)ظيماَأوَقرأَالتلميمَالقرآنَقراءةَمدرسه‬.
5. al-Mashdar al-mîmî )‫(املصددرَامليمدي‬, disebut juga al-mashdar al-mu‘tamad, adalah
mashdar yang diawali dengan huruf mîm zâidah (tambahan). Dari segi maknanya,

15
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 397.

7
mashdar ini tidak berbeda dengan mashdar asli, bukan mîmî. Hanya saja, mashdar ini
maknanya lebih kuat. Wazannya adalah "‫"م ْف َعدل‬ َ untuk fi‘l tsulâtsî yang lâm fi‘l-nya tidak
berupa huruf ‘illat, seperti: َ‫َ َمد ْم َهب‬‫ َذهدب‬dan berwazan "‫"م ْفعِدل‬
َ untuk binâ’ mitsâl wâwî
ِ
yang shahîh al-lâm seperti: ‫َموضئ‬،‫د‬ ِ
)‫َمو‬، ِ‫َموق‬،‫ف‬
َ ِ‫َموق‬،
َ ‫موض‬ ِ .16
6. Ism mashdar adalah lafazh yang menunjukkan makna mashdar, namun jumlah
hurufnya lebih sedikit dari huruf fi‘l atau akar katanya17, seperti:َ‫ كدالم‬َ‫ تكلّدم‬atauَ َ‫توضدأ‬
.‫ وضوء‬
7. al-Mashdar al-hissî )‫ددرَاحلسددي‬
ّ ‫ (املصد‬adalah mashdar yang menunjukkan makna
kejadian yang bersifat inderawi, fisik, dapat dilihat, dan diamati, seperti: ‫شدي‬
ْ ‫َم‬،‫َلد ْدمس‬،‫جلدوس‬
dan sebagainya. Lawannya adalah al-mashdar al-qalbî.18
8. al-Mashdar al-qalbî adalah mashdar yang menunjukkan makna psikis, non-fisik,
atau batin, seperti: ،‫َ) ْلددم‬،‫َحتقددت‬،‫احدرتام‬. Mashdar ini tidak sama dengan mashdar yang
menunjukkan perbuatan hati )‫(مصددرَأفعدالَالقلدوب‬, seperti: takut, senang, dan ingin, yang
biasanya menjadi salah satu syarat maf‗ûl li ajlih )‫ (مفعدولَألجلده‬seperti: َ‫الَتقتلدواَأوالدكدمَخشدية‬
‫ إمدالق‬mashdar yang menjadi maf‘ûl li ajlih dalam ayat ini ‫ خشدية‬yang bermakna takut atau
khawatir, yang bersifat psikis atau merupakan perbuatan hati.19
9. al-Mashdar al-Mahdh ) ‫ (املصدددرَا د‬adalah mashdar sharîh ashlî yang
menunjukkan makna kejadian tanpa terikat oleh konsep waktu (kala) dan tidak
menunjukkan frekuensi maupun keadaan atau cara, tidak dimulai dengan mîm zâidah
(seperti mashdar mîmî), dan juga tidak diakhiri dengan yâ’ bertasydîd dan berakhiran tâ‘
ta’nîst marbûtah (seperti mashdar shinâ‘î). Contohnya seperti: ‫َاسدتقمال‬،‫َصديام‬،‫ندوم‬. Ada yang
berpendapat bahwa secara umum mashdar dikelompokkan menjadi al-mashdar al-mahdh
dan al-mashdar gair al-mahdh.20
10. al-Mashdar al-shinâ‘î (mashdar buatan) adalah isim yang dibentuk dengan
akhiran yâ’ bertasydîdâ dan tâ’ al-marbûthah, untuk menunjukkan makna ada sifat yang
dinisbahkan kepada kata dibentuk menjadi mashdar, seperti: ‫ اإلنسانية‬َ‫ اإلنسان‬atau َ‫احلر‬
ّ َ
‫( احلرية‬maknanya: manusia  kemanusiaan, bebas  kebebasan).21

16
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 397.
17
al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs…, h. 180.
18
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 392.
19
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 394.
20
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396.
21
al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs…, h. 180.

8
11. al-Mashdar al-Mubham َ)‫(املصدددرَاملددمهم‬, disebut juga al-mashdar al-mu’akkid,
adalah mashdar yang hanya terbatas pada makna penguat, tanpa tambahan makna lain,
seperti idhâfah atau ‘adad (frekuensi, bilangan). Mashdar ini dalam struktur kalimat
biasanya menjadi maf‘ûl muthlaq, seperti: ‫انتشددرَاإلسددالمَيفَإندونيسددياَانتشددارا‬.َMashdar ini
dibedakan dengan al-mashdar al-mukhtashsh.22
12. al-Mashdar al-mukhtashsh ) ّ ‫(املصددرَاملتدت‬, disebut juga al-mashdar al-mubayyin,
adalah mashdar yang mengandung makna penguat dengan tambahan lain di luar lafazh
mashdar ini berupa sifat atau idhâfah. Jika kata setelah mashdar ini menjelaskan jenis
atau sifat kejadiannya, maka disebut al-mashdar al-mubayyin li al-naw‘, seperti: َ‫قرأتَالقرآن‬
‫قدراءةَجهريدة‬. Sedangkan jika kata setelah mashdar itu menjelaskan frekuensi kejadian, maka
disebut al-mashdar al-mubayyin li al-‘adad, seperti: ‫نأكلَيفَاليومَثالثَأكالت‬.23
13. al-Mashdar al-Mutasharrif َ)‫ (املصددرَاملتصدرف‬adalah mashdar yang dapat berubah
harakat i‗râbnya dan mengalihkan mashdariyyah pada kondisi nashab ke dalam kondisi
lainnya, seperti: َ.‫َفهمداَ)ميقداَ–َالفه ُدمَضدروريَ–َإنَالفه َدمَضدروري‬
ْ ‫دت‬ُ ‫ فهم‬Mashdar ini dibedakan dari
al-mashdar gair al-mutasharrif.24
14. al-Mashdar gair al-mutasharrif )‫ (املصددرَغدتَاملتصدرف‬adalah mashdar yang tetap
dalam kondisi nashab, seperti: ‫َسدمحا َن‬،....َ‫معداذ‬. Mashdar ini digunakan dalam struktur
mudhâf (tarkîb idhâfî), seperti: َ...‫َحعانيك‬،‫َلميك‬،‫َمعاذَاهلل‬،ِ‫سمحا َنَاهلل‬.25

E. Abniyat al-Mashdar al-Qiyâsî


Mashdar dari fi‘l tsulâtsî, yang oleh ahli nahwu tersebut dipandang sebagai qiyâsî,
setidak-tidaknya mempunyai 10 bentuk atau wazan, berikut identifikasi penunjukan atau
maknanya. Sepuluh wazan mashdar itu adalah sebagai berikut:
1. ‫فَد ْعدل‬. Wazan ini pada umumnya berlaku bagi verba transitif (fi‘l muta‘addî) dan dapat
menjadi wazan bagi semua bab fi‘l kecuali bab: ‫يدَ ْف ُعدل‬-‫فعدل‬
ُ . Contohnya adalah sebagai
berikut:
a. ‫فعلَ–َيدَ ْف ُعل‬
َ , seperti: َ)‫ (خل –َ َخ ْلقا‬atau )‫(غيا–َ َغ ْيوا‬
b. ‫فعلَ–َيدَ ْف ِ ِِل‬
َ , seperti: )‫ رميا‬- ‫َ(رمى‬،)‫َ(و)دَ–و)دا‬،)‫(ضرب–َضربا‬
c. ‫فَد َع َلَ–َيدَ ْف َعل‬, seperti: ،)‫َ(نف َ–نفعا‬atau )‫َ(وض َ–وضعا‬

22
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 395.
23
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396.
24
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396.
25
George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 394.

9
d. ‫َيدَ ْف َعل‬-‫فَعِل‬, seperti: َ)‫ (محدَ–محدا‬atau )‫(خاف–َخوفا‬
e. َ‫َيدَ ْفعِل‬-َ‫فَعِ َل‬, seperti: )‫ (وم –َومقا‬atau )‫(يئس–َيأسا‬
26

2. ‫فَد َعدل‬. Mashdar ini berlaku untuk fi‘l tsulâtsî lâzim (intransitif) yang berwazan َ–َ‫(فَعِدل‬
َ
َ)‫ يدَ ْف َعل‬atau )‫ (فَعِ َلَ–َيدَ ْفعِ ُل‬dengan varian makna sebagai berikut:
ِ atau )‫)ورا‬-‫َ()ور‬
a. menunjukkan makna aib, cacat, atau penyakit, seperti: )‫َمحَقا‬- ‫(مح‬ ََ
b. menunjukkan rasa takut, seperti: )‫َ–َفَدَي)ا‬،‫ (ف ِي‬atau )‫جال‬ ِ
َ ‫(وجلَ–َ َو‬
c. menunjukkan penyakit, seperti: )‫ (م ِرضَ–َ َمَرضا‬atau )‫س َقما‬ ِ
َ َ–َ‫(سق َم‬
َ
ِ
َ َ–َ‫ (ح ِي َن‬atau )‫(نَد َمَ–َنَ َدما‬
d. menunjukkan rasa sedih, seperti: )‫حَينا‬
e. menunjukkan suka cita, seperti: )‫ِحَ–َفَدَرحا‬ ِ
َ ‫ (فر‬atau )‫(جم َلَ–َ َج َمال‬
َ
f. menunjukkan rasa lapar atau dahaga, seperti: )‫()طشَ–َ َ)طَشا‬ ِ atau )‫(ظمئَ–ظَمأ‬ ِ
َ
g. menunjukkan emosi, marah, seperti: )‫ (غربَ–َغرما‬atau )‫(نَِي َقَ–َندََيقا‬
h. menunjukkan perhiasan, seperti: )‫ح َورا‬ َ َ–َ‫(ح ِوَر‬
َ atau )‫َ–َ َوَر)ا‬، َ ‫(وَر‬
َ
3. ‫فُد ُعدول‬. Mashdar ini berlaku bagi fi‗il tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘il-nya difathah pada
bentuk mâdhî, meliputi tiga bab, yaitu: "‫دلَ–َيدَ ْف َعدل‬ ِ
َ ‫َفَد َع‬،‫َفَد َع َدلَ–َيدَ ْفعدل‬،‫"فَد َع َدلَ–َيدَ ْف ُعدل‬, dan juga
bagi fi‗l mâdhî yang ‘ain fi‘l-nya dikasrah, yaitu "‫دلَ–َيدَ ْف َعدل‬ ِ
َ ‫"فَع‬. Mashdar dengan wazan
ini disyaratkan shahîh al-‘ain (‘ain fi‘l-nya berupa huruf shahîh, bukan ‘illat), tidak
menunjukkan makna: mencegah, goncang, suara, perjalanan, penyakit atau profesi.
Contohnya adalah sebagai berikut:
a. ‫فَد َع َلَ–َيدَ ْف ُعل‬, seperti: ‫ سحدَ–َيسحدَ–َسحود‬dan ‫دناَ–َيدنوَ–َ ُدندُ ّوا‬
b. ‫فَد َع َلَ–َيدَ ْفعِل‬, seperti: ‫ جلسَ–َجيلسَ–َجلوس‬dan ‫َورود‬-َ‫وردَ–َيرد‬
c. ‫فَد َع َلَ–َيدَ ْف َعل‬, seperti: ‫ ذهبَ–َيمهبَ–َذهوب‬dan ‫َهدوء‬-َ‫هدأَ–َيهدأ‬
d. ‫فَعِ َلَ–َيدَ ْف َعل‬, seperti: ‫قدمَ–َيقدمَ–َقدوم‬
4. ‫فَعِْيدل‬. Mashdar ini berlaku bagi fi‘il tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘il-nya difathah pada
bentuk mâdhî dan pada umumnya mengandung makna suara atau bunyi, seperti yang
berikut:
a. ‫يفعل‬ َ َseperti: ‫ هديرا‬ ‫هدر‬
ُ َ–َ‫فعل‬
b. ‫فعلَ–َي ْفعِل‬
َ seperti: ‫ صهيال‬ ‫ص َهل‬
َ atau ‫ ضحيحا‬ ‫ضج‬
َّ َ
c. ‫يفعل‬
َ َ–َ‫فعل‬ َ seperti: ‫ شحيحا‬ ‫شحج‬
Ada juga yang menunjukkan makna perjalanan, yaitu wazan "‫"فعدلَ–َيفعِدل‬
َ , seperti: 
ّ ‫ ََخميما‬dan ‫ وجيفا‬َ‫َوجف‬
َ‫خب‬

26
Abû Muhammad ‗Abdullah ibn Muslim ibn Qutaibah, Adab al-Kâtib, Tahqîq Muhammad
Tha‘mah al-Halabî, (Beirût: Dâr al-Ma‘rifah, 1997), Cet. I, h. 390.

10
5. ‫فُد َعدال‬. Mashdar ini berlaku bagi fi‘l tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘l-nya difathah pada
bentuk mâdhî dan pada umumnya mengandung makna suara atau bunyi, seperti yang
berikut:
a. ‫يفعل‬ َ seperti: ‫ د)اء‬ ‫ د)ا‬atau ‫ زقاء‬ ‫زقا‬
ُ َ–َ‫فعل‬
b. ‫فعلَ–َيفعِل‬
َ seperti: ‫ بكاء‬ ‫ بكى‬atau ‫ )واء‬ ‫)وى‬
c. ‫ فَد َعلَ–َيدَ ْف َعل‬seperti: ‫ صراخا‬ ‫صرخ‬
Ada juga yang menunjukkan makna penyakit, yaitu wazan: "‫يفعدل‬ َ , seperti: 
ُ َ–َ‫"فعدل‬
‫َسعاال سعل‬, "‫"فعلَ–َيفعِل‬
َ َ seperti: ‫ )طاسا‬ ‫)طس‬, dan "‫يفعل‬ َ " seperti: ‫ سهاما‬ ‫سهم‬
َ َ–َ‫فعل‬
ِ
6. ‫ ف َعدال‬Mashdar ini berlaku bagi fi‘il tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘il-nya difathah pada
bentuk mâdhî dan pada umumnya menunjukkan makna penolakan atau
pembangkangan, seperti yang berikut:
ِ
a. ‫يفعل‬ َ , seperti: ‫ شرادا‬ ‫َشَرد‬
ُ َ–َ‫فعل‬
b. ‫فعلَ–َي ْفعِل‬
َ , seperti: ‫ نفارا‬ ‫نفر‬
َ , seperti: ‫ إباء‬ ‫أىب‬
c. ‫فعلَ–َي ْف ِ َِل‬
Ada juga yang menunjukkan makna ciri atau tanda, seperti: ‫ كشداحا‬ ‫كشد‬
َ atau dapat
juga menunjukkan makna perbuatan manusia, khususnya yang berasal dari fi‘l yang
mu‘tall al-‘ain, seperti:ََ‫ صيام‬َ‫َصام‬،‫ قيام‬ ‫ قام‬dan ‫ غياب‬ ‫غاب‬.
7. ‫فَد َعدالن‬. Mashdar ini berlaku untuk fi‘l tsulâtsî lâzim (intransitif) yang ‘ain fi‘il-nya
difathah pada bentuk mâdhî, jika menunjukkan makna perubahan. Wazan mashdar
jenis ini adalah sebagai berikut:
a. ‫يفعل‬ َ , seperti: ‫ ندَ َقيانا‬ ‫ ندَ َقي‬dan ‫ َج َوالنا‬ ‫جال‬
ُ َ–َ‫فعل‬
b. ‫فعلَ–َي ْفعِل‬ َ  ‫)سل‬
َ , seperti: ‫)سالنا‬ َ dan ‫ طََتانا‬ ‫طار‬
َ , seperti: ‫ ملعانا‬ ‫مل‬
c. ‫فعلَ–َي ْف ِ َِل‬
َ َ
8. ‫فِ َعالدة‬. Mashdar ini berlaku untuk semua bab fi‘l tsulâtsî mujarrad, kecuali bâb َ–َ‫"فعِدل‬
"‫ يدَ ْف َعدل‬dan pada umumnya menunjukkan makna profesi, pekerjaan, tugas, dan yang
sejenisnya. Contoh masing-masing bâb adalah sebagai berikut:
a. ‫يفعل‬ َ , seperti: ‫ خالفة‬ ‫ خلف‬dan ‫ سياسة‬ ‫ساس‬
ُ َ–َ‫فعل‬
b. ‫فعلَ–َي ْفعِل‬
َ , seperti: ‫ قصابة‬ ‫ قصب‬،‫ محاية‬ َ‫َمحى‬dan ‫ خياطة‬ ‫خاط‬
َ , seperti: ‫ سعاية‬ ‫سعى‬
c. ‫فعلَ–َي ْف ِ َِل‬

ُ , seperti: ‫ إمارة‬ ‫ُأمر‬


d. ‫فعلَ–َي ْف ُعَل‬
e. ‫فعِلَ–َي ْف ِ ِِل‬, seperti: ‫ والية‬ ‫ويل‬

11
9. ‫فَد َعالددة‬. Mashdar ini hanya berlaku untuk verba bab "‫َيدَ ْف ُعددل‬-‫ "فَد ُعددل‬dengan varian
penunjukan makna sebagai berikut:
a. Kekuatan atau keberanian, seperti: ‫ شحا)ة‬ ‫شح‬
ُ dan ‫ صالبة‬ ‫صلُب‬.
b. Kecil, hina atau besar, seperti: ‫ حقارة‬ ‫ ح ُقر‬dan ‫ ضتامة‬ ‫ضتم‬
ُ .
c. Kebersihan, seperti: ‫ طهارة‬ ‫طهر‬
ُ dan ‫ نظافة‬ ‫نظُف‬.
d. Kebaikan atau keburukan, seperti: ‫ مالحة‬ ُ‫ مل‬dan ‫ قماحة‬ ُ‫قم‬.
10. ‫فُد ُع ْولددة‬. Mashdar ini pada umumnya berlaku untuk verba bab "‫َيدَ ْف ُعددل‬-‫ "فَد ُعددل‬yang
menunjukkan makna mudah atau sukar, seperti: ‫ سهولة‬ ‫سهل‬ ُ dan ‫ صعوبة‬ ‫صعب‬ ُ .
27

Tammâm Hassân menawarkan klasifikasi bangunan mashdar tsulâtsî sebagai


ََ ‫َوفَد ُع‬،‫َفَعِ َدل‬،‫فَد َع َدل‬. Wazan fa’ala
berikut. Bentuk mashdar tsulâtsî dibagi menjadi tiga, yaitu: ‫دل‬
dibagi menjadi dua, yaitu: al-lâzim dan al-muta’addî. Yang lâzim dibagi lagi menjadi
dua, yaitu (1) mu’tall al-‘ain, yang mempunyai tiga wazan, yakni: َ،)‫َوفِ َعدالَ(قيدام‬،)‫دلَ(س ْدت‬
َ ‫فَد ْع‬
)‫ وفِ َعالدةَ(سدياحة‬dan (2) zdu dalâlah khâshshah, meliputi empat makna: (a) ،‫( امتعدا‬larangan),
seperti: ‫إياء‬, (b) َ‫( تقليب‬pembalikan), seperti: ‫( غليان‬mendidih), (c) ‫( داءَأوَصدوت‬penyakit atau
suara), seperti: َ،‫صددا‬ ُ (sakit kepala) dan ‫( ُصدراخ‬suara tangis, tangisan), dan (d) ‫َحرفدةَأوَواليدة‬
(profesi atau kekuasaan) seperti: ‫جتدارةَوَسدفارة‬. Sedangkan yang muta’addî diklasifikasikan
menjadi muthlaq seperti ‫ضدَْرب‬ َ dan masyrûth yang menunjukkan makna profesi seperti:
‫( خياطة‬menjahit) . 28

Sementara itu, wazan fa’ila dikelompokkan menjadi dua, yaitu al-lâzim dan al-
muta’addî. Yang lâzim dibagi menjadi dua, yaitu: muthlaq seperti: َ‫ فَدََرح‬dan masyrûth
yang diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: (1) menunjukkan profesi dan kekuasaan,
seperti: ‫سدياحةَ–َ)مدادة‬, (2) menunjukkan warna seperti: ‫( محُْ َدرة‬merah), dan (3) menunjukkan
deskripsi pelaku, seperti: ‫( قُ ُددوم‬kedatangan). Sedangkan yang muta’addî berwazan ‫فَد ْعدل‬
seperti: ‫فهدم‬. ْ Adapun yang mashdar dari ‫ فَد ُع ََدل‬dikelompokkan menjadi dua wazan, yaitu:
‫ فُد ُعولة‬seperti: ‫ص ُعوبةَوسهولة‬
ُ dan َ‫ فَعالة‬seperti: ‫فصاحةَوبالغة‬.
29

Dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa ragam bentuk, wazan, dan makna
mashdar dalam bahasa Arab sangat beragam. Keragaman ini, antara lain, disebabkan oleh
sistem qiyâs (proses analogi) yang menjadikan suatu kata dapat ditashrif dan dibentuk
sesuai dengan wazan yang berlaku. Selain itu, akurasi bangsa Arab, khususnya para nuhat

27
Muhammad Bâsil ‗Uyûn al-Sûd, al-Mu’jam al-Mufashshal …., h. 32-34.
28
Tammâm Hassân, al-Khulâshah al-Nahwiyyah, (Kairo: ‗Âlam al-Kutub, 2000), Cet. I, 47-49.
29
Tammâm Hassân, al-Khulâshah…, h. 47.

12
dalam memberlakukan metode samâ’ atau simâ’ (mendengar, menelusuri, dan mengikuti
yang valid dari orang Arab yang terpercaya dalam hal penggunaan kata dan kalimat) juga
menjadi faktor utama yang membuat bahasa Arab memiliki keragaman mashdar yang
luar biasa.30 Usia bahasa Arab sebagai bahasa Semit yang tetap eksis dan dikemudian
dipilih oleh Allah sebagai bahasa kitab suci juga menjadi faktor lain yang membuat
mashdar dan derivasi lainnya memiliki tingkat keragaman yang tinggi.

F. Mashdar dalam Bentuk Mutsannâ dan Jama‘


Seperti ism pada umumnya, mashdar dapat di-mutsannâ-kan (dibentuk dalam
makna dua) dengan cara menambahkan alif dan nûn [‫َان‬+... ] dalam kondisi rafa‘ atau
yâ’ dan nûn ]‫يدن‬+...], seperti: ‫ فهمدان‬ ‫فهدم‬
ْ , ‫ جتارتدان‬ ‫جتدارة‬, ‫ شدفا)تان‬ ‫ شدفا)ة‬atau ‫ اسدتعماطني‬
‫اسدتعماط‬, ‫َدتهيددَدتهيددين‬, ‫ جتدارتني‬ ‫ جتدارة‬dan ‫ جماهددتني‬ ‫جماهددة‬. Bentuk mutsannâ tersebut juga
berlaku bagi mashdar mîmî dan mashdar syâdh (tidak lazim) yang berbentuk ism maf‘ûl
(tetapi bermakna mashdar). Contoh mutsannâ mashdar mîmî: ‫مو)دددين‬/‫ مو)دان‬ ‫مو)ددد‬,
‫مصلحتني‬/‫ مصلحتان‬ ‫ ;مصلحة‬sedangkan contoh mashdar syâdh adalah: َ‫"الََمعقولَلهَيفَالعوائبَوال‬
"‫جملودَ)ليها‬, bentuk mutsannâ-nya adalah: ‫معقولني‬/‫ معقوالن‬dan ‫جملودين‬/‫جملودان‬.
Demikian pula, mashdar dapat dijadikan jama‗ dengan jama' mu’annats sâlim
(beraturan) dan jama‘ taksîr (tidak beraturan). Sebagian yang lain dijama‗kan lagi dari
jama‘ taksîr menjadi mu’annats sâlim, seperti: ‫ فُديُوضدات‬ َ‫فَد ْدي َجَفُديُدوض‬, ‫ بيوتدات‬ َ‫بيدتَج‬
‫ بيدوت‬dan ‫ فُتوحدات‬ ‫فَد ْدت َجَفُتدوح‬.31 Namun demikian, mayoritas mashdar dijama‗kan secara
qiyâsî (analogi) dengan jama‘ mu’annats sâlim, yaitu dengan menambahkan alif dan tâ’
al-maftûhah )‫َات‬+....(, baik untuk mashdar ashlî, seperti: َ،‫َ)مدادةَجَ)مدادات‬،‫خالفدةَجَخالفدات‬
‫ذكددرىَجَذكريددات‬, mashdar mîmî, seperti: ‫َممدداءةَجَممدداءات‬،‫َمسددعاةَجَمسددعيات‬،‫مشددغلةَجَمشددغالت‬,
maupun mashdar shinâ‘î, seperti: ‫َإنسدانيةَجَإنسدانيات‬،‫َقوميةَجَقوميدات‬،‫ سلوكيةَجَسلوكيات‬. Mashdar
ashlî yang berakhiran dengan tâ’ al-marbûthah juga dijama‗kan dengan jama‗ mu’annats
sâlim, seperti: ‫َزليلدةَجَزلديالت‬،‫َجتليدةَجَجتليدات‬،‫توصديةَجَتوصديات‬. Demikian pula, mashdar dari fi'l
tsulâtsî mazîd pada umumnya juga dijama‗kan dengan cara tersebut. Sedangkan mashdar
dari fi‘l tsulâtsî mujarrad sebagiannya mempunyai bentuk jama‘ taksîr, seperti: َ‫شدرابَج‬

30
Kâshid Yâsir al-Zaidî, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah, (‗Ammân: Dâr al-Furqân, 2005), Cet. I, h.
287 passim.
31
Lihat al-Tûnusî, Muhammad al-Khalîfah, "al-Mashdar Kaifa Yutsannâ wa Kaifa Yujma‗", dalam
Jurnal al-‘Arabî, Kuwait: Edisi 223, Juni 1977.

13
َ‫َوصد دفَج‬،‫دة‬
ْ ‫َد) دداءَجَأد)ي د‬،‫َوه ددمَجَأوه ددام‬،‫ال‬
ْ ‫َق ددولَجَأقد دو‬،‫َنش دداطَجَأنش ددطة‬،‫َ)ل ددمَجَ)ل ددوم‬،‫َغي ددبَجَغي ددوب‬،‫بة‬
ْ ‫أشد در‬
.‫أوصاف‬

G. ‘Amal al-Mashdar
Mashdar, baik nakirah (indefinitive) maupun ma‘rifah (definitive), itu beramal
(mempunyai fungsi gramatikal) sebagaimana ‗amal fi‗ilnya, baik transitif (muta‘ddi)
maupun intransitif (lâzim). Jika fi'ilnya itu transitif (muta‘addi), maka fungsi gramati-
kalnya juga transitif, yakni mempunyai fâ‘il dan maf‘ûl. Mashdar dapat beramal dengan
beberapa syarat32. Pertama, mashdar dapat ditempati atau diganti dengan ‫َفعدل‬+َ)‫أ ْنَ(املصددرية‬
sementara kala menunjukkan masa lampau maupun masa mendatang, seperti: َ‫دن‬
َ ‫دتَم‬
ُ ‫)حم‬
‫كالمدكَممدداَأمدس‬. Kalimat ini dapat dirubah menjadi: ‫)حمدتَمدنَأنَكلمتدهَأمدس‬. Contoh lainnya:
‫َصدْعد ُعكَاردتَغددا‬
ُ ‫ يسدر‬dan diganti dengan: ‫يسدر َأنَتصدع َاردتَغددا‬. Mashdar dapat ditempati atau
diganti dengan ‫َفعددل‬+َ)‫ مدداَ(املصدددرية‬sementara kala menunjukkan masa kini (sekarang),
seperti: "‫ "يمهحينَإطعامكَاليتيمَاآلن‬dapat diganti menjadi: "‫"يمهحينَماَتطعمكَاليتيمَاآلن‬.
Kedua, mashdar tidak di-tashgîr (dibentuk menjadi wazan tertentu yang bermakna
kecil, mini). Karena itu, penggunaan mashdar mushaghghar tidak diperbolehkan, seperti
dalam kalimat: "‫"أ)حمدينَكليمدكَ)ليداَاآلن‬. Ketiga, mashdar tidak dapat diganti dengan dhamîr
(kata ganti), seperti: " ‫دنَوهدوَبعمدرَقمدي‬
ٌ ‫"مدروريَاالددَحس‬. Dhamîr َ"‫ "هدو‬dalam kalimat tersebut
tidak dapat menggantikan mashdar sebelumnya. Keempat, mashdar tidak dibatasi oleh
tâ’ al-wahdah (yang menunjukkan makna tunggal, sekali) dan karena itu, kalimat berikut
dianggap tidak benar: "‫"ساءتينَضربتكَأخداك‬. Kelima, mashdar tidak disifati sebelum beramal,
maka kalimat berikut dianggap tidak benar: "‫"س ّدر َكالمدكَاُيددَابعَدك‬. Keenam, mashdar tidak
dipisahkan dari ma‘mûl-nya dengan kata tertentu, seperti: "‫"أ)حمددينَإكرامددكَم درتنيَأخدداك‬.
Ketujuh, mashdar yang beramal harus mendahului ma‘mûl-nya. Karena itu, kalimat
berikut tidak dianggap benar: "‫"أ)حمدينَممدداَإكدرامَخالدد‬. Hal ini berlaku untuk mashdar yang
dapat ditempati oleh ‫َفعدل‬+َ)‫أ ْنَ(املصددرية‬. Jika mashdar itu menempati posisi amr (perintah),
seperti: "‫داجر‬
َ ‫"ضدرباَالف‬, maka ma‘mûl-nya boleh didahulukan, sehingga menjadi: "‫داجرَضدربا‬
ََ ‫"الف‬,
dalam makna: "‫َالفاجر‬
َ ‫"اضرب‬
ْ atau "‫َاضرب‬
ْ ‫"الفاجر‬.
َ
Mashdar yang beramal dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) mashdar dalam posisi
mudhâf, (2) mashdar yang disertai al, dan (3) mashdar yang tidak mudhâf dan tidak

32
‗Abd al-Ghanî al-Daqar, Mu’jam al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwî wa al-Tashrîf wa
Dzuyyila bi al-Imlâ’, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 2001), Cet. III, h. 469.

14
disertai al. Mashdar mudhâf yang beramal itu ada lima: (a) mudhâf kepada fâ‘il-nya lalu
disusul dengan maf‘ûl bih (obyeknya), seperti: َ..َ‫"ولدوالَدفد َاهللَِالعداسَبعردهمَبدمع َلفسددتَاألرض‬
")151َ:‫( ;(المقرة‬b) mudhâf kepada maf‘ûl bih-nya, seperti: َ‫َإليده‬،‫َالميتَمنَاسدتطا‬ ِ ‫هللَ)لىَالعاسَحج‬
ُّ ‫و‬
")77َ:‫( ;سدميالَ(آلددَ)مدران‬c) mudhâf kepada fâ’il, tetapi maf‘ûl bih-nya tidak disebutkan,
seperti: ")331َ:‫َ(التوبددة‬... ‫( ; "ومدداَكددانَاسددتغفارَإب دراهيمَألبيددهَإالَ)ددنَمو)دددةَو)دددهاَإيددا‬d) mudhâf kepada
maf‘ûl bih-nya, tetapi fâ’il-nya tidak disebutkan, seperti: َ...‫ت‬ ِ ‫"الَيسدئمَاإلنسددانَمددنَد)د‬
ِ ‫داءَارد‬
)94:‫ (فصدلت‬Pengertian ayat ini adalah: "..‫دت‬ َ ‫َمدنَد)ائدهَار‬..."; dan (e) mudhâf kepada zharf ,
33

seperti: "‫َاُمعةَالعاسَ)لماءهم‬ ِ ‫"سر َانتظار‬.


‫َيوم‬
ُ ُ ّ
Sementara itu, mashdar beramal yang didahului al َ)َ‫ (الدد‬sangat sedikit menurut
riwayat (simâ‘î) dan lemah menurut qiyâs, karena dengan didahuluinya al posisi-nya
menjadi semakin tidak mirip dengan fi‘l, seperti syair berikut: َ‫ضدعيفَالعكاي ِدةَأ)دداءَ َاَخيدال‬
‫الفدر ُارَيراخديَاألجدل‬. Adapun mashdar beramal yang tidak dalam posisi mudhâf dan juga tidak
didahului al lebih dianologikan (di-qias-kan) dengan amal mashdar itu ketika mudhâf,
karena menyerupai fi‘l ketika dinakirahkan, seperti: َ"‫َيتيمداَذاَمقربدة‬،‫دامَيفَيدومَذيَمسدغمة‬
ٌ ‫"أوَإطع‬
)15-19َ:‫(الملد‬

H. Fungsi, Makna, dan Aplikasi Mashdar dalam Struktur Kalimat


Mashdar kadang juga berfungsi sebagai pengganti fi‘l yang tidak disebutkan.
Mashdar seperti ini dibaca nashab sebagai maf‘ûl muthlaq dan dinashabkan oleh fi‘l dari
lafazhnya sendiri, seperti: " َ ‫ "ضدربًاَالفاسد‬atau )32َ:‫َ(اإلسدراء‬...‫ "وبالوالددينَإحسدانًا‬Kedua mashdar
dalam contoh pertama dan ayat ini mengandung makna perintah: "Pukullah orang fasiq."
dan "Berbuat baiklah kepada kedua orang tua."
Kata yang berbentuk mashdar dalam bahasa Arab mempunyai beberapa varian
makna dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan posisinya dalam struktur kalimat. Jika
berada dalam pola kalimat: ‫مصدرَصري‬/)‫َفعلَ(فا)ل‬+َ‫َأن‬+َ‫َجمرور‬+َ‫َجار‬+َ‫فعل‬, maka kata mashdar
dapat dimaknakan dalam bentuk verba aktif, seperti: ‫( يسدهلَلعداَأنَأتعلدمَلتعلُّدم]َاللغدةَالعربيدة‬Kita
mudah mempelajari bahasa Arab). Sementara itu, jika berada dalam pola kalimat: َ+َ‫فعدل‬
)‫نائدبَفا)ددل‬/‫ مصددرَ(فا)ل‬atau ‫َمرددافَإليده‬+َ)‫َمصدددرَ(فا)دل‬+َ‫فعدل‬, maka mashdar dapat dimaknai
berupa verba pasif atau seperti kata benda jadian (bentukan dari verba). Contoh kalimat
Arab berikut terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

33
‗Abd al-Ghanî al-Daqar, Mu’jam al-Qawâ’id…, h. 470-471.

15
‫الجمل اإلندونيسية‬ ‫الجمل العربية‬ ‫الرقم‬
Dapat dikatakan bahwa Islam merupakan agama .‫يمكن القول إن اإلسالم دين العدالة‬ 3
keadilan.
Anak harus dididik berani. .‫ يجب تهذيب الطفل على الشجاعة‬3
Ayat-ayat muhkamat tidak boleh ditakwilkan .‫ َ ال يجوز تأويل اآليات المحكمات‬2
(diinterpretasi).
Tujuan yang hendak dicapai adalah islamisasi ‫الهدف الذي يراد تحقيقه هو أسلمة العلوم‬ 1
ilmu.
Masjid Nabawiَ telah mengalami perubahan dan ‫ َ قد دخل على المسجد النبوي التغيير‬5
renovasi. .‫والترميم‬
Penjelasan ayat-ayat yang global terdapat dalam ‫ َ يأتى شرح اآليات المجملة فى بعض‬6
beberapa hadis Nabi. ‫األحاديث النبوية‬
Selain itu, untuk menyatakan ―proses‖ atau ―transformasi‖ seperti: modernisasi,
islamisasi, amerikanisasi, dan swastanisasi (….sasi) juga digunakan mashdar, antara
lain, dengan wazan dan dalam struktur kalimat sebagai berikut:

‫الجمل اإلندونيسية‬ ‫الجمل العربية‬ ‫الوزن‬


Ismail al-Faruqi menyampaikan gagasan mengenai ‫طرح إسماعيل الفاروقي فكرة في أهمية‬ َ
pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan. ‫ َ أسلمة العلوم‬/‫فو)لة‬
Hakekat globalisasi adalah amerikanisasi. .‫حقيقة العولمة هي األمركة‬ ‫فعللة‬
َ
Pemerintah Indonesia sekarang melakukan ‫الحكومة اإلندونيسية تقوم حاليا بتشجير‬ َ
reboisasi pada kawasan pegunungan. .‫تَد ْفعِيل َ المناطق الجبلية‬
ْ
Kita perlu melakukan modernisasi media ‫َ َ نحن في حاجة إلى تحديث الوسائل‬
pembelajaran dalam rangka reformasi sistem ‫التعليمية في إطار تجديد نظام التربية‬
pendidikan dan pembelajaran.
.‫والتعليم‬
Pemerintah mengeluarkan keputusan mengenai ‫أصدرت الحكومة قرارا بأهلنة الشركات‬ َ
swastanisasi perusahaan-perusahaan layanan .‫فَدعَلَعة َ للخدمات الجماهيرية‬
publik. ْ
Sekularisasi merupakan salah satu faktor yang ‫إن العلمنة عامل من العوامل التي تؤدي‬ َ
menyebabkan masyarakat Barat menjauh dari .‫بالمجتمع الغربي إلى االبتعاد عن الدين‬
agama.

J. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

16
Pertama, mashdar merupakan salah satu bentuk kata dalam bahasa Arab yang paling
kompleks, multi-penamaan, variatif, dan kontroversial, baik dari segi etimologi,
morfologi, sintaksis maupun semantiknya karena keluwesan sistem isytiqâq dan qiyâs
yang sangat tinggi, selain karena adanya usaha sungguh-sungguh untuk menjadikan
bahasa Arab mampu merespon tuntutan dan perkembangan zaman.
Kedua, implikasi semantik dari keragaman bentuk mashdar adalah banyak jenis
makna yang dapat diakomodasi oleh bentuk mashdar ini, mulai dari profesi hingga
transformasi, sehingga bahasa Arab mampu memenuhi tuntutan peristilahan untuk
kosakata yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketiga, mashdar dapat diaplikasikan dalam struktur kalimat dalam berbagai posisi
dan kedudukan, serta dapat diterjemahkan penggunaanya sesuai dengan konteks
kalimatnya. Karena itu, pemahaman bentuk mashdar mengharuskan kita memahami
konteks kalimatnya agar dapat dimaknai dan distrukturkan dalam kalimat secara baik,
benar, dan akurat. Wallahu A’lam bi al-shawâb!

DAFTAR PUSTAKA
‗Abd al-Masîh, George M. dan Hani George Tabrî, al-Khalîl: Mu‘jam Mushthalahât al-
Nahwî al-‘Arabî, Beirût: Maktabah Lubnân, Cet. I, 1990.
al-Daqar, ‗Abd al-Ganî, Mu‘jam al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwî wa al-Tashrîf wa
Dzuyyila bi al-Imlâ’, Damaskus: Dâr al-Qalam, Cet. III, 2001.
al-Galâyainî, Mushthafâ, Jâmi‘ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Beirût: al-Maktabah al-
‗Ashriyyah, Cet. XII, 1984.
Hassân, Tammâm, al-Khulâshah al-Nahwiyyah, Kairo: ‗Âlam al-Kutub, Cet. I, 2000.
Ibn Hisyâm al-Anshârî, Abû Muhammad Abdullah Jamâluddîn, Syarh Qathr al-Nadâ wa
Ball al-Shadâ, Riyâdh: Maktabah al-Riyâdh al-Hadîtsah, tt.
Ibn Jinnî, Abû al-Fath ‗Utsmân, al-Luma‘ fi al-‘Arabiyyah, Ditahqîq oleh Hâmid al-
Mu‘min, Beirût: Maktabah al-Nahdhah al-‗Arabiyyah, Cet. II, 1985.
Ibn Qutaibah, Abû Muhammad ibn ‗Abdullah ibn Muslim, Adab al-Kâtib, Ditahqîq oleh
Muhammad Tha‗mah al-Halabî, Beirût: Dâr al-Ma‗rifah, Cet. I, 1997.
al-Labdî, Muhammad Samîr Najîb, Mu‘jam al-Mushthalahât al-Nahwiyyah wa al-
Sharfiyyah, Beirût: Mu‘assasah al-Risâlah, Cet. I, 1985.

17
Madkûr, ‗Alî Ahmad, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dâr al-Fikr al-
‗Arabî, 2000.
al-Maidânî, ‗Abd al-Rahman Hasan Habannakah, al-Balâghah al-‘Arabiyyah: Ususuhâ
wa ‘Ulûmuhâ wa Funûnuhâ, Jilid I, Damaskus: Dâr al-Qalam, Cet. I, 1996.
Musthafâ, Ibrâhîm, dkk., al-Mu’jam al-Wasîth, Jilid I, Istanbul: al-Maktabah al-
Islâmiyyah, Cet. III, 1999.
Ridhâ, ‗Alî, al-Marji‘ fi al-Lughah al-‘Arabiyyah: Nahwahâ wa Sharfahâ, Juz I, Beirût:
Dâr al-Fikr, tt.
al-Tûnusî, Muhammad al-Khalîfah, "al-Mashdar Kaifa Yutsannâ wa Kaifa Yujma‗",
dalam Jurnal al-‘Arabî, Kuwait: Edisi 223, Juni 1977.
‗Uyûn al-Sûd, Muhammad Bâsil, al-Mu‘jam al-Mufashshal fî Tashrîf al-Af‘âl al-
‘Arabiyyah, Beirût: Dâr al-Kutub al-‗Ilmiyyah, Cet. I, 2000.
Yâqût, Mahmûd Sulaimân, Manhaj al-Bahts al-Lugawî, Alexandria: Dâr al-Ma‗rifah al-
Jâmi‗iyyah, Cet. I, 2002.
al-Zaidî, Kâshid Yâsir, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah, ‗Ammân: Dâr al-Furqân, Cet. I,
2005.

18

Anda mungkin juga menyukai