Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN

2.1 Kerangka Teori

Penyusunan karya ilmiah memerlukan kerangka teori, untuk

memepermudah dalam melakukan penelitian, sehingga memperoleh hasil analisis

yang signifikan dan produktif serta mampu mempermudah bagi pembaca dan

peneliti dalam memahami isi dari karya ilmiah tersebut.

Adapun teori yang penulis anggap penting terkait dengan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

2.1.1 Bahasa Arab

Dalam rumpun bahasa, bahasa Arab termasuk rumpun bahasa semit atau

semitik. R. Taufiqurrachman menulis bahwa secara geografis , masyarakat yang

mendiami kawasan Arab berasal dari satu ras manusia, yaitu kaukasia dan Asia

Barat.1

Adapun nama-nama bangsa yang termasuk dalam kategori bahasa semit di

kelompokan menjadi dua:

Pertama, setengah kawasan bagian utara yang terdiri dari Timur meliputi

Akkad dan Babylonia ; Assyria; Utara meliputi Aram dengan ragamtimurnya dari

bahasa Syiria, Mandera, dan Nabatea, serta ragam dari Samaritan, Aram Yahudi

dan Palmyra; Barat meliputi Feonisia, Ibrani Injil, dan dialek Kanaan lainnya.

1
R.Taufiqurrochman, Leksiologi Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008) hal. 177.

12
13

Kedua, setengah kawasan bagian selatan yang terdiri dari utara meliputi

Arab; Selatan meliputi Sabea atau Himyari, dengan ragam dari dialek Togre,

Amharik dan Harari.1

Dari semua bahasa semit di atas kini telah punah kecuali bahasa Arab. Ke

tidak punahan bahasa Arab ini disebabkan faktor kekuasaan dan faktor Arabisasi.

Sedang faktor Arabisasi yang dimaksud disini adalah bangsa Arab yang masih

bertahan berbaur dengan bangsa lain sehingga melahirkan pergumulan bahasa

antar bangsa yaitu berbaurnya suku pribumi dengan dengan suku yang datang dari

selatan. Selain pergumulan bahasa, perkawinan antar suku juga berakibat pada

proses terjadinya arabisasi.2

Berbicara tentang Bahasa semit khususnya bahasa Arab tidak akan terlepas

dengan ilmu-ilmu yang mengkaji bahasa itu sendiri, seperti sistem fonologi

(aswat),morfologi (shoref), sintaksis (nahwu), dan semantik (dalalah). baik dilihat

dari unsur-unsurnya maupun dari kemampuan berbahasa.3

Oleh karna itu, penelitian terhadap bahasa Arab tidak mudah, karna harus

menguasai unsur-unsurnya baik dari aspek linguistik, maupun kajian terapan

seperti psikolinguistik dan sosiolinguistik serta aspek pembelajaran bahasa Arab

itu sendiri. Berikut akan dipaparkan mengenai salah satu unsur bahasa Arab yang

menjadi tinjauan penelitian ini yaitu sintaksis (nahwu).

1
Ibid., hal. 178
2
Ahmad Muradi, Pembelajaran Menulis Bahasa Arab Dalam Perspektif Komunikatif (Jakarta :
Prenada Media Group, 2016), hal. 3
3
Ibid., hal. 2
14

2.1.2 Sintaksis

Dalam mengkaji bahasa Arab, terdapat unsur bahasa yang harus dikuasai

oleh pembelajar bahasa Arab, yaitu: (1) tata bunyi (ilmu ashwāt/ fonologi), (2)

tata tulis (ilmu kitābah/ ortografi), (3) tata kata (ilmu sharaf/ morfologi), (4) tata

kalimat (ilmu nahwu/ sintaksis), dan (5) kosa kata (mufradāt)1

Salah satu unsur penting yang diprioritaskan dalam penelitian ini adalah

ilmu sintaksis atau dikalangan pondok pesantren dikenal dengan ilmu nahwu.

Sebelum peneliti melakukan penelitian alif lam dalam shalawat at-Taisir

dengan tinjauan Sintaksis, perlu dipahami dahulu tentang definisi dari kata

sintaksis itu sendiri. Ada beberapa pendapat atau pandangan yang telah

dikemukakan para ahli bahasa berkaitan dengan definisi kata sintaksis tersebut.

Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan

kata tattein yang berarti “menempatkan”. Secara etimologi sintaksis berarti

‘menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat’.2

Para ahli bahasa menerjemahkan kata sintaksis dengan beraneka ragam.

Masing-masing ahli tidak memiliki kesamaan pandangan dalam mendefinisikan

kata sintaksis tersebut. Mereka menerjemahkan menurut sudut pandang masing-

masing. Hal ini sebagaimana yang dapat dilihat berikut ini.

1. sintaksis adalah ilmu bahasa yang menyelidiki semua hubungan antar kata dan

antar kelompok kata (frasa) dalam satuan dasar, yaitu kalimat.3

1
Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2012), hlm.
108.
2
Chaer, Abdul, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 206.
3
Venhar, Asas-asas Linguistik Umum, (yogyakarta: Gajah Mada, 1982), hlm. 70.
15

2. Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur

kalimat , klausa, dan frasa.1

3. Sintaksis berarti bagian dari tata bahasa yang memepelajari atau

membicarakan dasar-dasar serta proses pembentukan kalimat dalam suatu

bahasa, seperti kata, intonasi, dan sistem tata bahasa yang dipakai2

Adapun sintaksis dalam bahasa arab disepadankan dengan istilah Nahwu (

‫) النَّحْ ُو‬

Dalam kitab Al-Kawakibu ad-durriyyati, Imam As-suyuthi

mendefinisikan:

ِ ‫النَّحْ ٌو لُ َغةً القَصْ َواصْ ِطاَل حًا ِع ْل ٌم بِأُصُوْ ٍل يُ ْع َرفُ بِهَاأَحْ َوا ُل أَ َو‬.
‫اخ ِرال َکلِ ِم إِ ْع َرابً َوبِنَا ًء‬

“ kata nahwu menurut etimologi memiliki arti maksud/tujuan dan menurut

terminologi ialah ilmu yang menjadi dasar untuk mengetahui keadaan baris

akhir kalimat, baik kalimat yang mu’rab atau yang mabni”3

nahwu adalah sebuah kajian gramatikal yang fokus bahasannya yaitu

fenomena i’rob (berubah) atau mabni (tetapnya bunyi akhir sebuah kata) setelah

masuk dalam struktur yang lebih besar yang disebabkan oleh relasi tertentu.

Dalam perspektif lain, ulama’ nahwu memandang bahwa nahwu sebuah kajian

gramatikal untuk menetapkan bunyi akhir sebuah kata saat berada dalam

konstruksi yang lebih besar. Selain perubahan bunyi akhir kata. Adapun menurut

(El Dahdah 1992: 2) sintaksis juga mengkaji kedudukan atau fungsi kata dalam

konstruksi kalimat.

1
Tarigan, Henri Guntur, Pengajaran Sintaksis, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 4.
2
Keraf, Gorys, Tata Bahasa Indonesia, (Ende-Flores: Nusa Indah), hlm. 137
3
Syaikh Muhammad Bin Ahmad, Al-Kawakibu Ad-Durriyyah, (Bandung: Al-Haramain Jaya
Indonesia), hlm. 5
16

2.1.3 Kalam (kalimat) Bahasa Arab

Menurut Asy-syaikh Al-‘Allamah Muhammad Jamaluddin Ibnu Abdillah

Ibnu Malik Al-thay Dalam kitabnya Alfiah Ibnu Malik.

‫ف ْال َكلِم‬
ٌ ْ‫ َوا ْس ٌم َوفِ ْع ٌل ثُ َّم َحر‬¤ ‫َكالَ ُمــنَا لَ ْفــظٌ ُمفِ ْي ٌد َكاسْــتَقِ ْم‬

“Kalam (menurut) kami (Ulama Nahwu) adalah lafadz yang memberi

pengertian. Seperti lafadz “Istaqim!”. Isim, Fi’il dan Huruf adalah (tiga personil)

dinamakan Kalim”

‫ َو َك ْل َمةٌ بِهَا َكالَ ٌم قَ ْد يُؤ ْم‬¤ ‫اح ُدهُ َكلِ َمةٌ َو ْالقَوْ ُل َع ْم‬
ِ ‫َو‬

“Tiap satu dari (personil Kalim) dinamakan Kalimat. Adapun Qaul

adalah umum. Dan dengan menyebut Kalimat terkadang dimaksudkan adalah

Kalam”.1

Nadzam (syair) tersebut lalu di syarahkan (dijelaskan) oleh Abu Al-Wafa’

Ali Bin Aqil bin Muhammad Al-Baghdadi Al-Hanbali dalam kitabnya Alfiyyah

Syarah Ibnu Aqil, bahwa kalam (kalimat) menurut Istilah Ulama Nahwu adalah

Sebutan untuk Lafadz yang memberi pengertian satu faedah yaitu baiknya diam si

pendengar. Sehingga yang berkata dan yang mendengar mengerti tanpa timbul

keiskalan.

Maksud kalamuna ialah kalam menurut ahli nahwu, agar dimaklumi

bahwa definisi ini hanyalah menyangkut kalam dalam peristilahan ahli nahwu,

1
Muhammad Jamaluddin Ibnu Abdillah, Alifiah Ibnu Malik, (Surabaya : Toko Kitab Al-Hidayah,
1987, ), hlm. 2.
17

bukan menurut istilah yang dipakai oleh ahli bahasa, sebab kalam menurut ahli

bahasa ialah semua lafaz yang dapat dipakai untuk berbicara tanpa

mempertimbangkan apakah lafaz itu berfaedah atau tidak.1

Berikut ini peneliti akan memaparkan syarat-syarat kalam (kalimat). Maka

apabila cacat salah satu dari syarat-syarat tersebut maka bukan dinamakan kalam.

Syarat-syarat kalam (kalimat) ada empat yaitu :

1. Lafaz ( ُ‫) اللَّ ْفظ‬

‫ُوف ال ِه َجائيّة‬
ِ ‫ْض ال ُحر‬ ُ ْ‫اللَّ ْفظٌ ه َُو الصَّو‬
ِ ‫ت ال ُم ْشتَ ِم ُل َعلَی بَع‬

Lafaz adalah suara yang mengandung sebagian huruf hijaiah,2

Seperti lafazh ‫( زَ ْی ٌد‬Zaid). Sesungguhnya lafazh Zaid adalah suara (ucapan)

yang mengandung huruf za, ya, dan dal. Bila ucapan tidak mengandung

sebagian huruf hijaiyyah, seperti suara genderang (termasuk pula suara beduk,

gitar, kaleng, motor, dan sebagainya), maka bukan dinamakan lafazh.

Lafaz dibagi dua yaitu :

a. Lafadz Muhmal ( ٌ‫ ُم ْه َمل‬ ) Yaitu lafadz yang tidak dicetak wadhi’ul lughot

(peletak bahasa) untuk menunjukan makna Contoh: lafadz ‫ َد ْي ٌز‬kebalikan

lafadz ‫زَ ْي ٌد‬  

b. Lafadz Musta’mal ( ‫) ُم ْســــــتَ ْع َم ٌل‬ Yaitu lafadz yang pada awal

pencetakannya/pembuatannya menunjukkan makna/arti, seperti lafaz ‫زَ ْي ٌد‬

(nama seseorang), ٌ‫( َم ْد َر َسة‬sekolah), ٌ‫( َر ْئس‬kepala)3

2. Murakkab ( ‫)ال ُم َر َّکب‬


1
Abu Al-Wafa’ Ali Bin Aqil, Syarh Ibnu ‘Aqil, (Surabaya : Darul ‘Ulum), hlm. 3.
2
As-Said Ahmad Zaini Dakhlan, Mukhtashar Jiddan, (Surabaya : Al-Haramain Jaya Indonesia,
2012), hlm. 6
3
Abu An’im, Sang Pangeran Nahwu al-Ajrumiyyah, (Kediri : Mu’jizat group, 2009), hlm. 2.
18

‫ب ِم ْن َکلِ َمتَی ِـْن فَأ َ ْکثَ َر‬


َ ‫ال ُم َر َّکبُ هُ َو َما تَ َر َّک‬

“Murakkab ialah kalimat yang tersusun dari dua kata atau lebih, contoh

“ ‫” قَا َم زَید‬.

3. Mufid ( ‫) ال ُمفِی ُد‬

‫ت ِمنَ ال ُمتَ َکلِّ ِم َوالسَّا ِم ِع‬


ُ ْ‫ال ُمفِ ْی ُد هُ َو َما اَفَا َد فَاإِ َدةً يَحْ ُسنُ ال ُّس ُکو‬

”mufid ialah susunan kalimat yang memberikan pengertian secara

sempurna sehingga baguslah diamnya si pembicara dan si pendengar,

contoh “( ‫ زَ ْی ٌد قَائِ ٌم‬dan ‫) قَا َم َز ْی ٌد‬. Sesungguhnya kedua contoh ini memberikan

pemahaman yang membuat si pendengar merasa puas, yaitu kepuasan

mengenai berita berdirinya zaid, karena pendengar ketika mendengar hal itu

tidak menunggu sesuatu lainnya yang dapat menyempurnakan kalam

(kalimat) tersebut.

4. Wadla’( ‫) ْال َوضْ ُع‬

ُ ‫ض َوفَ َّس َر بَ ْع‬


‫ضهُم بِال َوضْ ِع ال َع َربِی‬ ِ ْ‫ضهُ ْم بِالقَص‬
ُ ‫فَ َّس َره ُبَ ْع‬

“Sebagian ulama’ menafsirkan bahwa wado’ yaitu kalimat yang sengaja

diucapkan dan menggunakan bahasa Arab”, contoh “ ‫” قَا َم َز ْی ٌد‬.

Mengenai wadla’ ini ada dua penafsiran. Sebagian ahli nahwu men

afsirkan dengan ( ‫ = القَصْ ُد‬tujuan). Maksudnya adalah ucapan itu jelas yang

dituju, bukan sekedar ucapan. Karena itu, ucapan yang tidak jelas tujuannya

tidak temasuk wadla’ seperti ucapan orang yang sedang tidur (mengigau),

orang yang lalai dan sejenisnya. Sebagian lainnya menafsiri dengan ( ‫بِ َوضْ ِع‬

‫ب‬
ِ ‫ = ال َع َر‬bahasa Arab). Maksudnya harus berbahasa Arab. Ucapan yang bukan

bahasa Arab (Ajam), seperti bahasa Turki, Barbar, Indonesia, sasak dan bahasa
19

selain bahasa Arab, menurut para ahli ilmu nahwu tidak temasuk wadla’,

berarti tidak bisa disebut kalam.1

Dari empat syarat kalam diatas dapat kita ambil kesimpulan bahawa kalam

(kalimat) merupakan Lafaz yang tersusun melebihi satu kata yang bisa

dipahami oleh mutakallim (orang yang berbicara) dan mukhattab (orang yang

dilawan bicara) dengan menggunakan bahasa Arab. Selain bahasa Arab bukan

dinamakan Kalam (kalimat)

Sebagaimana yang dikatakan Al-Imam Assonhaji dalam kitab Matnul

ajrumiah :

َ ِ‫الکَاَل ُم هُ َو اللَّ ْفظُ ال ُم َر َّکبُ ال ُمفِ ْی ُد ب‬


‫الوضْ ِع‬

“kalam (kalimat) adalah lafaz yang tersusun,berfaedah dan menggunakan

bahasa Arab”.2

2.1.4 Kalimah (kata) bahasa Arab

Kalimah dalam bahasa Arab merupakan satu patah kata bukan susunan

dari beberapa kata seperti makna kalimat dalam bahasa Indonesia. Adapun

kalimat yang tersusun dari beberapa kata dalam bahasa Arab dinamakan dengan

kalim.

Kalimah (kata) Adalah lafadz yang mempunyai satu makna tunggal yang

biasa dipakai ( ‫) ُم ْشتَ ْع َم ٌل‬. Keluar dari definisi Kalimat adalah lafadz yang tidak

biasa dipakai ( ‫ ) ُم ْه َم ٌل‬semisal‫ َد ْي ٌز‬Daizun. Juga keluar dari definisi Kalimat (kata)

1
Abu An’im, Sang Pangeran Nahwu al-Ajrumiyyah, (Kediri : Mu’jizat group, 2009), hlm. 2-10.
2
Anwar, Mochammad, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajrumiyyah dan Imrithi, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 2.
20

yaitu lafadz yang biasa dipakai tapi tidak menunjukkan satu makna, semisal

Kalam.

Seperti halnya sintaksis umum, pembahasan dalam sintaksis bahasa Arab

atau ilmu nahwu tidak luput dari sebuah kata, yang merupakan satuan bahasa

terkecil yang mengandung makna1. Sehingga dapat dikatakan bahwa kata adalah

out put terakhir proses morfologis, dan menjadi input dalam proses sintaksis.

Menurut Imam As-Sanhaji Kalimah (kata) terbagi menjadi 3 macam yaitu

isim, fiil, dan huruf. Kalimat (kata) inilah yang menyusun kalam menjadi kalimat

yang sempurna yaitu ada tiga;2

2.1.4.1 Ism (nomina)

Kalimah isim ialah kalimah (kata) yang menunjukkan makna mandiri dan

tidak disertai dengan pengertian zaman. Menurut Syaikh Thohir Yusuf Al-Khatib

dalam kitabnya Al-Mu’jamul Mufasshal fil i’rab.

‫ص بِهَا َواَل تُ ْقتَ َر ْن بِزَ َم ٍن ِمنَ االَ ْز ِمنَ ِة‬


ٍ ‫ لَهَا َم ْعنَی خَا‬٫‫ا ِال ْس ُم هُ َو َکلِ َمةٌ قَائِ َمةٌ بِ َذاتِهَا‬

“ kalimah isim adalah kalimah yang berdiri sendiri dengan sifatnya, serta

memiliki arti pada dirinya sediri dan tidak disertai salah satu waktu dari waktu-

waktu fiil”. 3

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ism adalah kalimah yang tetap

memiliki arti sendiri meskipun tidak diikuti oleh kalimah lain. Dalam kaidah

bahasa Indonesia kalimah ism sendiri disebut dengan kata benda (nomina).

1
Arifin, Zainal. Morfologi Bentuk, Makna dan Fungsi, (Jakarta: PT Grasindo, 2009), Hlm. 2
2
Prof. H. Chatibul Umam, Pedoman Dasar Ilmu Nahwu Terjemah Mukhtashar Jiddan, (Jakarta :
Darul ‘Ulum Press, 1987), hlm. 5.
3
Syaikh Thohir Yusuf Al-Khatib, Al-Mu’jamul Mufassal Fil I’rab, (Al-Batrun, 1991), hlm. 42
21

Kalimah ism memiliki tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kalimah

tersebut dapat dikatakan sebagai kalimah ism. Tanda-tanda tersebut meliputi:

1. I’rob jar (baris bawah), meliputi:

a. Jar (baris bawah) dengan huruf khofad, Hurf khofad dibagi dua yaitu

huruf jar dan huruf qosam. Huruf jar berjumlah sembilan yaitu : ٫‫ ع َْن‬٫‫ إِلَی‬٫‫ِم ْن‬

ِ ٫ َّ‫ رُب‬٫‫ فِی‬٫‫ َعلَی‬Dan huruf qosam (sumpah), huruf yang digunakan
‫ ِل‬٫ َ‫ ك‬٫‫ب‬

bersumpah ada tiga yaitu : َ‫ ت‬٫‫ب‬


ِ ٫‫ َو‬. kalimah isim yang jatuh setelah huruf

ُ ْ‫ـرر‬
khafad sebagai majrur (baris bawah). Contoh : ‫ت بِ َز ْیـ ٍد‬ َ ‫ ( َمـ‬saya berjalan

bertemu zaid).

b. Jar (baris bawah) dengan idlafah (gabungan antara mudaf dengan

mudafun ilaih). Contoh : ‫( بَابُ الکَاَل ِم‬bab tentang kalam).

c. Jar (baris bawah) dengan tab’iyyah (mengikuti baris sebelumnya).

ُ ْ‫( َم َرر‬saya berjalan berjumpa dengan zaid yang mulia)


ِ ‫ت بِ َز ْی ٍد الفَا‬
Contoh : ‫ض ِل‬

2. Tanwin

Tanwin adalah nun sukun yang bertemu pada akhir kalimah ism

dalam lafazhnya bukan dalam tulisannya, contoh : ‫( زَ ْیـ ٌد قَــائِ ٌم‬zaid adalah

orang yang berdiri)

3. Nida’ (panggilan)

Nida’ adalah memanggil dengan huruf ‫ يا‬atau salah satu dari huruf

nida’ lainnya. Contoh: ُ‫ يا يو ُسف‬.maka setiap kalimat yang jatuh setelah huruf

nida’ adalah ism.

4. Alif-lam (‫ )ال‬contoh: ‫ص ِح ْی ٌح‬


َ ‫( ال َّر ُج ُل‬Laki-laki itu sholih),

5. Isnad ilaih (tempat bersandarnya ism)


22

Menyandarkan kalimah ism sebagai subjek pada kalimah yang lain

(musnad/predikat), Contoh: Musnad berupa fi’il ”‫( ”قَــا َم زَ ْی ـ ٌد‬Zaid berdiri).

َ ‫( أَنَا‬Saya orang yang shaleh).1


Musnad berupa ism, ‫صالِ ٌح‬

2.1.4.2 Fi’il (Verba)

Menurut Syaikh Thohir Yusuf Al-Khatib dalam kitab Al-Mu’jamul

mufsshal fil i’rab.

‫الفِ ْع ُل هُ َو َکلِ َمةٌ تَدُلُّ َعلَی ُحصُوْ ِل َع َم ٍل ُمقَیِّ ٍد بِزَ َم ٍن‬.

“Kalimah fi’il merupakan kalimah (kata) yang menunjukkan atas suatu

pekerjaan yang terikat oleh arti zaman”.2

Kalimah fi’il yang dilakukan pada masa lalu disebut dengan fi’il madly

dan yang dilakukan pada masa sekarang (hāl) atau pada masa yang akan datang

(mustaqbal) disebut dengan fi’il mudhori’. Dalam bahasa Indonesia kalimah fi’il

disebut kata kerja (verba). Kalimah fi’il memiliki tanda-tanda yang menunjukkan

bahwa kalimah tersebut dapat dikatakan sebagai kalimah fi’il. Tanda-tanda

tersebut meliputi:

a. Ta’ Fail (domir rafa’ mutaharrik yang berkedudukan sebagai fa’il

(pelaku)) yaitu ta’ yang yang dibaca dlammah untuk menunjukkan makna

mutakallim (orang berbicara) , Contoh : ُ ‫ تَ َعلَّ ْم‬. dibaca fathah untuk


‫ت‬

menunjukkan makna mukhathab (laki-laki yang dilawan bicara), contoh : َ‫تَ َعلَّ ْمت‬

(kamu laki-laki telah belajar) dan dibaca kasrh untuk menunjukkan makna

1
Bahrun Abu Bakar, Terjemah Al-Fiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2007), hlm. 3-6
2
Syaikh Thohir Yusuf Al-Khatib, Al-Mu’jamul Mufassal Fil I’rab, (Al-Batrun, 1991), hlm. 311
23

mukhathabah (perempuan yang dilawan bicara) Contoh: ‫ت‬


ِ ‫تعلم‬ ( kamu

perempuan telah belajar).

b. ‫( قد‬Qod) Contoh: (Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang

beriman).

c. ُّ ‫( َسـیَقُوْ ُل‬Orang-orang yang kurang akalnya akan


‫( س‬sin) contoh : ‫السـفَهَا ُء‬

mengatakan (Al-Baqoroh: 142)).

d. ‫( تاء تأنيث ساكنة‬Ta’ Taknits Sakinah) yaitu ta’ sukun yang terdapat di akhir

Kalimah fi’il madli yang menunjukkan pada muannatsnya fa’il ( subjek

perempuan) Contoh : (Fatimah telah membaca Al-Qur’an),

e. ‫( سوف‬Saufa), contoh: َ‫( َسوْ فَ تَ ْعلَ ُموْ ن‬Kamu sekalian kelak akan mengetahui

(At-Takatsur: 4))

f. Ya’ Muannatsah mukhathabah (perempuan yang dilawan bicara) yaitu

ya’ yang menunjukkan pada muannatsnya fa’il (subjek perempuan). Ya’

muannatsah mukhathabah dapat masuk dalam fi’il amar dan fi’il mudlari’.

Contoh: ‫ضـربِ ْى‬


ِ ْ (kamu perempuan pukulah, kamu perempuan sedang/
ِ‫ا‬, َ‫تضـربِين‬

akan memukul).

g. Nun Taukid (penguat) yaitu nun yang menunjukkan makna menguatkan.

َّ
Nun taukid dapat masuk pada fi’il amar dan fi’il mudlari’. Contoh: ‫تضـربن‬

ْ
‫ضــربن‬ِ‫ا‬, (Pukulah dengan sungguh-sungguh, Kamu sedang/ akan memukul

dengan sungguh-sungguh)1

2.1.4.3 Harf (Partikel)


1
Bahrun Abu Bakar, Terjemah Al-Fiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2007), hlm. 6-10
24

Menurut As-Said Ahmad Zaini Dakhlan dalam kitab syarah dakhlan:

ِ ‫االس ِْم َوالفِ ْع ِل بِا َ ْن اَل یَ ْقبَ َل َش ْیئًا ِم ْن َعاَل َما‬


ِ ‫ت ا ِالس ِْم َواَل َش ـ ْیئًا ِم ْن َعاَل َمــا‬
‫ت ا ِال ْس ـ ِم‬ ِ ‫اَ َّن ال َحرْ فَ یُتَ َمیَّ ُز َع ِن‬

ِ ‫واَل َش ْیئًا ِم ْن عَال َما‬.


‫ت الفِع ِْل‬ َ

Kalimah harf merupakan kalimah (kata) yang berbeda degan ism dan

fi’il dengan tidak menerima apapun tanda-tanda/ ciri-ciri ism dan fi’il.

Kalimah harf Berbeda dengan kalimah ism dan kalimah fi’il, kalimah

harf tidak memiliki tanda-tanda khusus dalam penggunaannya. Tanda-tanda

kalimah harf bersifat ‘adami (tidak tampak). Yang menjadi ciri dari kalimah

harf adalah bahwa kalimah-kalimah tersebut tidak memilik tanda-tanda yang

masuk dalam kalimah ism maupun fi’il.1

Kalimah harf yaitu kalimah yang tidak mempunyai fungsi dan arti yang

sempurna kecuali setelah berhubungan dengan dengan kalimah lain. Dengan kata

lain, kalimah harf yaitu kalimah selain ism dan fi’il. Dalam hubungannya dengan

kalimah lain, maka kalimah harf dibedakan menjadi tiga macam

1. Harf yang masuk pada kalimah fi’il, antara lain:

ِ ‫ )النَّ َوا‬yaitu harf-harf yang menashabkan/ membaris


a. Harf-harf nashb ( ُ‫صب‬

ataskan baris akhir fi’il mudhari’

b. Harf-harf jazm (‫از ُم‬


ِ ‫)ال َجـ َو‬, yaitu harf-harf yang menjazmkan/ membaris

matikan baris akhir fiil mudhari

c. Harf nafi (meniadakan suatu pekerjaan),yaitu harf ‫ َما‬masuk pada fi’il

madhi dan ‫ اَل‬masuk pada fi’il mudhari’.


1
As-Said Ahmad Zaini Dakhlan, Mukhtashar Jiddan, (Surabaya : Al-Haramain Jaya Indonesia,
2012), hlm. 9
25

d. ‫ قَ ْد‬masuk pada fi’il madhi dan fi’il mudhari’

e. ‫ س‬dan ‌ َ‫ َسوْ ف‬keduanya masuk pada fi’il mudhari’

2. Harf yang masuk pada kalimah ism

a. Harf jar, yaitu harf yang menjarkan/ membaris bawahkan ism sesudahnya

b. Inna dan saudaranya

c. Harf nida’, yaitu harf yang digunakan untuk memanggil seseorang

(munada)

d. Harf istisna’ (pengecualian) yaitu kalimah harf yang digunakan untuk

mengecualikan kalimat sesudahnya.

e. Wawu ma’iyyah ( ‫ ) َوا ُو ال َم ِعیَّ ِة‬yaitu wawu yang berarti menyertai

f. Lamul ibtida’ yaitu lam yang ditempatkan di awal kalimah

g. Alif lam ma’rifah yaitu alif lam yang berfungsi untuk mengkhususkan

kalimah ism yang bersifat umum (naqirah)1

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa alif lam termasuk

ke dalam harf yang masuk pada kalimah ism. Harf ini menjadi salah satu tanda

untuk mengenali ism dalam kalam (kalimat) Arab dan berfungsi untuk

mema’rifahkan kalimah ism nakirah.

2.1.5 Mengenal Ism Nakirah dan ma’rifah

2.1.5.1 ism nakirah

1
Sukamto, Akhmad Munawari, Tata Bahasa Arab Sistematis, (Yogyakarta: Nurma Media Idea,
2008), hlm. 36
26

Menurut Syaikh Muhammad ibnu Malik dalam kitabnya Alfiyah ibnu

Malik.

‫ ﺃَﻭْ َﻭﺍﻗِ ٌﻊ َﻣﻮْ ﻗِ َﻊ َﻣﺎ ﻗَ ْﺪ ُﺫ ِﻛ َﺮ‬¤ ً‫ــــﺮﺍ‬


َ ِّ‫ﻧَ ِﻜ َﺮﺓٌ ﻗَـــــﺎﺑِ ُﻞ ﺃَﻝْ ُﻣﺆﺛ‬

“isim nakiroh yaitu semua isim yang bisa dimasuki ‫ ال‬muassiroh ( yang

bisa mema’rifatkan (Contoh ism nakirah : ٌ‫ ﻛﺘﺎﺏ‬, ‫ ﻣﺴﺠ ٌﺪ‬, ‫( “ ) َﺭﺟﻞٌـ‬Al-fiah Ibnu

malik)

“Atau meskipun tidak bisa dimasuki )‫ ( ﺍﻝ‬muassiroh tapi maknanya sama

dengan isim yang bisa dimasuki ) ‫ ( ﺍﻝ‬muassiroh itu hukumnya sama dengan isim

nakiroh Contoh : ‫( َجا َءنِی ُذوْ َما ٍل‬Telah datang kepadaku pemilik harta ).”1

Lafaz ْ‫ ُذو‬yang bermakna “mempunyai” adalah isim naikirah yang tidak

menerima ‫ ال‬, tetapi menempati tempatnya lafaz ٌ‫صـا ِحب‬


َ (pemilik), sedangkan

lafaz ٌ‫احب‬
ِ ‫ص‬َ dapat menerima ‫ ال‬, sehingga menjadi ُ‫الصَّا ِحب‬. 2

Menurut imam Syamsuddin Ahmad dalam kitabnya Mutammimah Al-

Jurumiyah

‫ﺏ‬ ٍ ‫ﺍﻟﻨَّ ِﻜ َﺮﺓُ ِﻫ َﻰ ﺍﻻَﺻْ ُﻞ َﻭ ِﻫ َﻰ ُﻛﻞُّ ﺍِﺳ ٍْﻢ َﺷﺎﺋِ ٍﻊ ﻓِﻰ ِﺟ ْﻨ ِﺴ ِﻪ ﻻَ ﻳ ُْﺨﺘَﺺُّ ﺑِ ِﻪ َﻭﺍ ِﺣ ٌﺪ َﻛ َﺮ ُﺟ ٍﻞ َﻭﻓَ َﺮ‬
ٍ ‫ﺱ َﻭ ِﻛﺘَﺎ‬

“ism nakirah secara umum yaitu semua isim yang bersifat global/umum

pada jenisnyanya dan tidak dikhususkan dengan satu jenis kalimah (kata) itu

saja, seperti kata ‫( َﺮ ُﺟ ٍﻞ‬laki-laki) , ‫( ﻓَ َﺮﺱ‬kuda) dan ‫ﺏ‬


ٍ ‫( ِﻛﺘَﺎ‬buku).3 Jenis kalimah

dalam contoh tersebut memiliki makna yang luas.

1
Muhammad Jamaluddin Ibnu Abdillah, Alifiah Ibnu Malik, (Surabaya : Toko Kitab Al-Hidayah,
1987, ), hlm. 2.
2
Abu Al-Wafa’ Ali Bin Aqil, Syarh Ibnu ‘Aqil, (Surabaya : Darul ‘Ulum), hlm. 14.
3
Imam Syamsuddin Ahmad, Mutammimah Al-Ajrumiyyah,(Surabaya: Al-Haramain Jaya
Indonesia), hlm. 46.
27

Menurut kyai Bisyri Musthofa Ar-Rombani dalam kitabnya Syarah

Umrithi

‫ ﻓَﻬُ َﻮ ﺍﻟّﺬﻯ ﻳ ْﻘﺒَ ُﻞ ﺍَﻝْ ُﻣﺆَ ﺛِّ َﺮﺓ‬¤ ‫ْﺮﻳْﻒُ ﺍ ِﻻﺳ ِْﻢ ﺍﻟﻨَّ ِﻜﺮﺓ‬
ِ ‫َﻭﺍِ ْﻥ ﺗُ ِﺮ ْﺩ ﺗَﻌ‬

“Apabila anda ingin mengetahui ism nakirah maka dialah kalimah yang

menerima ‫” ﺍﻝ‬.

2.1.5.2 Ism ma’rifah

Menurut Syaikh Muhammad ibnu Malik dalam kitabnya Alfiyah ibnu

Malik.

‫ْﻨـﻲ َﻭ ْﺍﻟ ُﻐﻼَ ِﻡ َﻭﺍﻟَّ ِﺬﻱ‬


ِ ‫ َﻭ ِﻫ ْﻨـ َﺪ َﻭﺍﺑ‬¤ ‫ْﺮﻓَـﺔٌ َﻛــﻬُ ْﻢ َﻭ ِﺫﻱ‬
ِ ‫َﻭ َﻏﻴْــ ُﺮﻩُ َﻣﻌ‬

“selain nakirah adalah isim ma’rifah seperti kalimah ,‫ الغُاَل ُم‬,‫ ِﻫ ْﻨﺪ‬, ‫ ﺫﻯ‬, ‫ﻫُ ْﻢ‬

‫ﺍﻟّﺬﻯ‬.1

Menurut Syaikh Bahaud din Abdullah Ibnu ‘Aqil dalam kitabnya Alfiyyah

syarah Ibnu ‘Aqil Ism ma’rifah itu ada 6 : (1) Isim dhomir (pronomina personal),

(2) Isim isyaroh (nomina penunjuk), (3) Ism alam (nomina personalia), (4) Alif

lam “ )5( ,” ‫ ال‬Ism maushul (nomina konjungtif) (6) idofah (nomina gabungan

antara mudhaf dengan mudhafun ilaih).2

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa harf alif lam hanya bisa masuk pada

ism (nomina) bukan pada fi’il (verba) atau sesama harfnya (partikel).

1
Muhammad Jamaluddin Ibnu Abdillah, Alifiah Ibnu Malik, (Surabaya : Toko Kitab Al-Hidayah,
1987, ), hlm. 7.
2
Abu Al-Wafa’ Ali Bin Aqil, Syarh Ibnu ‘Aqil, (Surabaya : Darul ‘Ulum, tidak ada tahun), hlm.
15.
28

2.1.6 harf alif lam ( ‫) ال‬

2.1.6.1 Definisi

Menurut syaikh Muhammad Ibnu Malik dalam kitabnya Alfiyyah Ibnu

Malik.

‫ فَنَ َمطٌ َع َّر ْفتَ قُلْ في ِه النَّ َمط‬۰ ‫ْف اَ ِو الاَّل ُم فَقَ ْد‬
ٍ ‫اَلْ َحرْ فُ تَعْري‬

“ alif lam ( ‫ ) ال‬adalah huruf untuk mema’rifahkan atau huruf lamnya

saja. Maka lafaz ٌ‫ نَ َمط‬yang ingin dima’rifahkan maka ucapkanlah dengan lafaz

ُ‫ النَّ َمط‬1

Menurut para ahli nahwu berselisih pendapat tentang huruf ta’rif dalam

lafadz ‫ ال َّر ُج ُل‬dan lainnya. Imam Kholil berpendapat bahwa yang mema’rifahnya

adalah (‫ )ال‬sedangkan Imam Sibaweh mengatakan bahwa yang mema’rifahkannya

adalah huruf lam ( ‫ ) ﻝ‬. Begitu pula tentang huruf  hamzah yang menyertai huruf

lam (‫ﻝ‬.). Menurut Imam Kholil adalah hamzah khat’i’ (hamzah yang bisa berdiri

sendiri). Sedangkan menurut Imam Sibaweh hamzah tersebut adalah hamzah

washal yang sengaja didatangkan agar huruf yang disukunkan dapat dibaca.2

Menurut Asy-syaikh Al-Gulayayni dalam kitabnya jami’uddurus.

‫ت لِ َک ْث َر ِة‬
ْ َ ‫صل‬ ْ َ‫زَت ق‬
ِ ‫ط ٍع ُو‬ َ َ‫ َو َّح َدهَا َع َل اال‬٫‫ اَل الاَّل ُم‬٫‫ْف‬
ُ ‫‌ َوهَ ْم َزتُهَا هَ ْم‬.‫ص ِّح‬ ِ ‫َو ( أَلْ ) ُکلُّهَا َحرْ فُ تَع‬
ٍ ‫ْری‬

ِ ‫ا ِال ْستِعْما ِل َعلَی االَر َج‬


‫اح‬

“Huruf alif lam ( ‫ ) ال‬itu semua hurufnya adalah harf ta’rif (huruf untuk

mema’rifahkan ) bukan huruf lamnya ( ‫) ل‬. Menggabungkan hurufnya tersebut


1
Muhammad Jamaluddin Ibnu Abdillah, Alifiah Ibnu Malik, (Surabaya : Toko Kitab Al-Hidayah,
1987, ), hlm. 12.
2
Abu Al-Wafa’ Ali Bin Aqil, Syarh Ibnu ‘Aqil, (Surabaya : Darul ‘Ulum, tidak ada tahun), hlm.
28.
29

menurut pendapat yang kuat. Hamzahnya ( ‫)أ‬adalah hamzah khat’i. Adapun

menggabungkan hurufnya ( ‫ ) ال‬lebih banyak digunakan menurut pendapat yang

lebih tepat.”1

Berdasarkan penjelasan diatas terdapat dua pendapat mengenai huruf

ta’rif al ( ‫ ) ال‬Ada yang mengatakan huruf alif dan lam dan ada yang mengatakan

huruf lamnya saja.

2.1.6.2 Macam-macam alif lam ( ‫ ) ال‬dan maknanya.

Secara umum jenis alif lam terbagi menjadi tiga yaitu :

a. Alif lam ta’rif ِ ‫)التَّع‬ialah alif lam yang berfungsi mema’rifatkan ism
( ُ‫ْریْف‬

nakirah. Contoh: ُ‫ الطَّالِب‬٫‫ ال َّر ُج ُل‬٫ ‫ ال َم ْعهَ ُد‬.2

Alif lam ta’rif dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Alif lam al-‘ahdiyyah ( ‫) ال َع ْه ِدیَّةـ‬

Al lil ‘ahdiyah terbagi manjadi tiga macam yaitu:

 Lil ‘ahdi zdikri (‫ )لِ ْل َع ْه ِد ال ِّذ ْک ِر‬yaitu apabila lafadz yang dimasukan alif lam (

ُ ‫ض ْیفًا فَا َ ْك َر ْم‬


‫ )ال‬sudah disebutkan sebelumnya. Contoh: ‫ت‬ َ ‫ض ْیفَ جا َءنِى‬
َّ ‫ ( ال‬telah

datang kepadaku seorang tamu maka saya memuliakan tamu itu.) ,

contoh dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

َ ‫َک َماأَرْ َس ْلنَا اِلَی فِرْ عَوْ نَ َرسُوْ اًل فَ َع‬


‫ص فِرْ عَوْ نَ ال َّرسُوْ َل‬

1
Al-Ghulayaini, jami’uddurus al-‘arabiyyah (Bayrut : Darul Kutub Al-‘Ulumiiah,2006), hlm. 148
2
Syaikh Thohir Yusuf Al-Khatib, Al-Mu’jamul Mufassal Fil I’rab, (Al-Batrun, 1991), hlm. 55
30

sebagaimana kami telah mengutus (dahulu) seorang rasul kepada

fir’aun, maka fir’aun mendurhakai rasul itu (Al Muzammil : 15-16)

 Lil ‘ahdi khudlur (‫ )لِ ْل َع ْه ِد ال ُحضُوْ ِری‬yaitu apabila lafadz yang kemasukan

alif lam (‫ )ال‬perkaranya hadir. Seperti dihadapan kita ada seorang lelaki,

kita ucapkan: ُ ‫( اَ ْك َر ْم‬saya memuliakan lelaki (yang hadir) ini).


‫ت ال َّرج َُل‬

ُ ‫ِج ْئ‬
Atau hari yang dimana kita berada di hari itu, dengan ucapan : ‫ت الیَوْ َم‬

(saya telah datang hari ini).

 Lil ‘ahdi dzihni (‫ )لِ ْل َع ْه ـ ِد ال ـ ِّذ ْهنِی‬yaitu apabila maksud dari lafadz yang

ِ ‫اِ ْذ هُ َما فِى الغ‬


kemasukan alif lam (‫ )ال‬sudah diketahui dalam hati. Contoh: ‫َار‬

(ketika mereka berdua didalam gua ) alif lam (‫ )ال‬disini menjelaskan

bahwasanya Rasulullah dan Abu Bakar masuk ke dalam gua Tsur.

Contoh yang lain dengan ucapan : ‫ضــ َر االَميْــ ُر‬


َ ‫( َح‬telah hadir seorang

pemimpin), alif lam (‫ )ال‬disini menunjukan nama pimpinan yang sudah

dikenal dilingkungan tersebut yaitu Umar bin Khattab.1

b. Alif lam jinsiyyah ( ‫الج ْن ِسیَّة‬


ِ ْ‫)ال‬

Dibagi menjadi menjadi dua:

 ِ ‫ال ْستِ ْغ َر‬


Lil istigraki (‫اق‬ ِ ِ‫ )ل‬yaitu adakalanya menunjukan Istighroqi jami’i

ِ ‫اق َج ِمی ِْع اَ ْف َرا ِد ال ِج ْن‬


Afrodil jinsi (‫س‬ ِ ‫ )اِل ِ ْستِ ْغ َر‬Yaitu apabila lafaz yang ditempati

alif lam (‫ )ال‬cocok disisipi lafaz kullu ( ُّ‫ ) ُکل‬. seperti contoh dalam Al-

ٍ ‫) اِ َّن ا ِال ْن َسانَ لَفِی ُخس‬sesungguhnya semua jenis


Qur’an yang mengatakan: ‫ْر‬

manusia itu dalam keadaan rugi( pada kalimat tersebut boleh diucapkan
1
Al-Ghulayaini, jami’uddurus al-‘arabiyyah (Bayrut : Darul Kutub Al-‘Ulumiiah,2006), hlm.
147-148
31

‫( ُك َّل اإل ْن َسانِ اِ َّن‬sesungguhnya semua jenis manusia) Alif lam (‫ )ال‬tersebut

menjelaskan segala jenis manusia baik laki-laki maupun perempuan.

ِ ‫اِل ِ ْستِ ْغ َر‬


Dan adakalanya menunjukan Istighroqi Jami’i khashaisihi (‫اق َج ِمی ِْع‬

‫ص ِه‬ َ َ‫ )خ‬Yaitu apabila lafaz yang ditempati alif lam (‫ )ال‬cocok disisipi
ِ ِ‫صائ‬

lafadz ‫ كل‬secara majaz dan mencakup individu khusus. Seperti ‫اَ ْنتَ ال َّر ُج ُل‬

‫( ِع ْل ًما‬kamu seorang laki-laki yang sempurna ilmunya). Boleh diucapkan

ِ ُّ‫( ُكل‬terkumpul pada dirimu segala sifat lelaki).


ِ ‫صفَا‬
َ‫ت الرِّ َجا ِل اِجْ تَ َم َع فِ ْیك‬

 Li bayanil Haqiqah (‫ )لِبَیَا ِن ال َحقِ ْیقَ ِة‬Yaitu untuk mengisyaratkan hakikat ism

yang sudah diketahui jenis dan karakternya cecara ‘urf (umum) tanpa

memandang pada masing-masing afrad (individ). Contoh: َ‫ال َّر ُج ُل َخ ْي ٌر ِمن‬

‫( ال َمرْ َء ِة‬hakikat orang laki-laki lebih baik dibanding orang perempuan).

Alif lam (‫ )ال‬tersebut menjelaskan bahwa dzatnya laki-laki atau jenisnya

laki-laki itu lebih baik (bagi kekuatan mental dan sebagainya) dari

dzatnya perempuan.1

b. Alif lam mausuliyyah (‫ )ال َموْ صُولِیَّ ِة‬yaitu alif lam yang masuk pada ism fa’il

(nomina subjek) dan ism maf’ul (nomina objek) yang berbentuk mufrad,

mutsanna, jama’ mudzakar maupun mu’annats dan dapat berlaku untuk

yang ‘aqil maupun ghairu ‘aqil, dengan makna ism maushul al-lazi (‫)ال ِذی‬

ِ ‫( ال َّد‬orang yang belajar ).


2
yang berarti “yang”, contoh : ُ‫ارس‬

c. alif lam az-zaidah (‫)ال ال ّزائِــدَة‬, yaitu alif lam tambahan yang tidak bisa

mema’rifahkan kalimah (kata) dan tidak dapat merubah makna ada 2 macam

antara lain:
1
Al-Ghulayaini, jami’uddurus al-‘arabiyyah (Bayrut : Darul Kutub Al-‘Ulumiiah,2006), hlm.148-
149.
2
Syaikh Thohir Yusuf Al-Khatib, Al-Mu’jamul Mufassal Fil I’rab, (Al-Batrun, 1991), hlm. 55.
32

a. laziamah (ٌ‫ )اَل ِز َمة‬yaitu alif lam (‫ )ال‬yang ditambah secara lazimah (tetap)

pada lafadz yang sejak asal cetakannya sudah ada alif lamnya. Contoh :

‫( الآلت‬nama berhala yang ada di Makkah), ‫( اآلن‬dhorof zaman), ‫( الذين‬isim

mausul)

b. ghairu lazimah (‫ ) َغ ْی ُر اَل ِز َم ٍة‬yaitu alif lam (‫ )ال‬yang ditambah secara tidak

tetap dan diperbolehkan membuang alif lam, karna tidak mempengaruhi

makna.1 Alif lam tersebut ada 3 antara lain :

 ِ ‫ت األَوْ بَـ‬
memasuki ism alam secara darurat, seperti lafadz : ‫ـر‬ ِ ‫ بَنَــا‬yang

terdapat dalam syair berikut ini:

‫ َولَقَ ْد َجنَ ْیتُكَ اَ ْک ُمؤًا َو َع َساقِاًل‬# ‫ت ااَل َوْ بَ ِر‬ َ ُ‫َولَقَ ْدنَهَ ْیت‬
ِ ‫ك ع َْن بَنَا‬

sesungguhnya aku telah berbuat jahat kepadamu, baik secara

golongan maupun kelompok, dan sesungguhnya aku m elarangmu untuk

(melakukan pembalasan) secara berkelompok.

Bentuk asalnya ‫( بنات أوبر‬nama sejenis gundukan tanah) ditambahkan

alif dan lam (‫)ال‬.2

 Memasuki ism alam manqul (ucapan keseharian yang dibuat menjadi

nama), alif lamnya merupakan alif lam (‫ )ال‬az-zaidah, karena tidak

menyebabkan ma’rifat walaupun membuang atau menyebutkannya,

hukumnya sama saja. Contoh : ‫( الفضل‬nama orang) lafadz sebelum

dijadikan alam asalnya adalah masdar yang bisa kemasukan alif lam (‫)ال‬

yaitu dengan lafaz ‫فَضْ اًل‬, dan juga melihat pada makna asalnya, yaitu agar

orang yang diberi nama fadhil (yang artinya utama) menjadi orang yang
1
Syaikh Thohir Yusuf Al-Khatib, Al-Mu’jamul Mufassal Fil I’rab, (Al-Batrun, 1991), hlm. 55-56
2
Bahrun Abu Bakar, Terjemah Al-Fiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2007), hlm. 119
33

memiliki keutamaan. Lafadz ‫ الحارث‬Sebelum dijadikan ism alam (nama)

lafadz ini adalah isim fail yang bisa kemasukan alif lam (‫)ال‬, dan juga

melihat pada makna asalnya, yaitu agar orang yang diberi nama harits

(petani) bisa hidup menjadi petani yang berhasil. Lafadz ُ‫ النُّ ْع َمــان‬ini

kemasukan alif lam (‫ )ال‬untuk melihat lafadz asalnya yaitu nama darah,

dan melihat asalnya adalah sifat merah yang selalu melekat (iltizaam)

pada darah.

 alif lam lil gholabah yaitu ism yang pada asal cetaknya untuk umum,

kemudian dalam penggunaannya menjadi khusus. Alam gholabah yang

bersamaan dengan alif lam (‫)ال‬, contoh : ُ‫ ال َعقَبَ ـة‬pada lafadz ini asal

maknanya umum, yaitu untuk setiap jalan pegunungan yang menanjak

yang sulit dilalui kemudian menjadi khusus yaitu jalan terjal yang ada di

Mina, atau contoh lainnya yaitu lafadz ُ‫ ال َم ِد ْينَة‬, lafadz ini asalnya bersifat

umum untuk setiap kota, kemudian dijadikan khusus yang mempunyai

makna kota Madinah al-Munawaroh.1

2.2 Metode Penelitian

“Metodologi penelitian” berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang

tepat untuk melakukan sesuatu; dan Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan.

Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran

secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.

1
Bahrun Abu Bakar, Terjemah Al-Fiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2007), hlm. 120-122
34

Menurut David H. Penny, penelitian adalah pemikiran yang sistematis

mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan

dan penafsiran fakta-fakta.1

2.3 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah studi pustaka

(library research). Studi pustaka adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan

dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta

mengolah bahan penelitian.2 Zed menambahkan bahwa penelitian pustaka

merupakan penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur

kepustakaan dari penelitian yang sebelumnya. Dengan kata lain bahwa peneliti

akan berhadapan secara langsung dengan teks atau dokumen yang tertulis. 3 Untuk

melakukan penelitian ini mengambil dari sumber buku-buku yang terkait dan

penelitian-penelitian sebelumnya tentang sintaksis, sehingga referensi semua

berdasarkan pada sumber-sumber yang tertulis. Dalam penelitian ini peneliti

mengambil data dari shalawat at-Taisir karya Syaikh Zainuddin Abdul Majid

Adapun Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Kriyantono menyatakan bahwa “riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan

fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-

dalamnya.”. Penelitian kualitatif menekankan pada kedalaman data yang

didapatkan oleh peneliti. Semakin dalam dan detail data yang didapatkan, maka

semakin baik kualitas dari penelitian kualitatif ini. 4 Pendapat yang masih sejalan

1
Cholid Narbuko, H.Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016), hlm.
1.
2
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasa Obor Indonesia, 2004), hlm. 3.
3
Ibid,hlm.4.
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif
35

menurut Arikunto, penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang tidak

menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan

penafsiran terhadap hasilnya.1 Alasan penelitian ini digolongkan dalam jenis

penelitian kualitatif karena data yang dikumpulkan berupa Alif lam dalam

shalawat At-taisir, yang akan dibahas dalam penelitian ini tidak berkenaan dengan

angka-angka.

2.4 Data dan Sumber Data Penelitian

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun

angka. Dari sumber SK Menteri P dan K No. 0259/U/1997 tanggal 11 Juli 1997

disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan

untuk menyusun suatu informasi. Informasi tersebut adalah hasil pengolahan data

yang dipakai untuk suatu keperluan.2 Data dalam penelitian ini adalah Alif Lam

dalam Shalawat At-taisir karya Syaikh Zainuddin Abdul Majid

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data

dapat diperoleh. Sumber data pada penelitian ini meliputi sumber data primer.

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data.3

Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari Sholawat yaitu Shalawat

At-taisir karya syaikh zainuddin Abdul Majid, karena data tersebut dapat

mewakili data yang dibutuhkan. Shalawat yang peneliti gunakan dalam

penelitian ini merupakan salah satu shalawat dari shalawat Nahdliya karya Syaikh

1
Arikonto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta : Rineka Cipta,
2010), hlm. 27.
2
Ibid, hlm. 161
3
http://oldata.blogspot.com/2017/06/jenis-data-sumber-data-dan-metode.html
36

Zainuddin Abdul Majid yang ditulis oleh Majlis Al-Aufiya’ Wal Uqala’ terbitan

IAIH NW Lombok Timur Press tahun 20016/2017.

2.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau

keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik, sebagian atau seluruh

elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Secara umum

terdapat empat macam teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara,

dokumentasi, dan gabungan/triangulasi.1

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi.

Apabila informasi atau data yang akan dianalisis itu berupa dokumen, maka

pelaksanaan pengumpulan datanya disebut dengan teknik dokumentasi.2

Sedangkan menurut Anita dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan

data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat

oleh sujek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.3

Menurut Arikunto metode dokumentasi ini dapat dilakukan dengan dua

teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang

akan dicari datanya.

1
https://fitwiethayalisyi.wordpress.com/teknologi-pendidikan/penelitian-kualitatif-metode-
pengumpulan-data/
2
Ainin, Moh, Metodologi Penelitian Bahasa Arab, (Malang: CV Bintang Sejahtera, 2010), hlm.
131
3
https://fitwiethayalisyi.wordpress.com/teknologi-pendidikan/penelitian-kualitatif-metode-
pengumpulan-data/
37

2. Chek-List, yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam

hal ini peneliti tinggal memberikan tanda atau tally setiap pemunculan gejala

yang dimaksud.4

Berdasarkan dari teori di atas, maka peneliti akan menganalisis data dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menemukan alif lam secara umum, jenis-jenis alif lam dan makna alif

lam

2. Memberi tanda Chek-List pada Alif lam, jenis-jenis alif lam, dan makna

alif lam dalam shalawat at-taisir

3. Kemudian mencatatnya pada kartu data.

2.6 Teknik Analisis Data

Dalam proses analisis data, peneliti menggunakan metode distribusial

teknik bagi unsur langsung. Metode distribusial adalah metode analisis yang alat

penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti.

Sedangkan teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara

membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur yang langsung

membentuk konstruksi yang dimaksud.2

Menurut Mile dan Huberman dalam Ainin langkah-langkah yang harus

ditempuh peneliti dalam menganalisis data adalah sebagai berikut:

1. Tahap pengumpulan data dan pengecekan (pemeriksaan kembali). Peneliti

mengumpulkan semua harf alif lam yang terdapat dalam shalawat at-taisir.

4
Arikonto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta : Rineka Cipta,
2010), hlm.201.
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif
38

2. Tahap reduksi data, dalam hal ini peneliti memilih dan memilih data yang

relevan dan kurang relevan dengan tujuan penelitian. Data yang relevan akan

dianalisis oleh peneliti, sedangkan yang kurang relevan tidak dianalisis.

Peneliti memilih semua data alif lam dalam shalawat at-taisir yang

dianalisis.

3. Tahap penyajian data. Setelah data reduksi, langkah berikutnya adalah

penyajian data yang meliputi: (a) identifikasi, (b) klasifikasi, (c) penyusunan,

(d) penjelasan data secara sistematis, objekif dan menyeluruh, dan (e)

pemaknaan.

4. Tahap penyimpulan. Peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan

jenis dan faidah temuan.1 Peneliti menyimpulkan penelitian tentang alif lam

yang terdapat dalam shalawat at-taisir karya Syaikh Zainuddin Abdul Majid.

1
Ainin, Moh, Metodologi Penelitian Bahasa Arab, (Malang: CV Bintang Sejahtera, 2010), hlm.
13

Anda mungkin juga menyukai