PENDAHULUAN
Pembelajaran sastra memiliki empat manfaat bagi para siswa, yaitu membantu
keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa,
serta menunjang pembentukan watak. Oleh karena drama termasuk satu di antara tiga jenis
pokok karya sastra, maka mempelajari drama pun dapat membantu para seseorang terampil
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budayanya, meningkatkan cipta dan karsa, serta
menunjang pembentukan watak seseorang.
Ada banyak strategi apresiasi drama sebagai karya sastra. Strategi strata
menggunakan tiga tahapan, yaitu tahap penjelajahan, tahap interpretasi, dan tahap re-kreasi.
Tahap penjelahan dimaksudkan sebagai tahapan memberikan rangsangan kepada seseorang
agar mau membaca teks dan memahaminya. Tahap interpretasi adalah tahapan
mendiskusikan hasil bacaan dengan mendiskusikannya dalam kelompok. Sedangkan tahap re-
kreasi adalah tahapan sejauh mana seseorang memahami teks drama sehingga mereka dapat
mengkreasikan kembali hasil pemahamannya.
Strategi analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama
membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya. Tahap kedua menganalisis
unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga adalah tahap memberikan pendapat akhir
yang merupakan perpaduan antara respons subjektif dengan analisis objektif.
Drama terlebih dahulu berkembang di dunia barat yang disebut drama klasik pada
zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi
banyak sekali yang bersifat abadi, terkenal sampai kini. Semua ini sekedar informasi untuk
memperluas pengetahuan kita di Indonesia khususnya mahasiswa tentang perkembangan
drama di luar Indonesia.
Mengenai pengertian drama, letak perbedaannya dengan teater, unsur-unsur intrinsik
dan ekstrinsik drama dan seluk beluk mengenai drama akan dibahas pada bab selanjutnya.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Drama di Dunia
1. Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah drama yang hidup pada zaman Yunani dan
Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali karya
drama yang bersifat abadi, terkenal hingga kini.
a. Zaman Yunani
Asal mula drama adalah Kulrus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan
upacara penyembahan kepada Dewa Domba/Lembu. Sebelum pementasan drama, dilakukan
upacara korban domba/lembu kepada Dyonisius dan nyanyian disebut “tragedi”. Dalam
perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang, berubah menjadi
manusia dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Komedi sebagai lawan kata dari
tragedi. Pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan
menyindir penderitaan hidup manusia.
Bentuk Tragedi Klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut :
1) Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis.
2) Lamanya lakon kurang dari satu jam.
3) Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperan (berupa nyanyian rakyat atau pujian).
4) Tujuan pementasan sebagai Katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa takut.
5) Lakon biasanya terdiri dari 3-5 bagian yang diiringi oleh Koor.
6) Menggunakan prolog yang cukup panjang.
Bentuk Komedi dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Komedi tidak mengikuti satire individu maupun satire politis.
2) Peranan aktor dalam komedi tidak begitu menonjol.
3) Kisah lakon dititikberatkan pada kisah cinta.
4) Tidak menggunakan stock character.
5) Lakon menunjukkan ciri kebijaksanaan karena pengarangnya melarat dan menderita, tetapi
kadang-kadang juga berisi sindiran dan sikap yang pasrah.
b. Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu Plutus, Terence atau Publius Terece
Afer, dan Lucius Senece. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula
bersifat religius, lama-lama bersifat mencari uang (show biz). Bentuk pentasnya lebih megah
dari zaman Yunani.
PENUTUP
Kesimpulan
Drama merupakan salah satu dari tiga jenis pokok karya sastra dan memiliki peranan
penting dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dan pelestarian kebudayaan bangsa.
Drama adalah setiap karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung oleh para aktor.
Drama sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan Romawi dan mengalami banyak
perubahan dari segi pengertian, jenis, teknik maupun unsur-unsurnya.
Seperti cerpen dan novel, drama pun memiliki unsur-unsur intrinsik maupun
ekstrinsik. Unsur intrinsik drama meliputi tema, alur, latar, tokoh, karakter, dan amanat.
Sedangkan unsur ekstrinsik drama meliputi biografi atau riwayat hidup pengarang, falsafah
hidup pengarang dan unsur sosial budaya masyarakatnya yang dianggap dapat memberi
masukan yang menunjang penciptaan karya tersebut.
Adapun jenis-jenis drama secara garis besar terbagi atas drama tragedi, komedi,
tragikomedi, dan melodrama.
DAFTAR PUSTAKA
Massofa. 2009. Seluk Beluk Drama Indonesia. http://massofa.wordpress.com. Diakses tanggal 10
Juni 2011.