Anda di halaman 1dari 11

Teori Sastra Drama

PENDAHULUAN

Pembelajaran sastra memiliki empat manfaat bagi para siswa, yaitu membantu
keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa,
serta menunjang pembentukan watak. Oleh karena drama termasuk satu di antara tiga jenis
pokok karya sastra, maka mempelajari drama pun dapat membantu para seseorang terampil
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budayanya, meningkatkan cipta dan karsa, serta
menunjang pembentukan watak seseorang.
Ada banyak strategi apresiasi drama sebagai karya sastra. Strategi strata
menggunakan tiga tahapan, yaitu tahap penjelajahan, tahap interpretasi, dan tahap re-kreasi.
Tahap penjelahan dimaksudkan sebagai tahapan memberikan rangsangan kepada seseorang
agar mau membaca teks dan memahaminya. Tahap interpretasi adalah tahapan
mendiskusikan hasil bacaan dengan mendiskusikannya dalam kelompok. Sedangkan tahap re-
kreasi adalah tahapan sejauh mana seseorang memahami teks drama sehingga mereka dapat
mengkreasikan kembali hasil pemahamannya.
Strategi analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama
membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya. Tahap kedua menganalisis
unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga adalah tahap memberikan pendapat akhir
yang merupakan perpaduan antara respons subjektif dengan analisis objektif.
Drama terlebih dahulu berkembang di dunia barat yang disebut drama klasik pada
zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi
banyak sekali yang bersifat abadi, terkenal sampai kini. Semua ini sekedar informasi untuk
memperluas pengetahuan kita di Indonesia khususnya mahasiswa tentang perkembangan
drama di luar Indonesia.
Mengenai pengertian drama, letak perbedaannya dengan teater, unsur-unsur intrinsik
dan ekstrinsik drama dan seluk beluk mengenai drama akan dibahas pada bab selanjutnya.

PEMBAHASAN
A.    Sejarah Drama di Dunia
1.      Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah drama yang hidup pada zaman Yunani dan
Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali karya
drama yang bersifat abadi, terkenal hingga kini.
a.       Zaman Yunani
Asal mula drama adalah Kulrus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan
upacara penyembahan kepada Dewa Domba/Lembu. Sebelum pementasan drama, dilakukan
upacara korban domba/lembu kepada Dyonisius dan nyanyian disebut “tragedi”. Dalam
perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang, berubah menjadi
manusia dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Komedi sebagai lawan kata dari
tragedi. Pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan
menyindir penderitaan hidup manusia.
Bentuk Tragedi Klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut :
1)      Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis.
2)      Lamanya lakon kurang dari satu jam.
3)      Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperan (berupa nyanyian rakyat atau pujian).
4)      Tujuan pementasan sebagai Katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa takut.
5)      Lakon biasanya terdiri dari 3-5 bagian yang diiringi oleh Koor.
6)      Menggunakan prolog yang cukup panjang.
Bentuk Komedi dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Komedi tidak mengikuti satire individu maupun satire politis.
2)      Peranan aktor dalam komedi tidak begitu menonjol.
3)      Kisah lakon dititikberatkan pada kisah cinta.
4)      Tidak menggunakan stock character.
5)      Lakon menunjukkan ciri kebijaksanaan karena pengarangnya melarat dan menderita, tetapi
kadang-kadang juga berisi sindiran dan sikap yang pasrah.
b.      Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu Plutus, Terence atau Publius Terece
Afer, dan Lucius Senece. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula
bersifat religius, lama-lama bersifat mencari uang (show biz). Bentuk pentasnya lebih megah
dari zaman Yunani.

2.      Teater Abad Pertengahan


Pengaruh Gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman Pertengahan ini.dalam
pementasan ada nyanyian yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi oleh Koor. Adapun
ciri khas teater pada Abad Pertengahan adalah sebagai berikut:
1)      Pentas Kereta.
2)      Dekor bersifat sederhana dan simbolik.
3)      Pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan drama modern.

3.      Zaman Italia


Istilah yang populer dalam zaman Italia adalah Comedia Del’arie yang bersumber dari
komedi Yunani. Ciri-ciri drama pada zaman ini adalah:
1)      Improvitoris atau tanpa naskah.
2)      Gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz: melodi ditentukan dulu, kemudian pemain
berimprovisasi.
3)      Cerita berdasarkan dongeng dan tidak berusaha mendekati kenyataan.
4)      Gejala akting pantomim, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.

4.      Zaman Elizabeth

Pada awal pemerintahan Ratu Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang


dengan sangat pesatnya. Teater-teater didirikan sendiri atas prakarsa Sang Ratu. Shakespeare,
tokoh drama abadi adalah tokoh yang hidup pada zaman Elizabeth. Ciri-ciri naskah zaman
Elizabeth adalah:
1)      Naskah puitis.
2)      Dialognya panjang-panjang.
3)      Penyusunan naskah lebih bebas, tidak mengikuti hukum yang sudah ada.
4)      Lakon bersifat simultan, berganda dan rangkap.
5)      Campuran antara drama dan humor.

B.     Asal-usul Drama di Indonesia


Seperti yang berkembang di dunia pada umumnya, di Indonesia pun awalnya terdapat
dua jenis teater, yakni teater klasik dan teater rakyat. Jenis teater klasik lebih terbatas dan
berawal dari teater boneka dan wayang orang. Teater klasik sarat dengan aturan-aturan baku,
membutuhkan persiapan dan latihan suntuk, membutuhkan referensi pengetahuan, dan nilai
artistik sebagai ukuran utamanya.
Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh lebih
longgar aturannya dan cukup banyak jenisnya. Pertunjukannya berbentuk cerita yang
dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang
sederhana pula. Dalam pementasannya diselingi dagelan secara spontan yang berisi kritikan
dan sindiran. Waktu pementasannya tergantung respons penonton, bisa empat jam atau
sampai semalam suntuk.
a)      Perkembangan Drama di Indonesia
Sejarah perkembangan drama di Indonesia dipilah menjadi sejarah perkembangan
penulisan drama dan sejarah perkembangan teater di Indonesia. Sejarah perkembangan
penulisan drama meliputi: (1) Periode Drama Melayu Rendah, (2) Periode Drama Pujangga
Baru, (3) Periode Drama Zaman Jepang, (4) Periode Drama Sesudah Kemerdekaan, dan (5)
Periode Drama Zaman Mutakhir.
Dalam Periode Drama Melayu Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang
drama Belanda peranakan dan Tionghoa peranakan. Dalam Periode Drama Pujangga Baru
lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis
pengarang Indonesia. Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus
disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dahulu sebelum dipentaskan. Pada Periode
Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada Periode
Mutakhir terjadi pembaruan dalam struktur drama.
Perkembangan teater di Indonesia dibagi ke dalam: (1) Masa Perintisan Teater
Modern, (2) Masa Kebangkitan Teater Modern, (3) Masa Perkembangan Teater Modern, (4)
Masa Teater Mutakhir. Masa perintisan diawali dengan munculnya Komedi Stamboel. Masa
kebangkitan muncul teater Dardanella yang terpengaruh oleh Barat. Masa perkembangan
ditengarai dengan hadirnya Sandiwara Maya. Dalam masa perkembangan teater mutakhir
ditandai dengan berkiprahnya 8 nama besar teater yang mendominasi zaman emas pertama
dan kedua, yaitu Bengkel Teater, Teater Kecil, Teater Populer, Studi Klub Teater Bandung,
Teater Mandiri, Teater Koma, Teater Saja, dan Teater Lembaga.

C.    Pengertian Drama


1.      Pengertian Umum
Drama adalah setiap karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung oleh para
aktor.
2.      Pengertian Khusus
Diderot dan Beaumarchais mengemukakan bahwa drama adalah suatu pertunjukan
yang serius tentang hal-hal yang dianggap penting (Ibnu Wahyudi, dkk., 2006:117). Menurut
Elizabeth, drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan
secara verbal adanya dialog atau percakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Sedangkan
drama dalam bahasa Yunani adalah “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, dan
sebagainya. Drama juga berarti hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat
manusia merupakan sumber pokok drama.
Secara umum, drama dan teater memiliki makna yang sama. Keduanya sama-sama
merupakan pertunjukan adegan/akting di depan penonton di sebuah panggung. Kata drama
dan teater juga sama-sama berasal dari Yunani Kuno.
Perbedaan drama dan teater hanya terletak pada asal katanya. Jika drama berasal dari
kata dramoi yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, dan sebagainya, maka teater berasal dari
kata theatron yang berarti gedung atau tempat pertunjukan.

D.    Analisis Unsur-Unsur Intrinsik-Ekstrinsik Drama


Unsur-unsur intrinsik drama adalah berbagai unsur yang secara langsung terdapat
dalam karya sastra yang berwujud teks drama, seperti alur, tokoh, karakter, latar, tema, dan
amanat, serta unsur bahasa yang berbentuk dialog.
Sementara itu, unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar teks
drama, tetapi ikut berperan dalam keberadaan teks drama tersebut. Unsur-unsur itu antara lain
biografi atau riwayat hidup pengarang, falsafah hidup pengarang dan unsur sosial budaya
masyarakatnya yang dianggap dapat memberi masukan yang menunjang penciptaan karya
tersebut.
Berikut analisis unsur-unsur intrinsik dalam drama.
1.      Analisis Tema
Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan. Atau dapat diartikan pula
sebagai dasar cerita yang ingin disampaikan oleh penulisnya (Lutters, 2006: 41). Tema drama
harus disesuaikan dengan penonton. Jika drama ditujukan pada pelajar, maka tema ceritanya
juga harus sarat dengan pendidikan. Jangan sampai tema yang disajikan justru
menjerumuskan pelajar sebagai penonton pada hal-hal yang tidak edukatif.
Dalam drama terdapat dua istilah yang saling berhimpitan artinya, yaitu premis dan
tema. Premis diartikan sebagai landasan pokok drama, sedangkan tema adalah penggarapan
gagasan pokok yang didukung oleh jalinan unsur tokoh, alur, dan latar cerita serta
diformulasikan lewat dialog.
Untuk menganalisis tema kita harus membaca seluruh lakon dam memahaminya. Kita
harus mencermati peristiwa-peristiwa konflik dalam lakon. Konflik dalam drama berkaitan
erat dengan tema lakon. Kita perlu memahami seluruh sepak terjang tokoh utamanya, sebab
tokoh utama biasanya diberi tugas penting untuk mengusung tema lakon.
2.      Analisis Alur (Plot)
Alur atau plot adalah pola dasar dari kejadian-kejadian yang membangun aksi yang
penting dalam sebuah drama. Plot drama harus dibangun mulai dari awal, lalu terdapat
kemajuan-kemajuan dan penyelesaian masalah yang diberikan kepada penonton.
Somad dkk. (2008: 149) menjabarkan alur menjadi beberapa bagian berikut:
                          i.      Eksposisi/introduksi: pergerakan terhadap konflik melalui dialog-dialog pelaku.
                        ii.      Intrik: persentuhan konflik atau keadaan mulai tegang.
                      iii.      Klimaks: pergumulan konflik atau ketegangan yang mencapai puncaknya dalam
cerita.
                      iv.      Antiklimaks: konflik mulai menurun atau masalah dapat diselesaikan.
                        v.      Konklusi: akhir peristiwa atau penentuan nasib pelaku utama
3.      Analisis Latar
Lutters (2006: 56) menjelaskan bahwa latar atau setting adalah lokasi tempat cerita ini
ingin ditempatkan atau diwadahi.
Untuk membuat analisis latar terhadap drama diperlukan penguasaan konsep tentang
latar fisik, latar spiritual, latar netral, dan latar tipikal. Latar fisik menyangkut ruang dan
waktu, latar spiritual erat kaitannya dengan latar fisik. Latar spiritual mencerminkan faktor
sosial budaya, adat-istiadat, kepercayaan, tata cara, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh latar
fisiknya. Latar tipikal menonjolkan kekhasan suatu daerah tertentu, sedangkan latar netral
adalah latar yang tak memiliki sifat khas sesuatu daerah. Drama Iblis mengindikasikan latar
netral sehingga dapat dipentaskan di mana dan kapan pun.
4.      Analisis Penokohan
Penokohan/karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/kepribadian pelaku
utama. Lutters (2006: 81) membagi tokoh/peran menurut sifatnya dalam 3 hal berikut.
                   
i.      Protagonis: peran yang harus mewakili hal-hal positif dalam kebutuhan cerita.
Biasanya menjadi tokoh sentral yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan.
                 
ii.      Antagonis: peran yang harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Dia
adalah tokoh yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci penonton.
               
iii.      Tritagonis: peran penengah atau perantara tokoh sentral.
Suban (2009: 68) membagi karakter menjadi 3 bagian menurut kedudukannya dalam
cerita.
                   
i.      Karakter Utama (Main Character): karakter yang mengambil perhatian terbanyak
dan menjadi pusat perhatian pemirsa. Karakter ini juga paling banyak aksinya dalam cerita.
                 
ii.      Karakter Pendukung (Secondary Character): orang-orang yang menciptakan situasi
dan terkadang berperan untuk membantu karakter utama.
               
iii.      Karakter Figuran (Incedental Character): diperlukan untuk mengisi dan melengkapi
sebuah cerita.
5.      Analisis Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui lakon dramanya dan
bagaimana jalan keluar yang diberikan pengarang terhadap permasalahan yang
dipaparkannya. Amanat erat kaitannya dengan makna dan bersifat subjektif. Setiap pembaca
bebas menafsirkan apa amanat drama yang dibacanya itu baginya.
Ada 2 cara penyampaian pesan, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pesan
secara langsung biasanya dititipkan oleh penulis lakon lewat tokoh-tokoh cerita yang
berlakuan dalam lakonnya. Sebaliknya pesan secara tidak langsung biasanya disampaikan
oleh pengarang lakon secara tersirat dalam kisahan dan terpadu secara koherensif dengan
unsur-unsur cerita yang lain. Penonton perlu menafsirkan amanat itu melalui peristiwa-
peristiwa, konflik-konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa
maupun konflik itu.

E.     Jenis-jenis Drama


1.      Drama Tragedi
Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara
atau kematian. Lakuan yang menampilkan sang tokoh dalam kesedihan, kemuraman,
keputusasaan, kehancuran dan kematian.
2.      Drama Komedi
Drama jenis ini berisi lakon ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan
berakhir dengan kebahagiaan. Drama ini terbagi atas 4 jenis:
                   
i.      Komedi Situasi, cerita kelucuannya bukan berasal dari para pemain, melainkan
karena situasinya.
                 
ii.      Komedi Slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para
pemainnya.
               
iii.      Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam.
               
iv.      Komedi Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan-
kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu.
3.      Drama Tragikomedi
Jenis drama ini merupakan gabungan antara cerita tragedi dan komedi.
4.      Drama Melodrama
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan
mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba
pada tokoh protagonis.

F.     Unsur-Unsur Drama


1.      Aktor yang Baik
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa aktor yang baik ialah apabila berakting
wajar/rileks/fleksibel, menjiwai/menghayati perannya, aktingnya mempunyai motivasi,
terampil, kreatif, mengesankan atau dapat meyakinkan penonton, serta tidak merasa sedang
disorot kamera/penonton/publik.
2.      Akting
Akting adalah segala kegiatan, gerak atau perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku.
Tujuan akting yaitu mengekspresikan suatu perwatakan yang khas dari seorang tokoh. Teknik
akting meliputi metode tindak lahir, kemampuan mengandaikan, kemampuan imajinasi,
konsentrasi, emosional memori, kesatuan, harmoni, tempo irama, super objektif, dan
keyakinan.
3.      Blocking
Blocking adalah kedudukan tubuh pada saat di pentas. Blocking yang baik adalah
blocking yang menuntut pemain harus seimbang, utuh, bervariasi, dan memiliki titik pusat
serta wajar.
4.      Dialog
Dialog merupakan percakapan antarpemain dalam drama. Fungsi dialog antara lain
dialog menampakkan karakter dan memperkaya plot, menciptakan konflik, menghubungkan
fakta-fakta, menyamarkan kejadian-kejadian yang akan datang, serta menghubungkan
adegan-adegan dan gambar-gambar sekaligus (Suban, 2009: 142).
5.      Mimik
Mimik atau ekspresi wajah sangat membantu penonton dalam memahami maksud
aktor. Selain itu, mimik juga menunjukkan kemampuan aktor dalam beradegan. Maka, sudah
seharusnya mimik disesuaikan dengan dialog yang dibaca.
6.      Gesture
Gestur adalah gerak-gerak besar yang dilakukan aktor selama berakting secara sadar.
Maksudnya ialah gerak yang terjadi setelah mendapat pendapat dari diri/otak kita untuk
melakukan sesuatu.
7.      Movement
Movement merupakan gerak perpindahan dari tempat yang satu ke tempat yang lain.
Gerak ini tidak hanya terbatas pada berjalan saja, tetapi juga dapat berlari, berguling-guling,
melompat dan sebagainya.
8.      Guide
Guide adalah cara jalan. Cara berjalan di sini bermacam-macam. Cara berjalan orang
tua akan berbeda cara jalannya dengan anak-anak, berbeda pula dengan cara berjalan orang
yang sedang mabuk.

G.    Orang-Orang yang Terlibat Dalam Pementasan Drama


1.      Staf Produksi
Staf produksi bertugas mengelola dan bertanggung jawab terhadap perencanaan,
pihak pemain, dan penilaian terhadap pementasan tersebut.
a.       Produser adalah staf produksi yang pertama kali dalam struktur perencanaan pementasan
teater. Tugasnya meliputi: mengurus produksi secara keseluruhan, memilih karyawan,
menentukan anggaran belanja, dan membuat program kerja.
b.      Sutradara adalah pemimpin tertinggi dalam pelaksanaan pementasan drama, pemilihan
naskah, penunjukan pemain dan pengadaan latihan.
c.       Stage Manager adalah staf produksi yang membantu sutradara dalam mengordinasi seluruh
pelaksanaan tugas-tugas drama/teater.
2.      Staf Artistik
Pementasan perlu adanya sentuhan seni agar pementasan tersebut menjadi lebih baik,
termasuk dekorasi, tata lampu, kostum, tata rias, dan tata suara.

H.    Proses Pementasan Drama


1.      Tahap Persiapan
a.       Memilih teks drama (naskah)
b.      Memilih sutradara
c.       Memilih pembantu sutradara (asisten, dekorasi, rias, busana, lampu dan musik)
d.      Memilih pemain (casting)
2.      Tahap Latihan
a.       Pemanasan (pernapasan, konsentrasi dan latihan vokal)
b.      Inti
                                     
i.      Latihan membaca (membaca naskah drama dengan nyaring)
                                   
ii.      Latihan blocking (latihan gerak dan pengelompokan pelaku)
                                 
iii.      Latihan karya (latihan memadukan gerak dengan dialog)
                                 
iv.      Latihan pelican (latihan secara menyeluruh)
                                   
v.      Latihan umum (latihan menyeluruh yang dipadukan dengan dekorasi dan tata
musik
3.      Tahap Pementasan
Tahap ini ialah tahap yang dinanti-nantikan oleh setiap pemain. Pemain tentu saja
ingin melihat hasil dari latihan-latihan yang dilakukan sebelumnya. Namun ada hal lain yang
perlu diperhatikan dalam pementasan ini, yaitu faktor penonton. Karena sebaik apapun
latihan yang dilakukan, jika penontonya tidak tertib, pertunjukannya tiadak akan suskes.
Penonton yang baik adalah salah satu penentu kesuksesan dalam pementasan.

PENUTUP
Kesimpulan
Drama merupakan salah satu dari tiga jenis pokok karya sastra dan memiliki peranan
penting dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dan pelestarian kebudayaan bangsa.
Drama adalah setiap karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung oleh para aktor.
Drama sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan Romawi dan mengalami banyak
perubahan dari segi pengertian, jenis, teknik maupun unsur-unsurnya.
Seperti cerpen dan novel, drama pun memiliki unsur-unsur intrinsik maupun
ekstrinsik. Unsur intrinsik drama meliputi tema, alur, latar, tokoh, karakter, dan amanat.
Sedangkan unsur ekstrinsik drama meliputi biografi atau riwayat hidup pengarang, falsafah
hidup pengarang dan unsur sosial budaya masyarakatnya yang dianggap dapat memberi
masukan yang menunjang penciptaan karya tersebut.
Adapun jenis-jenis drama secara garis besar terbagi atas drama tragedi, komedi,
tragikomedi, dan melodrama.

DAFTAR PUSTAKA
Massofa. 2009. Seluk Beluk Drama Indonesia. http://massofa.wordpress.com. Diakses tanggal 10
Juni 2011.

Suciyanti, Candra. 2010. Bagaimana Cara Memulai Pementasan Drama.


http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10 Juni 2011.

——————. 2010. Siapa Sajakah yang Terlibat Dalam Pementasan Drama.


http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10 Juni 2011.
——————. 2010. Gestur, Movement, dan Guide. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses
tanggal 10 Juni 2011.

——————. 2010. Mimik. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10 Juni 2011.

——————. 2010. Dialog. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10 Juni 2011.

——————. 2010. Apa Blocking Itu?. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10


Juni 2011.

——————. 2010. Apa Akting Itu?. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10


Juni 2011.

——————. 2010. Aktor dan Aktris yang Baik. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses


tanggal 10 Juni 2011.

——————. 2010. Unsur-Unsur Intrinsik Drama. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses


tanggal 10 Juni 2011.

——————. 2010. Samakah Drama Dengan Teater?. http://dramakreasi.blogspot.com.


Diakses tanggal 10 Juni 2011.

——————. 2010. Apa Itu Drama?. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10 Juni


2011.

——————. 201. Jenis-Jenis Drama. http://dramakreasi.blogspot.com. Diakses tanggal 10


Juni 2011.

Teater 35 Maju. 2009. Sejarah Drama di Dunia. http://teater35.blogspot.com. Diakses tanggal 10


Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai