Essai I Implementasi Tujuan PMII Dalam R
Essai I Implementasi Tujuan PMII Dalam R
Suatu hari ada mahasiswa yang bertanya-tanya, kenapa di kampus ini banyak stand
pendaftaran dan bendera yang berkibar dipelataran jalan, setiap kerumunan yang
dipisahkan oleh meja yang berbeda. Saling beradu dominan, menunjukan
kegagahan benderanya masing-masing, terkadang ada yang berteriak-teriak penuh
semangat sebari memagang megaphone, adapun yang bersenandung ria bersama
lantunan petik gitar dengan lagu-lagu Iwan Fals yang didendangkan. Baginya
realitas ini adalah barang baru yang ia temukan ketika langkah pertamanya
memasuki kampus disambut dengan keramaian orang dipelataran jalan, rasa
panasarannya memenuhi rasa keingintahuannya pada khalayak ramai yang
berderet tersebut.
Peristiwa yang tak aneh bagi sebagian orang, karena bagi orang yang terbiasa
hidup dikampus pasti hal tersebut menjadi pemandangan musiman. Karena
sejatinya sejarah telah mencatat bahwa dari kampuslah terlahir pemuda-pemuda
tangguh yang memiliki visi kuat dalam menentukan arah perubahan suatu bangsa.
Mungkin tempo dulu, kemerdekaanlah yang menjadi sumbu perjuangan mereka,
keinginan untuk bebas dari belenggu penjajahan. Deretan para pemuda itulah yang
tadi digambarkan sebagai calon martir perubahan masyarakat, tapi apakah begitu
adanya?
Diatas sempat kita singgung tentang muatas isi dari tujuan PMII, pada sudut
pandang paling dominan tujuan PMII terkesan Individualistis “Terbentuknya
Pribadi”. Penekanan aspek Individual didorong atas harapan besar organisasi akan
terlahirnya individu-individu tercerahkan (Ulul albab). Tempo dulu para rasul pun
hanya seorang diri tapi mampu menggiring arus perubahan masyarakat, bukan
berarti melakukan segala persoalan sendiri ataupun mengasingkan diri dari
keramaian, tapi berangkat dari satu individu yang tercerahkan akan melahirkan
ribuan bahkan jutaan orang yang memiliki kesadaran dan semangat perjuangan
yang sama, dari sanalah arus perubahan suatu masyarakat dapat ditentukan.
Dari sana dorongan untuk meraba-raba akan muncul, apa yang seharusnya
dilakukan kader PMII dengan dasar pengetahuan idelogis ditambah tujuan mutlak
organisasi. Pengetahuan yang hanya melangit tak akan mampu merubah
masyarakat bumi, karena untuk merubah masyarakat bumi kita butuh pengetahuan
yang membumi serta pengalaman orang-orang bumi. maka niscaya apabila kita
bergerak dengan modal segudang teori-teori yang masih melangit, sampai
kapanpun perubahan masyarakat bumi hanya jadi utopia yang takkan pernah ada.
Perangkat implementatif tujuan PMII ada dalam wilayah kaderisasi yang dilakukan,
kaderisasi adalah proses pembentukan individu anggota/kader melalui program
kegiatan organisasi dengan Pola kaderisasi PMII yang terbagi pada tiga jenis yaitu;
Formal, Informal dan Non formal, setiap pola harus memiliki visi primer dalam
rangka pembentukan individu anggota/kader.
Proses pembentukan awal pasca rekrutmen anggota (Mapaba) diarahkan agar
kader mampu mengenali identitas kemanusiaannya serta potensi dan karakter yang
melekat pada dirinya, identitas kemanusiaan menjadi modal utama yang harus
didapatkan agar anggota baru sadar bahwa mereka harus mendaulatkan diri secara
sadar menjadi penghuni utuh dari masyarakat bumi, karena senyatanya kita adalah
masyarakat penghuni bumi dengan bekal kesadaran langit.
Selanjutnya, mengenai potensi dan karakter diri akan mendorong seseorang untuk
menentukan minat serta peranannya untuk hidup ditengah-tengah masyarakat,
begitulah mungkin kondisi pendidikan hari ini, dikotakan berdasarkan minat dan
jurusan yang berbeda-beda. Namun organisasi mampu mewadahi mahasiswa
dalam mengembangkan potensi individu untuk menentukan secara jujur kemana ia
harus memilih.
Setidanya pada persoalan yang paling penting organisasi berhasil membentuk pola
dasar pengetahuannya yang diarahkan pada perjuangan kemanusiaan. Itulah bekal
utama yang harus dimiliki para kader, sehingga menjadi apapun nantinya
merupakan pilihan sadar individu dalam menentukan nasibnya, langkah yang
dilaluinya akan terus membawa pesan suci organisasi. Peran sosialnya akan
mencerminkan usaha-usaha kemanusiaan karena didorong atas kesadaran nilai-
nilai ideologis yang telah diajarkan.
Dalam kaderisasi informal, seorang kader harus menjadikan kampus sebagai ruang
pengembangan potensi diri, ruang akademik akan mengarahkannya menjadi
seorang akademisi atau profesioanalis dalam bidang pendidikan, sedangkan ruang
keorganisasiaan akan membentuk kepekaan sosial baik proses yang dilakukan
melalui resepsi komunikasi dengan birokrasi ataupun mengasah watak perlawanan
atas relasi kontradiktif dengan kebijakan-kebijakan kampus yang menyudutkan
serta merugikan mahasiswa.