MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Semantik Al-Qur’an
Oleh:
Miska Salsabillah (21211710)
Muthi’ah Nur Hanifah (21211712)
Nike Novia Rahmayanti (21211732)
Nur Afifah Rahman (21211736)
Dosen Pengampu :
Mohammad Husen, M.Ag.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt., rabb semesta alam
yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah, serta karunia-Nya yang tak
terkira kepada kita. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada sang mufassir pertama islam yakni baginda Nabi Muhammad Saw.,
para keluarga, sahabat, keturunannya dan juga para pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan bekerjasama demi terselesaikannya makalah ini. Semoga segala jasa dan
kebaikannya diberi ganjaran oleh Allah Swt. Adapun penulis menyadari
bahwa makalah yang telah penulis susun ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun selalu penulis
nantikan agar menjadi perbaikan penulis selanjutnya. Semoga dengan adanya
makalah ini, baik para pembaca maupun penulis pribadi, dapat mengambil
manfaat atas apa yang disampaikan dalam makalah ini.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
A. Kesimpulan ....................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
membutuhkan pembahasan dan penjelasan secara lebih mendalam.
Makalah ini akan membahas mengenai hubungan suara dan makna
dalam ranah Semantik Bahasa Arab
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Al-Saut, Al-Madlul, dan Al-‘alaqah.?
2. Apa saja istilah-istilah ‘Alaqah?
3. Apa saja macam-macam ‘Alaqah?
4. Apakah hubungan antara lafadz dan makna?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Al-Saut, Al-Madlul, dan Al-‘alaqah.
2. Untuk mengetahui istilah-istilah ‘Alaqah
3. Untuk mengetahui macam-macam ‘Alaqah
4. Untuk mengetahui hubungan antar lafadz dan makna
2
BAB II
PEMBAHASAN
َ ْ ْ َ ُ ْ َّ َ ُ ُ ْ َّ
وف ال ِهجا ِنَّي ِة ُ ُ الص ْو ُت ال ُم ْح َتمل َعلى َب ْعض الح
ر اللفظ هو
ِ ِ ِ
1
Moh Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik Dan Kontemporer (Jakarta: Kencana,
2016), 40.
2
Khatibul Umam, Pedoman Dasar Ilmu Nahwu (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996),
1.
3
Taufiqurrachma, M.A menyatakan dari pendapat Ali Al-Khulli
mendefinisikan makna ialah:
َ ُْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ ْ َّ ُ ُ َ ْ َ َ ُ َ َ َّ
َ
َ ْ ْ
ما يفهمه الشخص ِمن الك ِلم ِة أ ِو ال ِعبارةِ أ ِو الجمل ِة:ال َمعني أ ِو الدلالة
ْ َ
3
Taufiqurrahman, “Leksikologi Bahasa Arab,” Jakarta, Rineka Cipta, 2014, 24–25.
4
Eva Ardinal, “Konsep Hubungan Lafaz Dan Makna (Sebuah Kajian Epistimologi)”
12, no. 1 (2016): 2.
4
maupun kalimat. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure dalam Abdul
Chaer mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau
konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Menurut Ferdinand de Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda
bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian "yang
mengartikan" yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen
signifie "yang diartikan" yang wujudnya beluga pengertian atau
konsep.
5
karena bahasa bersifat arbitrer maka hubungan antara kata dan
maknanya juga bersifat arbitrer.5
1. Maksud pembicara;
2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau
perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara
bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa.
5
Eva Ardinal, “Konsep Hubungan Lafaz Dan Makna (Sebuah Kajian Epistimologi)”
12, no. 1 (2016): 3.
6
harus sesuai dengan gambaran dan terletak pada pikiran sementara
bunyi hanyalah lambang.6
َْ ُْ َْ َ ُ ْ َ ُْ َْ َ ْ َْ ََْ ُ َ َ َ ُْ َ َ ْ
ِول ِإليهق ن م ال و هنع ولق ن م ال ى نع م ال ن يب ةباس نم ال يَ ال َعلاق ُة ِه
ِ ِ
"Persesuaian antara makna yang dipindahkan dan makna yang
dipindahi."
Disebut 'alaqah karena dengan hal itu makna yang kedua dapat
berkait dan bersambung dengan makna yang pertama. Dengan demikian
hati langsung berpindah dari makna yang pertama menuju makna yang
kedua. Dengan diisyaratkannya melihat persesuaian, maka dikecualikan
ucapan yang keliru atau Ghalath. Seperti ucapan, "ambillah buku ini",
dengan mengisyaratkan kepada seekor kuda misalnya. Sebab dalam
contoh ini tidak ada persesuaian yang bisa dilihat.
B. Istilah-Istilah ‘Alaqah
sebagaimana telah disinggung di atas terdiri dari dua unsur
penting yaitu lafal dan makna. Lafal adalah wadah dari makna, karena
itulah, lafal yang baik adalah lafal yang digunakan untuk makna yang
6
Eva Ardinal, “Konsep Hubungan Lafaz Dan Makna (Sebuah Kajian Epistimologi)”
12, no. 1 (2016): 4.
7
Muhammad Syamsudin Noor, “Majaz Mursal Dalam Surah Al-Baqarah” 6, no. 1
(2019): 24.
7
sesuai dan tepat. Bahasa Arab sebagai suatu bahasa juga terdiri dari
lafal dan makna, dan orang arab sangatlah teliti dalam memilih lafal
untuk suatu makna. Hal ini mengarahkan kepada pemahaman bahwa
hubungan antara lafal dan makna memberikan solusi untuk
mendapatkan pemahaman atas sesuatu. Dengan demikian lafaz dan
makna itu mempunyai ikatan yang kuat, makna tidak terwujud tanpa
adanya lafaz, sesuatu bentuk dalam pikiran (idea) tidak terbentuk
kecuali ketika dilafazkan dengan lafal-lafal tertentu. Berdasarkan ini
para pemikir Yunani menamakan hubungan ini dengan "al-shilah al-
Tabi'iyyah atau al-shilah al-zatiyah' (naturalism-subyektivisme).8
Diantara para pemikir atau filosof Yunani yang berpendapat
dengan pendapat ini adalah Plato, Socrates dan Aristoteles. Plato
cenderung pada hubungan yang disebut dengan al-'alaqah al-
thabi'iyyah al-zatiyyah. Socrates menyimpulkan bahwa antara lafaz
dan makna mempunyai ikatan yang alamiah-subektiv, yaitu adanya
hubungan yang kuat antara lafaz dan makna. Makna tidak akan ada
tanpa ada lafaz, karena makna hanya akan terbentuk ketika dilafazkan
dengan lafaz-lafaz tertentu. beraliran Mu'tazilah. Dia berpendapat
bahwa hubungan antara lafal dan makna merupakan sesuatu yang
natural dan bukan merupakan sesuatu yang ditetapkan. Namun
sebagian besar linguis Arab tidak sepenuhnya berpegang pada
pendapat yang diadopsi oleh al-Shaimariy dari linguis Yunani.
Pembicaraan tentang hubungan antara lafal dan makna banyak dikaji
dalam tulisan dan karya mereka. Mereka mencoba mengaitkan antara
8
Heriyanto, “Hubungan Lafadz Dan Makna,” t.t.,
https://id.scribd.com/document/256976215/Hubungan-Lafadz-Dan-Makna.
8
lafaz dan maknanya dengan hubungan yang kuat, namun tidak sampai
pada tataran al-shilah al-thabi'iyyah atau al-dzatiyah.9
C. Macam-Macam ‘Alaqah
9
Heriyanto.
10
Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer (Jakarta: Penerbit
Kencana, 2016), hal. 21.
9
3. Al-mutaradif, yaitu kata yang banyak akan tetapi mengandung
makna yang sama
1. Sinonim/Taraduf
Sinonim berasal dari bahasa Yunani Kuno syn (dengan) dan
onoma (nama), dalam bahasa Arab biasa disebut taraduf yang
berarti dua kata atau lebih yang memiliki makna yang kurang lebih
sama.11 Misalnya kata kursi yang bersinonim dengan kata bangku.
Menurut KBBI, kata kursi merupakan tempat duduk yang berkaki
dan bersandaran sedangkan kata bangku merupakan papan panjang
yang berkaki untuk duduk. Kata benda yang sama fungsinya, akan
tetapi berbeda bentuknya. Adapun menurut Fromkin dan Rodman
sinonim merupakan kata-kata yang memiliki kemiripan makna
tetapi bunyi pelafalannya berbeda.
Dalam bahasa Arab terdapat banyak sinonim. Diantara faktor
yang menyebabkan hal tersebut adalah pertama, karena bangsa
Arab memiliki banyak suku yang menyebabkan terciptanya
beragam dialek dan kosakata. Kedua, karena berkembangnya
bahasa seiring dengan berkembangnya zaman.
Contohnya yaitu kata ( خلقmenciptakan) yang bersinonim
11
Baiq Raudatussolihah, “Analisis Linguistik Dalam Al-Qur’an (Studi Semantik
Terhadap QS Al-Alaq)” (Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin, t.t.).
10
Ada dua pendapat para ulama klasik dan kontemporer
tentang ada atau tidaknya sinonim dalam bahasa Arab. Ulama pro
sinoninm dari kalangan klasik seperti Imam Sibawaih, Ibnu Jinni,
Fakhrurazy, dan Ibnu Faris. Dari ulama kontemporer mayoritas
berpendapat bahwa sangat mungkin adanya sinonim dalam bahasa-
bahasa, termasuk Arab, diantaranya Lyons, Ullman, dan Verhaar.
Sementara ulama kontra sinonim banyak dari kalangan klasik
seperti Imam Tsa’lab, Ibnu Faris, dan Abu Hilal Al-Askariy.
Mereka berpendapat bahwa satu benda hanya untuk satu makna
saja.12
2. Antonim/Tadhad
Antonim atau al-tadhadh adalah dua kata yang atau lebih
yang maknanya diaggap berlawanan. Disebut ‘dianggap’ karena
sifat berlawanan dari dua kata yang berantonim ini sangat relatif.
Berdasarkan sifatnya, antonim dibagi menjadi empat, yaitu:13
a. Antonim Mutlak. Pertentangan makna secara mutlak. Sebagai
12
Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer, hal 22-31.
13
Baiq Raudatussolihah, “Analisis Linguistik Dalam Al-Qur’an (Studi Semantik
Terhadap QS Al-Alaq).”
11
kehadiran kata yang satu karena ada kata yang lain yang
menjadi antonimnya. Tanpa kehadiran keduanya maka oposisi
3. Polisemi/Musytarak Al-Lafzhi
Polisemi adalah suatu kata yang memiliki makna yang
beragam. Polisemi berbeda dengan homonim yang dalam bahasa
arab, homonim hanya merupakan kumpulan kata-kata yang
berbeda makna akan tetapi memiliki kesamaan pada barisnya saja.
14
Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer, hal 32-34.
12
Menurut Emil Badi’ Ya’qub, ada beberapa sebab terjadinya
polisemi deiantaranya:15
a. Perbedaan dialek orang Arab dahulu
b. Perkembangan pengucapan bunyi yang sering menyimpang
dari kata aslinya. Bisa berupa penambahan atau pengurangan
yang lama-kelamaan menjadi suatu kata baru.
c. Pergesaran beberapa kata dari makna denotasi menjadi makna
konotasi.
15
Moh. Matsna, hal 34-38.
13
Diskursus bahasa Arab persoalan antara lafadz dengan makna
yang dimilikinya tidak selesai hanya kedua persoalan tersebut,
melainkan memiliki karakteristik yang berbeda. Relasi antara lafadz
dengan makna oleh beberapa linguis Arab dapat disimpulkan pada
beberapa hal:
1. Dalam bahasa Arab ada lafadz yang bervariasi serta memiliki نمل
16
Ahmad Haromaini, “Lafadz Musytarak Dinamisasi Dalam “Rumah Makna,”
Indonesian Journal of Arabic Studies 1, no. 1 (n.d.): 27–28.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa adalah sistem komunikasi manusia yang dinyatakan
melalui susunan suara atau ungkapan tulis yang terstruktur untuk
membentuk satuan yang lebih besar. Bahasa memiliki dua elemen
yaitu rangkaian bunyi (al-saut) dan kedua, makna (al-madlul).
Al-Saut berarti “bunyi”. Istilah lain dari Al-saut ialah lafadz.
Lafadz ditinjau dari sisi kebahasaan dapat didefinisikan sebagai apa
saja yang dilafalkan dari kalimat, dan sesuatu yang terlontar dari mulut
atau lisan, dan bunyi yang mengandung sebagian huruf hijaiyah. Al-
Madlul berarti “makna”. Makna juga dapat didefinisikan sebagai
sesuatu yang terkandung dalam ucapan, isyarat, dan tanda. Sedangkan
‘Alaqah ialah “Persesuaian antara makna yang dipindahkan dan makna
yang dipindahi.”
Plato dan Socrates menyimpulkan bahwa antara lafadz dan
makna terdapat hubungan yang sangat erat sebagaimana hubungan Api
dengan Membakar. Mereka menamakannya hubungan ini dengan “Al-
Shilah al-Tabi’iyyah atau al-Shilah al-Zatiyah” (naturalilsm-
subyektivisme). Sedangkan macam-macam makna ada lima yaitu :
sinonimi/al-tarāduf, antonimi/al-tadhādd, homonimi/isytarᾱk al lafdzi,
hiponimi, dan polisemi/musytaroku al lafdzi.
Adapun relasi antara lafadz dan makna sangat berkaitan erat.
Relasi antara keduanya memiliki kaitan yang saling berhubungan.
Tidak ada lafadz yang tidak mengandung makna dan tidak ada pula
makna 16 yang tidak terwadahi dalam rumah makna, lafadz. Kata
15
menjadi wadah yang pasti memiliki makna, sehingga makna yang
dimunculkan pastinya akan selalu berkesesuaian dengan lafadznya.
16
DAFTAR PUSTAKA
17