Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MACAM-MACAM MAKNA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Semantic dan Semiotic al-qur’an
Dosen pengampuh : Muh. Subhi mahmasoni. SS., MA

Disusun oleh :
1. M. mahfudl (3118003)
2. Sabrina aisya putri (3118005)
3. Dinda rismawati (3118006)

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2020
PENDAHULUAN
Salah satu mukjizat al-Quran ialah segi bahasanya tidak dapat ditandingi oleh
siapapun. Semua manusia tidak akan ada yang dapat menandingi Bahasa al-Quran
sekalipun manusia itu seorang penyair handal dan masyhur sedunia. Karena lafadz dalam
al-quran sebagaimana menurut mufassir kontemporer Prof. Qurais Shihab dan Bint al-
Syati bahwa setiap kata atau lafadz dalam al-Quran tidak ada yang memiliki makna yang
sama. Sehingga mereka menolak adanya sinonimitas dalam al-Quran. Contohnya ketika
Prof. M. Quraish Shihab menafsirkan QS. Al-Maidah ayat 48. Kata syir’atan dipahami
dalam arti awal dan prinsip sesuatu, sedang minhajan adalah rinciannya secara umum.
Al Qur'an sebagaimana pengakuan para ahli bahasa dan sastra merupakan
fenomena kebahasaan yang sangat luar biasa yang tidak bisa terkalahkan, baik dari
pemilihan kosa kata, susunan kata, struktur kalimat, gaya bahasa, dan keindahannya serta
lain-lainnya. Di dalam Al-Quran banyak ayat-ayat yang mengandung makna do'a dengan
susunan dan gaya bahasa yang sangat luar biasa indahnya, dan ayat-ayat tersebut sering
dipakai oleh orang-orang, khusus orang muslim untuk memohon pada Allah SWT ketika
dalam kesehariannya ia sedang dalam keadaan atau situasi diluar kemampuannya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Toshihiko Isuzu (2003:213), dalam situasi yang luar
biasa, yakni pada saat manusia mendapati dirinya dalam keadaan yang tidak wajar, dalam
keadaan jiwa yang tidak sebagaimana sehari-harinya, ketika karena alasan tertentu jiwa
hampir berada pada titik batas, maka ia berada pada posisi dapat mengucapkan kata-kata
secara langsung kepada Tuhan. Dalam situasi seperti itu, manusia tidak lagi menjadi
manusia dalam pengertian yang umum, ia sudah mentrasformasikan diri menjadi sesuatu
yang berada di atas dirinya. Tipe peristiwa linguistik dalam situasi diluar situasi sehari-
hari ini disebut “do’a”.
PEMBAHASAN
A. Makna Dasar
Hakikat bahasa mempunyai beberapa komponen makna atau arti,
munculnya makna menjadi studi analisis tersendiri yang dimuat dalam ilmu
semantik. Substansi makna mempunyai historisitas tersendiri disamping lahirnya
teori-teori makna yang telah dirumuskan oleh linguis seperti Alston. Alston
mengungkapkan ‚bagaimana cara kita memberi arti atau makna terhadap suatu
ungkapan‛. 12 Jika mengutip dari pendapat Alston tersebut, betapa pentingnya
studi tentang makna demi mengetahui arti tiap sesuatu yang diungkapkan,
tentunya pada hakikat sesuatu yang mengandung arti (meaningfull).
Mengutip pendapat Ahmad Mukhtar, makna dasar sering disebut juga
dengan makna awal (al-ma’nâ al’ûlâ) atau makna utama (al-ma’nâ almarkazî),
makna gambaran (al-ma’nâ al-tashawwurî), atau makna pemahaman (al-ma’nâ
al-mafhûmi), dan makna kognitif (al-ma’nâ alidrâkî). Makna ini merupakan
makna pokok dari suatu bahasa.1
Jika sekarang kita mengambil al-qur’an dan menelaah istilah-istilah kunci
di dalamnya dari sudut pandang kita, maka kita akan menemukan dua hal, yang
satu begitu nyata dan sering begitu dangkal dan biasa untuk dijelaskan, dan yang
lainnya mungkin sepintas kilas tidak begitu jelas. Sisi nyata persoalan tersebut
adalah bahwa masing-masing kata individual, diambil secara terpisah, memiliki
makna dasar atau kandungan kontekstualnya sendiri yang tetap akan melekat pada
kata itu, meskipun kata itu kita ambil di luar konteks al-qur’annya. Kata “kitab”
misalnya, makna dasarnya baik yang ditemukan dalam al-qur’an maupun diluar
al-qur’an sama. Kita ini sepanjang dirasakan secara aktual oleh masyarakat
penuturnya menjadi satu kata, mempertahankan makna fundamentalnyadalam hal
ini, makna yang sangat umum dan tidak spesifik, yaitu “kitab”dimanapun
ditemukan, baik digunakan sebagai istilah kunci dalam sistem konsep yang ada
atau lebih umum lagi di luar sistem khusus tersebut. Kandungan unsur semantik

1
Wahyu Hanafi, “Linguistik Al-Qur’an (Reinterpretasi Makna Manusia Di Balik Surat Al_Fâtiḥah Dalam
Wacana Semant,” Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo, Indonesia, t.t., 6, DOI:
http://dx.doi.org/10.21111/studiquran.v2i1.1131.
ini tetap ada pada kata itu dimana pun diletakkan dan bagaimanapun ia
digunakan, inilah yang kita sebut dengan makna dasar kata itu.
Dengan kata lain yang dimaksud dengan makna dasar (Grundbedeutung)
di sini adalah kandungan kontekstual dari kosa kata yang akan tetap melekat pada
kata tersebut, meskipun kata tersebut dipisahkan dari konteks pembicaraan
kalimat. Sebagaimana kasus dalam kata “kitab” tersebut diatas.2
B. Makna Relasional
makna relasional bisa disebut dengan makna yang ada di luar makna
dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari makna namun
makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan
kebudayaan pengguna bahasa. Sedangkan Muhammad Daud memberikan definisi
makna relasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan
pada makna kata yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus
dalam medan semantik khusus.3
Sementara itu Madigan, menyatakan bahwa makna relasional adalah
makna konotatif yang dalam prakteknya, sangat bergantung kepada konteks
sekaligus relasi dengan kosa kata lainnya dalam kalimat. Kembali kepada contoh
kata kitab dalam makna dasar, ketika kata ini dihubungkan dengan konsep Islam
serta kemudian ditempatkan dalam hubungan erat dengan kata-kata penting al-
qur’an seperti Allah, wahy, tanzil dan sebagainya akan mengalami pengembangan
dan perluasan makna yang amat berarti. Hal ini disebabkan kata yang bermakna
dasar “buku” menjadi luas medan maknanya. Seperti kitab suci al-qur’an,maupun
Bibel Yahudi dan Kristen ketika direlasikan dengan kata ahl dalam perbincangan
al-qur’an.
Jadi makna dasar kata adalah sesuatu yang melekat pada kata itu sendiri
yang selalu terbawa dimanapun kata itu diletakkan, sedangkan makna relasional
suatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada
dengan meletakan kata itu pada posisi khusus dalam bidang khusus berada pada

2
Abdul Wahab Rosyidi, M.Pd, “AYAT-AYAT DO’A DALAM AL QUR’AN PRESPEKTIF MAKNA DASAR DAN
RELASIONAL,” Dosen Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Malang), t.t., 5.
3
Wahyu Hanafi, “Linguistik Al-Qur’an (Reinterpretasi Makna Manusia Di Balik Surat Al_Fâtiḥah Dalam
Wacana Semant,” 6.
relasi yang berbeda dengan semua katakata penting lainnya dalam sistem tersebut.
Atau bisa dikatakan bahwa relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat
antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di
sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat, dan relasi semantik itu dapat
menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, kegandaan makna, atau juga
kelebihan makna.4
Contoh lainnya kata ‘’Wanita”, Makna dasar dari kata “Wanita ‘’adalah
manusia bukan lelaki yang dewasa”. Jika kata ini ditambahi dengan makna
tambahan, maka banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut.
Misalnya  jika kata “wanita” dimaknai oleh sebuah kelompok dengan “makhluk
yang pandai memasak dan suka berdandan”, maka inilah makna tambahan yang
keluar dari kata “wanita” tersebut. Atau jika “wanita” dimaknai dengan “makhluk
yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional”. Kedua makna tambahan
tersebut tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata “wanita”. Apabila
suatu kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu
masih berlaku. Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka makna
tambahan itu tidak berlaku.5
C. Makna Nafs 
Terma nafs itu sendiri dalam al Quran memiliki makna yang beragam.
Menurut Ibn Ishaq bahwa kata Nafs memiliki dua pengertian yang pertama Nafas
atau kehidupan nyawa. seperti contoh dalam QS. Ali „Imran/3:185,

ِ َّ‫م يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة ۗ فَ َم ْن ُزحْ ِز َح ع َِن الن‬bْ ‫ت َواِنَّ َما تُ َوفَّوْ نَ اُجُوْ َر ُك‬
‫ار َواُ ْد ِخ َل‬ ِ ۗ ْ‫س َذ ۤا ِٕىقَةُ ْال َمو‬
ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬
‫ع ْال ُغرُوْ ِر‬ ُ ‫ْال َجنَّةَ فَقَ ْد فَا َز ۗ َو َما ْال َح ٰيوةُ ال ُّد ْنيَٓا اِاَّل َمتَا‬
Artinya: Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada
hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh
kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.

4
Abdul Wahab Rosyidi, M.Pd, “AYAT-AYAT DO’A DALAM AL QUR’AN PRESPEKTIF MAKNA DASAR DAN
RELASIONAL,” 6–7.
5
http://erigusnedi.blogspot.com/2016/04/makalah-dalalah-macam-macam-makna-2012.html?m=1
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Tentang makna al-nafs
dalam ayat ditersebut, Sayyid Qutub (1324-1386H) berpendapat bahwa ayat ini
berkaitan dengan nafs yang mengalami hidup dan mati. Sedangkan al-Razi (543-
606 H) menjelaskan bahwa kematian hanya berhubungan dengan tubuh, karena
jiwa tidak mengalami kematian, dan oleh karena pernyataan dalam ayat tersebut
nafs berkaitan dengan kematian, maka nafs di sini adalah nafs yang berkaitan
dengan tubuh. Namun, sayangnya al-Razi tidak menjelaskan lebih rinci
bagaimana nafs yang berkaitan dengan jiwa. Kesulitan semacam itu, sebenarnya
dapat diselesaikan dengan pemahaman bahwa yang dimaksud dengan nafs dalam
ayat tersebut adalah napas kehidupan, jadi pengertian ayat tersebut adalah setiap
yang bernapas atau yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Bukan dalam
pengertian jiwa, karena jiwa tidak mengalami kematian, jiwa itu abadi. Pendapat
semacam ini merupakan pendapat yang didukung oleh para filosof, di antaranya
adalah Ibnu Sina (370-429 H) dan Al-Kindi (185-256 H).
Kedua, bermakna diri atau hakikat dirinya, Seperti dalam kata al-nafs
yang menunjuk kepada apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan
tingkah laku, seperti QS.al-Ra„d/13:11.
‫ َما‬b‫ت ِّم ۢ ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن خَ ْلفِ ٖه يَحْ فَظُوْ نَهٗ ِم ْن اَ ْم ِر هّٰللا ِ ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا‬
ٌ ‫لَهٗ ُم َعقِّ ٰب‬
‫بِا َ ْنفُ ِس ِه ۗ ْم َواِ َذٓا اَ َرا َد هّٰللا ُ بِقَوْ ٍم س ُۤوْ ًءا فَاَل َم َر َّد لَهٗ َۚو َما لَهُ ْم ِّم ْن ُدوْ نِ ٖه ِم ْن َّوا ٍل‬

Artinya:... Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu


menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri (nafs) mereka sendiri...kalimat ma
bi‟anfusihim (apa yang ada dalam diri mereka) menunjukkan bahwa ada sesuatu
di dalam al-nafs yang dapat berubah yang pada gilirannya akan menghasilkan
perubahan tingkah laku. Secara umum dapat dikatakan bahwa al-nafs dalam
konteks pembicaraan tentang manusia menunjuk kepada sisi dalam diri manusia.
Di dalam Al-Qur‟an menggunakan kata al-nafs untuk menunjuk sisi dalam diri
manusia itu, sedikitnya ada 4 pengertian yang dapat diperoleh. Pertama, bahwa al-
nafs berhubungan dengan nafsu; kedua, al-nafs berhubungan dengan nafas
kehidupan; ketiga, al-nafs berhubungan dengan jiwa; dan keempat al-nafs
berhubungan dengan diri manusia. Dalam pengertian nafsu, seperti dalam
QS.Yusuf/12:53.
ِ ‫ارةٌ ۢ بِالس ُّۤوْ ِء اِاَّل َما َر ِح َم َرب ۗ ِّْي اِ َّن َرب ِّْي َغفُوْ ٌر ر‬
‫َّح ْي ٌم‬ َ ‫َو َمٓا اُبَرُِّئ نَ ْف ِس ۚ ْي اِ َّن النَّ ْف‬
َ ‫س اَل َ َّم‬
Artinya: Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi
Maha penyanyang.6
D. Makna Ihaa’i (‫اإليحائي‬ ‫)المعنى‬
Yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu
yang dipandang dari penggunaannya. Makna tersebut memiliki tiga pengaruh di
antaranya :
Pengaruh suara (fonetis)/ intonasi, contohnya seperti suara-suara hewan
yang menunjuk langsung pada hewan itu.
Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan.
Contohnya ‫بسمله‬  singkatan dari  ‫الرحيم‬ ‫الرحمن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬.
Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.
Contoh : Seperti anak emas yang memiliki arti anak kesayangan, tangan kanan
memiliki arti Orang kepercayaan, membanting tulang yang bermakna bekerja
keras dan meja hijau yang berarti pengadilan.7
E. Makna Stilistika
Istilah stilistika tidak dapat dipisahkan dari style, mengingat kedua istilah
itu saling berkaitan satu sama lain. Style adalah salah satu aspek yang digarap
oleh stilistika. Menurut Gorys Keraf, style yang diambil dari bahasa Latin stylus

6
Zulfatmi, AL-NAFS DALAM AL-QUR’AN (Analisis Terma al-Nafs sebagai Dimensi Psikis Manusia), Aceh :
UIN Ar-Raniry Banda Aceh,2020, hal 44-46
7
http://erigusnedi.blogspot.com/2016/04/makalah-dalalah-macam-macam-makna-2012.html?m=1
adalah alat untuk menulis pada lempengan lilin.8 Kejelasan tulisan dalam
lempengan tersebut tergantung pada keahlian sang penulis. Sementara orang-
orang Yunani yang juga telah mengembangkan teori terkait style, mengartikannya
sebagai kualitas dari sebuah ungkapan.9
Stilistika sendiri dapat dipahami sebagai suatu kajian atau ilmu yang
objeknya adalah rangkaian gaya bahasa atau style. Menurut Syihabuddin Qalyubi
dalam disertasinya menyebutkan bahwa stilistika adalah ilmu yang mempelajari
style dan berusaha menjelaskan ekspresi pengarang, nilai estetis yang ditimbulkan
dari pemilihan kata, dan efek yang ditimbulkan dari makna. 10 Selain itu, bidang
ilmu stilistika juga menjelaskan mengenai fonologis, sintaksis, leksikal, diksi,
bahkan potensi bahasa yang tengah digunakan pengarang dalam karya-karyanya.
Stilistika adalah salah satu studi yang mengkaji bagaimana seorang sastrawan
memanipulasi kaidah-kaidah yang ada dalam sebuah bahasa, sekaligus efek yang
ditimbulkan dari penggunaannya dalam sebuah karya.11 Menurut Nyoman,
stilistika adalah ilmu yang menyelidiki penggunaan bahasa dalam karya sastra
dengan mempertimbangkan keindahan aspek-aspeknya.12
1.      Peribahasa
Peribahasa adalah kalimat yang memiliki efek konotatif yang digunakan
dalam bentuk tulisan maupun percakapan. Terdapat enam jenis peribahasa, yaitu
sebagai berikut.
a.       Bidal Bahasa
Bidal bahasa ialah peribahasa sebagai pemanis percakapan atau kalimat
dalam tulisan. Misalnya,
Angin bertiup sepoi-sepoi basah. Artinya, demikian lembutnya seperti
yang selalu dikatakan orang.

8
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. VIII, hlm. 112
9
Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi (Malang: UIN-
Malang Press, 2009) hlm. 10
10
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Kisah Ibrahim AS dalam al-Qur’an, dalam Disertasi Ilmu Agama Islam
Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2006, hlm. 5
11
Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi… hlm.11
12
Nyoman Kutha Ratna, Estetika Sastra, dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2007), hlm. 236
Beban sudah di pintu. Artinya, segala sesuatu yang telah patut. Anak
perempuan dewasa patut dipersuamikan. Warisan yang sudah patut dibagi.
Hidangan yang sudah patut dimakan.
Telaga di bawah gunung. Artinya, seorang istri yang baik nasibnya,
membawa rezeki.
b.      Pepatah
Adapun objek kajian stilistika yaitu pribahasa, ungkapan, aspek kalimat,
gaya bahasa, plastik bahasa, dan kalimat asosiatif Berikut akan dijelaskan satu
per satu.
1.      Peribahasa
Peribahasa adalah kalimat yang memiliki efek konotatif yang digunakan
dalam bentuk tulisan maupun percakapan. Terdapat enam jenis peribahasa, yaitu
sebagai berikut.
a.       Bidal Bahasa
Bidal bahasa ialah peribahasa sebagai pemanis percakapan atau kalimat
dalam tulisan. Misalnya,
Ø  Angin bertiup sepoi-sepoi basah. Artinya, demikian lembutnya seperti
yang selalu dikatakan orang.
Ø  Beban sudah di pintu. Artinya, segala sesuatu yang telah patut. Anak
perempuan dewasa patut dipersuamikan. Warisan yang sudah patut dibagi.
Hidangan yang sudah patut dimakan.
Ø  Telaga di bawah gunung. Artinya, seorang istri yang baik nasibnya,
membawa rezeki.
b.      Pepatah

Pepatah sering juga disebut dengan pematah. Pepatah berisi kecaman,


sanggahan atau petuah. Pepatah termasuk peribahasa yang digunakan dalam
percakapan untuk mematahkan perkataan lawan bicara sehingga ia berhenti atau
memahami, dan menyadari kesalahannya. Misalnya,
Ø  Ada sepanjang jalan, cupak sepanjang betung. Artinya, segala sesuatu
pekerjaan ada aturannya. Dalam setiap pergaulan, ada etiketnya. Laki-laki atau
perempuan mempunyai cara-cara tersendiri menurut kodratnya.
Ø  Menjilat air liur. Artinya, yang sudah dibuang dan dihinakan,
dimuliakan kembali.
Ø  Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan. Artinya,
kasih seorang ibu tak pernah putus dan selalu abadi, kasih anak kadang-kadang
sangat sedikit.
Ø  Kacang lupa pada kulit. Artinya, orang yang tidak sadar pada asalnya.
c.       Amsal
Amsal berasal dari bahasa Arab, yaitu sama dengan perumpamaan. Amsal
ialah peribahasa yang memiliki susunan kata yang mengandung asosiasi, yang
bersifat sama dengan yang dimaksud. Isi amsal bisa berupa petatah atau petitih.
Di depan susunan amsal, sering didahului kata umpama, bagai,
bak, atau seperti. Misalnya,
Ø  Bagai air di daun talas. Artinya, orang yang tidak tetap pendiriannya.
Ø  Seperti rusa masuk kampung. Artinya, perihal orang yang tercengang-
cengang melihat keindahan.
Ø  Bagai tokak lekat di kening. Artinya, rasa malu yang tidak dapat
disembunyikan.
Ø  Bagai air dengan tebing. Artinya, sepasang suami istri yang saling
sayang menyayangi.
d.      Petitih
Petitih ialah peribahasa yang mengandung nasihat atau pelajaran tentang
kehidupan manusia. Petitih ini sering juga disebut dengan hadis melayu.
Kebanyakan susunan petitih terdiri dari dua bagian, seperti bentuk gurindam.
Kalimat yang pertama berisi sebab dan kalimat kedua berisi akibat. Misalnya,
  Mumbang jatuh, kelapa jatuh. Artinya, setiap makhluk hidup akan
mengalami kematian.
  Datang nampak muka, pergi Nampak punggung. Artinya, dating dengan
baik, pergi pun harus dengan baik.
  Perang bermalaikat, sabung berjuara. Artinya, janganlah kita terkabur,
segala penderitaan, permainan, Tuhan jualah yang menentukan.
  Ibarat ayam pungguk, segan mencakar, rajin mematuk. Artinya, hal
orang yang duduk-duduk saja di rumah, tapi ia segan mencari nafkah.
e.       Kalimat Bersayap
Kalimat bersayap disebut juga kata-kata mutiara. Kalimat bersayap ialah
susunan kata yang mengandung firman, falsafah, pepatah, atau petitih. Kalimat
bersayap diucapkan oleh pujangga, rasul, nabi, atau filsuf. Prinsip arti materinya
terdapat dalam susunan kalimtanya, sedangkan arti konotatifnya, diciptakan
melalui usaha tafsiran. Misalnya,
  Biar kamu rahasiakan perkataan kamu, maupun kamu nyatakan,
sesungguhnya Allah itu mengetahui segala isi hati manusia. (Al-Qur’an, surat Al
Muluk ayat 13).
  Kebenaran itu dalam sekali letaknya, tidak terjangkau semuanya oleh
manusia.(Democritus).
  Hanya yang ada itu ada, yang tiada itu tidak. (Permenides).
  Semuanya itu air. Semuanya itu satu. (Thales).

2.      Ungkapan
Ungkapan ialah hasil pemencilan dua buah kata atau lebih untuk
menyatakan suatu maksud yang mempunyai asumsi, berkias, atau berkonotasi.
Ungkapan bisa berbentuk kata majemuk atau kelompok kata. Melihat dari
frekuensi pemakaiannya, ungkapan lebih banyak digunakan dalam bahasa sehari-
hari, maupun karangan, jika dibandingkan dengan pemakaian peribahasa. Hal ini
dimungkinkan oleh bentuk ungkapan yang pendek dan mudah diingat. Bagian
ungkapan terdiri dari unsur inti dan unsur penjelas. Unsure inti adalah unsure yan
diterangkan dan unsure penjelas ialah unsure yang menerangkan. Sifat ungkapan
bahasa Indonesia ialah menurut hokum DM (Diterangkan Menerangkan).
Misalnya,
  mencari muka – melakukan sesuatu yang baik agar mendapat perhatian
  berdahi sempit – berpikiran pendek, pesimistis, kuatir akan hari esok
  menutup mata – mati, meninggal, wafat, tutup usia
  buah bibir – diceritakan orang karena kebaikannya
  makan tangan – mendapat untung, laris dagangannya
  kabar angin – desas desus
  anak emas – orang yang paling dikasihi

3.      Aspek Kalimat
Aspek ialah segi pandangan dari sudut mana kita melihat sebuah kalimat
sehingga kita memperoleh pengertian yang khas dari maksud kalimat tersebut.
Terdapat beberapa jenis aspek kalimat yaitu sebagai berikut.
a.       Aspek Inkhoatif (Inchoative Aspect, Sudut Mula Kerja)
Dalam aspek inkhoatif, sudut pandangan terletak pada proses suksesif
(berurutan), tetapi tidak merupakan sebab akibat dan kejadian atau peristiwa itu
selalu didahului oleh perbuatan pertamanya. Misalnya, sesudah puas melihat
pameran itu, kami pun pulang. 
b.      Aspek Duratif (Durative Aspect, Sudut Terikat Waktu)
Titik perhatiab aspek duratif terletak saat berlakunya peristiwa, kejadian,
atau perbuatan yang terikat oleh waktu. Jadi, sifatnya sementara. Misalnya, saya
pinjam sebentar saja.
c.       Aspek Resultatif (Resultative Aspect, Sudut Kesimpulan)
Aspek resultatif terdapat dalam kalimat yang mempunyai sebab akibat.
Kalimat kedua merupakan perkembangan kalimat pertama. Jadi, terdapat
hubungan kait-mengait. Misalnya,karena terlambat satu menit, saya ketinggalan
kereta.
d.      Aspek Progesif (Progressive Aspect, Sudut Urutan Maju)
Aspek progresif dapat dilihat dari urutan kejadiannya yang kronologis dan
sedang berlangsung. Misalnya, kemarin ia kehujanan, sekarang ia sakit.
e.       Aspek Frekuentatif (Frequentative Aspect, Sudut Kerap Tidaknya)
Frekuentatif artinya kerap atau jarang sesuatu kejadian atau peristiwa itu
timbul atau terjadi. Misalnya, sekali-sekali nampak motor hitam lewat, remang-
remang saja bentuknya.
f.       Aspek Hipotesis (Hypothesis Aspect, Sudut Kemungkinan)
Hipotesis ialah sesuatu yang dianggap benar, yakni proses kejadian yang
telah lampau atau yang akan datang berdasarkan tanggapan hokum-hukum atau
bukti-bukti yang berlaku sekarang. Prosesnya mengandung kecendekiaan.
Sifatnya indetorminatif. Tidak terikat oleh waktu. Karena itu, hasilnya dapat
positif atau negative. Misalnya, nanti, engkau akan disambut dengan meriah.
g.      Aspek Habituatif (Habituative Aspect, Sudut Kebiasaan)
Titik perhatian aspek habituatif ialah perbuatan/kelakuan atau peristiwa
berlaku atau terjadi dengan perulangan yang tetap. Dalam kalimat seharu-hari,
ditandai oleh kata tugas, yaitu setiap, selalu, tiap-tiap, biasa, dan lain-lain.
Misalnya, ia selalu ingat padaku.
h.      Aspek Komparatif (Comparative Aspect, Sudut Perbandingan)
Untuk mengimajinasikan sesuatu hal, kita bisa membandingkan dengan
benda yang bersifat sama. Misalnya, setelah bersujud untuk kedua kalinya,
pemuda kita mengundurkan diri dengan perasaan seakan-akan baru lulus ujian
berat.
i.         Aspek Realis (Realist Aspect, Sudut Kenyataan)
Realis ialah bersifat kenyataan. Jadi, aspek realis meninjau suatu kejadian
atau peristiwa ataupun perbuatan dari sedang berlangsungnya atau sudah
berlangsungnya. Sifatnya nyata. Misalnya, ia membaca buku di perpustakaan tiga
jam yang lalu.
j.        Aspek Arealis (Arealist Aspect, Sudut Belum Nyata)
     Aspek arealis merupakan kebalikan dari aspek realis. Arealis artinya
belum nyata, belum terbukti, atau akan terjadi. Misalnya, seandainya saja Afif
mencintaiku seperti aku mencintainya, aku pasti akan sangat bahagia.
4.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu sehingga mempunyai
efek tersendiri terhadap pemerhati. Dengan pola materi, akan menimbukan efek
lahiriah (efek bentuk), sedangkan dengan pola arti (pola makna) akan
menimbulkan efek rohaniah. Terdapat berbagai jenis gaya bahasa. Jenis-jenis
tersebut dikelompokkan dalam empat kelompok besar, yaitu gaya bahasa
perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.
5.      Nilai Kata
Nilai kata ialah nilai rasa kata yang menimbulkan pengertian khusus dan
bersifat gaya bahasa trofen atau metonimia. Misalnya,

Nilai rendah (bahasa umum Nilai tinggi (bahasa sastra)


Patah semangat Rapuh
Badan Tubuh
Serapah Kutuk
Gudang padi Lumbung
Jarang Langka
Perempuan muda Dara
Mati Gugur, tutup usia, terbang
nyawanya

6.      Plastik Bahasa
Plastik bahasa ialah kalimat penulis yang emosional dalam
menggambarkan sesuatu hal sehingga menimbulkan gambaran yang jelas.
Sifatnya subjektif. Plastic bahasa atau liris prosa ini sebagai hasil ekspresi
individual spesifik penulis pada setiap jenis karangannya. Plastic bahasa
menimbulkan gambaran dalam pikiran karena terdapat, yaitu (a) penonjolan
pokok pikiran, (b) retorika, (c) pemunculan bahasa daerah atau bahasa asing
untuk memperjelas, (d) asosiatif, dan (e) bersifat siaran pandangan mata.
7.    Kalimat Asosiatif
Kalimat asosiatif mengandung tiga pengertian pokok yaitu sebagai
berikut. Pertama,kalimat asosiatif merupakan kalimat konotatif karena pokok
pikiran merupakan lambang dari ekspresi individual. Kedua, kalimat asosiatif
ialah kalimat yang mengandung kata-kata terlarang atau pamali bagi sebagian
besar orang Indonesia. Ketiga, kalimat asosiatif adalah kalimat yang pokok
pikiran atan objeknya mengandung kepercayaan atau tabu.
PENUTUP
Kesimpulan
Makna bahasa itu bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang
berbeda. Hal ini disebabkan karena bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan
dan keperluan manusia dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga melahirkan
berbagai konsep tentang jenis-jenis makna yang mencakup Makna dasar,
Relasional, Nafs, Ihaa’i, dan Stalistik.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,Wahyu,“Linguistik Al-Qur’an (Reinterpretasi Makna Manusia Di
Balik Surat AlFâtiḥah Dalam Wacana Semant,” Institut Agama Islam Sunan
GiriPonorogo,Indonesia,t.t.,6,DOI:http://dx.doi.org/10.21111/studiquran.v2i1.11
Wahab Rosyidi,Abdul “AYAT-AYAT DO’A DALAM AL QUR’AN
PRESPEKTIF MAKNA DASAR DAN RELASIONAL,” Dosen Fakultas
Humaniora dan Budaya UIN Malang), t.t., 5.
http://erigusnedi.blogspot.com/2016/04/makalah-dalalah-macam-macam-
makna-2012.html?m=1
Zulfatmi, 2020, AL-NAFS DALAM AL-QUR’AN (Analisis Terma al-Nafs
sebagai Dimensi Psikis Manusia), Aceh : UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Keraf, Gorys,2008, Diksi dan Gaya Bahasa Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Muzakki,Akhmad,2009, Stilistika al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an
dalam Konteks Komunikasi , Malang: UIN-Malang Press.
Qalyubi, Syihabuddin,2006, Stilistika Kisah Ibrahim AS dalam al-Qur’an,
dalam Disertasi Ilmu Agama Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Kutha Ratna,Nyoman,2007, Estetika Sastra, dan Budaya Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai