MACAM-MACAM MAKNA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Semantic dan Semiotic al-qur’an
Dosen pengampuh : Muh. Subhi mahmasoni. SS., MA
Disusun oleh :
1. M. mahfudl (3118003)
2. Sabrina aisya putri (3118005)
3. Dinda rismawati (3118006)
1
Wahyu Hanafi, “Linguistik Al-Qur’an (Reinterpretasi Makna Manusia Di Balik Surat Al_Fâtiḥah Dalam
Wacana Semant,” Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo, Indonesia, t.t., 6, DOI:
http://dx.doi.org/10.21111/studiquran.v2i1.1131.
ini tetap ada pada kata itu dimana pun diletakkan dan bagaimanapun ia
digunakan, inilah yang kita sebut dengan makna dasar kata itu.
Dengan kata lain yang dimaksud dengan makna dasar (Grundbedeutung)
di sini adalah kandungan kontekstual dari kosa kata yang akan tetap melekat pada
kata tersebut, meskipun kata tersebut dipisahkan dari konteks pembicaraan
kalimat. Sebagaimana kasus dalam kata “kitab” tersebut diatas.2
B. Makna Relasional
makna relasional bisa disebut dengan makna yang ada di luar makna
dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari makna namun
makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan
kebudayaan pengguna bahasa. Sedangkan Muhammad Daud memberikan definisi
makna relasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan
pada makna kata yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus
dalam medan semantik khusus.3
Sementara itu Madigan, menyatakan bahwa makna relasional adalah
makna konotatif yang dalam prakteknya, sangat bergantung kepada konteks
sekaligus relasi dengan kosa kata lainnya dalam kalimat. Kembali kepada contoh
kata kitab dalam makna dasar, ketika kata ini dihubungkan dengan konsep Islam
serta kemudian ditempatkan dalam hubungan erat dengan kata-kata penting al-
qur’an seperti Allah, wahy, tanzil dan sebagainya akan mengalami pengembangan
dan perluasan makna yang amat berarti. Hal ini disebabkan kata yang bermakna
dasar “buku” menjadi luas medan maknanya. Seperti kitab suci al-qur’an,maupun
Bibel Yahudi dan Kristen ketika direlasikan dengan kata ahl dalam perbincangan
al-qur’an.
Jadi makna dasar kata adalah sesuatu yang melekat pada kata itu sendiri
yang selalu terbawa dimanapun kata itu diletakkan, sedangkan makna relasional
suatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada
dengan meletakan kata itu pada posisi khusus dalam bidang khusus berada pada
2
Abdul Wahab Rosyidi, M.Pd, “AYAT-AYAT DO’A DALAM AL QUR’AN PRESPEKTIF MAKNA DASAR DAN
RELASIONAL,” Dosen Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Malang), t.t., 5.
3
Wahyu Hanafi, “Linguistik Al-Qur’an (Reinterpretasi Makna Manusia Di Balik Surat Al_Fâtiḥah Dalam
Wacana Semant,” 6.
relasi yang berbeda dengan semua katakata penting lainnya dalam sistem tersebut.
Atau bisa dikatakan bahwa relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat
antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di
sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat, dan relasi semantik itu dapat
menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, kegandaan makna, atau juga
kelebihan makna.4
Contoh lainnya kata ‘’Wanita”, Makna dasar dari kata “Wanita ‘’adalah
manusia bukan lelaki yang dewasa”. Jika kata ini ditambahi dengan makna
tambahan, maka banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut.
Misalnya jika kata “wanita” dimaknai oleh sebuah kelompok dengan “makhluk
yang pandai memasak dan suka berdandan”, maka inilah makna tambahan yang
keluar dari kata “wanita” tersebut. Atau jika “wanita” dimaknai dengan “makhluk
yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional”. Kedua makna tambahan
tersebut tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata “wanita”. Apabila
suatu kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu
masih berlaku. Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka makna
tambahan itu tidak berlaku.5
C. Makna Nafs
Terma nafs itu sendiri dalam al Quran memiliki makna yang beragam.
Menurut Ibn Ishaq bahwa kata Nafs memiliki dua pengertian yang pertama Nafas
atau kehidupan nyawa. seperti contoh dalam QS. Ali „Imran/3:185,
ِ َّم يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة ۗ فَ َم ْن ُزحْ ِز َح ع َِن النbْ ت َواِنَّ َما تُ َوفَّوْ نَ اُجُوْ َر ُك
ار َواُ ْد ِخ َل ِ ۗ ْس َذ ۤا ِٕىقَةُ ْال َمو
ٍ ُكلُّ نَ ْف
ع ْال ُغرُوْ ِر ُ ْال َجنَّةَ فَقَ ْد فَا َز ۗ َو َما ْال َح ٰيوةُ ال ُّد ْنيَٓا اِاَّل َمتَا
Artinya: Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada
hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh
kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.
4
Abdul Wahab Rosyidi, M.Pd, “AYAT-AYAT DO’A DALAM AL QUR’AN PRESPEKTIF MAKNA DASAR DAN
RELASIONAL,” 6–7.
5
http://erigusnedi.blogspot.com/2016/04/makalah-dalalah-macam-macam-makna-2012.html?m=1
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Tentang makna al-nafs
dalam ayat ditersebut, Sayyid Qutub (1324-1386H) berpendapat bahwa ayat ini
berkaitan dengan nafs yang mengalami hidup dan mati. Sedangkan al-Razi (543-
606 H) menjelaskan bahwa kematian hanya berhubungan dengan tubuh, karena
jiwa tidak mengalami kematian, dan oleh karena pernyataan dalam ayat tersebut
nafs berkaitan dengan kematian, maka nafs di sini adalah nafs yang berkaitan
dengan tubuh. Namun, sayangnya al-Razi tidak menjelaskan lebih rinci
bagaimana nafs yang berkaitan dengan jiwa. Kesulitan semacam itu, sebenarnya
dapat diselesaikan dengan pemahaman bahwa yang dimaksud dengan nafs dalam
ayat tersebut adalah napas kehidupan, jadi pengertian ayat tersebut adalah setiap
yang bernapas atau yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Bukan dalam
pengertian jiwa, karena jiwa tidak mengalami kematian, jiwa itu abadi. Pendapat
semacam ini merupakan pendapat yang didukung oleh para filosof, di antaranya
adalah Ibnu Sina (370-429 H) dan Al-Kindi (185-256 H).
Kedua, bermakna diri atau hakikat dirinya, Seperti dalam kata al-nafs
yang menunjuk kepada apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan
tingkah laku, seperti QS.al-Ra„d/13:11.
َماbت ِّم ۢ ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن خَ ْلفِ ٖه يَحْ فَظُوْ نَهٗ ِم ْن اَ ْم ِر هّٰللا ِ ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا
ٌ لَهٗ ُم َعقِّ ٰب
بِا َ ْنفُ ِس ِه ۗ ْم َواِ َذٓا اَ َرا َد هّٰللا ُ بِقَوْ ٍم س ُۤوْ ًءا فَاَل َم َر َّد لَهٗ َۚو َما لَهُ ْم ِّم ْن ُدوْ نِ ٖه ِم ْن َّوا ٍل
6
Zulfatmi, AL-NAFS DALAM AL-QUR’AN (Analisis Terma al-Nafs sebagai Dimensi Psikis Manusia), Aceh :
UIN Ar-Raniry Banda Aceh,2020, hal 44-46
7
http://erigusnedi.blogspot.com/2016/04/makalah-dalalah-macam-macam-makna-2012.html?m=1
adalah alat untuk menulis pada lempengan lilin.8 Kejelasan tulisan dalam
lempengan tersebut tergantung pada keahlian sang penulis. Sementara orang-
orang Yunani yang juga telah mengembangkan teori terkait style, mengartikannya
sebagai kualitas dari sebuah ungkapan.9
Stilistika sendiri dapat dipahami sebagai suatu kajian atau ilmu yang
objeknya adalah rangkaian gaya bahasa atau style. Menurut Syihabuddin Qalyubi
dalam disertasinya menyebutkan bahwa stilistika adalah ilmu yang mempelajari
style dan berusaha menjelaskan ekspresi pengarang, nilai estetis yang ditimbulkan
dari pemilihan kata, dan efek yang ditimbulkan dari makna. 10 Selain itu, bidang
ilmu stilistika juga menjelaskan mengenai fonologis, sintaksis, leksikal, diksi,
bahkan potensi bahasa yang tengah digunakan pengarang dalam karya-karyanya.
Stilistika adalah salah satu studi yang mengkaji bagaimana seorang sastrawan
memanipulasi kaidah-kaidah yang ada dalam sebuah bahasa, sekaligus efek yang
ditimbulkan dari penggunaannya dalam sebuah karya.11 Menurut Nyoman,
stilistika adalah ilmu yang menyelidiki penggunaan bahasa dalam karya sastra
dengan mempertimbangkan keindahan aspek-aspeknya.12
1. Peribahasa
Peribahasa adalah kalimat yang memiliki efek konotatif yang digunakan
dalam bentuk tulisan maupun percakapan. Terdapat enam jenis peribahasa, yaitu
sebagai berikut.
a. Bidal Bahasa
Bidal bahasa ialah peribahasa sebagai pemanis percakapan atau kalimat
dalam tulisan. Misalnya,
Angin bertiup sepoi-sepoi basah. Artinya, demikian lembutnya seperti
yang selalu dikatakan orang.
8
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. VIII, hlm. 112
9
Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi (Malang: UIN-
Malang Press, 2009) hlm. 10
10
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Kisah Ibrahim AS dalam al-Qur’an, dalam Disertasi Ilmu Agama Islam
Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2006, hlm. 5
11
Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi… hlm.11
12
Nyoman Kutha Ratna, Estetika Sastra, dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2007), hlm. 236
Beban sudah di pintu. Artinya, segala sesuatu yang telah patut. Anak
perempuan dewasa patut dipersuamikan. Warisan yang sudah patut dibagi.
Hidangan yang sudah patut dimakan.
Telaga di bawah gunung. Artinya, seorang istri yang baik nasibnya,
membawa rezeki.
b. Pepatah
Adapun objek kajian stilistika yaitu pribahasa, ungkapan, aspek kalimat,
gaya bahasa, plastik bahasa, dan kalimat asosiatif Berikut akan dijelaskan satu
per satu.
1. Peribahasa
Peribahasa adalah kalimat yang memiliki efek konotatif yang digunakan
dalam bentuk tulisan maupun percakapan. Terdapat enam jenis peribahasa, yaitu
sebagai berikut.
a. Bidal Bahasa
Bidal bahasa ialah peribahasa sebagai pemanis percakapan atau kalimat
dalam tulisan. Misalnya,
Ø Angin bertiup sepoi-sepoi basah. Artinya, demikian lembutnya seperti
yang selalu dikatakan orang.
Ø Beban sudah di pintu. Artinya, segala sesuatu yang telah patut. Anak
perempuan dewasa patut dipersuamikan. Warisan yang sudah patut dibagi.
Hidangan yang sudah patut dimakan.
Ø Telaga di bawah gunung. Artinya, seorang istri yang baik nasibnya,
membawa rezeki.
b. Pepatah
2. Ungkapan
Ungkapan ialah hasil pemencilan dua buah kata atau lebih untuk
menyatakan suatu maksud yang mempunyai asumsi, berkias, atau berkonotasi.
Ungkapan bisa berbentuk kata majemuk atau kelompok kata. Melihat dari
frekuensi pemakaiannya, ungkapan lebih banyak digunakan dalam bahasa sehari-
hari, maupun karangan, jika dibandingkan dengan pemakaian peribahasa. Hal ini
dimungkinkan oleh bentuk ungkapan yang pendek dan mudah diingat. Bagian
ungkapan terdiri dari unsur inti dan unsur penjelas. Unsure inti adalah unsure yan
diterangkan dan unsure penjelas ialah unsure yang menerangkan. Sifat ungkapan
bahasa Indonesia ialah menurut hokum DM (Diterangkan Menerangkan).
Misalnya,
mencari muka – melakukan sesuatu yang baik agar mendapat perhatian
berdahi sempit – berpikiran pendek, pesimistis, kuatir akan hari esok
menutup mata – mati, meninggal, wafat, tutup usia
buah bibir – diceritakan orang karena kebaikannya
makan tangan – mendapat untung, laris dagangannya
kabar angin – desas desus
anak emas – orang yang paling dikasihi
3. Aspek Kalimat
Aspek ialah segi pandangan dari sudut mana kita melihat sebuah kalimat
sehingga kita memperoleh pengertian yang khas dari maksud kalimat tersebut.
Terdapat beberapa jenis aspek kalimat yaitu sebagai berikut.
a. Aspek Inkhoatif (Inchoative Aspect, Sudut Mula Kerja)
Dalam aspek inkhoatif, sudut pandangan terletak pada proses suksesif
(berurutan), tetapi tidak merupakan sebab akibat dan kejadian atau peristiwa itu
selalu didahului oleh perbuatan pertamanya. Misalnya, sesudah puas melihat
pameran itu, kami pun pulang.
b. Aspek Duratif (Durative Aspect, Sudut Terikat Waktu)
Titik perhatiab aspek duratif terletak saat berlakunya peristiwa, kejadian,
atau perbuatan yang terikat oleh waktu. Jadi, sifatnya sementara. Misalnya, saya
pinjam sebentar saja.
c. Aspek Resultatif (Resultative Aspect, Sudut Kesimpulan)
Aspek resultatif terdapat dalam kalimat yang mempunyai sebab akibat.
Kalimat kedua merupakan perkembangan kalimat pertama. Jadi, terdapat
hubungan kait-mengait. Misalnya,karena terlambat satu menit, saya ketinggalan
kereta.
d. Aspek Progesif (Progressive Aspect, Sudut Urutan Maju)
Aspek progresif dapat dilihat dari urutan kejadiannya yang kronologis dan
sedang berlangsung. Misalnya, kemarin ia kehujanan, sekarang ia sakit.
e. Aspek Frekuentatif (Frequentative Aspect, Sudut Kerap Tidaknya)
Frekuentatif artinya kerap atau jarang sesuatu kejadian atau peristiwa itu
timbul atau terjadi. Misalnya, sekali-sekali nampak motor hitam lewat, remang-
remang saja bentuknya.
f. Aspek Hipotesis (Hypothesis Aspect, Sudut Kemungkinan)
Hipotesis ialah sesuatu yang dianggap benar, yakni proses kejadian yang
telah lampau atau yang akan datang berdasarkan tanggapan hokum-hukum atau
bukti-bukti yang berlaku sekarang. Prosesnya mengandung kecendekiaan.
Sifatnya indetorminatif. Tidak terikat oleh waktu. Karena itu, hasilnya dapat
positif atau negative. Misalnya, nanti, engkau akan disambut dengan meriah.
g. Aspek Habituatif (Habituative Aspect, Sudut Kebiasaan)
Titik perhatian aspek habituatif ialah perbuatan/kelakuan atau peristiwa
berlaku atau terjadi dengan perulangan yang tetap. Dalam kalimat seharu-hari,
ditandai oleh kata tugas, yaitu setiap, selalu, tiap-tiap, biasa, dan lain-lain.
Misalnya, ia selalu ingat padaku.
h. Aspek Komparatif (Comparative Aspect, Sudut Perbandingan)
Untuk mengimajinasikan sesuatu hal, kita bisa membandingkan dengan
benda yang bersifat sama. Misalnya, setelah bersujud untuk kedua kalinya,
pemuda kita mengundurkan diri dengan perasaan seakan-akan baru lulus ujian
berat.
i. Aspek Realis (Realist Aspect, Sudut Kenyataan)
Realis ialah bersifat kenyataan. Jadi, aspek realis meninjau suatu kejadian
atau peristiwa ataupun perbuatan dari sedang berlangsungnya atau sudah
berlangsungnya. Sifatnya nyata. Misalnya, ia membaca buku di perpustakaan tiga
jam yang lalu.
j. Aspek Arealis (Arealist Aspect, Sudut Belum Nyata)
Aspek arealis merupakan kebalikan dari aspek realis. Arealis artinya
belum nyata, belum terbukti, atau akan terjadi. Misalnya, seandainya saja Afif
mencintaiku seperti aku mencintainya, aku pasti akan sangat bahagia.
4. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu sehingga mempunyai
efek tersendiri terhadap pemerhati. Dengan pola materi, akan menimbukan efek
lahiriah (efek bentuk), sedangkan dengan pola arti (pola makna) akan
menimbulkan efek rohaniah. Terdapat berbagai jenis gaya bahasa. Jenis-jenis
tersebut dikelompokkan dalam empat kelompok besar, yaitu gaya bahasa
perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.
5. Nilai Kata
Nilai kata ialah nilai rasa kata yang menimbulkan pengertian khusus dan
bersifat gaya bahasa trofen atau metonimia. Misalnya,
6. Plastik Bahasa
Plastik bahasa ialah kalimat penulis yang emosional dalam
menggambarkan sesuatu hal sehingga menimbulkan gambaran yang jelas.
Sifatnya subjektif. Plastic bahasa atau liris prosa ini sebagai hasil ekspresi
individual spesifik penulis pada setiap jenis karangannya. Plastic bahasa
menimbulkan gambaran dalam pikiran karena terdapat, yaitu (a) penonjolan
pokok pikiran, (b) retorika, (c) pemunculan bahasa daerah atau bahasa asing
untuk memperjelas, (d) asosiatif, dan (e) bersifat siaran pandangan mata.
7. Kalimat Asosiatif
Kalimat asosiatif mengandung tiga pengertian pokok yaitu sebagai
berikut. Pertama,kalimat asosiatif merupakan kalimat konotatif karena pokok
pikiran merupakan lambang dari ekspresi individual. Kedua, kalimat asosiatif
ialah kalimat yang mengandung kata-kata terlarang atau pamali bagi sebagian
besar orang Indonesia. Ketiga, kalimat asosiatif adalah kalimat yang pokok
pikiran atan objeknya mengandung kepercayaan atau tabu.
PENUTUP
Kesimpulan
Makna bahasa itu bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang
berbeda. Hal ini disebabkan karena bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan
dan keperluan manusia dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga melahirkan
berbagai konsep tentang jenis-jenis makna yang mencakup Makna dasar,
Relasional, Nafs, Ihaa’i, dan Stalistik.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,Wahyu,“Linguistik Al-Qur’an (Reinterpretasi Makna Manusia Di
Balik Surat AlFâtiḥah Dalam Wacana Semant,” Institut Agama Islam Sunan
GiriPonorogo,Indonesia,t.t.,6,DOI:http://dx.doi.org/10.21111/studiquran.v2i1.11
Wahab Rosyidi,Abdul “AYAT-AYAT DO’A DALAM AL QUR’AN
PRESPEKTIF MAKNA DASAR DAN RELASIONAL,” Dosen Fakultas
Humaniora dan Budaya UIN Malang), t.t., 5.
http://erigusnedi.blogspot.com/2016/04/makalah-dalalah-macam-macam-
makna-2012.html?m=1
Zulfatmi, 2020, AL-NAFS DALAM AL-QUR’AN (Analisis Terma al-Nafs
sebagai Dimensi Psikis Manusia), Aceh : UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Keraf, Gorys,2008, Diksi dan Gaya Bahasa Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Muzakki,Akhmad,2009, Stilistika al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an
dalam Konteks Komunikasi , Malang: UIN-Malang Press.
Qalyubi, Syihabuddin,2006, Stilistika Kisah Ibrahim AS dalam al-Qur’an,
dalam Disertasi Ilmu Agama Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Kutha Ratna,Nyoman,2007, Estetika Sastra, dan Budaya Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.